Tinta Media: Ganja
Tampilkan postingan dengan label Ganja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ganja. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Mei 2022

HUKUM MENGKONSUMSI DAN MELEGALKAN GANJA


Tinta Media - Tanya :

Ustadz, saya ingin bertanya terkait berita bahwa baru-baru ini (22/5/2022)  pemerintah Thailand akan melegalkan ganja. Beritanya ada di link di bawah ini:

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220520102420-106-798869/thailand-akan-legalkan-ganja-seperti-apa-aturannya

Adapun pertanyaan saya sebagai berikut :

1. Bagaimana hukumnya melegalkan ganja?

2. Apa hukumnya menjadikan ganja sebagai bumbu masakan?

3. Apa hukumnya menghisap ganja? (Achmad Muit, Sidoarjo)

Jawab :

Menurut kami haram hukumnya secara syar’i menggunakan ganja (Cannabis sativa) secara mutlak, baik menanam ganja, menghisap ganja, menjualbelikan ganja, ataupun melegalkan ganja. Hukum pemanfaatan ganja juga tetap haram meskipun untuk sekedar penyedap makanan, meskipun hanya sedikit dan meskipun tidak menimbulkan bahaya atau efek negatif bagi yang memakan makanan tersebut. Haram pula sebuah negara melegalkan ganja bagi rakyatnya.

Keharaman ganja tersebut didasarkan pada dalil syar’i yang mengharamkan ganja secara mutlak, baik sedikit maupun banyak. Juga didasarkan pada fakta tidak adanya illat (alasan penetapan hukum) keharaman ganja, misalnya karena menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. Maka ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya.

Dalil syar’i yang mengharamkan ganja (Arab : al hasyisy) secara mutlak adalah hadits sebagai berikut:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفْتِرٍ

Dari Ummu Salamah RA, dia berkata,"Bahwa Rasulullah SAW telah melarang setiap-tiap zat yang memabukkan (muskir)_ dan zat yang melemahkan (mufattir)." (nahaa ‘an kulli muskir[in] wa mufattir[in]). (HR Abu Dawud no. 3689 & Ahmad no. 26676).

Sebagian ulama menilai hadits ini dha’if (lemah), misalnya penulis kitab ‘Aunul Ma’bud dan Syekh Syu’aib Al Arna`uth. 

Namun kami lebih condong kepada Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang menghukumi hadits ini sebagai hadis hasan. (‘Aunul Ma’bud, 3/378; Musnad Ahmad bin Hanbal Ma’a Hukm Syu’aib Al Arna`uth, Juz 6 hlm. 309; Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, Juz 10 hlm. 47; Kitabul Asyribah, Bab Al Khamr min Al ‘Asl, syarah hadits no 5263; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 11 hlm. 35, Bab “At Takhdiir”; Ahmad Fathi Bahnasy, Al Khamr wal Mukhaddirat fi Al Islam, hlm. 169).

Para ulama menjelaskan yang dimaksud dengan kata “mufattir” dalam hadits di atas adalah setiap zat yang dapat menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan lemah/lemas (futuur) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha, hlm. 342; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 11 hlm. 35).

Maka dari itu, hadits di atas dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan ganja. 

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa dalam hadits Ummu Salamah ini terdapat dalil yang secara khusus mengharamkan ganja (al hasyisy), karena ganja dapat menimbulkan rasa tenang (tukhaddir) dan melemahkan (tufattir). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 11 hlm. 35; Al Mausu’ah Al Jina`iyyah Al Muqaranah, Juz 1, hlm. 367 & 695).

Keharaman ganja ini menurut kami bersifat mutlak, artinya baik dikonsumsi sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram. (Lihat Syekh As Saharanfuri, Badzlul Majhud fi Halli Abi Dawud, Juz 16, hlm. 22).

Kemutlakan hukum ini disimpulkan dari nash hadits Ummu Salamah RA yang bersifat mutlak pula. Artinya, hadits ini hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW telah melarang setiap zat yang melemahkan (mufattir), tanpa menjelaskan batasan atau sifat ganja itu apakah yang dilarang itu sedikit atau banyak. Perhatikan perkataan Ummu Salamah RA : 

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفْتِرٍ

"Bahwa Rasulullah SAW telah melarang setiap-tiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (mufattir)." (nahaa ‘an kulli muskir[in] wa mufattir[in]). (HR Abu Dawud no. 3689 & Ahmad no. 26676).

Maka dari itu, keharaman ganja ini adalah mutlak, sesuai nash hadits yang mutlak pula. Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menetapkan : al muthlaqu yajriy ‘alaa ithlaaqihi maa lam yarid daliilun yadullu ‘ala at taqyiid. (dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan batasan). (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, Juz 1 hlm. 208).

Selain itu, keharaman ganja ini semata-mata didasarkan pada nash, bukan didasarkan pada illat (alasan penetapan hukum) keharaman ganja. Karena illat itu memang tidak ada. Bahwa ganja dapat menimbulkan efek negatif, adalah semata-mata fakta (al waqi’) namun bukan illat (alasan) keharaman ganja.

Maka dari itu, ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya. Kaidah fiqih menyebutkan :

 إن العبادات والمطعومات والملبوسات والمشروبات والأخلاق لا تعلل وإنما يلتزم فيها بالنص

Inna al ‘ibadati wa al math’umati wa al malbusati wa al masyrubati wa al akhlaqa laa tu’allalu wa innama yultazamu fiiha bi an nashsh. (sesungguhnya hukum-hukum ibadah, makanan, minuman, dan akhlaq tidak didasarkan pada illat (alasan penetapan hukum), namun hanya didasarkan dan berpegang pada nash saja). (Abdul Qadim Zallum, At Ta’rif bi Hizb At Tahrir, hlm. 55).

Wallahu a’lam.

NB : http://fissilmi-kaffah.com/index.php/index/search

Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Kontemporer 


Kamis, 26 Mei 2022

KH M.Shiddiq Al-Jawi: Hukum Ganja Haram secara Mutlak


Tinta Media - Terkait beredarnya berita bahwa pemerintah Thailand akan melegalkan ganja, Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. menegaskan bahwa ganja hukumnya haram secara mutlak.

"Menurut kami, haram hukumnya secara syar’i menggunakan ganja (Cannabis sativa) secara mutlak, baik menanam ganja, menghisap ganja, menjualbelikan ganja, ataupun melegalkan ganja," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (22/5/2022).

Hukum pemanfaatan ganja juga tetap haram, lanjutnya, meskipun untuk sekedar penyedap makanan, meskipun hanya sedikit, meskipun tidak menimbulkan bahaya atau efek negatif bagi yang memakan makanan tersebut. Haram pula sebuah negara melegalkan ganja bagi rakyatnya.

Ia mengatakan bahwa keharaman ganja itu merujuk kepada dalil syar'i. "Keharaman ganja tersebut didasarkan pada dalil syar’i yang mengharamkan ganja secara mutlak, baik sedikit maupun banyak," ujarnya.

Di samping itu, lanjutnya, juga didasarkan pada fakta tidak adanya illat (alasan penetapan hukum) keharaman ganja, misalnya karena menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. Maka ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya.

Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya mengutip dalil terkait Keharaman ganja. "Dalil syar’i yang mengharamkan ganja (Arab: al hasyisy) secara mutlak adalah hadits sebagai berikut," katanya.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفْتِرٍ

Dari Ummu Salamah RA, dia berkata, "Bahwa Rasulullah SAW telah melarang setiap-tiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (mufattir)." (nahaa ‘an kulli muskir[in] wa mufattir[in]). (HR Abu Dawud no. 3689 & Ahmad no. 26676).

Sebagian ulama, katanya, menilai hadits ini dha’if (lemah), misalnya penulis kitab ‘Aunul Ma’bud dan Syekh Syu’aib Al Arna`uth. Namun ia lebih condong kepada Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang menghukumi hadits ini sebagai hadis hasan.

Ustaz Shiddiq, dalam kapasitas keilmuannya sebagai pakar fiqih, mengambil pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani tentang Keharaman ganja.

"Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa dalam hadits Ummu Salamah ini terdapat dalil yang secara khusus mengharamkan ganja (al hasyisy) , karena ganja dapat menimbulkan rasa tenang (tukhaddir) dan melemahkan (tufattir)," bebernya.

Selanjutnya, ia menegaskan bahwa ganja haram secara mutlak. "Keharaman ganja ini menurut kami bersifat mutlak, artinya baik dikonsumsi sedikit maupun banyak hukumnya tetap haram. (Lihat Syekh As Saharanfuri, Badzlul Majhud fi Halli Abi Dawud, Juz 16, hlm. 22)," terangnya.

Maka dari itu, ujarnya kembali, keharaman ganja ini adalah mutlak, sesuai nash hadits yang mutlak pula. Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menetapkan: al muthlaqu yajriy ‘alaa ithlaaqihi maa lam yarid daliilun yadullu ‘ala at taqyiid. (dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan batasan). (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, Juz 1 hlm. 208).

Selanjutnya, Ustadz Shiddiq menjelaskan bahwa Keharaman ganja semata didasarkan pada nash syara', bukan pada ilat.

"Selain itu, keharaman ganja ini semata-mata didasarkan pada nash, bukan didasarkan pada illat (alasan penetapan hukum) keharaman ganja. Karena illat itu memang tidak ada. Bahwa ganja dapat menimbulkan efek negatif, adalah semata-mata fakta (al waqi’) namun bukan illat (alasan) keharaman ganja," terangnya.

Terakhir, ia menegaskan kembali tentang keharaman ganja tanpa memperhatikan ada atau tidaknya efek negatifnya. "Maka dari itu, ganja hukumnya haram tanpa melihat lagi apakah menimbulkan efek negatif atau tidak bagi penggunanya," pungkasnya. [] Nur Salamah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab