Tinta Media: Gaji
Tampilkan postingan dengan label Gaji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gaji. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Mei 2024

Rendahnya Gaji Dosen, Kemuliaan Pendidik Terabaikan

Tinta Media - Penelitian Serikat Pekerja Kampus atau SPK mengungkap banyaknya jumlah dosen menerima gaji bersih tidak lebih dari Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023 (tempo.co, 2/5/2024). Termasuk di dalamnya, dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun. Karena kecilnya pendapatan, tidak sedikit para dosen harus mencari pekerjaan tambahan di luar jam kerjanya. Setidaknya 76 persen dosen harus mengambil kerja sampingan. Pekerjaan tersebut tidak jarang membuat tugas utama para dosen terhambat dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. 

Bahkan tagar #janganjadidosen pun sempat viral beberapa waktu lalu. Tagar ini sebagai bentuk curhatan para dosen yang mendapatkan gaji yang minim sementara jam kerja sering melebihi porsi semestinya. Sayangnya, tagar ini dinetralkan dengan opini pengabdian pada institusi. Dan banyak pihak merasa kecewa dengan keadaan tersebut. 

Tidak heran, fakta ini menciptakan pergeseran pemikiran di tengah generasi. Orang cerdas berilmu kini tidak lagi dihargai dan diapresiasi. Ironis memang. Di tengah mahalnya biaya pendidikan, kurikulum yang tidak jelas dan kondisi politik yang cenderung memanas, membuat generasi malas berpikir maju. Tidak mau direpotkan dengan fakta yang tidak sesuai harapan. Mereka cenderung lebih memilih profesi yang lebih mudah mengalirkan banyak uang. Seperti influencer atau youtuber. Wajar juga saat rakyat berpikir untuk "hijrah" ke luar negeri demi apresiasi dan masa depan yang lebih menjanjikan. 

Sistem Rusak Membajak Potensi

Rendahnya gaji dosen merefleksikan rendahnya perhatian dan penghargaan negara atas profesi dosen. Padahal dari tangan para dosen-lah generasi emas bangsa terlahirkan. Dan mampu mempengaruhi pencapaian masa depan bangsa yang jauh lebih baik.  

Dosen adalah profesi mulia, menyebarkan ilmu dan membangun karakter mahasiswa sebagai agent of change, agen perubahan dan calon pemimpin masa depan. Namun sayang, sistem saat ini tidak mampu mendukung suasana kondusif untuk profesi dosen. Sistem kapitalisme, sistem rusak yang hanya berorientasi pada materi. Konsepnya telah menggerus penghargaan atas jasa besar para dosen, karena menjadikan prinsip materi sebagai satu-satunya hal yang berharga. 

Memang tidak bisa dihindari, kehidupan yang kini tersaji membutuhkan begitu banyak materi untuk bertahan hidup. Segala bentuk kehidupan berbayar dan mahal. Bagai lingkaran masalah yang terus memutar, semua terjadi sistemik sebagai dampak sistem yang tidak mampu mengurusi kebutuhan seluruh rakyat, termasuk para dosen. 

Sekularisme pun turut andil dalam terpuruknya profesi dosen. Sistem tersebut hanya memandang dosen sebagai profesi, bukan difokuskan pada pendidik generasi. Negara pun menganggap profesi dosen hanya sebagai individu yang harus mandiri mencari penghidupan sendiri. Padahal semestinya dosen memperoleh posisi yang mulia karena mengajarkan ilmu yang berharga bagi kemajuan generasi. Namun konsep ini tidak berlaku dalam sistem sekularisme. Negara justru membelanjakan anggaran pada hal-hal yang tidak prioritas. Karena menganggap pendidikan bukan hal yang utama. Negara memprioritaskan program pembangunan yang tidak ditujukan untuk kesejahteraan dan kecerdasan rakyat. Tentu saja, hal tersebut adalah konsep keliru dalam pembangunan bangsa yang cerdas.

Wajar saja, wajah generasi saat ini penuh luka. Jauh dari kemajuan berpikir. Dan lebih cenderung pada perbuatan yang niradab. 

Di sisi lain, negara hanya berperan sebagai regulator yang tidak mampu mengatur terselenggaranya pendidikan secara optimal. Dan tidak mampu menjamin sejahteranya para pendidik karena konsep yang kini diadopsi tidak diprioritaskan untuk kepentingan rakyat secara utuh. Kebijakan yang kini ada hanya ditujukan demi kepentingan bisnis dan keuntungan para oligarki. 

Sistem Islam Menghargai Ilmu

Islam menetapkan bahwa ilmu adalah salah satu bekal berharga untuk mengarungi kehidupan. Islam juga menghargai ilmu dan menjunjung tinggi para pemilik ilmu apalagi para pengajar yang mendidik generasi agar cerdas mengarungi kehidupan. Terlebih posisi strategis para dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan yang mulia. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Nasehat berharga dari Imam Syafi'i tentang pentingnya ilmu dan para penuntut ilmu. 

"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan". 

Sejarah Islam mencatat gemilangnya masa pendidikan pada masa penerapan sistem Islam. Islam memuliakan para pendidik dan setiap orang yang mengajarkan ilmu kepada umat. Karena dari tangan para pendidik-lah, generasi menjadi cerdas dengan iman dan takwa yang tangguh. 

Sistem Islam pun menempatkan para pendidik sebagai individu yang wajib dihormati dan dimuliakan kedudukannya. Salah satunya dengan mengapresiasi dengan besaran gaji yang fantastis agar para pendidik mampu optimal dan fokus mencurahkan ilmu dan tenaganya demi kecerdasan generasi agar menjadi pemimpin negeri yang cerdas. 

Misalnya, pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, guru digaji hingga 15 dinar/bulan (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Berdasarkan harga emas saat ini (pada bulan Mei 2024), yakni 1 gram emas adalah Rp1,308 juta, maka gaji guru Rp83,385 juta per bulan. 

Dalam sistem Islam, kehidupan para pendidik terjamin sejahtera dan mampu fokus memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak bangsa. Generasi cerdas, dan menjamin terlahirnya pemimpin yang amanah mengurusi umat. Wallahu'alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Sabtu, 06 April 2024

Polemik Gaji dan THR Dipangkas PPH

Tinta Media - Banyak orang terkejut dan protes melihat besarnya potongan pajak atas penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) mereka di bulan Maret, biang keroknya adalah skema baru perhitungan dan pemungutan pajak penghasilan (pph) yang di terapkan Januari 2024, (BBC news, 29/3/2024)

Miris dalam kondisi yang serba sulit seperti ini di tengah-tengah harga pangan yang melambung tinggi ,rakyat di suguhkan kembali dengan adanya potongan pajak tunjangan hari raya (THR). 

Sejatinya THR merupakan  bonus tahunan yang didapat karyawan dari perusahaan untuk pemenuhan kebutuhan di hari raya, adanya potongan tersebut sangat meresahkan warga apalagi yang memiliki keluarga dan mengurusi orang tua ketar ketir untuk mengatur ulang dan mencukup cukupkan biaya kebutuhan .

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sangat memberatkan rakyat seharusnya negara menjamin kesejahteraan rakyat bukan memotong pajak dari hasil keringat rakyat.

Dalam bingkai kapitalisme pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara dibanding sumber yang lainnya, padahal Indonesia kaya akan sumber daya alam tetapi hasilnya sangat minim, hubungan negara dengan rakyat hanya sebatas sebagai pemungut pajak saja bukan periayah, hampir semua dipajaki, hasil uang pajak pun berupa layanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur rakyat pun harus bayar mahal, sungguh sangat ironis sekali. 

Berbeda dengan lingkup Islam, pajak bukanlah sumber utama negara, Islam mengoptimalkan pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam, adapun pungutan pajak itu pun tidak memberatkan rakyat seperti zakat mal, jizyah, kharaj dan lainnya. Dari semua itu akan mendapatkan pemasukan yang besar sehingga tidak perlu utang dan menarik pajak. Pajak hanya di tarik dari orang kaya saja itu pun jika kas negara kosong dengan begitu Islam mampu mewujudkan ekonomi mandiri tanpa harus memungut pajak. 

Berdasarkan fakta di atas sangat jelas sekali  solusi yang mampu menuntaskan berbagai problematika umat hanya Islam karena islamlah yang mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya tanpa adanya pungutan pajak. 

Wallohu 'alam biashshowab.

Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media 


Sabtu, 24 Februari 2024

Gaji ASN Naik Vs Honorer Dihapuskan



Tinta Media - Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menilai indeks kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih rendah. Maka dari itu reformasi birokrat sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) wajib dilaksanakan. “Pertama transformasi berbasis kinerja. Indeks kualitas ASN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. 

Oleh karena itu, pemerintah mendorong transformasi dari segi organisasi, kepegawaian, maupun sistem kerja dalam penyelenggaraan birokrasi di Indonesia. Ke depan perlu transformasi kinerja. Supaya ke depan fungsinya hebat,” ujarnya saat memberikan pembekalan kepada jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Blora, Aula Kantor Sekretaris Daerah Kabupaten Blora, dikutip Senin (26/9/2022) (CNBCIndonesia, 26 September 2022) Hal inilah yang menurut Anas menjadi alasan mengapa gaji ASN dan TNI/Polri sebesar 8% menjelang Pilpres 2024. 

Di sisi lain, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara menetapkan penghapusan Status Tenaga Honorer pada Desember 2024. Dengan ketetapan ini, maka pembubaran tenaga kerja honorer akan diundur dari jadwal semula 28 November 2023. Dikutip dari salinan draf RUU ASN versi rapat Panja 25 September 2023, masalah tenaga honorer itu diatur dalam Pasal 67 RUU ASN. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pegawai non-ASN atau Honorer wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024. (CNBCIndonesia, 2 Oktober 2023) 

Apakah akar permasalahan tingkat kinerja ASN hanya karena masalah gaji? Apakah solusi untuk meningkatkan kinerja ASN hanya dengan menaikkan gaji? Di sisi lain, tenaga kerja honorer yang mungkin sudah lama mengabdi malah akan dihapuskan apakah ini juga merupakan solusi yang tepat dengan banyaknya tenaga kerja honorer yang belum diangkat menjadi ASN dan digaji dengan gaji seadanya. Hal ini bukannya menunjukkan betapa sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan sulitnya mencari pekerjaan saat ini. 

Sistem Berstandar Materi 

Masalah kinerja pekerja/pegawai baik ASN maupun honorer bukan sekedar masalah gaji. Namun, sistem saat ini yakni sistem Kapitalis-Sekuler yang berdiri atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan/negara yang berorientasi pada materi sehingga solusi yang diberikan adalah dengan materi (kenaikan gaji). Segala sesuatu dalam sistem ini berorientasi materi sehingga seluruh lini termasuk lini yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. 

Menjadi pegawai ASN membutuhkan jenjang pendidikan yang telah diatur oleh UU yang tentu saja kita ketahui bahwa hari ini pendidikan merupakan barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang memiliki modal. Nah, ini menjadi salah satu kendala yang menjadi penyebab kinerja ASN yang kurang memadai. Mengapa? Untuk mengecap pendidikan harus mengeluarkan modal maka tujuan setelah diterima menjadi ASN yang pertama terpikir adalah bagaimana mengembalikan modal dengan mudah.

Selain itu, output dari pendidikan kita juga bukan individu-individu yang memiliki syakhsyiah islamiyah tapi out put yang memikirkan bagaimana mendapat pekerjaan ketika menyelesaikan jenjang pendidikan. kembali lagi orientasinya adalah materi (pekerjaan). Aturan pun diberikan hak kepada manusia yang lemah dan terbatas sehingga aturan yang lahir menyebabkan perselisihan dan tidak menjadi “problem solving”. Standar yang dimiliki bukan halal/haram tapi materi sehingga wajar saja jika ASN pun melakukan aktivitas-aktivitas haram. Contoh kasus ASN korupsi, ASN berselingkuh/Zina, dll. Kondisi kehidupan yang serba sulit saat ini terutama dalam hal ekonomi juga menjadi tekanan yang luar biasa baik ASN dan yang bukan ASN. 

Islam Mengatur Kepegawaian 

Islam telah merinci secara jelas, rinci dan tegas dalam hal kepegawaian (ijarah). Pegawai ini berada dalam struktur administratif (kemaslahatan umat) yang terdiri atas departemen-departemen yang mengatur kemaslahatan negara berupa pendidikan, kewarganegaraan, kesehatan, pertanian, jalan, dll. Masalah administratif merupakan salah satu cara atau sarana sehingga selama tidak melanggar hukum syara’ boleh diambil dari sistem mana pun. 

Strategi dalam mengatur kepentingan masyarakat dilandasi dengan kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan dan profesionalisme orang yang mengurusi. Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan generasi yang cemerlang dan tangguh sehingga menjadi individu-individu yang amanah. Selain itu, pendidikan dalam sistem Islam merupakan hak bagi seluruh rakyat baik muslim maupun non-muslim dan disediakan secara gratis. Selain itu, sistem ekonomi yang memberikan jaminan akan kebutuhan dasar manusia yang menjadi tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyat menjadikan kinerja setiap individu tanpa tekanan ekonomi seperti pada sistem kapitalis. 

Siapa saja  yang memiliki kewarganegaraan Daulah Khilafah (sistem Islam) baik laki-laki atau perempuan, muslim maupun non-muslim boleh diangkat menjadi direktur suatu departemen. Karena statusnya di sini mereka sesuai dengan hukum kepegawaian adalah ajir (pekerja/pegawai). Dalam sistem Islam tidak ada pembagian ASN dan honorer. Pegawai/pekerja adalah orang yang digaji. 

Gaji pegawai ini akan disediakan dari pos pembelanjaan yakni pos Kemaslahatan Umat ini merupakan pos yang wajib dibiayai sehingga ketika Baitul Maal tidak mencukupi maka negara tetap harus membiayai pos ini salah satunya dengan mengambil pajak dari kaum muslim yang kaya sesuai dengan ketentuan syara’. Semua ini hanya bisa terwujud dengan adanya institusi yang menerapkan syariah secara keseluruhan (kaffah). Saatnya kita kembali pada sistem yang menyejahterakan dan sesuai fitrah kita yakni sistem Daulah Khilafah Islamiyah. 

Oleh: Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 13 Februari 2024

Kenaikan Gaji ASN untuk Menaikkan Kinerja atau Suara?



Tinta Media - Di tengah tingginya gelombang PHK saat ini pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji ASN. Padahal Presiden Jokowi telah meneken peraturan tentang kenaikan gaji PNS, PPPK , TNI serta Polri sebesar 8 %. Ini tertuang di dalam peraturan Nomor 10 tahun 2024 tentang penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negara Sipil menurut peraturan pemerintahan Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan kedelapan belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS ke dalam gaji pokok. 

Apa sebenarnya yang menjadi alasan naiknya gaji ASN? Apakah kenaikan gaji ini di berikan untuk meningkatkan kinerja para ASN atau sebagai strategi untuk mendulang suara bagi pasangan Capres-Cawapres tertentu? Sudah bukan rahasia lagi kenaikan gaji ASN demi mendulang suara di pemilu adalah cara lama dan sudah berlangsung sejak orde baru, karena sudah bisa di prediksi hasil akhir perolehan suara dari kalangan mereka. 

Kebijakan ini ibarat kebijakan populis yang sarat dengan konflik kepentingan di tengah tahun politik. Di sistem kapitalis yang berasas manfaat segala sesuatu yang di anggap bermanfaat pasti akan di ambil meski harus menghalalkan segala cara. Dan kebijakan kenaikan gaji ASN di tetapkan pasti berdasarkan asas manfaat pula. Mengingat beberapa tahun ke belakang tidak adanya kenaikan sama sekali. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang penentuan upah pekerja berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pihak pengontrak kerja dengan besaran upah yang di sebutkan sehingga keduanya terikat dengan upah tersebut. Jika keduanya tidak sepakat atas suatu besaran upah, maka besaran upah tersebut ditentukan menurut para ahli di pasar umum/bursa terhadap manfaat kerja tersebut. 

Negara yang menerapkan Islam secara kaffah yang memakai sistem ekonomi Islam memiliki politik ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dan jaminan kesejahteraan tidak hanya melalui gaji tetapi adanya jaminan kebutuhan pokok. Jaminan layanan kesehatan serta jaminan pendidikan dan semua ini menjadi tanggung jawab negara. 

Yuk kita optimalkan gerak kita untuk segera meraih kemenangan Islam. Karena hanya Islam yang mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya dan yang mampu memberikan solusi yang tepat. 

Wallahu'alam bi ash-shawab



Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 11 Februari 2024

Kenaikan Gaji PNS Harus Diimbangi dengan Transformasi ASN Berkinerja Tinggi



Tinta Media - Presiden Joko Widodo telah menyetujui kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada masa sebelum Pemilu 2024. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS ke dalam Gaji Pokok PNS (tirto.id-30/1/2024). 

Kebijakan kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat karena kenaikan gaji ASN saat ini dianggap sebagai kebijakan populis yang sarat dengan konflik kepentingan, terlebih di tengah tahun politik. Dan tidak sedikit pihak yang menilai bahwa walaupun gaji ASN dinaikkan, kinerja mereka tetap rendah bahkan tidak sebanding dengan gaji yang diberikan. 

Memang tidak bisa dipungkiri ada fakta bahwa kinerja ASN di Indonesia masih rendah. Sebagaimana pernah disampaikan oleh Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas, yang menilai indeks kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia masih rendah (cnbcindonesia.26/11/2022). 

Secara umum, kenaikan gaji ASN, baik di tengah tahun politik atau tidak, perlu dipertimbangkan dengan matang untuk memastikan kebijakan tersebut benar-benar disertai dengan peningkatan kinerja serta kualitas pelayanan publik yang lebih baik. 

Sebab jika kita ingat kembali, sejak menjadi Presiden, Jokowi telah menetapkan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) selama dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024. Dan kenaikan gaji PNS telah dilakukan sebanyak tiga kali selama dua periode Jokowi. Namun sayangnya, semua itu tidak mampu untuk memotivasi ASN untuk bekerja lebih baik. 

Selain itu, meski peningkatan gaji tersebut bisa memberikan dampak positif pada para PNS, terlebih bagi mereka yang memiliki gaji rendah, karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan daya beli. Namun, kenaikan gaji PNS juga dapat berdampak negatif pada keuangan negara, seperti meningkatnya beban anggaran negara. 

Sebab kenaikan gaji PNS juga berpotensi meningkatkan pengeluaran negara pada sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sebagainya. Jadi, jika kenaikan gaji PNS tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan negara, maka pemerintah mungkin perlu mengurangi alokasi anggaran untuk sektor lainnya atau bahkan meminjam di pasar keuangan yang kemudian dapat menimbulkan risiko fiskal. 

Selain itu, kenaikan gaji PNS juga dapat memicu inflasi jika permintaan konsumen naik dan pasokan barang tidak sebanding. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan analisis yang cermat untuk melakukan penilaian dan perhitungan, menentukan jumlah dan waktu yang tepat untuk kenaikan gaji PNS untuk menghindari dampak-dampak negatif pada perekonomian Indonesia. 

Oleh karenanya, negara harus menjamin penentuan gaji ASN yang adil dan sesuai dengan kinerja mereka. Serta membangun sistem pendidikan yang berkualitas untuk menjadikan individu beretos kerja tinggi dan mempunyai kepribadian Islam. Di dalam negara Islam, kesejahteraan rakyat terlebih para ASN merupakan tanggung jawab pemerintah. Jaminan kesejahteraan tidak hanya bisa melalui gaji ASN, namun juga melalui berbagai mekanisme seperti jaminan kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 

Penentuan gaji ASN seharusnya dilakukan oleh khubaro yang berkompeten agar tepat sasaran dan tidak ada pihak yang dirugikan. Kebijakan ini diambil untuk kepentingan ASN dan bukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Sebab, penentuan gaji yang adil dan sesuai dengan kinerja ASN akan memberikan dampak positif pada peningkatan kinerja mereka. 

Dan untuk mendapatkan hasil terbaik seperti itu, tentunya negara harus merombak sistem kapitalisme sekuler yang ada hari ini dan menggantinya dengan sistem Islam, sebab hanya negara yang berakidah Islam akan menegakkan sistem pendidikan yang berkualitas sehingga bisa melahirkan individu yang mempunyai kepribadian Islam dan tinggi etos kerja. Individu yang berkualitas, beriman, bertakwa, amanah, dan trampil dengan etos kerja yang tinggi akan menjadi ASN yang berkinerja unggul dan berperilaku sesuai core value ASN BerAKHLAK. 

Maka kesimpulannya, pemenuhan kesejahteraan bagi para ASN harus dilakukan melalui berbagai mekanisme, bukan hanya melalui kenaikan gaji. Dan Transformasi ASN sangat penting dalam menciptakan ASN yang berkinerja tinggi dan berperilaku sesuai dengan core value ASN yaitu BerAKHLAK. Insya Allah dengan upaya-upaya tersebut, ASN di Indonesia bisa menjadi pelayan negara yang lebih baik lagi. 

Wallahu 'alam.


Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Sabtu, 20 Mei 2023

Kiai Labib: Sudah Dapat Gaji, Pejabat Tak Boleh Menerima Pemberian

Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S Labib menyatakan bahwa pejabat tidak boleh mengambil atau menerima pemberian atau hadiah dari orang lain.

"Seseorang yang mendapatkan gaji maka dia tidak boleh mengambil pemberian atau hadiah dari orang lain. Menerima saja tidak boleh, baik ada maksud atau tidak ada maksud," tegasnya dalam kajian Tafsir Al-Waie: Perhatikan Pejabat! Dilarang Makan Harta Haram! Kamis (11/5/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Dalam Islam, lanjutnya, pejabat ketika sudah mendapatkan gaji maka dia tidak boleh mengambil pemberian atau hadiah dari orang lain. Menerimanya juga tidak boleh baik ada maksud atau tidak ada maksud. "Kecuali orang itu memang sudah terbiasa memberikan kepada dia sebelum dia menjadi pejabat ya berarti memang nggak ada motif yang lain," tambahnya.

 

Kiai Labib menuturkan bahwa harta-harta yang diperoleh dengan cara haram, dalam Islam itu harus diambil. "Barang haram dengan cara korupsi, cara suap, dan segala macam, diambil oleh negara dan kemudian menjadi harta negara," jelasnya.

"Jadi tidak kemudian dibiarkan. Ambil sejumlah dia mengambil itu dan itu sebenarnya sesuatu yang tidak terlalu sulit," tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa seseorang ketika menjabat melaporkan kekayaannya sehingga sangat mudah berapa sebenarnya kekayaan awalnya itu. Kemudian setahun atau lima tahun berikutnya dia melaporkan berapa jumlah kekayaannya.

"Kalau jumlah itu wajar dengan katakanlah sesuai dengan gajinya dia mendapatkan gaji setiap bulan berapa, lalu kemudian pada akhir tahunnya tidak mengalami pertambahan yang mencolok, maka itu berarti diasumsikan normal saja," imbuhnya.

"Tapi kalau misalnya gaji seseorang misalnya 10 juta lalu setelah dua tahun dia bertambah kekayaannya menjadi 50 milyar misalnya, maka patut dipertanyakan darimana uangnya, didapatkan darimana," urainya.

Menurutnya, negara harus mengambil harta itu dan sekaligus pejabat yang seperti itu diberikan hukuman. "Agar menimbulkan rasa jera pada rakyat dan pejabat yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama," pungkasnya.[] Hanafi

 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab