MAHASISWA GARUT BANGKIT, NYALAKAN API PERJUANGAN, MENGUSUNG KEBANGKITAN ISLAM
Tinta Media - Bangga bisa hadir d itengah mahasiswa pemberani, cerdas dan memiliki nurani. Nurani yang memantik api perjuangan, melawan kezaliman dan menyatakan perang terbuka pada setiap inchi tirani dan penindasan.
Di tengah kejumudan berfikir, matinya ruang gerak mahasiswa, di tengah masifnya pertanyaan publik: Mahasiswa dimana? Ternyata, di Garut penulis mendapatkan jawabannya.
Pada Ahad 11 September 2022, Forum Pemuda & Mahasiswa Garut mengundang penulis untuk hadir berdiskusi secara offline di Kota Dodol. Asyik dan hangat, membersamai mahasiswa dengan semangat dan gelora perjuangan, yang meskipun dari radius beberapa meter, induksi semangat itu terasa menyentak.
Ada Bung Dede Sopian (BKLDK Garut) yang menjadi MC acara. Dan diskusi dipandu secara apik oleh Moderator Adam Permana (Mahasiswa Universitas Garut).
Ngalor ngidul bicara tentang semangat, pergerakan, hingga lika liku perjuangan ideologi Islam melalui pergerakan mahasiswa. Di awal, penulis sempat ditanya-tanya soal curiculum vitae.
Untuk menghindari hal-hal yang akan mengesankan penulis sudah tua, penulis tidak cerita sudah memiliki istri dan 5 anak. Penulis hanya cerita dulu waktu mahasiswa aktif di IPNU, IMM, HMI, Permahi hingga Ismahi. Lupa cerita, pernah juga menjadi Gubernur BEM Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. Biar gini-gini, juga pernah jadi Gubernur. hehe.
Penulis tekankan pentingnya gerakan mahasiswa harus berbasis ideologi. Hal ini, agar mahasiswa tidak menjadi patron, mengekor pada gerakan politik lainnya. Agar mahasiswa tidak hanya menjadi 'agen perubahan' (agent of change) tetapi menjadi 'pemimpin perubahan' (leader of change).
Ideologi tersebut jelas bukan Kapitalisme liberal atau sosialisme komunisme. Namun, ideologi itu harus ideologi Islam. Mahasiswa harus memimpin pergerakan berdasarkan ideologi Islam.
Memimpin pergerakan dengan ideologi Islam bukan berarti harus selalu tampil didepan. Memimpin dalam pengertian selalu mengontrol pergerakan agar selalu sejalan dengan ideologi Islam. Itulah, tugas utama mahasiswa sebagai pemimpin perubahan, bukan hanya menjadi agen perubahan yang diorder oleh aktor kekuasaan atau oligarki.
Ada banyak pertanyaan kritis yang disampaikan kawan-kawan mahasiswa. Diantaranya ada Bung Fikri, yang bertanya tentang harapan bergantinya presiden indonesia, korelasinya dengan kesejahteraan rakyat. Lalu Bung Luthfi Mukhtar (salah satu Orator Aksi Mahasiswa yang masuk ke gedung DPRD Garut), yang bertanya soal hukum produk kekuasaan (politik), dan akhirnya hukum hanya menjadi alat represi. Lalu ada Asep Ridwansyah yang bertanya tentang pengaruh demo dengan kebijakan pemerintah (khususnya soal BBM), ada Enjang Undang yang bertanya tentang forum diskusi mahasiswa yang banyaknya tidak memberikan solusi utama menyelesaikan masalah, dan seterusnya.
Ada satu kesimpulan penting yang penulis sampaikan kepada kawan-kawan mahasiswa. Bahwa pada titik tertentu, ideologi perjuangan bukan hanya bicara soal kebenaran. Melainkan, kebenaran itu akhirnya dikonfirmasi dengan nyali. Tak ada perubahan, tanpa sikap dan karakter pemberani dan punya nyali untuk melawan segala bentuk penindasan. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/