Tinta Media: Ganjar
Tampilkan postingan dengan label Ganjar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ganjar. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Mei 2023

PAKTA: Ganjar secara Tidak Langsung Mempropagandakan Pornografi


Tinta Media - Direktur PAKTA (Pusat Analisis Kebijakan Strategis) Dr. Erwin Permana mengungkapkan dengan posisi Ganjar sebagai seorang tokoh, statementnya mengenai kebolehan orang dewasa menonton film porno secara tidak langsung Ganjar ikut mempropagandakan pornografi. 

"Jadi secara tidak langsung jadinya dengan posisinya sebagai tokoh, sebagai kepala daerah apalagi, maka tentunya secara tidak langsung dia ikut mempropagandakan pornografi. Dan ini buruk," terangnya dalam kabar petang: Ada Kuasa Oligarki di Belakang Ganjar di laman YouTube Khilafah News, Sabtu (29/4/2023).

Agung mengingatkan pada Ganjar supaya tau posisinya sebagai seorang pejabat, seorang gubernur, dan kepala daerah. "Ganjar adalah tokoh dari PDIP. Terlepas PDIP itu merupakan sarang koruptor, tapi bagaimana pun statement Ganjar sebagai seorang tokoh pasti akan dilihat oleh masyarakat," ujarnya. 

"Ketika dia mengatakan tidak ada masalahnya dengan menonton film porno, maka ini akan memengaruhi masyarakat yang lain, yang mana dari sisi pendidikan, itu yang mohon maaf bisa jadi mereka itu kurang jadi bisa jadi dengan mudah akan terpengaruh dengan statement Ganjar ini," kritiknya.

Sehingga jika ini terus berlanjut, menurutnya, yang terjadi adalah negeri ini akan semakin menjadi negeri yang subur dengan pornografi pada akhirnya.[] Wafi

Sabtu, 26 November 2022

JILBAB AJARAN ISLAM, MEMECAT GURU KARENA MENASEHATI SOAL JILBAB BEROTENSI DIJERAT PASAL PENISTAAN AGAMA

Tinta Media - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut pihaknya bakal memecat guru yang menasehati mengenakan jilbab pada siswinya, jika mengulangi perbuatannya. Pernyataan itu disampaikan kepada wartawan di sela-sela event Borobudur Marathon 2022 kategori Bank Jateng Tilik Candi, Minggu (13/11/2022).

Ganjar menyebut pihaknya sudah meminta guru yang bersangkutan, Suwarno (54) untuk menandatangani surat pernyataan. Kasus bermula saat siswi kelas X SMA Negeri 1 Sumberlawang, Kabupaten Sragen, dinasehati guru matematikanya untuk mengenakan jilbab.

Peristiwa itu terjadi saat S mengikuti mata pelajaran di kelas pada Kamis (3/11) pekan lalu. Buntutnya, orang tua siswa mengadu ke Polres Sragen.

Sementara itu, guru SMAN 1 Sumberlawang Suwarno sudah meminta maaf soal peristiwa ini. Suwarno mengaku hanya berniat memberi nasihat kepada siswi tersebut.

"Karena ada satu anak yang belum memakai jilbab itu tadi. Tapi sebelumnya saya tidak pernah menyampaikan itu. Tapi karena ada anak yang malu ke masjid tidak jilbaban itu, saya menyampaikan secara spontanitas," ujar Suwarno.

Suwarno selain mendidik, menjadi guru yang mengajarkan ilmu agama, juga sedang memberikan nasehat agama. Suwarno telah mengamalkan hadits Rasulullah SAW yang bersabda:

"Agama itu adalah nasihat. Kami (para shahabat) bertanya: Untuk siapa (Ya Rasulullah) beliau menjawab; Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya serta pemimpin-pemimpin ummat Islam dan juga bagi orang Islam umumnya."

(HR. Muslim).

Suwarno menasehati selain kewajiban agama, juga menjadi hak siswi. Bagaimana kalau motif tidak mengenakan jilbab (menutup aurat), karena ketidaktahuan siswi? Bukankah, menjadi hak siswi yang beragama Islam, untuk tahu kewajiban mengenakan jilbab?

Lain soal kalau siswi tersebut bukan muslim. Tak ada kewajiban Suwarno untuk menasehati, tak ada hak siswi non Muslim untuk mengetahui kewajiban mengenakan jilbab.

Orang tua siswi semestinya berterima kasih kepada guru, karena selain mengajari ilmu matematika juga mengajari ilmu agama. Bahkan, ilmu agama yang akan menyelamatkan putrinya dari jilatan api neraka. 

Menutup aurat dan mengenakan jilbab adalah kewajiban agama. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

[QS : Al Ahzab : 59]

Karena itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tidak usah sok-sok-an mengancam memecat guru yang memberi nasehat tentang Jilbab. Wanita itu harus menutup aurat, bukan telanjang apalagi ditonton banyak orang dalam adegan video porno.

Meski Ganjar Pranowo penyuka video porno, tapi dia tetap tak punya hak mengkerdilkan ajaran Islam yang memerintahkan wanita menutup aurat (mengenakan jilbab). Kalau dilakukan, Ganjar dapat dijerat pasal 156 A KUHP, karena telah menistakan ajaran Islam tentang jilbab, melalui tindakan memecat guru yang menasehati siswi muslimah untuk mengenakan jilbab. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Islam

https://heylink.me/AK_Channel/

Jumat, 25 November 2022

Ganjar Ancam Pecat Guru yang Paksa Siswi Pakai Jilbab, Prof. Suteki: Nomenklatur Lentur dan Obscure

Tinta Media - Pakar Hukum dan Masyarakat Profesor Suteki mengatakan peristiwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengancam pecat guru yang paksa siswinya memakai jilbab itu nomenklaturnya lentur dan obscure (kabur).

“Saya katakan nomenklaturnya lentur dan obscure terhadap peristiwa Ganjar mengancam memecat guru yang memaksa siswinya memakai jilbab,” tuturnya dalam Segmen Tanya Profesor: Wow! Ganjar Ancam Pecat Guru Yang Paksa Siswi Pakai Jilbab, Selasa (15/11/2022) di kanal Youtube Prof. Suteki.

Ia menegaskan nomenklatur lentur dan obscure pada peristiwa tersebut lebih mementingkan persoalan politik dibandingkan aspek hukum. Di mana apa pun yang bersifat dalam tanda kutip keras, konsistensi istiqomah dalam ideologi atau agama itu bisa dikaitkan dengan radikalisme.
“Ancaman terhadap ASN, pegawai pemprov atau mungkin ASN lainnya yang terpapar radikalisme itu sering kita dengar, termasuk saya sendiri mengalaminya, disematkan radikalisme. Saya katakan untuk diksi sendiri tidak ada pasal yang mengatur, menghukum orang yang radikalisme atau terpapar radikal,” tegasnya.

“Saya perkirakan kasus ini akan ditelisik hingga misalnya apakah guru SMAN I Sumberlawang itu terpapar radikalisme, hingga di cap merundung atau membully siswi muslim itu yang tidak pakai jilbab,” ucapnya.

Terkait statement ancaman pemecatan tersebut, Suteki mengatakan diperlukan beberapa hal yang harus disampaikan oleh pejabat menanggapi peristiwa tersebut.

Pertama, pejabat mestinya mengeluarkan pernyataan yang tidak bernada tekanan dan ancaman. Justru sikap pejabat itu harus mengayomi dan bertindak sebagai negarawan.

“Karena pernyataan tersebut justru akan diikuti oleh pejabat lain dengan tujuan untuk mengiyakan atau mengamini sekaligus melakukan kebijakan dan tindakan tadi,” ujarnya.  

Kedua, selayaknya pejabat itu mampu menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan dan tindakan kepada Pak Suwarno (Guru SMAN I Sumberlawang) sebagai pendidik dan pengajar. Sebab arahan atau nasihat guru kepada siswanya tersebut dalam rangka amar makruf nahi mungkar.
“Sehingga misalnya seorang guru muslim mengarahkan atau menasihati anak didiknya yang notabene, sudah dewasa, aqil balik, apalagi seorang perempuan maka wajae diarahkan dan dinasihati bahkan dalam tanda kutip diperintah untuk mengenakan jilbab dalam rangka menutup auratnya,” tuturnya.

Tapi ia berharap tindakan pemecatan yang akan dilakukan oleh Pak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah itu tidak dilakukan. Sebab tindakan Guru tersebut tidak menggunakan kekerasan.

“Saya berharap Pak Gubernur tidak akan memecatnya, cukup dengan diberikan, wong itu memaksa seseorang untuk berjanji tidak mengulangi dalam arti kalau pakai kekerasan, saya setuju tapi kalau hanya memerintahkan dalam arti menasihati sekaligus memerintahkan seorang murid untuk mengenakan jilbab, selain tidak ada kekerasan di situ. Saya kira tidak masalah,” ujarnya.

Ia menjelaskan kedudukan seorang guru dalam menasihati muridnya tanpa disertai kekerasan itu diperbolehkan. Guru harus memperhatikan betul situasi dan kondisi psikologis anak didik. Pada prinsipnya tetap mengutamakan kesadaran siswa dan bukan soal keterpaksaan.

“Kira-kira bagaimana supaya nasihat dan perintahnya yang sebenarnya mulia itu tidak dimaknai lain oleh siswa maupun orang tuanya,” jelasnya.

“Prinsipnya himbauan bahkan ajakan hingga sedikit perintah itu, hal yang menurut saya boleh dilakukan selama tidak ada penggunaan kekerasan apalagi perundungan atau bullying,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 20 November 2022

Ganjar Ancam Pecat Guru Perkara Jilbab, Direktur IJM: Ini Bagian Mendidik Siswi untuk Berjilbab

Tinta Media - Ramainya pemberitaan terkait ancaman Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terhadap seorang guru karena nasehati jilbab kepada muridnya mendapat tanggapan dari Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardhana.

"Sangat disayangkan tentunya. Dalam konteks pendidikan kadang-kadang kok malah disebut perundungan. Ini kan bagian dari mendidik anak siswi itu agar memakai jilbab, maka ya dinasehati agar dia memakai jilbab dan menggunakannya dalam lingkungan di sekolah," tuturnya dalam Program Aspirasi Rakyat: Ancam Pecat Guru Gegara Nasehati jilbab, Mengapa? Di Kanal YouTube Justice Monitor, Jum'at (18/11/2022).

"Dengan cara itu, sebenarnya, orang dibangun suasananya selalu dekat Allah Subhanahu wa Ta'ala," imbuhnya.

Ia menyatakan bahwa dalam Islam, setiap muslimah itu wajib berjilbab dan berkerudung manakala keluar rumah menuju kehidupan umum. Adapun kewajiban berjilbab bagi muslimah itu wajib dan ditetapkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an surah Al Ahzab ayat 59 yang artinya: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri-istri kaum mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh mereka," ucapnya.

Menurutnya, atas tindakannya tersebut, Ganjar Pranowo bisa dijerat dengan pasal 156a KUHP karena telah menistakan ajaran Islam tentang jilbab. Guru tersebut sedang mengikuti hadis Nabi. Menasehati agar siswi tadi memakai jilbab. Artinya agar siswi ini mengikuti arahan Allah dan Rasulnya. "Pak Suwarno menasehati, selain kewajiban agama juga hak siswi," ujarnya.

"Bagaimana kalau motif tidak mengenakan jilbab atau menutup aurat itu karena ketidaktahuan siswi. Bukankah menjadi hak siswi yang beragama Islam untuk tahu kewajiban mengenai jilbab," ungkapnya.

Ia menilai semestinya orang tua siswi berterima kasih kepada guru tersebut karena selain telah mengajarkan ilmu matematika, ternyata juga mengajari ilmu agama. "Bahkan ilmu agama yang akan menyelamatkan putrinya dari jilatan api neraka," tukasnya.

Ia melihat bahwa viralnya kasus jilbab, tidak lepas dari opini media-media mainstream milik korporasi. Ini mengindikasikan masih kuatnya islamofobia di Indonesia. "Tampaknya media mainstream lebih condong berpihak pada upaya kriminalisasi syariat Islam," terangnya.

"Seharusnya media-media ini lebih fokus mengarahkan untuk hal-hal baik bukan malah untuk islamofobia," tegasnya.

Ia mengungkapkan juga bahwa pejabat publik seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan bernada tekanan atau ancaman karena akan diikuti oleh pejabat di bawahnya untuk melakukan kebijakan dan tindakan yang sama. "Sepatutnya pejabat publik seperti pak Ganjar Pranowo itu mengeluarkan pernyataan yang mengayomi dan bersifat kenegaraan," bebernya.

"Seharusnya pak Ganjar Pranowo malah mendorong, mengayomi agar pendidikan, arahan untuk berjilbab itu terjadi di masyarakat, di sekolah sehingga anak-anak didik, siswa-siswi itu bisa melaksanakan syariah Islam dengan sebaik mungkin. Seharusnya kondisifitas ini yang dibangun oleh pejabat publik," paparnya.

Ia menganggap wajar jika guru yang posisinya sebagai pendidik dan pengajar jika menasehati anak didik dan anak ajarnya, termasuk didalamnya mendidik anak itu supaya taat pada syariah Islam. Selama tindakan guru tersebut bernilai iktikad yang baik untuk mendidik dan mengajar, "Sepatutnya kita hargai," jelasnya.

Ia melanjutkan bahwa negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau keyakinan dalam kondisi apapun. Syariat Islam memang menjamin proses agar pendidikan pada siswi, pada masyarakat untuk taat pada syariah. Sebagai muslim kita perlu melakukan pembelaan syariah Islam dan upaya kriminalisai kepada umat Islam yang berupaya menyampaikan ajaran Islam termasuk guru tersebut. "Pemerintah harus segera menghentikan segala bentuk sekulerisasi pendidikan," tegasnya.

Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas Islam. Sebagai pelajar dan mahasiswa muslim wajib untuk taat syariah secara kaffah, tidak ada kaitannya dengan soal tirani mayoritas atau diskriminasi minoritas. Apalagi siswi dan mahasiswa itu muslimah, tentu dorongan untuk dididik agar memakai jilbab itu harus dilakukan sebaik mungkin. 

"Negara harus membuat regulasi yang mengantarkan peserta didik untuk menjalankan semua ketaatan baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan. Pilihan untuk mengikuti syariat diberikan kepada peserta didik yang non muslim saja, karena Islam tidak memaksa dalam perkara keyakinan dan ibadah," tandasnya.[] Ajira

Minggu, 10 Juli 2022

SURYA PALOH 'BAJAK' GANJAR PRANOWO DARI PDIP?

Tinta Media - "Kapan saya ambil yang namanya Ganjar? Kapan saya pekerjakan Ganjar? NasDem baru tahapan mengapresiasi seorang yang bernama Ganjar, anak muda Indonesia yang dianggap punya pembobotan baik,"

[Surya Paloh, Senin, 4/7]

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh membantah tudingan membajak Ganjar Pranowo dari PDIP. Paloh menyatakan partainya hanya merekomendasikan Ganjar sebagai salah satu bakal calon presiden. 

NasDem, menurutnya, tidak berniat mengambil alih Ganjar dari PDIP. NasDem membuat rekomendasi bakal calon presiden dengan niat baik membangun bangsa. Nasdem memasukkan Ganjar dalam daftar rekomendasi Capres 2024 karena kualitas kepemimpinan selama ini.

Walah, kok Nasdem malah jadi Baper begini ya? Semestinya, kalau tidak merasa membajak ya tidak perlu mengklarifikasi. Lagipula,  ungkapan 'membajak' yang disampaikan justru mengkonfirmasi Surya Paloh memang membajak Ganjar?

Memang benar Hasto sempat mengeluarkan sejumlah sindiran, dari soal PDIP bukan parpol yang mencabut akar, tidak menyalip di tikungan, hingga tradisi politik tak bajak kader. Namun tak ada yang ditujukan secara eksplisit kepada Nasdem. Walaupun, semua juga paham sindiran itu ditujukan kepada Nasdem yang mendahului PDIP mengusung Ganjar dalam Pilpres 2024.

Niat tidak membajak, semestinya dikonfirmasi dengan tidak mengusung Ganjar sebagai Capres, atau baru turut mengusung Ganjar setelah PDIP mengumumkan keputusan mengusung Ganjar maju Pilpres 2024, sebagai etika politik karena Ganjar kader PDIP bukan kader Nasdem. Di internal PDIP sendiri, sosok Capres yang akan diusung masih dinamis, muaranya semua menunggu keputusan Ketua Umum.

Tindakan Nasdem yang mendahului PDIP dalam konteks mengusung Ganjar maju Pilpres 2024, tidak dapat disalahkan jika ditafsirkan membajak Ganjar dari PDIP. Akibat manuvet Nasdem ini, PDIP terkunci secara politik:

Pertama, PDIP tidak dapat secara independen menetapkan siapa kader yang diusung pada Pilpres 2024. Tindakan Nasdem yang mengusung Ganjar, juga suara sejumlah lembaga survei, telah merampas otoritas Megawati Soekarno Putri sebagai Ketum PDIP yang punya wewenang menentukan Capres PDIP.

Suara dukungan kepada Ganjar ini akan mempengaruhi kader PDIP dan buntutnya bisa merongrong wibawa dan independensi Ketum PDIP, sehingga tidak ada pilihan lain selain menuruti keinginan kader dan suara lembaga survei, dengan menetapkan Ganjar sebagai Capres PDIP. Sejumlah nama potensial lain di internal PDIP (termasuk nama Puan) berpotensi tergusur akibat Manuver politik Nasdem ini.

*Kedua,*  saat PDIP jika akhirnya mengusung Ganjar maka PDIP seolah 'dipaksa' berkoalisi dengan Nasdem. Nasdem akan ngotot mengusung Ganjar dengan dalih amanah Rakernas Nasdem yang sebelumnya memang telah mengusung Ganjar sebagai Capres.

Kondisi ini tidak mengenakan PDIP. Dua periode Pemilu, PDIP merasa rugi berkoalisi dengan Nasdem karena Nasdem lebih mendapatkan benefit kue kekuasaan lebih legit ketimbang PDIP. Pilpres 2024 sejatinya adalah momentum bagi PDIP untuk memutus tangan Nasdem dari lingkaran kekuasaan.

Demikianlah realitas politik yang ada.  Maka wajar, PDIP berulangkali mengeluarkan sindiran yang dapat dipahami ditujukan kepada Nasdem. Dari soal PDIP bukan parpol yang mencabut akar, tidak menyalip di tikungan, hingga tradisi politik tak bajak kader. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


https://heylink.me/AK_Channel/
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab