Tinta Media: Gagal
Tampilkan postingan dengan label Gagal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gagal. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 November 2022

Gagalnya Negara Memenuhi Jaminan Keamanan bagi Masyarakat

Tinta Media - Masalah kekerasan saat ini sedang marak terjadi, padahal ini adalah negara hukum. Semua pihak berpotensi menjadi pelaku, baik remaja, dewasa, ibu terhadap bayinya, seorang pendeta, bahkan pihak keamanan sekalipun.

Sungguh miris. Hal itu membuat masyarakat tak tenang dan dipenuhi rasa was-was. Kepercayaan kepada sesama pun semakin terkikis akibat tidak adanya rasa aman dalam kehidupan.

Dilansir dari TRIBUNNEWS.com, sesosok bayi dikabarkan meninggal setelah dianiaya dengan cara dibanting ke lantai oleh seorang pria, Sabtu (22/10/2022). Kasus lain terkait kekerasan juga menimpa sepasang suami istri yang berujung maut di Medan. Ada juga kasus kekerasan yang dilakukan oleh Christian Rudolf Tobing kepada Icha yang juga berujung pada kematian. Belum lagi masalah tawuran yang dilakukan oleh sekelompok remaja bersenjata tajam di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Ini menunjukkan bahwa keamanan di negeri ini perlu dievaluasi kembali agar mampu memaksimalkan kinerja pihak yang berwenang untuk menanggulangi segala perkara yang menimpa masyarakat, utamanya dalam tindak kekerasan, bahkan pembunuhan yang senantiasa berulang.

Ketidaksigapan aparat keamanan dalam menangani masalah, justru berujung pada kondisi masyarakat yang cukup mengkhawatirkan. Terlebih, aturan yang ada di negeri ini bagai fatamorna bagi rakyat kecil. Hukum sangat tumpul ketika yang bersangkutan adalah pihak-pihak yang berkuasa dan berkepentingan. Bagi rakyat kecil, keadilan ibarat impian yang hanya didapat dalam angan belaka.

Inilah wajah dari kapitalisme sekuler yang mampu memanipulasi aturan. Kebijakannya digambarkan indah, tetapi keberpihakan hukumnya sangat timpang. Hal ini pulalah yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki harapan. Mereka telah melihat dan merasakan dampak tersebut, sehingga hanya berharap pada kemampuannya sendiri. Betapa mahal harga keamanan di negeri ini! Dari sini terlihat bahwa negara gagal memenuhi kebutuhan keamanan bagi rakyatnya. 

Penguasa seharusnya berperan sebagai raa’in (pengatur) dan junnah (perisai) bagi semua warga. Negara harus mampu membina rakyat menjadi pribadi yang baik, beriman, dan bertakwa. Sebuah kewajaran ketika negara menjadi harapan besar bagi rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sudah menjadi tugas negara untuk mengurusi dan menyelesaikan segala hal yang meresahkan mereka, termasuk masalah keamanan ini.

Namun, selama kehidupan ini diatur dengan aturan selain dari Sang Pencipta, maka keadilan, ketentraman, keamanan, dan lain-lainnya tak akan pernah tercapai. 

Manusia memiliki naluri yang cenderung mengarah pada egoisme individu yang hanya mencari kesenangan dunia belaka. Ketika tidak diarahkan pada ketundukan akan penciptanya, maka akan berperilaku bebas tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya tersebut, apakah mendatangkan kebaikan ataukah keburukan.

Lemahnya individu akibat diiming-imingi kebebasan menyebabkan mereka sangat emosional. Kebebasan menjadi sesuatu yang amat dikejar, sehingga menghalalkan segala cara menjadi hal yang lumrah hanya demi memenuhi keinginan belaka. Bahkan, aturan dasar sebagai manusia pun akan ditembus, sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang jauh dari rahmat. Akhirnya, mereka menjadi pribadi yang penuh nafsu.

Namun, hal ini akan jauh berbeda ketika Islam dijadikan sebagai aturan. Dengan Islam, keamanan rakyat betul-betul dapat terpenuhi. Negara akan mengupayakan agar pihak keamanan secara keseluruhan mengetahui tupoksinya secara jelas. Wawasan dan pemahaman akan ditanamkan secara luas kepada setiap individu yang bertugas menjaga keamanan, agar dalam identifikasi masalah, mereka tidak salah kaprah atau melenceng dari amanah.

Hanya Islam dalam sistem kenegaraan yang bisa mewujudkan jaminan keamanan kepada rakyat. Sistem ini dikenal dengan sebutan khilafah. Dalam sistem ini, nantinya akan diterapkan seluruh aturan Islam dalam bernegara sebagai solusi dari segala problem kehidupan yang kita hadapi saat ini. 

Ketika aturan Islam diterapkan, ada dua manfaat yang akan dirasakan. 
Pertama, ia sebagai zawajir (pencegah). Dengan menerapakan sistem sanksi sesuai Islam, pelaku kejahatan akan diberi hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. Pelaku pencurian, misalnya akan dihukum dengan potong tangan sehingga menimbulkan efek jera bagi sang pelaku. 

Sanksi ini juga akan dipertontonkan di muka umum guna menimbulkan rasa takut di benak orang-orang sehingga takut untuk melakukan hal yang sama. Begitu pun dengan kejahatan-kejahatan lainnya. 

Kedua, ia sebagai jawabir (penebus dosa). Ketika pelaku telah diberi sanksi sesuai hukum Islam, maka insyaallah si pelaku tak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Islam akan memaksimalkan kinerja seluruh devisi demi memenuhi segala kebutuhan masyarakat sehingga gelar umat terbaik akan mampu mereka dapatkan serta rahmatan lil'alamin akan nampak. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis 

Sabtu, 15 Oktober 2022

Jadikan Manusia Bermental Rapuh, MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Atur Kehidupan

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengungkap kegagalan sistem kapitalisme dalam mengatur kehidupan, sehingga menciptakan manusia-manusia bermental rapuh.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan mental telah menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan di tengah-tengah masyarakat baik di tingkat global maupun nasional. Keberadaan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang ada sejak tahun 1992 menunjukkan bahwa sistem kapitalisme gagal dalam mengatur kehidupan, sehingga menciptakan manusia-manusia bermental rapuh," tutur narator dalam serba-serbi MMC: Peringati Hari Mental Sedunia Penyakit Mental Masih Pelik dalam Kapitalisme di kanal youtube Muslimah Media Center, Senin (10/10/2022).

Menurutnya, kapitalisme dengan asasnya sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat banyak orang termasuk kaum muslimin tidak memahami tujuan hidupnya.

“Masyarakat sekuler merasa bahwa hidup ini hanyalah mencari kesenangan dunia yang berstandar pada materi sehingga ketika materi, harga dan jabatan, prestis, tidak mampu digapai. Masyarakat akan gagal dan merasa disingkirkan dari hiruk-pikuk kehidupan maka cepat ataupun lambat banyak orang yang akan mengalami depresi dan putus harapan, begitupun ketika ditimpa ujian atau kesulitan hidup,” bebernya. 

"Masyarakat sekuler tidak akan mampu menanganinya dengan cara yang benar justru memilih bunuh diri," tambah narator.

Selain itu sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara ini, menurutnya, telah melegalkan aturan yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas dan sarat akan kepentingan. "Penguasa akan membuat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat namun menguntungkan golongannya dan elit kapital, kehidupan rakyat semakin sempit di tengah naiknya harga-harga kebutuhan hidup, PHK masalah kerja terjadi di mana-mana, tidak ada jaminan negara bagi rakyat. Rakyat seakan dibiarkan sendiri menghadapi kesulitan hidup," terangnya. 

“Penguasa dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator kebijakan, bukan pelayan umat. Maka tidak heran meski berpuluh-puluh tahun hari kesehatan mental diperingati justru isu kesehatan mental makin merajalela karena sistem kapitalisme-lah yang merupakan pabrik penyakit mental itu sendiri,” paparnya.

Sistem Islam

Hal ini sangat berbeda dengan negara yang menerapkan Islam secara sempurna, lanjut narator, negara khilafah, karena hanya Islam satu-satunya agama dan sistem hidup yang lurus sesuai fitrah penciptaan, menyejahterakan dan mampu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. 

"Pemimpin dalam Islam akan benar-benar memosisikan diri sebagai ra’in (pengurus urasan rakyat) dan bertanggung jawab karena ia yakin dan menyadari betul bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat," ungkapnya.

“Khilafah melalui sistem pendidikan islam berbasis akidah mampu mencetak orang-orang yang bermental kuat kuat dan berjiwa kepemimpinan. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk syaksiyyah islamiyyah (kepribadian islam) dan mencetak para ahli, baik ilmu agama maupun ahli ilmu terapan. Pembentukan kepribadian islam akan membentuk masyarakat memiliki keimanan yang kokoh dan senantiasa terikat dengan syariat islam maka masyarakat yang terbentuk adalah orang-orang shalih dan menstandarkan kebahagiaan pada ridha Allah semata,” jelas narator panjang.

Menurutnya, pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia sehingga negara khilafah bertanggungjawab untuk mewujudkan pendidikan terbaik yang mudah diakses setiap rakyatnya.

Narator mengutip kitab Mukaddimah Ad-Dustur UUD negara Islam dalam pasal 173 yang menyebutkan, “negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap indivdu baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan; jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan secara cuma-cuma.”

Berjalanannya sistem pendidikan yang demikian, kata Narator,  tentunya harus didukung oleh sistem ekonomi yang kuat. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi islam berbasis Baitul mal sehingga mendapatkan sumber-sumber pemasukan negara bagi pembiayaan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Biaya pendidikan akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan kepemilikan negara (fai’ dan kharaj). 

"Inilah gambaran sistem islam yang mampu mencetak generasi cemerlang bermental kokoh selama 13 abad lamanya. Hanya dengan penerapan sistem Islam di bawah naungan khilafah rakyat akan sejahtera, senantiasa dalam ketaatan dan bahagia hakiki,” pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin

Minggu, 28 Agustus 2022

Data Pribadi Bocor (Lagi), MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Lindungi Sekuritas Warga

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan berulangnya kasus kebocoran data pribadi menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme dalam melindungi sekuritas warga sehingga mudah dimanfaatkan oleh para kapital.

“Berulangnya kasus kebocoran data menunjukkan sekuritas warga begitu lemah dan mudah dimanfaatkan oleh para kapital,” tegasnya dalam Program Serba-Serbi MMC: 26 Juta Data Pribadi Diretas, Negara Gagal Menjaga Privasi Rakyat, Selasa (23/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Kasus kebocoran data terjadi sejak perkembangan teknologi kian pesat. Ia tidak memungkiri penggunaan internet untuk kebutuhan bisnis maupun transaksi semakin meningkat. “Salah satu buktinya adalah catatan NielsenIQ yang menyebutkan jumlah konsumen belanja online di Indonesia yang menggunakan E-commerce mencapai 32 juta orang pada tahun 2021, jumlahnya melesat 88 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya 17 juta orang,” ujarnya.
 
Dalam paradigma kapitalisme, ia mengungkapkan angka-angka tersebut bisa dimanfaatkan. “Pasalnya orientasi kapitalisme dalam menjalankan sesuatu harus meraih keuntungan materi semaksimal mungkin, memanfaatkan celah sekecil apa pun,” ungkapnya.  

Hal ini berkaitan dengan dunia marketing, di mana menurutnya angka pengguna E-commerce tersebut dapat direpresentasikan menjadi dua hal, yakni peluang dan persaingan. “Karena di sini akan terjadi pasar besar digital maka peluang itulah yang dimanfaatkan oleh pasar peretas untuk meraup keuntungan,” ucapnya.
 
Ia memaparkan bahwa ada hubungan mutualisme simbiosis antara para peretas dan pebisnis digital. Dari data yang bocor itu, pebisnis digital dapat menentukan produk dan strategi pasar.

“Mereka (peretas) dapat menambang data pribadi pelanggan, kemudian menjualnya kepada para pebisnis digital. Sementara keuntungan para pebisnis digital ketika membeli data, mereka mendapat peluang keuntungan bisnis yang lebih besar,” paparnya.

Kapitalisme terbukti membuat negara begitu lemah perannya. Para kapital mendominasi daripada negara dengan bebas mengeksplorasi dan mengeksploitasi data pengguna.

“Karena kapitalisme membuat dominasi para kapital lebih besar dibanding negara sehingga negara kehilangan kedaulatan untuk menjaga keamanan masyarakatnya termasuk data digital mereka,” tuturnya.

“Padahal data pelanggan adalah data pribadi bukan milik umum sehingga mengambilnya tanpa izin dengan cara meretasnya, lalu memperjualbelikan, dan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu, jelas melanggar privasi pelanggan,” bebernya.

Ia mengatakan negara akan mudah memberi penjagaan, perlindungan, dan sanksi untuk pelaku kejahatan jika sekuritas sebuah negara itu independen.

“Maka publik seharusnya meningkatkan pemahaman bahwa kasus demikian merupakan problem sistemik yang diakibatkan oleh kapitalisme,” katanya.

Solusi Sistemik 

Narator menegaskan bahwa penyelesaian problem sistemik membutuhkan solusi sistemik. “Adapun solusi sistemik tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang disebut Khilafah. Keberadaan Khilafah di tengah umat merupakan perisai atau junnah umat,” tegasnya.  

Sabda Rasulullah SAW, bersabda:
Sesungguhnya seorang Imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang dibelakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza Wa Jalla dan adil maka dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa atau azab karenanya, (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam sistem Islam ia menyatakan bahwa melindungi data warga termasuk dari bagian tugas ini (perisai atau junnah umat).

“Maka dengan memahami sifat dunia digital yang seolah tanpa batas. Khilafah akan memberikan perlindungan dan keamanan akan data-data warga negaranya,” ujarnya.
Ia menjelaskan prinsip dasar yang dibangun oleh Khilafah, yakni:

Pertama, Khilafah akan proaktif tidak reaktif.
“Artinya Khilafah akan fokus pada langkah pencegahan bukan baru bergerak ketika timbul masalah,” tuturnya.

Kedua, Khilafah akan benar-benar menjaga data pribadi warga secara maksimal menggunakan sistem IT terhebat.

Ketiga, Khilafah akan memastikan regulasi dan sinergi antar lembaga yang berhubungan dengan data privasi warga. “Sehingga dapat saling bekerja sama memberi perlindungan,” lanjutnya. 

Keempat, Khilafah akan menerapkan sanksi hukum ta'zir kepada siapapun yang melakukan tindak kecurangan, penipuan, peretasan dan sejenisnya. “Sebab tindakan mereka mengganggu keamanan negara Khilafah,” ucapnya. 

Ia mengatakan untuk yang kelima, yaitu Khilafah akan mendukung kemandirian teknologi perlindungan keamanan data pribadi penduduk.

“Khilafah tidak melibatkan pihak luar (swasta/asing) sehingga negara akan berdaya mengurusi keamanan rakyatnya,” katanya.

Ia mengungkapkan, Khilafah memiliki infrastruktur, instrumen hukum, dan tata kelola yang terintegrasi dengan baik.
“Sehingga Khilafah akan mampu memberikan jaminan keamanan data pribadi warga negaranya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika


Senin, 25 Juli 2022

Hari Anak Nasional 2022, MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Lindungi Anak Indonesia

Tinta Media - Momentum hari anak nasional tahun ini yang mengusung tema, "Anak Terlindungi Indonesia Maju" sebagaimana tahun kemarin, dinilai Muslimah Media Center (MMC) gagal akibat diterapkannya sistem kapitalisme. 

"Tentu banyak faktor yang menjadi penyebab anak Indonesia belum terlindungi, anak putus sekolah misalnya, terjadi diantaranya karena menikah, menunggak SPP, atau kerja. Hal ini dapat dipahami karena kehidupan kapitalisme yang diterapkan hari ini memberikan dampak meningkatnya angka kemiskinan," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Wujudkan, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju"," di kanal YouTube MMC, Sabtu (23/7/2022).

Menurutnya, kemiskinan memang menjadi sebab mendasar berbagai persoalan, termasuk kurangnya perlindungan terhadap anak. "Sistem ekonomi kapitalisme berpihak pada orang yang kaya dan memiskinkan rakyat yang lemah. Prinsip pasar bebas membuat rakyat yang lemah tidak berdaya dan memberikan berbagai dampak buruk pada anak," jelasnya.

Ia melanjutkan, putus sekolah, anak terpaksa bekerja, dinikahkan paksa, adalah kenyataan pahit yang terjadi hari ini. "Beban berat orang tua dan kerasnya persaingan hidup berakibat terjadinya kekerasan terhadap anak," ungkap narator.

Di sisi lain, lanjutnya, kebebasan perilaku membuat manusia bisa berbuat apa saja untuk memenuhi hawa nafsunya, termasuk kekerasan pada anak yang seharusnya dilindunginya.

Sementara, menurut narator, kasus pembulian pada anak tidak lepas dari pendidikan sekuler yang telah menjauhkan individu masyarakat dari rasa kemanusiaan, membentuk individu liberal, dan hedonis, serta tidak takut akan dosa apalagi Tuhan. 

"Semua ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme gagal memberikan perlindungan terhadap anak," tegasnya.

Tak heran, ungkapnya, dalam negara yang menerapkan kapitalisme, peringatan hari anak hanyalah seremoni perhatian. Sebab, kebijakan yang ada justru secara masif menghapus perlindungan total terhadap anak.

"Anak menjadi korban langsung maupun tidak langsung sistem sekuler kapitalis. Anak menjadi korban kemiskinan sistemik, korban bullying, korban kekerasan seksual, dan lain-lain," pungkasnya.[] Wafi

Jumat, 01 April 2022

Direktur Pamong Institute Ungkap Alasan Demokrasi Mahal dan Butuh Biaya Tinggi

https://drive.google.com/uc?export=view&id=14a1s35G6NZojW7-jfwVLAI78AKZ4G7zk

Tinta Media - Menanggapi atas fakta Demokrasi hari ini, Direktur Pamong Institut, Wahyudi al Maroky M.Si mengungkap alasan demokrasi mahal dan butuh biaya tinggi.

"Melihat fakta demokrasi kenapa jadi mahal, lambat pelayanannya, ini memang tabiat dari sistem politik demokrasi mulai dari  proses pembentukan. Dan semua itu butuh biaya tinggi dan mahal," tuturnya dalam acara Kajian Politik Islam: Sistem Politik Islam, Sederhana, Cepat dan Hemat Anggaran, Sabtu (26/03/2022) di kanal Youtube Khilafah Channel.

Dia menyebutkan bahwa proses politik yang penuh liku dan panjang waktunya, lama masa kampanye dan seterusnya memakan biaya super mahal.

"Tidak heran ketika disusun kabinet atau disusun pengisian jabatan-jabatan, maka banyak sekali terjadi kompromi politik, akhirnya jabatan itu diisi dalam bentuk kompromistis bukan karena keahlian atau orang yang amanah, cakap atau kapabilitas," ungkapnya.

Jika tubuh pemerintah yang lebih ke kompromistis, kata Wahyudi, yang terjadi struktur pemerintahan menjadi gemuk, pasti lebih lambat dan memakan biaya banyak. “Mereka hadir atas kepentingan-kepentingan politik, yakni mereka menjawab atau merespon janji-janji politik ketika berkampanye,” ujarnya.

"Karena jumlah menteri yang lebih banyak, kalau mau mengambil kebijakan pasti dengan koordinasi. Biaya koordinasi juga pasti banyak biaya dan boros, jadi dengan banyaknya jumlah struktur kabinet, menteri dan jabatan, pasti juga menteri butuh staff, ini tentunya akan menambah biaya, butuh kantor, butuh biaya perjalanan dinas, telephon dan sebagainya, jadi mahal sekali," bebernya.

"Ada tambahan penyakit lain yang sama persis dengan tubuh manusia, jika sudah gemuk, lamban, butuh biaya tinggi maka akan gontok-gontokan, cakar-cakaran sesama menteri, sesama pejabat, karena rebutan proyek dan sebagainya," tambahnya.

Dia mengatakan bahwa itu resiko kalau di dalam tubuh pemerintah itu gemuk. "Mungkin di dalam konstruksi di dalam pemerintah yang dipimpin pak Jokowi ini, saya pikir bukan sekedar gemuk, tapi sudah obesitas," pungkasnya. [] Emalia

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab