Tinta Media: Gagal
Tampilkan postingan dengan label Gagal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gagal. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 Mei 2024

Marak Anak sebagai Pelaku Kriminal, Siapa yang Gagal?



Tinta Media - Generasi Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beberapa di antaranya menjadi pelaku kriminal di umur yang masih muda. Hal ini menjadi keprihatinan dan pekerjaan rumah bersama untuk mengatasinya.

Sungguh, tidak ada orang tua yang menginginkan anak yang ia besarkan menjadi pelaku kriminal, hingga dicaci sebagai orang tua yang gagal. Lalu, apa yang menjadikan anak sebagai pelaku kriminal? 

Fakta Kasus Anak 

Sebut saja kasus kematian santri di Jambi, Airul Harahap. Tiga anak berhadapan dengan hukum segera jadi tersangka kasus kematian Airul. Hal ini dikatakan oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Jambi yang telah mengirimkan surat kepada Kapolres Tebo untuk diteruskan kepada Kasat Reskrim dan penyidik (metrojambi.com, 04-05-2024).

Terbaru, kurang dari 1×24 jam, Kepolisian Resor (Polres) Malinau melalui jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) berhasil mengungkap kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Curanmor) yang terjadi di Panggung Kesenian Padan Liu’ Burung, Desa Malinau Kota, Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau pada Minggu (12/5/2024). Pelaku curanmor seorang anak di bawah umur berinisial BAH yang juga masih berstatus pelajar (humaspolri.co.id,13-05-2024)

Akar Masalah

Belakangan ini banyak diberitakan kasus tindak pidana atau anak menjadi pelaku kriminal, seperti penganiayaan hingga mengakibatkan korban luka berat atau meninggal dunia, bullying, dan sebagainya. Sebenarnya, apa yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindak pidana? 

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui, anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu anak yang telah berumur 12 tahun dan belum berumur 18 tahun. Ketentuan selengkapnya mengenai sanksi/hukuman pidana untuk anak dan tindakan padanya dapat ditemukan dalam Pasal 71 s.d. Pasal 83 UU Pidana Anak. 

Pada dasarnya, perbuatan anak akan menjadi cambuk ataukah hadiah bagi orang tua yang merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang diterima anak dalam lingkungan keluarga sangat penting bagi masa depan anak itu sendiri, karena akan menentukan sifat dan karakter anak pada masa yang akan datang. 

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya peran orang tua dalam memberi pendidikan bagi anak, antara lain: 

Pertama, orang tua terlalu sibuk bekerja hingga mendidik anak pun terlupa. 

Kedua, broken home. Ini merupakan salah satu faktor yang banyak terjadi dan mengakibatkan orang tua kurang perhatian terhadap anaknya. 

Ketiga, kondisi ekonomi yang kurang. 

Keempat, kurangnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan.

Inilah gambaran buruknya output dalam sistem pendidikan kapitalisme. Orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi. Orang tua juga hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme.

Aturan agama pun dipersempit dalam perkara ibadah ritual, yaitu 5 rukun Islam semata dan memisahkannya dari pengatur hidup bernegara. Padahal, Islam mengatur secara sempurna segala lini kehidupan manusia. Bahkan, pendidikan kepada anak sangat diperhatikan agar menjadi anak berkarakter baik. Lantas, apa parameter karakter yang baik? 

Karakter itu ibarat buah dari suatu tanaman. Buah yang kualitasnya baik akan muncul dari tanaman yang pohonnya tumbuh dengan baik. Pohon yang tumbuh dengan baik bermula dari biji atau benih yang kualitasnya juga baik. 

Untuk itulah, membentuk karakter yang baik pada anak harus kita awali dengan menyiapkan “benih” yang baik, yaitu dasar iman (akidah) yang benar. Dengan demikian, mengajarkan keimanan yang lurus dan benar kepada anak sejak usia dini adalah kunci utama untuk membentuk karakter yang baik pada anak dan akan dibawanya hingga dewasa.

Konsep Karakter dalam Islam

Karakter dalam Islam biasa disebut sebagai kepribadian (syakhshiyah islamiyah). Agar bisa berkepribadian Islam, harusnya kita menjadikan pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan Islam. Sebelum mencapai usia baligh, orang tua harus sudah mengenalkan syariat, bahkan mengokohkan akidah pada anak. Ini dimulai sejak ia mulai bisa mengamati sekitarnya.

Sistem pendidikan Islam pun berdasarkan akidah Islam dan akan menghasilkan peserta didik berkepribadian Islam, bukan kriminal. Peran orang tua dalam pendidikan anak pun sangat besar. Ibu adalah sekolah pertama dan pendidik pertama. 

Namun, dalam sistem kapitalisme hari ini, ibu malah menjadi tulang punggung, ditambah lagi ada fatherless. Jadi, yang gagal bukan semata salah orang tua, tetapi aturan hidup yang mengatur manusia. Selama masih mengadopsi kapitalisme, maka akan banyak anak menjadi pelaku kriminal dan ini terus terulang.

Islam menetapkan adanya sanksi tegas dan tidak membedakan usia selama sudah baligh atau dilakukan dalam keadaan sadar. Karena itu, kembali kepada aturan Islam adalah solusi untuk mengatasi dan mencegah ananda untuk menjadi pelaku kriminal. 
Wallahu a'lam.


Oleh: Annisa Al Maghfirah
(Relawan Opini)

Sabtu, 16 Maret 2024

Fenomena Caleg Gagal, Bukti Lemahnya Mental


Tinta Media - Setelah euforia pemilu Februari lalu, ternyata bukan hanya terjadi pada caleg namun banyak tim sukses yang mengalami tekanan mental, hingga depresi. Hal ini terjadi akibat hasil pemilu tidak sesuai dengan harapan mereka. Karena calegnya gagal mendapatkan kursi, beberapa tim sukses menarik kembali amplop serangan fajar mereka. Ada juga yang marah pada tim sukses lawan, sebab calegnya lah yang menang, ironisnya bahkan ada tim sukses yang sampai bunuh diri. Mengerikan sekali efek pemilu tahun ini, bagaimana bisa terjadi? 

Dalam laman TvOneNews.com 19/02/2024. Banyak para caleg dan tim sukses yang tertekan sebab hasil pemilu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka merasa telah berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan calegnya, mulai dari sosialisasi, hingga memberikan bantuan dalam bentuk uang dan sembako pada masyarakat, namun tetap saja mereka kalah saat perhitungan suara. Salah satu tim sukses bahkan mengambil kembali uang yang sudah diberikan kepada warga, sebagai rasa kecewa sebab gagalnya caleg yang dia usahakan. 

Namun hanya beberapa warga yang mengembalikan uang serangan fajar tersebut, mereka beralasan uangnya sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan juga para warga tidak pernah meminta, mereka hanya menerima. Caleg dan tim sukses yang kalah merasa dirugikan. Ada juga tim sukses yang mendatangi padepokan dalam rangka menenangkan diri dan mendekat pada sang pencipta. Beberapa kejadian ini memperlihatkan begitu lemahnya iman caleg dan tim suksesnya. Mereka hanya bersiap untuk menang tapi tidak siap mengalami kekalahan. 

Tentu saja kekalahan ini membuat mereka sangat dirugikan, sebab telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk kepentingan sosialisasi hingga pemilu. Ini juga membuktikan betapa mereka sangat menginginkan kekuatan, dengan harapan akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menjabat. Oleh karena itulah mereka rela mengeluarkan dana besar di awal untuk membeli suara rakyat. 

Jabatan Dan Keuntungan Dalam Kapitalisme 

Tahun ini semakin banyak orang yang berebut ingin mendapatkan kursi legislatif, mereka merasa kursi ini merupakan gerbang menuju keuntungan besar.

Pemahaman inilah yang membuat mereka rela menjual berbagai aset berharga yang dimilikinya seperti rumah, tanah, mobil, perhiasan, untuk menjadi modal awal perjuangan sosialisasinya, bahkan ada yang rela berhutang besar pada bank demi tujuannya meraih kemenangan. 

Biaya yang dikeluarkan tentu sangat besar, untuk sosialisasi pada masyarakat, percetakan baliho, bantuan sembako, gaji tim sukses, dan yang paling penting untuk amplop serangan fajar. Wajar saja jika mereka depresi dan mengalami tekanan berat saat mengalami kegagalan, sebab sudah keluar modal yang sangat besar. Sementara rakyat yang menerima sogokan berkedok bantuan itu sadar bahwa mereka akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menang, inilah sebabnya rakyat merasa perlu menerima pemberian mereka, apalagi ini sudah menjadi rahasia umum setiap kali pemilu. 

Islam memandang Jabatan Pemerintahan 

Dalam Islam setiap hal yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti, apalagi jabatan, seorang pemimpin akan bertanggung jawab atas nasib yang dipimpinnya. Itu sebabnya pemimpin haruslah amanah kepada rakyat, dan ini merupakan beban yang sangat berat, sebab akan ditanyai di hadapan Allah Swt nantinya. 

Contohnya pada kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang rela memikul sendiri karung gandum ke rumah rakyatnya yang kelaparan dan tidak memiliki makanan apa pun untuk dimakan, hal ini diketahuinya saat ia berkeliling bersama ajudannya sambil menyamar. Dalam waktu lain, Umar menangis ketika mengetahui ada keledai yang terperosok ke jurang dan mati akibat jalanan rusak yang tidak rata. Ini semua karena takutnya Umar akan ditanyai Allah Swt kelak tentang tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat. 

Dalam Islam negara dipimpin oleh Khalifah, syarat mutlak menjadi pemimpin dalam Islam haruslah orang yang bertakwa, sebab orang yang bertakwa tidak akan menzalimi dan berbuat keburukan kepada rakyatnya. Penguasa dalam Islam bukanlah orang-orang yang sibuk mencari keuntungan, bukan pula yang mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya. Sebab contoh pemimpin yang luar biasa amanah sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang tidurnya hanya beralaskan kain tipis, dan hidup sederhana. 

Di dalam Islam tidak ada Kampanye atau janji-janji palsu politik yang diumbar sebelum pemilu, pemilihan pemimpin dalam Islam juga sederhana, jujur dan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Pemilihan berlangsung adil dan sesuai dengan syariat Islam. Orang-orang yang dicalonkan juga sangat luar biasa ketakwaannya, bukan orang yang cinta dunia, atau hanya memandang materi semata. Sebab mereka sadar tanggung jawab berat yang harus diemban untuk rakyatnya, dan Allah maha mengetahui segalanya.
Wallahu A'lam Bisshowab.


Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru) 

Sabtu, 02 Maret 2024

Heboh Gagal Nyaleg Bantuan pun Ditarik Kembali



Tinta Media - Warga desa Jambewangi, Jawa timur dihebohkan dengan penarikan material paving oleh salah satu calon anggota legislatif (caleg). Diduga paving tersebut diambil kembali karena caleg itu tidak mendapatkan dukungan suara dari masyarakat desa seperti yang dikehendaki. Menurut keterangan warga yang mengambil kembali material paving tersebut adalah tim caleg dari partai Nasdem. Dijelaskan ada sejumlah titik yang ditarik kembali untuk dibongkar. Informasinya ada tiga titik droping paving di tiga dusun yang sudah dieksekusi.

Di dusun Panjen, droping paving dilakukan di kawasan sekitar lapangan. Di lokasi tersebut sempat ada tumpukan paving sebelum hari H pencoblosan. Padahal menurut AS tidak ada kelompok masyarakat yang mengajukan proposal permintaan tersebut. Paving itu juga didrop tanpa ada banner transportasi anggaran  seperti proyek pembangunan pada umumnya. Kabar yang beredar paving tersebut didrop di lokasi itu agar pada saat pemilu 14 Februari 2024 warga memilih caleg yang dimaksud. Warga setempat memaklumi jika paving tersebut diambil kembali. "Mungkin karena kecewa kepada warga atau memang murni dijadikan hanya sebagai alat kampanye, kita tidak tahu ya," ujar warga lainnya.

Ketua DPD partai Nasdem Banyuwangi, Supriadi Karima Syaifullah menyatakan caleg tersebut merupakan petahana dari Dapil 7 Banyuwangi. Namun dia menepis bahwa telah menarik kembali bantuan paving.
Supriadi percaya kadernya tidak akan setega itu kepada masyarakat. Terlebih konstituennya di Desa Jambewangi itu dirinya meraih suara tertinggi (Kompas.com, Senin,19 Februari 2024. 20 : 04).

Sungguh miris memang fenomena yang terjadi saat ini, ketika segelintir orang berlomba-lomba  mencalonkan dirinya untuk menjadi wakil rakyat dengan berbagai cara. Mereka mengampanyekan dengan apa pun untuk bisa mengambil suara rakyat demi melancarkan tujuannya. Tetapi pada kenyataannya mereka bukan betul-betul menjadi wakil rakyat, yang bisa mengaspirasikan kepentingan rakyat. Namun lebih kepada untuk memenuhi hawa nafsunya menjadi seorang yang berkuasa dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Maka semua cara pun dilakukan termasuk dengan memberikan bantuan kepada masyarakat berupa pemberian sembako, memperbaiki jalan, memberikan bantuan-bantuan sosial lainnya kepada masyarakat. Namun semua itu tentunya harus ada timbal balik, yaitu masyarakat harus memberikan suaranya agar caleg tersebut dapat terpilih. Tapi ketika tidak terpilih maka tidak menutup kemungkinan banyak terjadi mereka pun mengambil kembali apa yang sudah diberikan. Inilah yang terjadi ketika kapitalisme dijadikan aturan dalam kehidupan, Manusia berlomba- lomba untuk mendapat kan jabatan guna memenuhi hawa nafsunya untuk memiliki kekuasaan dan harta. Karena dalam sistem ini jelas mereka memandang bahwa kebahagiaan itu jika terpenuhinya kebutuhan jasadiyah. Maka mereka pun akan berlomba melakukan berbagai cara untuk bisa mencapai tujuan tersebut tanpa memperhatikan apakah itu halal atau pun haram.

Aturan dalam sistem kapitalisme telah banyak menyebabkan kerusakan kepada generasi. Menjadikan generasi calon pemimpin yang lemah secara keimanan serta mental yang rusak. Kapitalisme mencetak generasi yang hanya berfokus pada uang maka mereka hanya berlomba-lomba saja dalam hal duniawi dan akan menghalalkan segala cara demi meraih kebahagiaannya. Adakalanya ketika mereka gagal dalam tujuannya maka mereka akan cepat rapuh berputus asa, kehilangan akal dan yang paling ekstrem adalah bunuh diri. Miris sekali, inilah potret dari rusaknya sistem saat ini. Negara pun abai untuk bisa memberikan kesejahteraan dalam segala aspek. Negara pada sistem ini hanya menjadi pelindung bagi segelintir rakyat saja yaitu para pemilik modal. Maka bisa dipastikan akan terjadinya kerusakan karena negara tidak bisa memberikan solusi untuk kesejahteraan rakyatnya.

Hanya dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh saja yang bisa menjadikan solusi bagi umat saat ini. Karena sistem Islam berasal dari Allah SWT tentunya yang sesuai dengan fitrah manusia. Sistem Islam mempunyai mekanisme pendidikan yang berbasis akidah yang tentunya akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi dalam sistem Islam mempunyai akidah yang kuat. Inilah yang akan senantiasa menjaga keimanan dari kerusakan mental generasi. Aturan dalam sistem Islam memandang bahwa kebahagiaan itu adalah ketika kita bisa melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT dan bukan hanya kebahagiaan jasadiyah saja seperti pandangan dalam sistem kapitalisme. Maka tidak akan terjadi orang berlomba-lomba untuk mencari jabatan apalagi dengan cara-cara yang curang, menebar janji-janji palsu dan perbuatan lainnya yang diharamkan Islam. Karena dalam sistem Islam jabatan itu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka mereka pun akan takut karena ketakwaan mereka yang tinggi kepada Allah SWT.

Begitu pun mereka yang sudah diberikan amanah akan betul-betul menjalankan, dan menjaga amanah itu demi kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Karena sejatinya dalam sistem Islam, 
negara akan memberikan jaminan perlindungan jaminan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan. Dan negara adalah pelayan bagi rakyatnya. Maka solusi untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia adalah dengan menerapkan kembali sistem Islam secara keseluruhan.

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 21 Januari 2024

IJM: Kehadiran ICC dan PBB Tidaklah Efektif



Tinta Media - Lambannya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan International Criminal Court (ICC) dalam mengadili entitas penjajah Yahudi Zionis terkait genosida di Gaza, bukti kehadirannya tidaklah efektif bahkan gagal. 

"Saya setuju kehadiran  ICC dan PBB itu tidak efektif bahkan gagal," ujar Luthfi Affandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor (IJM) di Kabar Petang : PBB & ICC Payah! Di kanal Youtube Khilafah News, Senin (15/1/2024). 

Alasannya menurut Luthfi, walaupun ICC dan PBB itu salah satu subyek hukum internasional di bidang hukum atau lembaga peradilan, namun ini tidak bisa lepas dari aspek politik internasional. 

"Jadi ini memang kita tahu ICC itu semacamlembaga internasional dalam bidang hukum, tetapi ingat bahwa dunia internasional ini punya kekuatan-kekuatan politik internasional yang juga diwakili negara-negara tertentu," ungkapnya. 

Artinya lanjut Luthfi, negara yang memiliki pengaruh yang kuat di dunia internasional itu, hampir mustahil tokohnya menjadi pesakitan di pengadilan ICC. 

"Jadi sulit sekali untuk menyeret penjahat-penjahat perang seperti Benyamin Netanyahu atau yang lain, karena mereka memiliki backing kekuatan politik internasional yang kuat," tuturnya. 

Sehingga bebernya, walaupun ICC itu punya kewenangan untuk menghakimi ataupun menghukum Benyamin Netanyahu misalnya atau yang lain itu mustahil, karena memang backingannya yang kuat. 

"Dengan kekuatan politik yang kuat, lobi yang kuat, itu hampir mustahil mereka untuk diseret ICC gitu, jadi sulit sekali," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Kamis, 21 Desember 2023

Pengelolaan APBN Gagal dan Merugikan Keuangan Negara



Tinta Media  - APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun anggaran 2023 ditetapkan defisit Rp598,15 triliun, atau 2,84 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Jumlah ini di bawah ambang batas 3 persen yang dibolehkan oleh undang-undang. APBN tahun anggaran 2023 tersebut ditetapkan di dalam UU No 28 Tahun 2022 tentang APBN Tahun Anggaran 2023. 

Namanya Undang-Undang (UU), wajib ditaati. Begitu juga dengan UU APBN yang ditetapkan bersama DPR, pada hakikatnya mengikat dan wajib ditaati pemerintah dalam mengelola APBN, dan merealisasikan pengeluaran Belanja Negara. 

Tentu saja, APBN adalah sebuah “anggaran”, yang artinya bersifat perkiraan, sehingga tidak mungkin 100 persen tepat atau akurat. Artinya, realisasi APBN pasti berbeda dengan anggaran. Ini dapat dipahami sepenuhnya. 

Tetapi, persoalan APBN bukan masalah akurasi semata. Meskipun akurasi dalam perkiraan APBN tentu saja cukup penting. Agar realisasi pengeluaran (baca: belanja) dapat sebaik mungkin mendekati anggaran, agar target ekonomi dan sosial yang ditetapkan di dalam APBN dapat tercapai sesuai rencana. 

APBN terdiri dari dua komponen. Yaitu, Pendapatan Negara dan Belanja Negara. Dari dua komponen APBN tersebut, Pendapatan Negara bersifat perkiraan, atau disebut anggaran. Karena itu, realisasi penerimaan Pendapatan Negara bisa meleset dari anggaran yang ditetapkan. 

Artinya, anggaran atau perkiraan Pendapatan Negara di luar kendali pemerintah, bisa fluktuatif, karena dipengaruhi banyak faktor yang di luar kendali pemerintah. Antara lain, nilai tukar rupiah, harga minyak dunia, suku bunga global, perdagangan internasional (ekspor-impor), serta pertumbuhan ekonomi global, dan lainnya. 

Di lain sisi, komponen Belanja Negara sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Sebagai konsekuensi, maka defisit APBN juga sepenuhnya dalam kendali pemerintah. Karena, pemerintah dapat menyesuaikan jumlah Belanja Negara atas kelebihan atau kekurangan penerimaan Pendapatan Negara. 

Sebagai contoh, pada tahun tertentu, anggaran Pendapatan Negara ditetapkan Rp1.000 triliun dan anggaran Belanja Negara Rp1.100, sehingga rencana atau anggaran defisit APBN menjadi Rp100 triliun. 

Kalau realisasi Pendapatan Negara ternyata Rp50 triliun lebih rendah dari perencanaan (anggaran), menjadi Rp950 triliun, pemerintah dapat menyesuaikan Belanja Negara juga turun Rp50 triliun, menjadi Rp1.050, untuk mempertahankan defisit anggaran tetap Rp100 triliun (Rp950 triliun – Rp1.050 triliun), dengan asumsi defisit tersebut mendekati ambang batas yang dibolehkan UU sebesar 3 persen dari PDB. 
Cara seperti itu merupakan cara pengelolaan keuangan negara dan APBN yang bertanggung jawab dan taat UU APBN. Karena, perencanaan Belanja Negara merupakan bagian dari perencanaan pencapaian target ekonomi dan sosial, seperti target pengurangan angka stunting, tingkat kemiskinan, target pertumbuhan ekonomi dan inflasi, pemenuhan kebutuhan sanitasi layak, infrastruktur (desa), irigasi, dan sebagainya. 

Tetapi, realisasi APBN 2023 mengejutkan. Pemerintah mengumumkan realisasi defisit APBN per 12 Desember 2023 hanya Rp35 triliun, jauh lebih rendah dari rencana defisit anggaran sebesar Rp598,15 triliun. Padahal, realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp2.553,2 triliun, lebih besar Rp90 triliun dari anggaran Rp2.463 triliun. Tetapi, realisasi Belanja Negara hanya Rp2.588,2 triliun, jauh lebih rendah dari anggaran Rp3.061,18 triliun. Lebih rendah Rp473 triliun. 

Profil realisasi APBN 2023 seperti itu menunjukkan pemerintah gagal mengelola APBN. Ada dua kemungkinan penyebab kegagalan ini. Pertama, pemerintah memang tidak kapabel. Atau, kedua, pemerintah sengaja tidak merealisasikan Belanja Negara sesuai rencana anggaran yang sudah disetujui DPR. Dalam hal ini, artinya, pemerintah sengaja melanggar UU APBN. 

Tampaknya, pemerintah memang sengaja melanggar UU APBN. Alasannya, pemerintah sampai 12 Desember 2023 sudah menarik utang Rp345 triliun untuk membiayai rencana defisit APBN 2023 sebesar Rp598 triliun. Tetapi tidak dipakai. Karena tidak ada defisit. Karena pemerintah menahan Belanja Negara. 

UU APBN secara eksplisit menyatakan, Rakyat (DPR) memberi wewenang kepada pemerintah menarik utang hanya sebesar untuk membiayai defisit anggaran. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menarik utang lebih besar dari defisit anggaran. Maka dinamakan utang Pembiayaan Anggaran. 

Karena itu, menarik utang Rp345 triliun untuk membiayai defisit anggaran Rp35 triliun sangat tidak masuk akal dan melanggar UU APBN. Selain itu juga merugikan keuangan negara dan menguntungkan pihak lain (kreditur pemilik modal). Karena pemerintah harus membayar bunga atas utang yang seharusnya tidak diperlukan untuk membiayai defisit anggaran. 

Patut dicurigai, pemerintah sengaja “menggelembungkan” anggaran Belanja Negara di APBN 2023 (Rp3.061 triliun), yang sebenarnya tidak diperlukan sebesar itu. Atau, pemerintah sengaja memangkas anggaran Belanja Negara yang sudah disepakati dengan DPR di dalam UU APBN, yang berakibat tidak tercapainya target ekonomi dan sosial, dan merugikan masyarakat kelompok bawah (miskin). 

Atau, alasan terakhir, mungkin juga utang Pembiayaan Anggaran tersebut terpaksa digunakan untuk membayar utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2023 sekitar Rp600 triliun, karena pemerintah tidak ada uang, karena tidak bisa refinancing alias menarik utang baru untuk membayar utang lama. 

Artinya, investor tidak tertarik memberi utang kepada Indonesia. Hal ini sejalan dengan laporan Bank Dunia, bahwa tahun ini, investor global menarik utang dari negara berkembang lebih besar dari meminjamkan, sehingga dapat memicu krisis. 

Kalau ini yang terjadi, maka krisis valuta dan moneter sudah di depan mata. 

--- 000 --- 

Oleh: Anthony Budiawan 
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Jumat, 08 Desember 2023

UIY: Gagal Itu Bukan Akhir dari Kehidupan

 
Tinta Media -- Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto menegaskan bahwa kegagalan bukan akhir dari kehidupan.
 
“Gagal itu bukan akhir dari kehidupan, ada hikmah di balik itu, bahkan bisa jadi menjadi pintu dari keberhasilan,” ungkapnya di Fokus To The Point: Orang Tua Khawatir, Bunuh Diri Marak! Melalui kanal UIY Official, Senin (4/12/2023).
 
Menurutnya, cara berpikir seperti ini penting, namun hari ini banyak orang berpikir pendek, begitu gagal seolah-olah dunia kiamat, habis masa depan.  
 
“Oleh karena itu penting  menanamkan keimanan kepada takdir baik dan buruknya berasal dari Allah Swt.,” imbuhnya.
 
Ia mencontohkan, jika seseorang ditanya apakah mau dimasukkan ke sumur pasti jawabannya tidak mau.
 
“Tapi mau enggak dimasukkan ke dalam sumur kalau tahu  akhir ceritanya seperti Nabi Yusuf? Pasti dia bilang mau. Ini menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada diri kita yang disebut buruk atau susah atau celaka atau apa pun itu sebenarnya kan perspektif kita.Sementara apa yang terjadi di balik itu atau setelah itu kita tidak tahu,” bebernya.
 
UIY juga menegaskan pentingnya mempersepsi semua peristiwa yang terjadi dalam kerangka akhirat, yaitu adanya pahala dan dosa, kebaikan dan keburukan di mata Allah Swt.
 
“Dengan kerangka itu orang tidak akan mungkin melakukan sesuatu yang justru menjauhkan dari pahala atau bahkan menimbulkan dosa yang sangat besar seperti bunuh diri,” yakinnya.
 
Karena itu menurutnya, penting anak-anak dibina dengan tauhid agar bisa membaca semuanya dalam kerangka akhirat.
 
“Materi tauhid ini penting sekali karena akan membawa seseorang mempunyai ketahanan dalam menghadapi banyak persoalan hidup,” yakinnya.

Dengan memahami tauhid, lanjutnya, seseorang akan memahami makna ma’iyyatullah bahwa Allah bersama hamba-Nya.
 
“Orang yang sabar akan mendapat ma’iyyatullah khashah. Kalau kita punya kualifikasi sabar, muhsin, muttaqin, itu akan mendapatkan nashrullah dan taqyidullah. Pertolongan dan dukungan Allah berupa kemudahan dalam berbagai urusan, jalan keluar atas berbagai persoalan. Ini akan membangun optimisme dalam hidup bahwa hidup itu selalu ada harapan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun.
 

Senin, 04 Desember 2023

Penanggulangan Inflasi dan Kemiskinan Ekstrem ala Kapitalisme-Sekularisme Terbukti Gagal



Tinta Media - Akademisi Universitas Nurtanio Bandung, Bapak Djamu Kertabudi mengapresiasi keberhasilan Kabupaten Bandung di bawah kepemimpinan Bupati Bandung, Bapak Dadang Supriatna sebagai role model (contoh) keberhasilan dalam menekan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung, sehingga menjadi salah satu daerah terendah efek inflasi dan kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Djamu Kertabudi mengatakan bahwa hal tersebut dipandang sebagai hasil dari penerapan berbagai program bantuan dan langkah konkret oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Sehingga,  saat ini angka inflasi di Kabupaten Bandung hanya berada di angka 2. 27 persen, jauh di bawah angka inflasi rata-rata nasional, sebesar 2, 57 persen. Angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung pun menurun dari tahun sebelumnya, yakni dari 1,78 persen menjadi 1,48 persen.

Berbagai program bantuan dan kebijakan konkret tersebut, di antaranya: pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pemberian bantuan pangan (BPNT) , pemberian bantuan keluarga harapan (PKH), subsidi listrik, hingga pelaksanaan sidak dan operasi pasar. Ada juga bantuan pemberian modal bergulir tanpa bunga dan agunan yang mulai dinilai berhasil mengendalikan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung. Selain itu, ada juga program rehabilitasi rumah tidak layak huni, penyediaan sarana dan prasarana pasilitas umum, sanitasi layak, dan air bersih.

Di sisi lain, adanya kemiskinan ekstrem akibat terjadinya inflasi pangan dan energi (BBM), khususnya kenaikan kebutuhan pokok masyarakat yang semakin melambung tinggi, belum lagi pengangguran semakin bertambah, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup,dan berkurangnya penghasilan, menjadikan daya beli masyarakat semakin menurun dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kesejahteraan pun menjadi hal yang mustahil dirasakan oleh masyarakat umum, sehingga memunculkan masalah kemiskinan ekstrem. 

Walaupun ada penurunan tingkat inflasi dan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung, tetapi masalah tersebut sesungguhnya belum tuntas diselesaikan. Hal ini karena program-program bantuan dan kebijakan yang dijalankan masih bersifat pragmatis, tidak menyelesaikan akar masalah, sehingga dapat kembali meningkat di kemudian hari.

Lalu, apa sesungguhnya akar masalah dari terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem tersebut? Jika dirunut dari penyebabnya, maka kedua hal tersebut merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme-iberalisme.  

Sistem ini melahirkan kebijakan liberal sehingga merugikan rakyat dan menguntungkan para korporasi (pengusaha). Misalnya, UU Cipta Tenaga Kerja yang sangat merugikan para buruh (pekerja), apalagi pasca pandemi covid. Ekonomi dunia yang krisis, berefek juga terhadap perlambatan ekonomi di Indonesia, sehingga ribuan buruh dirumahkan, bahkan di-PHK, mengakibatkan pengangguran dan tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya  sehari-hari.

Penerapan sistem kapitalisme-liberalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator, sehingga perannya sangat minim dalam pengurusan rakyat. Negara layaknya pelaku bisnis, yang menjual barang dan jasa kepada rakyat. Sedangkan produksi, distribusi, serta harga komoditas, diserahkan kepada pasar yang dikuasai oleh para korporasi besar, dengan kekuatan modal yang mereka miliki. 

Inflasi dan kemiskinan ekstrem merupakan bukti kegagalan sistem ini, termasuk sistem ekonominya. Maka, untuk menuntaskan masalah tersebut, haruslah mengganti sistem dengan sistem yang sahih (benar).

Islam sebagai din (agama) yang sempurna dan menyeluruh dalam pengaturan kehidupan manusia, memiliki konsep kepemimpinan yang khas, yang menempatkan negara sebagai pelayan umat, yang wajib menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat, baik sandang, pangan, maupun papan, juga kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Dalam pengaturan ekonomi, sistem ekonomi Islam yang menerapkan syariat Allah akan dipastikan oleh negara ketersediaan barang dan jasa bagi rakyat, juga distribusinya agar mereka mudah dalam mendapatkannya. Negara juga yang memastikan kemampuan setiap individu rakyat dalam memenuhi kebutuhan, dengan memastikan individu-individu yang wajib menafkahi mampu memiliki sumber nafkah. Salah satunya dengan ketersediaan lapangan pekerjaan oleh negara.

Inilah perkara-perkara utama yang harus dilakukan oleh negara. Apabila ada rakyat yang kurang mampu dalam hal nafkah atau pemenuhan kebutuhan, maka wajib bagi negara untuk memenuhinya.

Fungsi negara seperti itu dapat berjalan, ditopang oleh sistem keuangan yang sangat stabil dan antiresesi, karena berstandar kepada dinar dan dirham, yang merupakan alat tukar dengan nilai intrinsik yang stabil, di mana pun dan kapan pun.

Dengan demikian, perekonomian negara akan kuat dan stabil, dapat menjamin tidak terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem. Walaupun rakyat miskin mungkin ada, tetapi dapat terselesaikan dengan baik. 

Rasullulah saw, bersabda:

"Imam (khalifah) adalah pengurus (ra'in) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR. Al-Bukhari).

"Dan sekiranya penduduk negeri  beriman dan bertakwa, akan Kami limpahkan barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat ayat Kami) maka akan Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. Al a'raf (7): 96)

Wallahu"Allam  bisawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Minggu, 22 Oktober 2023

Sistem Demokrasi Gagal Memberantas Korupsi, Islam Solusi Hakiki

Tinta Media - Dugaan korupsi di jajaran menteri kembali terjadi. Dilansir dari tirto.id bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tengah menjadi sorotan dugaan korupsi. Dugaan tersebut diperkuat ketika Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Syahrul dan kantor kementan, kemudian tim penyidik pun menemukan dokumen, sejumlah uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api. (Kamis 05/10/2023).

Dari tahun ke tahun, ada saja pejabat publik yang ditangkap oleh KPK atas dugaan korupsi. Pemerintah telah gagal dalam memberantas korupsi, bukan nya berkurang justru semakin bertambah. Meningkatnya kasus korupsi menjadi masalah bagi pemerintah untuk memberantas korupsi sehingga upaya-upaya yang dilakukan tidak juga menemukan solusi. 

Fenomena korupsi di negeri ini dianggap menjadi hal biasa, karena sistem pemerintahan saat ini belum mampu menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi. Bahkan, seolah-olah sudah menjadi budaya di masyarakat, bisa dikatakan mengakar pada sistem pemerintahan secara umum. 

Gerakan anti korupsi belum menjadi gerakan bersama. Gerakan anti korupsi hanya secara parsial, tidak secara menyeluruh sampai ke akar-akarnya.

Pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Tindakan pemerintah tidak dilakukan secara sistematis untuk mengatasi korupsi secara tuntas. Pembentukan KPK pun tak mampu menghentikan gerak korupsi, sehingga kasus korupsi masih terus ada. 

Beberapa faktor yang mendorong individu melakukan tindakan korupsi, bisa karena faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal bisa berupa sifat tamak/rakus, gaya hidup konsumtif, dan moral yang kurang kuat. 

Sedangkan faktor ekternal di antaranya adalah politik. Hal ini karena politik merupakan sarana untuk melakukan korupsi. Ada juga faktor hukum karena. Hal ini disebabkan karena lemahnya penegak hukum serta sifat hukum yang tidak tegas. Selain itu, ada juga faktor ekonomi. Ketika pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka dengan mudah mereka melakukan korupsi agar terpenuhi kebutuhan tersebut. 

Masalah korupsi butuh solusi secara tuntas dengan cara pencegahan. Namun, sistem demokrasi, kapitalisme, sekulerisme tidak mampu mencegah secara tuntas. 

Berbeda jika sistem Islam diterapkan. Islam mengharamkan tindak korupsi. Banyak ataupun sedikit, tetap akan mendapatkan sanksi yang tegas sebagimana sabda Rasulullah saw. 

“Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud)

“Barang siapa melakukan ghulul, maka ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi)

Korupsi termasuk ghulul, baik mengambil harta yang bukan haknya dari uang negara, risywah (suap menyuap), atau hadiah untuk pejabat dan keluarganya.

Rasulullah saw. bersabda,

“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad)

Islam juga memiliki mekanisme mencegah terjadinya korupsi. Melalui sistem pendidikan Islam, negara akan menjadikan masyarakat menjadi betakwa. Untuk para pejabat, akan diseleksi dari orang-orang yang bertakwa. Negara juga akan melakukan perhitungan harta pejabat sebelum menjabat dan sesudahnya. 

Penerapan kebijakan nya bersumber dari Al-Qur'an, assunah, qiyas dan ijma sahabat sehingga pelaku korupsi tidak hanya dipenjara, tetapi akan dikenakan sanksi potong tangan. 

Rasulullah saw. bersabda,

“Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh: Nasiroh (Aktivis Muslimah)

Minggu, 19 Maret 2023

Revolusi Mental di Nilai Gagal

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyatakan revolusi mental yang diserukan Jokowi di awal kampanye dinilai gagal.

"Slogan revolusi mental yang diserukan pak Jokowi semasa kampanye pilpres dinilai gagal setelah adanya kasus yang mengguncang Polri hingga Kementerian Keuangan," tuturnya dalam program Aspirasi: Dari Kasus Pajak Sampai Black Pink, Revolusi Mental Disorot! Rabu (5/3/2023) di kanal YouTube Justice Monitor.

Menurutnya, revolusi mental dinilai hanya sebagai retorika, ceramah-ceramah atau seminar-seminar. "Bukan tindakan kebijakan perbaikan sistem,” jelasnya.

Menurutnya, revolusi mental yang kerap diagungkan oleh Jokowi dinilai publik hanyalah slogan tanpa dibuktikan dengan tindakan dan kebijakan. Contoh kasus adalah yang mendera Polri, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai sampai terjadinya korupsi dana bantuan sosial (Bansos). "Di saat yang sama para remaja mengalami kerusakan generasi, seperti pergaulan bebas, aborsi, kenakalan remaja, kriminalitas, narkoba dan lain sebagainya,” ungkapnya.  

Solusi 

Agung menjelaskan bahwa negara seharusnya adil dalam mengatasi segala masalah dan harus menjadi pengurus rakyatnya. “Bagaimana jadi negara pengurus, negara yang melayani rakyatnya dan betul-betul menghasilkan kesejahteraan secara umum yang bisa kita rasakan. Yaitu harus menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, menjaga harta, menjaga kehormatan, menjaga keamanan dan menjaga keutuhan negara itu sendiri,” jelasnya.

Sebagai muslim tentu wajar menjadikan penerapan Islam kaffah sebagai solusi. Nah, “Ini saya kira menjadi jalan keluar yang baik bagi kita semua,” pungkasnya.[] Ummu Rayyan

Rabu, 14 Desember 2022

Bobroknya Generasi Muda, Menunjukkan Gagalnya Sistem Pendidikan Nasional

Tinta Media - Menanggapi perilaku kenakalan dan sangat tidak beradab sekelompok pelajar terhadap nenek diduga menyandang ODGJ. Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Probolinggo Ustaz Indra Fakhruddin menilai hal ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional.

 “Dengan maraknya krisis moralitas yang melanda generasi muda khususnya pelajar, menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional,” tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (10/12/2022), Probolinggo.

Menurutnya, hal ini disebabkan karena asas dan arah pendidikan nasional sangat sekuler. "Sistem sekuler di negeri ini, telah menjadi jantung kehidupan negeri ini, memisahkan peran Islam dengan segala aspek kehidupan. Begitu juga menjadi batu peletak berbagai kebijakan dalam pendidikan nasional, yang membuka kran kebebasan berprilaku, berekspresi dan ditopang dengan sistem ekonomi kapitalis liberal, sehingga memberikan konstribusi terhadap keruskan generasi muda," ungkapnya. 

Jika hal ini dibiarkan, katanya, akan menambah beban berat bagi masa depan negeri ini menjadi lebih baik. "Bagaimanapun juga generasi muda merupakan asset terbesar bagi masa depan sebuah bangsa,” ujarnya.

“Jika generasinya sekarang krisis adab dan akhlak bisa diproyeksikan betapa suramnya nasib bangsa tersebut dimasa mendatang,” tambahnya.

Ia menjelaskan, pendidikan nasional sangat memojokkan peran agama islam dalam seluruh muatan satuan materi pendidikan, kebijakan pendidikan lebih mengorientasikan mengejar nilai-nilai kesuksesan materialisme, autput disetting demi mensupport industrialisasi disegala bidang kehidupan.

“Kebijakan pendidikan tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan lingkungan pendidikan yang berimbas kepada moralitas dan akhlak pelajar atau generasi muda. Moralitas bukan lagi menjadi tujuan utama pendidikan. Terpenting terget-target nilai-nilai akademis harus bisa diwujudkan,” jelasnya.

Begitu juga peran para Pendidik kehilangan fungsinya, katanya, disorientasi  mengajar dan mendidik dalam menjalankan perannya di dunia pendidikan. Guru yang seharusnya menjadi sosok yang disegani, dihormati dan mampu memberikan keteladanan bagi murid seakan-akan sudah tercerabut dari akar tradisi pendidikan.

Menurutnya, Islam yang sangat konsen dalam mendidik generasi muda, Nabi Muhammad SAW mengajarkan dengan meproriataskan membina pola pikir dan pola jiwa dengan aqidah Islam dalam majelis halqah dan dikumpulkan dalam kutlah dakwah  hingga membentuk kepribadian Islam dan memiliki mental pejuang, karena pemuda adalah tulang punggung peradaban Islam.

“Jangan ditanya akhlak mereka, Rasulullah SAW benar-benar melatakkan akhlak sebagai indikator keberhasilannya. Artinya, akhlak yang terpancar merupakan wujud keterikatan mereka dengan syariat yang sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka,” jelasnya.

Ia mencontohkan, Nabi SAW mendidik langsung Ali bin Abi Thalib dalam rumahnya dengan mengajarkan Iman dan Al-Qur’an sejak dini, begitu juga Zaid bin Haritsah yang sempat menjadi anak angkat beliau, Anas bin Malik yang dititipkan sejak kecil oleh ibunya kepada Nabi SAW, sehingga melahirkan sosok sahabat yang hebat dikumudian hari.

“Kemudian metode tersebut dilanjutkan oleh para shahabat sampai kepada para Ulama Salaf. Metode mereka dalam medidik khas sekali mendahulukan adab  sebelum ilmu, kemudian berproses seiring dengan waktu baru mendidik iman dan al-quran. Pendidikan islam yang diajarkan Nabi itu sederhana semua, ilmu dikaitkan dengan al-quran. Sehingga semakin mereka belajar ilmu, iman mereka bertambah dan al-Quran mereka semakin menghunjam dalam hati termanifestasikan dalam akhlak dan adab mereka. Subhanallah,” jelasnya.

Ia pun melanjutkan, hal itu menjadi kententuan dalam mendidik generasi berikutnya, akhlak dan adab menjadi perhatian penting sebelum ilmu. Para Ulama Salafus Shalih sangat memperhatikan adab, setelah itu baru tsaqofah Islamiyah, sehingga mengahasilkan generasi muda yang luar biasa di usia dini.

“Selain itu dalam keluarga yang sangat kenyang dengan tarbiyah islam, dikeluarga sebagai basis awal Pendidikan generasi. Hal inilah yang menjadikan karakter dan perhatian orang terhadap Pendidikan putra-puri mereka. Orang tua memlihkan guru dan tempat mendidik yang terbaik. Serta memasrahkan kepercayaan penuh kepada guru dan Lembaga Pendidikan untuk mendidik putra mereka. Hasilnya banyak lahir generasi muda yang unggul dalam peradaban islam,” jelasnya.

Demikian pula negara, katanya, sangat serius bertanggung jawab memastikan semua proses pendidikan berjalan dengan baik. Dengan kurikulum Pendidikan islam, memberikan fasilitas terbaik dan semua pembiayaan pendidikan gratis ditanggung oleh negara. Negara memberikan penghargaan tinggi terhadap ilmu dan ahlu ilmu, karena negara sangat memahami bahwa peradaban islam ditopang dengan tsaqofah islam dan ilmu.

Ia menjelaskan, dalam kitab Diwan Imam Syafi’i Rahimahullahu di baitnya menyebutkan bahwa eksitensi pemuda adalah dengan takwa dan ilmu, jika tidak ada keduanya maka tidak dianggap kepemudaanya. Maka pemuda jika tidak disibukkan dengan takwa dan ilmu dianggap seperti mayat yang harus di sholati jenazah.

“   فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ # وَمَنْ فَاتَهُ التَعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ
   إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ # حَيَاةُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُقَى
MasyaAllah luar bisa penggambaran beliau tentang jati diri seorang pemuda. Maka sudah seharusnya orientasi  mendidik generasi muda haruslah seperti itu,” tutupnya.[] Lukman Indra Bayu

Rabu, 16 November 2022

Langkah Lamban yang Menyebabkan Kematian

Tinta Media - Kasus gangguan ginjal akut progesif atipikal (GGAPA) yang menyerang anak-anak usia 6 bulan hingga 18 tahun baru-baru ini mengalami peningkatan di 22 provinsi di Indonesia, hingga sebagian telah berujung pada kematian anak. 

Dikutip dari Tempo.co (29/10/2022), Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengungkap per-kamis 27 Oktober 2022, tercatat total ada 269 kasus gagal ginjal akut anak. Sebanyak 157 di antaranya meninggal, 73 masih dirawat, dan 39 dinyatakan sembuh. Tingkat kematian atau fatality-nya telah mencapai 58%. Mirisnya, kasus gagal ginjal ini paling banyak didominasi oleh anak usia 1 hingga 5 tahun. 
 
Seiring dengan peningkatan kasus tersebut, Kemenkes mengimbau pada seluruh orang tua untuk tidak panik, tetap tenang, tetapi selalu waspada, terutama apabila anak didapati mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut. 

Gejala gagal ginjal pada anak di antaranya diare, mual, muntah, demam selama 3 hingga 5 hari, batuk pilek, sering mengantuk, serta gejala yang lebih spesifik adalah jumlah air seni atau air kecil semakin sedikit, bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
 
Hingga saat ini, kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, ada banyak faktor yang memungkinkan menjadi penyebabnya. Kemenkes memperkirakan, gagal ginjal akut tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh cemaran dari bahan tambahan yang terdapat pada obat sediaan sirup untuk anak. 

Menurut paparan informasi resmi keempat yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, dalam konfrensi press BPOM yang diselenggarakan 20 oktober 2022, Penny K Lukito, bahwa memungkinkan adanya cemaran senyawa kimia yang terdapat dalam sirup obat anak, yang merupakan reaksi samping dari bahan tambahan sirup yang menggunakan salah satu bahan pelarut dengan kandungan polietilen glikol, propilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. 

Bahan pelarut obat tersebut bisa menghasilkan produk sampingan berupa senyawa etilen glikol (EG) atau  dietilen glikol (DEG). EG dan DEG sangat mungkin ditemukan dalam produk sirup yang menggunakan jenis pelarut tersebut. Hanya saja, jika kadarnya masih di ambang batas, itu masih aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi, jika kadarnya sudah melebihi ambang batas yang dipersyaratkan, maka akan sangat berbahaya bagi tubuh.  Senyawa EG dan DEG itu diduga dapat masuk ke tubuh anak melalui obat sirup yang mereka konsumsi.
 
Sejauh ini, BPOM telah melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat anak yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil uji menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk sirup anak dan berencana untuk memperluas pemeriksaan dan pengujian lebih lanjut. 

Selain senyawa EG dan DEG, sejumlah faktor yang diduga menjadi pemicu gagal ginjal akut anak lainnya adalah daya tahan tubuh anak yang rentan hingga lingkungan yang tidak terlalu bersih. Pasalnya, tidak semua pasien anak yang mengidap penyakit tersebut sedang mengonsumsi obat sirup.
 
Persoalan kesehatan yang menimpa anak bukanlah permasalahan baru di negeri ini. Persoalan kesehatan anak seperti stunting dan kurang gizi hingga hari ini belum juga mendapatkan solusi tuntas. 

Kematian anak yang tinggi melalui fenomena gagal ginjal akut dalam dua bulan terakhir ini seharusnya menyadarkan penguasa dan masyarakat bahwa ada kesalahan dalam tata kelola kesehatan di negeri ini, sebab kesehatan sangat erat kaitannya dengan lingkungan yang bersih, makanan yang bergizi, edukasi tentang pola hidup sehat, hingga perlindungan ketat oleh negara dari penyakit menular. 

Namun, penanganan terhadap kasus gagal ginjal akut anak ini seperti tidak ditangani dengan cepat dan sigap. Kasus ini sebenarnya sudah ditemui sejak bulan Januari. Namun, baru mendapatkan perhatian setelah terjadi lonjakan kasus pada bulan September sampai sekarang. Selayaknya sudah lebih banyak yang dapat dilakukan pemerintah untuk menemukan penyebab dan penanggulangannya sejak dini, sehingga jatuh korban tidak menjadi sebanyak ini. 

Pasalnya, kesehatan di bawah pengelolaan sistem kapitalisme adalah objek komersialisasi yang menggiurkan untuk diperdagangkan. Sistem kapitalisme telah melahirkan kebijakan yang hanya berputar pada persoalan uang, bisnis, dan keuntungan. 

Setiap tahun, subsidi kesehatan terus dikurangi. Negara hadir di tengah-tengah umat bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi sebagai regulator yang berperan dalam memuluskan bisnis para korporasi, termasuk dalam bidang kesehatan. Tidak heran jika kasus gagal ginjal ini sangat lamban ditangani hingga menelan ratusan nyawa anak. Oleh karena itu, perwujudan kesehatan anak tidak akan pernah terwujud dalam kapitalisme karena cara pandang negara terhadap kesehatan akan memengaruhi prioritas dan kualitas negara dalam memenuhinya.
 
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, anak bukan sekadar aset masa depan, tetapi mereka adalah bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya. Dengan pemahaman itu, negara akan berusaha sekuat tenaga memenuhinya, mulai dari penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai atau gratis, pemenuhan gizi yang tercukupi, baik untuk orang yang kaya ataupun miskin, hingga pemberian pendidikan yang merata di kota maupun di desa. Semua itu dibiayai oleh Baitul Mal yang ada dalam sistem ekonomi negara Islam atau yang disebut Khilafah.
 
Khilafah akan memberikan anggaran untuk mencukupi segala kebutuhan rakyat, termasuk anak-anak. Kekayaan negara di Baitul Mal diperoleh dari jizyah, kharaj, ghonimah, Fai, harta tak bertuan, pengelolaan sumber daya alam dan lain-lain. Semua pendapatan itu bersifat tetap dan besar sehingga memampukan negara memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas, dan gratis untuk seluruh rakyat. 

Semua bentuk pelayanan yang dilakukan negara bukan untuk mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk mengurusi kebutuhan seluruh masyarakat. Hal ini dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab karena pemimpin negara (khalifah) akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Hadis Riwayat Bukhari).
 
Atas dasar inilah, seorang khalifah wajib dan butuh menerapkan syariat secara menyeluruh atau kaffah, termasuk dalam bidang kesehatan. Sebab, salah satu fungsi syariat adalah hifdzun nafs atau menjaga jiwa manusia.

Jika terjadi wabah atau penyakit menular atau fenomena kematian yang misterius, maka
khilafah akan segera bertindak. Bahkan, pada satu kasus penyakit saja yang belum diketahui penyebabnya, negara akan segera melakukan riset terkini agar cepat dalam menangani penyakit tersebut.

Masyarakat tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakit tersebut hingga mendapatkan efek yang lebih buruk. Negara akan segera melakukan riset tentang standar pengobatan instrumen dan obat-obatan terbaik bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien. Setelah ditemukan, negara akan memproduksinya dan memberikan secara cuma-cuma kepada pasien tanpa memungut biaya sepeser pun. Inilah sistem terbaik yang menjamin terpeliharanya jiwa manusia dan terjaminnya seluruh kebutuhan masyarakat. 
Allahu a’alam bish shawab.

Oleh: Falihah Dzakiyah
Praktisi Kesehatan dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Senin, 07 November 2022

Kematian Gagal Ginjal Akut Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Tinta Media - Kasus gagal ginjal pada anak yang terjadi beberapa waktu lalu, menjadi momok yang menakutkan di tengah masyarakat. Sejak Agustus 2022 lalu hingga saat tulisan ini dibuat, telah ditemukan 206 kasus gagal ginjal yang terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 18 tahun yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Hanya dalam rentang waktu 2 bulan sejak kasus ini mencuat ke permukaan, tercatat 99 anak telah meninggal akibat menderita gagal ginjal akut. 

Sontak hal ini menimbulkan kepanikan, terlebih pada para orang tua. Anak yang mengalami gagal ginjal akut rata-rata mengalami gejala yang sama seperti mual, diare, batuk, pilek hingga demam 3-5 hari, dan sering mengantuk. Jumlah air seni semakin sedikit, bahkan tidak bisa buang air seni sama sekali. Walaupun Kemenkes mengatakan agar masyarakat tenang jika mengalami hal tersebut, tetapi hingga saat ini kasus gagal ginjal pada anak belum pasti diketahui penyebabnya.

Hasil temuan labolatorium yang dilakukan oleh Kemenkes menyatakan bahwa faktor penyebab kasus gagal ginjal akut 75% disebabkan oleh senyawa kimia kandungan poletelin glikol yang menimbulkan senyawa berbahaya, seperti etilen glikoll (EG) dan dietilen glikol (DEG). Kandungan tersebut diduga masuk ke tubuh anak melalui berbagai obat sirup yang dikonsumsi oleh anak-anak. Bahkan, Kemenkes hingga saat ini telah mengidentifikasi 91 obat sirup yang memiliki kandungan EG dan DEG.

Adapun faktor pemicu gagal ginjal akut lainnya adalah daya tahan tubuh anak yang rentan, hingga lingkungan sekitar yang kurang bersih, karena disinyalir bahwa tidak semua anak yang mengalami sakit gagal ginjal akut sedang mengonsumsi obat sirup. Namun, melihat kasus gagal ginjal akut yang menimpa anak mengalami jumlah yang fantastis dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dan dalam kondisi banyaknya anak yang mengkonsumsi obat demam atau batuk akibat banyaknya anak-anak yang menderita sakit tersebut, menjadikan kemungkinan faktor penyebab gagal ginjal akut adalah karena mengkonsumsi obat sirup yang mengandung EG dan DEG, lebih besar. Apalagi, kasus serupa juga terjadi di Gambia. Hingga saat, ini tercatat 70 anak meninggal akibat gagal ginjal akut.

Persoalan kesehatan pada anak bukan hal baru di negeri ini ataupun di dunia. Kasus stunting hingga gizi buruk, masih belum ada solusi tuntas. Angka kematian anak yang tinggi melalui fenomena gagal ginja akut dalam dua bulan terakhir, seharusnya menyadarkan penguasa serta masyarakat, bahwa ada kesalahan dalam tata kelola masalah kesehatan di negeri ini. Kesehatan yang erat hubungannya dengan lingkungan bersih, makanan yang bergizi, edukasi tentang pola hidup sehat serta perlindungan ketat negara dari penyakit menular atau bahkan wabah, menjadikan negara harus serius dalam memenuhi faktor-faktor yang dapat menjamin kesehatan masyarakat, termasuk menjamin keamanan suatu produk baik makanan maupun obat dengan penerapan standarisasi produk yang halal dan aman.

Namun, melihat penanganan kasus gagal ginjal akut yang terkesan lambat ditangani dan bahkan terkesan saling lempar tanggung jawab, menunjukkan bahwa pengelolaan kesehatan dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini memang jauh dari aspek pelayanan yang sesungguhnya. Bahkan, masalah kesehatan dijadikan objek komersialisasi yang bisa diperdagangkan, termasuk dalam masalah produksi dan konsumsi obat. Hal ini karena sistem kapitalisme diterapkan dengan asas manfaat dan untuk mencapai keuntungan materi.

Selain itu, setiap tahunnya pemerintah terus mengurangi subsidi kesehatan, karena menganggap bahwa pemberian subsidi kepada rakyat merupakan beban. Padahal, seharusnya mengurusi segala pemenuhan kebutuhan rakyat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan bahkan keamanan merupakan kewajiban negara. 

Namun, faktanya negara dalam kapitalisme hanya menjadi regulator yang memuluskan bisnis para korporasi dalam berbagai sektor, termasuk kesehatan. Oleh karena itu, berharap bahwa kesehatan masyarakat, termasuk pada anak, akan terjamin dalam sistem ini, selamanya tidak akan pernah terwujud.

Padahal, anak bagi sebuah bangsa, merupakan generasi penerus yang akan menentukan kualitas suatu bangsa. Jika kualitas kesehatan anaknya buruk, maka masa depan generasi bangsa pun akan lemah. 

Oleh karena itu, Islam sangat menjaga kualitas anak-anak, bahkan dari sejak mereka dalam kandungan ibu, dengan memastikan terpenuhinya asupan gizi bagi para ibu hamil.

Ketika anak ini sudah terlahir, Islam akan memastikan juga bahwa anak tersebut terpenuhi segala kebutuhan primer dan asasinya, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Selain sebagai aset umat atau bangsa di masa depan, di dalam Islam anak pun merupakan aset akhirat bagi orang tuanya. 

Oleh karena itu, Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an, surat An-Nisaa;9, yang artinya :
" Dan takutlah kalian jika meninggalkan di belakang kalian generasi yang lemah..."

Dalam menjaga potensi anak-anak umat ini, negara menerapkan Islam kaffah yang salah satu fungsinya adalah menjaga jiwa manusia, salah satunya dalam memastikan pemenuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh rakyat, termasuk anak.

Rasulullah saw bersabda : "Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. An-Nasa'i dan Tirmidzi)

Negara atau khilafah menjamin kesehatan rakyat dengan menyediakan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan gratis, memenuhi kebutuhan gizi rakyat tanpa membedakan rakyat yang kaya dan yang miskin. Ditopang oleh edukasi melalui pendidikan yang berkualitas bagi setiap warga negara secara merata, baik di kota maupun di pelosok daerah. Semua itu bisa terwujud dengan didukung oleh penerapan sistem ekonomi Islam yang mapan dan kokoh, sehingga dapat memenuhi pembiayaan seluruh pelayanan umum bagi rakyat, melalui pos pengeluaran di Baitul mal.

Penjagaan yang begitu kuat terhadap kualitas generasi dan nyawa rakyat, termasuk anak-anak, menjadikan penerapan syariat Islam kaffah dapat mengantisipasi terjadinya masalah kesehatan anak di tengah masyarakat. Jikapun terjadi wabah atau penyebaran penyakit secara serentak di berbagai daerah, khilafah akan bertindak sangat cepat dalam melakukan riset untuk mengetahui penyebabnya. Jika ditemukan ada kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh manusia, maka akan terkena sanksi ta'zir dari negara. Namun jika penyebaran penyakit tersebut disebabkan oleh faktor cuaca atau wabah, negara akan bersegera menemukan obat-obatan terbaik melalui para ilmuwan yang ada di laboratorium terbaik, sehingga ditemukan cara atau obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut atau menghentikan penyebaran wabah, dan tentunya hal tersebut dilakukan secara gratis kepada masyarakat. 

Wallahua'lam bishawwab.

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab