Tinta Media: Freeport
Tampilkan postingan dengan label Freeport. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Freeport. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2024

Perpanjangan Freeport, Kebijakan Prokapitalis?

Tinta Media - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 tentang perubahan atas peraturan pemerintah (PP) Nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (Jakarta, 31/05/2024).

Melalui aturan tersebut, Jokowi resmi memberikan perpanjang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada PT  Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambahan perusahaan. Namun demikian, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada pemerintah Indonesia, sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 60% dari saat ini 51%.

Ketentuan perpanjangan IUPK Freeport termuat pada pasal 195A dan pasal 195B dalam PP yang telah ditandatangani oleh presiden Joko Widodo, ditetapkan dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024 tersebut.

Akar Masalah

Sekalipun dari data terlihat adanya kenaikan saham, sejujurnya hal ini tetap merugikan Indonesia dan rakyat. Sebab, Indonesia adalah pemilik sumber daya alam. Alasannya, secara fakta kemiskinan masih menjadi problem utama  di negeri ini. Kemudian disusul oleh  problem pendidikan, kesehatan yang begitu diskriminatif, dan masalah kesejahteraan lainya. Padahal secara logika, jika suatu negara memiliki sumber daya alam melimpah, tentu penduduk yang tinggal di dalamnya sejahtera.

Tak hanya problem sosial, pengelolaan tambang saat ini membawa dampak buruk bagi lingkungan, seperti hilangnya vegetasi hutan, polusi tanah, udara, maupun air dan sebagainya.

Hidup manusia, khususnya masyarakat sekitar tambang semakin sengsara, tidak ada kebaikan dari hasil tambang. Hal ini karena pengeluaran harta tersebut diatur dengan menggunakan prinsip pembebasan kepemilikan.

Prinsip ini membuat para pemilik perusahaan biasa dan legal menguasai sumber daya alam yang notabene merupakan harta milik rakyat. Inilah prinsip zalim yang lahir dari sistem batil bernama ekonomi kapitalisme sehingga wajar kebiasaan penguasa memudahkan para kapital untuk memperpanjang, bahkan membuat kontrak baru.

Islam Solusinya

Ini sangat berbeda dengan pengelolaan tambang dalam sistem ekonomi Islam. Perbedaan ini terlihat dari konsep kepemilikan.

Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam Nidzham Iqthisadi menjelaskan bahwa syariat membagi harta kekayaan di muka bumi menjadi 3 golongan, yaitu harta kepemilikan individu, harta kepemilikan negara, harta kepemilikan umum.

Harta kepemilikan individu adalah semua harta yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu, seperti harta wakaf warisan ladang pribadi dan sejenisnya.

Sementara, harta kepemilikan negara adalah semua harta yang dimiliki atas nama negara, misalnya jizyah, kharaj, fa’i’, ghanimah Ihyaul mawat dan lainya.

Sedangkan harta kepemilikan umum adalah semua harta serikat yang tidak boleh dimonopoli oleh individu. Contohnya, sumber daya alam dengan konsep kepemilikan.

Masyarakat akan mendapat keadilan dengan pembagian harta kepemilikan seperti ini.

Dalam Islam, SDA termasuk harta milik umum yang haram dikuasai oleh perusahaan swasta. Rasulullah saw. bersabda “Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam 3 perkara, yaitu air, padang rumput, dan api. Harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Apabila syariat ini dilanggar, maka akan terjadi monopoli harta rakyat sehingga muncul berbagai kemiskinan dan kebodohan seperti sekarang. Oleh karna itu, pengelolaan sumber daya alam dalam Islam diberikan kepada negara dan hasilnya dimanfaatkan untuk rakyat.

Negara pun bertanggung jawab, mulai dari eksplorasi hingga menjadi barang yang siap dimanfaatkan oleh rakyat. Bisa dibayangkan jika sumber daya alam dikuasai oleh negara sesuai dengan syariat Islam. Maka, sangat kecil kemungkinan rakyat Indonesia, khususnya Papua hidup dalam kemiskinan. Dari tambang emas saja kekayaan tersebut bisa memberi fasilitas hidup yang ma’ruf kepada rakyat.

Pengelolaan tambang oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan sehingga para laki-laki bisa memberi nafkah dan mencukupi kebutuhan sandang pangan, dan papan. Tak hanya itu, hasil tambang tersebut juga bisa menjamin pemenuhan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi rakyat.

Dengan demikian, hanya dengan sistem Islam kaffah solusi terbaik yang mampu menyejahterakan rakyat karena aturan Islam berasal dari sang pencipta Allah Swt. Wallahu ’alam bishawwab.

Oleh: Nadiva Fifinah Mutmainah, Generasi Peduli Islam

Selasa, 12 Desember 2023

Penguatan Hegemoni Asing di Balik Perpanjangan Kontrak Freeport




Tinta Media - Dikutip dari katadata.co.id, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan bahwa Freeport dapat memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2061, setelah izin operasi berakhir pada 2041. Arifin menekankan bahwa dalam perpanjangan hingga 2061, mayoritas saham akan dipegang oleh Indonesia. Meskipun begitu, aspek teknis akan tetap diatur oleh perusahaan induk. "MIND ID akan menjadi operator. Namun, untuk aspek teknis pertambangan, kita masih membutuhkan keahlian yang mumpuni. (17/11).

Pembahasan mengenai perpanjangan izin dan divestasi saham telah menjadi bagian dari kunjungan Presiden Indonesia ke Amerika Serikat. Presiden Joko Widodo bertemu dengan Chairman Freeport McMoRan, Richard Adkerson, di Washington DC, AS. 

"Saya senang melihat pembahasan penambahan 10% saham Freeport di Indonesia dan perpanjangan izin tambang selama 20 tahun telah mencapai tahap akhir," ujar Jokowi kepada Adkerson, seperti yang dikutip dari Sekretariat Kabinet.

Jokowi berharap agar pembahasan divestasi saham dan perpanjangan izin tambang Freeport dapat diselesaikan pada akhir November ini. 

Perpanjang Kontrak dengan Freeport, Indonesia Dapat Apa?
Banyak pengamat tidak sependapat bahwa perpanjangan kontrak IUPK hingga 2061 akan menguntungkan. Achmad Nur Hidayat, seorang ekonomi dari UPN Veteran Jakarta, berpendapat bahwa perpanjangan kontrak IUPK PTFI justru merugikan negara. Dia menyatakan kemungkinan adanya motif ekonomi dari pihak-pihak yang terlibat dalam perpanjangan kontrak tersebut.

Menurut laporan keuangan tahun 2022, pendapatan PT Freeport-McMoran Inc. mencapai USD 22,78 miliar atau setara dengan Rp341,7 triliun (dengan kurs Rp15.000/USD). Sekitar 37 persen atau sekitar USD 8,43 miliar (Rp126,39 triliun) berasal dari PTFI. Dengan Indonesia memiliki 100% saham PTFI tanpa perlu memperpanjang kontrak, semua pendapatan operasional sekitar USD 8,43 miliar akan menjadi pendapatan negara setiap tahunnya. Namun, saat Indonesia hanya memiliki 61% saham PTFI, penerimaan negara hanya sekitar USD 4,14 miliar per tahun.

Menurut Achmad, perhitungan ini bersifat teoretis dan tidak mempertimbangkan faktor lain, seperti biaya operasional, pemeliharaan, dan pengembangan tambang, serta fluktuasi harga komoditas, termasuk di dalamnya adalah dampak lingkungan dan sosial. Meski begitu, biaya tersebut tidak sebanding dengan potensi kerugian yang akan diderita jika penambangan tetap dikelola oleh PTFI.

Namun, itu hanya membicarakan kerugian finansial negara saja. Bagaimana dengan kerugian yang dirasakan oleh penduduk sekitar dan dampak buruk bagi lingkungan? Pada kenyataannya, setelah mendapatkan keuntungan, dampak dan kerugian bagi penduduk tidak lagi menjadi perhatian utama. Bukti nyata adalah bahwa kemiskinan masih melanda penduduk di sekitar tambang dan kerusakan lingkungan semakin parah dan menyebabkan bencana yang tak terhitung banyaknya.

Wujud Nyata Perpanjangan Hegemoni Asing

Perpanjangan kontrak dengan PT Freeport sebenarnya memperpanjang dominasi hegemoni asing. Seharusnya, setelah waktu yang begitu lama diatur oleh pihak asing, negara berupaya untuk melakukan nasionalisasi, mengelola tambang tersebut secara independen dengan mempromosikan transfer teknologi kepada warga negara.

Jika pengelolaan dilakukan secara mandiri, pendapatan negara dari penambangan emas di Papua akan sangat besar, yang bisa berkontribusi secara signifikan terhadap APBN. Ini hanya membicarakan Papua, sementara masih banyak potensi Sumber Daya Alam (SDA) di daerah lain yang menghadapi situasi serupa. Akibatnya, warga negara sebagai pemegang saham resmi hanya bisa menyaksikan aksi kolaborasi antara penguasa dan korporasi global yang merampas kekayaan mereka.

Ini adalah gambaran nyata bagaimana negara terus berada di bawah pengaruh luar. Kekayaan melimpah, tetapi tak dirasakan oleh warga sendiri. Saran untuk mengelola sumber daya tambang sendiri sudah sering diungkapkan oleh para ahli kepada para pemimpin. Dari perhitungan saja, pengelolaan independen akan jauh lebih menguntungkan daripada bergantung pada pengelolaan asing.

Namun, terdapat banyak alasan yang terus diungkapkan oleh pihak berwenang. Tetapi, alasan tersebut selalu berasal dari pandangan neoliberal yang klise. Jika alasan yang dikemukakan karena kurangnya teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan Indonesia yang telah merdeka selama 78 tahun, sulit dipercaya bahwa kita masih belum memiliki teknologi dan SDM yang kompeten.

Berkah Penerapan Islam dalam Pengelolaan SDA

Dalam ajaran Islam, pengelolaan aset publik, termasuk sumber daya alam (SDA) seperti emas, seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Hal ini karena Allah, sebagai Pencipta alam semesta, telah menetapkan tiga bentuk kepemilikan: kepemilikan individu, umum, dan negara. Dalam pandangan Islam, hutan, air, dan energi dianggap sebagai kepemilikan bersama masyarakat.

Ini didasarkan kepada hadis Rasulullah saw:

“Kaum muslimim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Dari hadis tersebut, setiap bentuk pengelolaan sumber daya alam yang mengubah status SDA dari milik umum menjadi milik pihak lain, seperti swasta atau individu, dianggap tidak sah. Oleh karena itu, sistem kerjasama kontrak karya yang memungkinkan perusahaan swasta atau individu mengelola SDA milik umum dianggap melanggar hukum, karena sistem tersebut merampas kekuasaan rakyat terhadap SDA sepenuhnya.

Dalam perspektif Islam, memberikan izin kepada perusahaan tambang baik melalui KK atau IUPK dianggap sebagai pelanggaran, karena Islam menegaskan bahwa tambang adalah kepemilikan umum yang seharusnya dikelola langsung oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Oleh karena itu, memberikan izin kepada swasta untuk mengelola tambang, termasuk perpanjangan izin yang sudah ada, dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip Islam.

Namun, hal-hal tersebut bisa direalisasikan melalui penerapan Islam secara menyeluruh yang hanya dapat terwujud dengan penerapan sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti ajaran kenabian. Bahkan, sistem ekonomi Islam yang berbasis moneter emas dapat membawa negara yang menguasai emas menjadi negara yang kuat dan berpengaruh. 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Ressia Afriani 
(Ibu Rumah Tangga)

Rabu, 29 November 2023

Perpanjangan Izin Usaha (IUPK) Freeport Sampai 2061 Melanggar Hukum dan Konstitusi




Tinta Media - Di tengah kunjungannya ke Amerika Serikat, Jokowi menjamu Chairman dan CEO Freeport-McMoran Inc., Richard Adkerson, di hotel Waldorf Astoria, Washington DC. Entah apa yang dibicarakan. Yang pasti, patut diduga keras, salah satunya terkait perpanjangan izin usaha PT Freeport Indonesia (Freeport), yang masa berlakunya baru akan berakhir pada 30 Desember 2041. Masih 18 tahun lagi. Masih sangat lama.

Tetapi, Jokowi berniat memperpanjang izin usaha Freeport tersebut secepatnya, mungkin dipaksakan pada tahun ini juga, untuk 20 tahun ke depan sampai 2061. Kalau benar terjadi, perpanjangan izin usaha Freeport tersebut melanggar hukum, dan juga melanggar konstitusi. Alasannya sebagai berikut.

Pertama, perpanjangan izin usaha (IUPK) Freeport melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 96 tahun 2021 yang mengatakan, perpanjangan IUPK hanya bisa dilakukan paling cepat 5 (lima) tahun atau paling lambat 1 (satu) tahun sebelum masa berlaku izin usaha berakhir. Sehingga, memperpanjang masa berlaku izin usaha Freeport, yang baru akan berakhir 18 tahun lagi, 30 Desember 2041, jelas melanggar Pasal 109 ayat (4) PP dimaksud.

Kedua, berdasarkan PP tersebut, izin usaha Freeport baru bisa diperpanjang paling cepat 30 Desember 2036, oleh Presiden pada saat itu, yaitu Presiden periode 2034-2039. Oleh karena itu, apabila Jokowi memperpanjang izin usaha Freeport yang seharusnya dilakukan oleh Presiden periode 2034-2039, maka Jokowi melanggar, dan merampas, wewenang Presiden yang akan datang. Artinya, Jokowi melanggar Pasal 7 UUD yang menyatakan “Presiden memegang jabatan selama lima tahun”. Dalam hal ini, Jabatan Jokowi hanya sampai 20 Oktober 2024. Karena itu, tidak boleh merampas wewenang Presiden periode 2034-2039.

Ketiga, perpanjangan izin usaha pertambangan (IUPK) hanya boleh dilakukan 2 (dua) kali, masing-masing 10 (sepuluh) tahun. Sehingga, memperpanjang IUPK sekaligus 20 (dua puluh) tahun, dari 2041 sampai 2061, jelas melanggar Pasal 109 ayat (1) huruf a PP No 96/2021, dan juga Pasal 83 huruf f UU No 3/2020 tentang Minerba.

Pasal 109 ayat (1) huruf a PP No 96/2021 menjelaskan “Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi …. dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan untuk Pertambangan Mineral logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.”

Pasal 83 huruf f UU No 3/2020: Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok Usaha Pertambangan yang berlaku bagi pemegang IUPK meliputi “jangka waktu kegiatan Operasi Produksi Mineral logam … dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun ….

Keempat, izin usaha Freeport sudah dikonversi dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 17 Februari 2017, yang akan berakhir pada 30 Desember 2021 (sesuai sisa masa berlaku KK). Freeport kemudian sudah mendapat perpanjangan izin usaha selama 20 tahun, dari 2021 sampai 2041, pada 21 Desember 2018.

Tentu saja, perpanjangan izin usaha Freeport selama 20 tahun ini juga melanggar peraturan dan undang-undang, karena perpanjangan hanya dapat diberikan maksimal 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun. Pasal 83 huruf g UU No 23/2009 yang berlaku ketika itu berbunyi, “jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam …. dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

Setelah mendapat perpanjangan 2 (dua) kali, atau maksimal 20 tahun, IUPK tidak bisa diperpanjang lagi dan wajib dikembalikan kepada pemerintah. Pasal 72 ayat (6) PP No 23/2010 berbunyi “Pemegang IUPK Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUPK Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali, wajib mengembalikan WIUPK Operasi Produksi kepada Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Freeport sudah mendapat perpanjangan izin usaha selama 20 tahun, dari 2021 sam pai 2041. Oleh karena itu, izin usaha Freeport tidak bisa diperpanjang lagi, dan wajib dikembalikan kepada pemerintah. Karena itu, memperpanjang IUPK Freeport sampai 2061 melanggar UU, dan sekaligus merugikan keuangan negara.

https://www.liputan6.com/amp/3854290/dikuasai-indonesia-kontrak-freeport-diperpanjang-hingga-2041

Jokowi berdalih, perpanjangan IUPK Freeport, dibarter dengan penambahan kepemilikan saham pemerintah di Freeport sebesar 10 persen, sehingga total saham pemerintah menjadi 61 persen terhitung 2041, seolah-olah menguntungkan pihak Indonesia. Padahal sebaliknya, sangat merugikan. Karena seluruh daerah pertambangan Freeport pada 2041 seharusnya kembali menjadi milik Indonesia 100 persen. Bukan 61 persen.

Apakah Jokowi tidak mengerti, atau memang berniat berbohong? Bisa saja, perpanjangan IUPK Freeport ini untuk menutupi potensi kerugian pengambilalihan saham freeport pada 2018 menjadi 51 persen, dengan nilai akusisi 3,85 miliar dolar AS.

Selain itu, Jokowi seharusnya juga tidak berwenang memperpanjang izin usaha Freeport sampai 2041 pada 2018 yang lalu. Karena menurut peraturan yang berlaku ketika itu, perpanjangan IUPK hanya boleh dilakukan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 6 bulan sebelum masa berlaku IUPK berakhir.

Dalam hal ini, perpanjangan izin usaha Freeport paling cepat dilakukan pada 30 Desembetr 2019. Sedangkan, jabatan Jokowi ketika itu akan berakhir pada 20 Oktober 2019. Kalau Jokowi tidak terpilih lagi pada pilpres 2019, maka wewenang memperpanjang IUPK Freeport yang akan berakhir pada 30 Desember 2021 ada di Presiden berikutnya, periode 2019-2024.

Tetapi, wewenang ini diambil Jokowi dengan menetapkan PP No 1/2017 yang mempercepat perpanjangan IUPK, dari paling cepat 2 tahun dan paling lambat 6 bulan menjadi paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun, sehingga memungkinkan Jokowi bisa memperpanjang izin usaha Freeport pada Desember 2018.

Percepatan perpanjangan izin usaha tersebut pada hakikatnya mengambil wewenang Presiden berikutnya, dan termasuk kebijakan bersifat koruptif karena menguntungkan pihak Freeport. Karena itu, DPR wajib menyelidiki apa motif Jokowi yang sebenarnya terkait penetapan PP No 1/2017, yang pada intinya memaksakan agar Jokowi dapat memperpanjang  izin usaha Freeport, yang sebenarnya bukan wewenangnya sebagai Presiden periode 2014-2019?

--- 000 ---

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Rabu, 18 Oktober 2023

Sumbangan Totem Freeport, Topeng Penguasaan SDA

Tinta Media - PT Freeport Indonesia (PTFI) menyerahkan dua totem Kamoro dari tanah Papua dalam rangka berpartisipasi dan mendukung dibangunnya taman totem dunia, pada program penataan kawasan waterfrom city Pangururan di Kecamatan Pangururan, Samosir, Sumatera Utara pada Rabu (27/09/2023). 

Direktur dan EVP Sustainable Development PTFI Claus Mawafma, menyampaikan bahwa penyediaan Totem dari suku Kamoro oleh PTFI merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk melestarikan karya seni dan budaya salah satu masyarakat adat Papua yang tinggal di sekitar perusahaan. 

Sebelumnya PT Freeport juga melakukan pemugaran 4 patung Kamoro yang berada di bundaran kota Kuala kencana, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Pemugaran yang dikerjakan oleh 500 seniman suku Kamoro ini dikatakan sebagai bentuk dukungan PT Freeport Indonesia dalam melestarikan adat dan budaya khas Indonesia, khususnya suku Kamoro. sekaligus memperingati hari ulang tahun Indonesia yang ke-78 (nasional.kompas.com, 30-9-2023).

Maksud Terselubung

Sekilas upaya ini menunjukkan bahwa PT Freeport memberikan perhatian kepada masyarakat Papua. Namun, sejatinya bentuk dukungan kelestarian budaya, pemberian CSR untuk layanan pendidikan dan kesehatan, dan lainnya hanyalah upaya dari perusahaan asing itu untuk mengecoh masyarakat agar tidak terasa jika kekayaan alam mereka sudah dikeruk selama bertahun-tahun. Padahal, jika kekayaan alam itu dikelola mandiri oleh pemerintah, hasilnya akan jauh lebih banyak dan besar sehingga masyarakat Papua bisa sejahtera tanpa bergantung pada dana CSR Freeport.

Sejatinya, upaya-upaya tersebut dimunculkan untuk melanggengkan eksistensi PT Freeport di tanah Tembagapura, Timika, Papua. Dengan begitu, mereka tetap bisa mengeruk kekayaan alam di wilayah tersebut dengan leluasa. Inilah hasil pengelolaan kekayaan alam jika diatur dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan prinsip kebebasan dalam kepemilikan sebagai hak asasi manusia, akhirnya perusahaan asing berkuasa untuk mengeruk harta rakyat selama mereka memiliki modal. 

Pengelolaan SDA dalam Islam

Berbeda dengan tata kelola sumber daya alam jika diatur dalam Islam, kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah akan bisa menjamin kesejahteraan masyarakat secara nyata. Hal ini terlihat dari paradigma kepemilikan sumber daya alam, mekanisme pengelolaan, hingga distribusinya. 

Terkait paradigma kepemilikan sumber daya alam, Islam menentukan bahwa kekayaan alam yang jumlahnya melimpah, baik yang ada di dalam bumi seperti batubara, emas, nikel dan barang tambang lainnya dan kekayaan alam yang berada di atas bumi seperti hutan, Padang gembalaan, dan sejenisnya, maupun kekayaan alam yang berada di perairan seperti laut, sungai, selat danau dan sejenisnya adalah milik umum.

Dalil paradigma ini jelas tertulis dalam hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dikatakan: 

"Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api”. 

Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas mulia, minyak bumi, intan, dll, tidak boleh dipertahankan hak kepemilikan individualnya selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan merugikan mereka.”

Terkait kelimpahan, penjelasannya terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari penuturan Abyadh bin Hammal, pada saat itu Rasulullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Namun, tak berapa lama kemudian, Rasulullah ditegur oleh para sahabat sebab tambang garam yang diberikan seperti “Mau Al-iddu” yakni air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Kemudian Rasulullah saw.. pun mengambilnya kembali. 

Demikian, jelaslah bahwa kekayaan alam adalah mutlak milik umum yang haram dikuasai oleh para pemilik modal, seperti PT Freeport. 

Terkait pengelolaannya, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab _Nidzamul Iqtishadi_ menjelaskan bahwa Hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. 

Untuk kekayaan alam yang bisa langsung dimanfaatkan oleh kaum muslimin, seperti air, padang rumput, dan hutan Khilafah hanya mengatur agar pemanfaatan tersebut tidak menimbulkan bahaya dan kerusakan.  

Namun, untuk kekayaan alam yang tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh kaum muslimin, seperti barang tambang, maka negara yang akan mengambil alih proses eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, dan distribusinya.
Sebab, kekayaan alam ini membutuhkan biaya yang besar, tenaga ahli, dan teknologi untuk bisa sampai bisa dimanfaatkan. Sehingga, dalam Islam tidak dikenal istilah investasi, bagi hasil, bagi kepemilikan saham, dan sejenisnya dengan para swasta korporat. Seandainya negara membutuhkan jasa mereka, maka Islam hanya memperbolehan para swasta ini diikat dengan perjanjian ijarah, yakni mereka sebagai buruh negara.

Adapun distribusi hasil pengelolaan tambang ada dua mekanisme, yakni secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, negara akan memberikan subsidi kepada rakyat, seperti subsidi listrik, bahan bakar, dan kebutuhan umum lainnya. Secara tidak langsung, negara akan menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan layanan gratis dan berkualitas terhadap kebutuhan dasar dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Dengan demikian, jika tambang yang berada di Tembagapura, Timika, Papua dikelola dengan sistem Islam, maka masyarakat Papua tidak perlu menunggu CSR dari perusahaan untuk mendapatkan. Mereka pun tidak perlu mengalami keterbelakangan dari sektor pendidikan dan kesehatan, dan kelaparan yang berujung pada kematian. Pengelolaan kekayaan alam dengan sistem Islam di bawah naungan negara bernama khilafah akan mewujudkan kesejahteraan nyata bagi semua warga negara.

Wallohu A’lam Bishowab

Oleh: Dwi Maria, Sahabat Tinta Media

Jumat, 12 Mei 2023

Pemerintah Memperpanjang Izin PT Freeport Indonesia, Mengapa?

Tinta Media - Hati siapa yang tak tertarik dan tergiur melihat kilauan emas di depan mata? Terutama kaum hawa, pasti hatinya langsung berbunga-bunga jika diberi hadiah perhiasan emas oleh pasangan halalnya. Namun sayang, nampaknya hari ini akan muncul kekhawatiran terkait persedian emas di negeri ini. Mengapa?

Pasalnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mengajukan kembali perpanjangan izin untuk beroperasi setelah tahun 2041. Ya, sebagaimana kita ketahui bahwasanya PTFI merupakan Perusahaan tambang mineral yang menambang dan memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, perak, dan tentunya emas yang berlokasi di Provinsi Papua, Indonesia.

PTFI merupakan afiliasi dari Freeport-MCMoran (FCX) dan Mining Industry Indonesia (MIND ID). FCX ini merupakan perusahaan tambang Internasional dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona Amerika Serikat. Tentu saja FCX ini mengoperasikan aset yang besar dan berumur panjang dengan cadangan tembaga, emas, dan molybdenum yang signifikan. Ditambah lagi kawasan wilayah FCX ini mulai dari kawasan mineral Grasbreg di Papua, Indonesia hingga gurun-gurun di Barat Daya Amerika Serikat. Maka tidaklah mengherankan, jika PT Freeport ingin memperpanjang kembali izin operasinya, padahal kita ketahui tahun 2041 masih sangatlah lama. 

Sebagaimana dilansir dari money.kompas.com (Jumat, 28/04/2023) bahwasanya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mengajukan perpanjang izin untuk bersoperasi setelah 2041. Sebagai informasi, Freeport saat ini mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dengan perpanjangan masa operasi 2x10 tahun hingga 2041. Ternyata kondisi saat ini sudah dalam surat pengajuan (permohonan perpanjangan izin Freeport pasca 2041).

SDA Dinikmati Asing

Hal ini ada kemungkinan Pemerintah memperpanjang izin PT Freeport Indonesia untuk terus menambang dan memproses hingga menghasilkan konsentrat tembaga dan teman-temannya, hingga pada waktu yang dikehendaki PTFI, walaupun pemerintah Indonesia menyatakan ada syarat dan ketentuan berlaku yang harus dipenuhi dari pihak PTFI ini. Namun, tetap saja kebijakan pemerintah ini sungguh bertentangan dengan undang-undang. Tentu saja Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia untuk kesekian kalinya dinikmati dan dikuasai pihak asing.

Ketika sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem kapitalisme, tentu saja hal tersebut akan terus berulang. Sudah sifat alamiahnya, bahwasanya sistem kapitalisme tersebut selalu dan akan terus pro terhadap para pengusaha ataupun swasta yang notabenya memiliki modal yang besar. 

Dengan turunan dari kapitalisme, yaitu liberalisme (paham kebebasan), hal ini memudahkan bagi para korporat untuk mengusai dan memiliki SDA yang mereka inginkan. Tanpa berpikir panjang, apakah SDA tersebut sangat dibutuhkan rakyat atau tidak. Yang terpenting, mereka dapat memenuhi hasrat untuk meraup untung yang sebanyak-banyaknya. Alhasil, yang jadi korban dari kerakusan mereka adalah rakyat, terutama rakyat kecil yang hari ini kebanyakan melakukan kerja serabutan yang penting dapat uang untuk makan sehari-hari.

Sistem Ekonomi Islam Menjaga SDA dari Tangan Asing

Di dalam Islam, bahan tambang yang jumlahnya terus mengalir merupakan harta kepemilikan umum. Artinya, bahan tambang tersebut tidak boleh dimiliki dan atau dikuasai oleh individu ataupun pihak swasta. Islam menetapkan bahwasanya negaralah yang berhak untuk mengelola harta milik umum tersebut, tentunya sesuai dengan syariat, agar hasilnya bisa dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk pelayanan dan fasilitas-fasilitas yang lengkap nan canggih. Dengan begitu, rakyat dapat menikmati fasilitas-fasilitas dan pelayanan dari negara dengan hati gembira.

Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, maka negara tidak akan kesulitan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya, karena di dalam Islam terdapat banyak sumber pendapatan negara seperti, ghanimah, fa'i, jizyah, zakat, SDA yang tidak terbatas yang dikelola oleh negara. Semua pendapatan negara akan disimpan di dalam Baitu Mal (kas Negara). Negara akan mempergunakannya untuk kepentingan rakyat.

Disamping itu, tentu saja ketika aturan Islam diterapkan secara totalitas, maka akan menambah keberkahan yang berlipat dari langit dan bumi, sehingga rakyat senantiasa semakin sejahtera.

Wallau'alam bisshawwab

Oleh: Novita Mayasari, S.Si.
Aktivis Muslimah

Senin, 08 Mei 2023

Inilah Dua Kebijakan Khilafah terkait Kasus PT Freeport

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa untuk kasus PT Freeport Khilafah akan menetapkan dua kebijakan.

"Pertama, PT Freeport hengkang dari Grasberg dan kawasan sekitarnya dengan khilafah membeli peralatan yang ada. Kedua, PT Freeport menjadi buruh khilafah dengan akad ijarah, " tegasnya dalam Program Serba-Serbi: Izin Ekspor Freeport Diperpanjang, Kekayaan Alam Negara Hanya Dinikmati Asing? pada kanal Youtube Muslimah Media Center, Ahad (30/4/2023).


Narator mengungkapkan, Khilafah sebagai wali rakyat, yang akan melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. "Hasilnya akan diberikan kepada rakyat secara langsung seperti subsidi energi, listrik atau secara tidak langsung seperti jaminan gratis layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan," ujarnya. 

Narator menyatakan bahwa kedaulatan terhadap sumber daya alam ini membuat khilafah memiliki power di kancah perpolitikan internasional. "Kekuatan khilafah dalam mengelola sumber daya alam tidak hanya membawa kebaikan untuk umat dan negara namun menjadikan sebuah negara memiiki bargaining position yang disegani dan ditakuti oleh dunia internasional," pungkasnya.[] HAN

Minggu, 07 Mei 2023

Freeport merupakan Wujud Penjajahan Model Baru AS

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa keberadaan Freeport merupakan wujud penjajahan model baru ideologi kapitalisme yang diemban oleh Amerika sebagai negara super power.

 "Sekalipun dipandang menguntungkan, sebenarnya keberadaan Freeport merupakan wujud penjajahan model baru ideologi kapitalisme yang diemban oleh negara super power Amerika," ujarnya dalam Program Serba-Serbi: Izin Ekspor Freeport diperpanjang, Kekayaan Alam Negara Hanya Dinikmati Asing? Di kanal Youtube Muslimah Media Center, Ahad (30/4/2023).

Menurutnya, prinsip pengelolaan harta dalam kapitalisme tidak mengenal batas-batas kepemilikan. Selama ada modal dan kekuasaan, siapapun bisa berkuasa termasuk menguasai harta kepemilikan umum. "Akibatnya harta kekayaan alam yang notabene milik rakyat bisa dikuasai swasta asing seperti PT Freeport," tegasnya.

Agar eksistensi kekuasaan ini terus berlangsung, lanjut narator ini, kapitalisme menghembuskan slogan-slogan dan tawaran yang membodohi masyarakat jajahannya. "Di antaranya alasan yang dipropagandakan adalah ketidakmampuan Indonesia mengelola sumber tambang sendiri, investasi asing memberikan keuntungan sekian milyar, dan iming-iming sejenisnya," jelasnya.

Narator MMC ini menyatakan bahwa kapitalisme telah membuat penguasa bertekuk lutut pada para pemilik modal. "Hal ini sejatinya tidak lepas dari model sistem politik demokrasi yang meniscayakan adanya kongkalingkong antara pengusaha dan penguasa," tegasnya.

Narator MMC menegaskan hal tersebut dalam kaitannya dengan keputusan pemerintah yang baru saja memberikan kelonggaran kepada PT Freeport Indonesia untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga hingga pertengahan tahun 2024 yang secara aturan hal itu seharusnya berakhir pada Juni 2023 ini.[] HAN

Kepemilikan Umum Dikuasai Asing, MMC: Freeport merupakan Penjajahan Ideologi Kapitalisme


Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa Freeport merupakan penjajahan ideologi kapitalisme yang meniscayakan pengelolaan kepemilikan umum dikuasai oleh asing.

"Sejatinya, Freeport merupakan penjajahan ideologi kapitalisme yang meniscayakan pengelolaan kepemilikan umum dikuasai oleh asing," tutur narator dalam program Serba Serbi MMC (Muslimah Media Center) bertema: Izin Ekspor Freeport Diperpanjang, Kekayaan Alam Negara Hanya Dinikmati Asing? Ahad (30/4/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Padahal dalam Islam, kata narator, kekayaan alam merupakan harta yang jumlahnya tidak terbatas, sehingga dikategorikan harta kepemilikan umum. Rasulullah SAW bersabda
"Manusia berserikat atas Tigal hal, yaitu padang, api dan air" (HR. Ibnu Majah)

"Padang adalah tanah luas yang di dalamnya terdapat harta benda seperti emas, perak, tembaga bauksit dll. Sedangkan api adalah segala sesuatu yang bisa menghasilkan api seperti kayu, gas dan listrik. Sedangkan air adalah segala sesuatu yang sifatnya cair berupa air sungai, laut atau air sumur. Dalam hal ini, manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan apa yang ada di dalamnya untuk mereka," terangnya. 

Sehingga, lanjutnya, larangan privatisasi kepemilikan umum merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan. "Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi SAW dalam kasus penarikan tambang yang diberikannya kepada seorang sahabat," pungkasnya. [] Sarinah

Sabtu, 18 Februari 2023

Sumbang 54,15 T Penerimaan Negara, Pakar: Kontribusi Freeport Sangat Kecil

Tinta Media - Penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia  (PTFI) sebesar 54,15 triliun dinilai oleh Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim sebagai pemasukan kecil.
 
“Kalau kita bicara terkait dengan kontribusi Freeport  terhadap APBN memang sekarang itu digambarkan begitu wah yaitu 54,15 triliun. Tapi kalau kita lihat secara proposional itu sebenarnya sangat kecil,” tuturnya di Kabar Petang: Stop Freeport! Melalui kanal Youtube Khilafah News, Sabtu (11/2/2023).
 
Arim beralasan pendapatan PTFI dari tambang Grasberg tahun 2022 ini sebesar 140 triliun sementara yang masuk ke pemerintah  Indonesia hanya 54,15 triliun. “Ini kan hanya sepertiganya, masih lebih besar yang dinikmati oleh PT Freeport Amerika dibanding yang masuk ke pemerintah Indonesia,” bandingnya. 
 
Besarnya penerimaan negara dari PTFI hingga mencapai 54,15 triliun ini menurut Arim tidak lepas dari klaim pemerintah bahwa beberapa tahun lalu (melalui PT Inalum)  mampu membeli saham PTFI. “Pemerintah mengklaim memiliki saham 51 % di PTFI,” imbuhnya.
 
Hanya saja, tegas Arim, saat PT Inalum membeli sebagian saham PTFI dananya berasal dari utang di pasar internasional sehingga ia menduga yang beli juga para kapitalis yang tergabung dalam PT Freeport juga.
 
“Apa yang dilakukan PT Freeport adalah bentuk penjajahan ekonomi  melalui eksploitasi sumberdaya alam yang ada di Indonesia. Bayangkan mereka sudah mengeruk emas sejak 1970. Berapa ribu triliun keuntungan yang sudah mereka dapatkan?” tanyanya retoris.
 
Menurut Arim dominasi PT Freeport Indonesia terhadap pemerintah sangat kuat. “Kalau ada kasus dengan PT  Freeport bukan hanya PT Freeport McMoRan yang merupakan induk perusahaan  PT Freeport di Amerika yang turun tangan, tapi pemerintah Amerika Serikat ikut campur tangan untuk menekan pemerintah Indonesia agar tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan PT Freeport,” bebernya.
 
Arim menyesalkan sikap pemerintah Indonesia yang nurut saja pada Amerika sehingga PT Freeport seperti kebal hukum.
 
Tidak Melepas

Dalam pengamatan Arim,  Amerika tidak akan melepas begitu saja dominasi PT Freeport atas Indonesia yang  awalnya menguasai lahan seluas 212.950 hektar itu.
 
“Meski banyak sekali protes dari masyarakat karena keberadaan PT Freeport ini merugikan dan melakukan banyak pelanggaran terhadap masyarakat maupun pemerintah, namun dia akan berupaya untuk tetap mempertahankan agar  terus bisa mengeruk, mengeksploitasi emas dan perak bahkan terindikasi ada uranium di dalamnya,” terangnya.
 
Sehingga meski merugikan  masyarakat, sambung Arim, PT Freeport akan tetap bercokol di negeri ini selama sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia melegalkan itu. “Dengan liberalisasi dan swastanisasi, sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia melegalkan itu,” tandasnya.
 
Islam
 
Arim menegaskan, kalau dasar pengelolaannya ekonomi Islam, maka dalam sistem ekonomi Islam tambang emas, batubara dan tambang-tambang lain yang depositnya besar masuk dalam kategori kepemilikan umum yang haram dikelola oleh swasta. “Wajib dikelola oleh negara sebagai sumber utama pendapatan APBN,” tandasnya.
 
Ia mengutip hadis Rasulullah Saw. yang menegaskan bahwa kaum muslimin berserikat dalam 3 hal api, air dan padang gembalaan dan harganya haram.
 
“Potensi tambang emas yang dikelola PT Freeport ini merupakan tambang terbesar kedua di dunia. Produksinya 700.000 ton per tahun. Ini masuk dalam kategori tambang yang sangat besar yang menurut syariat Islam wajib dikelola negara, haram diserahkan kepada swasta apalagi asing,” tegasnya.
 
Arimkembali menegaskan bahwa penyerahan tambang emas kepada PTFI adalah sesuatu yang diharamkan oleh sistem Islam. “Bayangkan kalau dikuasai oleh pemerintah sepenuhnya itu kan tadi 140 triliun bukan hanya 54 triliun yang akan diterima oleh negara,” imbuhnya.
 
Oleh karena itu lanjutnya, kalau bicara penyelamatan tambang itu bicara dua hal. Pertama sistem ekonomi yang dijalankan, kedua sistem politiknya. Sistem ekonominya harus sistem yang memberikan kuasa kepada negara dan mewajibkan pada negara untuk mengelola  sepenuhnya sumber daya alam yang masuk dalam kategori milik umum.
 
“Selama sistem ekonominya kapitalis dengan prinsip liberalisasi dan swastanisasi sampai kapanpun tambang milik umat tidak akan dinikmati oleh rakyat, tapi dinikmati oleh para kapitalis swasta maupun asing,” ungkapnya.
 
Namun lanjutnya sistem ekonomi Islam tidak akan bisa dilaksanakan secara sempurna jika tidak di backup dengan sistem politiknya. “Menyelamatkan tambang milik umat hanya bisa dilakukan jika syariat Islam diterapkan secara kafah dalam institusi politik yang menerapkan sistem ekonomi Islam juga secara kaffah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Minggu, 23 Oktober 2022

Investasi Asing, Modus Penjajahan Gaya Baru

Tinta Media - Bagai kerbau dicocok hidungnya, ia senantiasa akan menuruti tuannya. Meski tak tau arah ke mana pergi, sang kerbau tetap mengikuti.

Peribahasa tersebut nampaknya sesuai dengan janji manis berupa tawaran keuntungan dari PT Freeport Indonesia yang akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp282,32 triliun (kurs Rp15.179) hingga tahun 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, pada Selasa (4/10) (kumparan.com)

Nilai investasi tersebut terbagi menjadi USD 15,6 miliar untuk penanaman modal dan sebesar USD 3 miliar akan digunakan untuk membangun smelter di Gresik Jawa Timur.

Gayung pun bersambut. Pemerintah melalui Kepala BPKM Bahlil Lahadalia mengapresiasi perpanjangan kontrak PT Freport yang terus mengembangkan nilai investasinya. Dirinya yakin bahwa dalam kurun waktu 2 tahun, negara bisa balik modal  mengingat pembagian dividen yang terus meningkat.

Alasan Klasik Investasi

Janji manis PT Freeport memberikan keuntungan yang besar bukan kali ini terjadi. Sejak awal berdiri tahun 1967, perusahaan ini telah menandatangani kerja sama jangka panjang selama 30 tahun. 

Pada tahun 1991, Freeport dan Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya II. Kontrak ini berlaku hingga tahun 2021. Kontrak karya II ini berhasil membuat Freeport  melakukan penambangan di wilayah seluas 2,6 juta hektar, yang sebelumnya hanya seluas 10.908 hektar.

Kini 55 tahun sudah PT Freeport berdiri dengan banyak kontroversi. Mulai dari hak istimewa bebas pajak, pelanggaran berupa rusaknya lingkungan pertambangan dan sekitarnya, hingga pelanggaran HAM terkait perlindungan tenaga kerja. Sementara, keuntungan yang diraih pasti sejalan dengan perluasan lahan pertambangan yang terus menerus terjadi.

Jika kita cermati, maka pola yang hampir sama akan kita dapati dengan cara kerja VOC  (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Kongsi dagang asal Belanda yang disebut-sebut sebagai pembuka pintu penjajahan di Indonesia itu telah menjalankan siasat penguasaan SDA melalui cara jual beli beberapa komoditas rempah yang tersebar di beberapa daerah nusantara, dengan harga yang teramat murah.

Kebutuhan bangsa mereka terhadap rempah-rempah seperti lada dan cengkeh untuk persediaan musim dingin menjadikan mereka berkelana demi mencari dan menguasai sumber rempah-rempah.

Selanjutnya, apa yang terjadi? Dalam perkembangannya tak hanya kongsi dagang yang menyasar sektor rempah saja, Belanda yang melirik potensi Indonesia yang luar biasa, secara resmi melakukan ekspansi penjajahan di semua bidang. Dengan mengerahkan kekuatannya, Belanda menjajah negeri ini dalam bidang ekonomi, sosial, dan juga pemerintahan.

Tak tanggung-tanggung, rakyat Indonesia yang terkenal ramah kepada bangsa lain harus menderita lahir batin di bawah tekanan kerja paksa.

Gold, glory, gospel menjadi tujuan hakiki dari penjajahan yang dilakukan telah membawa dampak jangka panjang pada negeri ini. Sumber daya alamnya dijarah, sementara rakyatnya dipecah belah. Sejarah mencatat bagaimana penyamaran Snouck Hourgronye yang berpura-pura masuk Islam dan melakukan adu domba antar ulama dan umat Islam di Aceh menjadi rekam jejak yang menyakitkan.

Demikianlah sejatinya watak penjajahan yang dibawa oleh ideologi kapitalisme sekuler. Penjajahan mereka lakukan sebagai metode untuk menyebarkan ideologi dan menguasai wilayah, sehingga tujuan sebenarnya, yakni mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari negeri jajahan bisa tercapai.

Kini, setelah lebih dari setengah abad Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, nyatanya penjajahan tersebut belum juga pergi dari hadapan, hanya berganti rupa dan cara. Jika dulu penjajahan dilakukan di bawah tekanan senjata, maka kini mereka (penjajah) datang dengan bermanis muka, menawarkan keuntungan di depan mata.

Investasi, menjadi mantel yang memberikan kehangatan bagi penjajahan gaya baru agar tetap bertahan tanpa adanya perlawanan.

Bisa dibayangkan bagaimana nasib bangsa ini beberapa puluh tahun mendatang jika terus menerus tunduk di bawah ketiak penjajah?

Hanya Islam yang Mampu Mengusir Penjajah

Penjajahan gaya baru yang hadir melalui skema investasi asing di negeri ini bukan tanpa sebab. Sistem kapitalisme liberal telah membuka keran tersebut lebar-lebar, memberikan peluang besar bagi para kapitalis untuk melakukan penguasaan, bahkan di sektor-sektor strategis kemashlahatan umat.

Air, barang tambang, dan penguasaan sektor strategis, seperti jalan dan juga perkebunan saat ini bahkan telah dikuasai oleh asing. Semua dianggap wajar, asalkan negara mendapatkan porsi keuntungan dari sektor tersebut. Kondisi tersebut akan terus-menerus terjadi jika kapitalisme liberal masih bercokol di negeri ini, karena kapitalisme dan investasi SDA bagaikan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan.

Karenanya, tak ada jalan lain untuk melepaskan diri dari penjajahan ini , selain  beralih kepada sistem Islam yang diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Melalui sistem ekonomi, Islam membagi dengan jelas masalah kepemilikan.

Rasulullah saw bersabda :

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis  di atas secara jelas menyatakan bahwa air, barang tambang dan padang gembalaan (sektor strategis yang berhubungan dengan kepentingan kolektif masyarakat) ada dalam penguasaan negara, dan digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan umat. Dilarang bagi individu, apalagi pihak asing untuk menguasainya.

Batasan yang jelas tersebut akan menjadi pagar yang membatasi sektor investasi agar tak menjadi pintu penjajahan gaya baru di negeri ini. Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Ummu Azka
Sahabat Tinta Media

Divestasi Sumber Daya Alam Menjadi Sumber Petaka Kelam

Tinta Media - Media sedang menyorot aktivitas Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terkait perkembangan investasi tahun 2022, bahwa pemerintah akan memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia atau PTFI. Kontrak PTFI dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) akan berakhir pada tahun 2041 mendatang. (Tempo, 8/10/22) 

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa 70 persen pendapatan PT Freeport Indonesia kini menjadi milik Indonesia. Hal ini terjadi pasca 51 saham perusahaan diakuisisi pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). (CNN, 11/10/22) 

Merujuk kembali pada divestasi saham yang dilakukan oleh pemerintah, PT Inalum telah  melakukan divestasi saham sejumlah 51,2 persen. Melalui Inalum, 2018 silam pemerintah membayar $3.85 miliar USD atau setara 55,7 triliun rupiah untuk meningkatkan sahamnya di PT Freeport Indonesia (PTFI). Dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen. 

Agaknya berlebihan jika menyampaikan bahwa tambang emas ini telah menjadi milik Indonesia, karena faktanya Indonesia melalui PT Inalum membeli hak partisipasi pada PT Rio Tirto yang dikonversi menjadi saham PT Freeport, dan menggenapinya dengan membeli dari Freeport McMoran.

Serangkaian usaha untuk menunjukkan bahwa pemerintah sudah menguasai saham mayoritas ini sumber pendanaannya dari surat utang atau Global Bond sebesar US$ 4 miliar atau sekitar Rp58,4 triliun yang dicatatkan di Amerika Serikat (AS). Obligasi global tersebut dalam empat seri yang baru berakhir setelah 2028 dan tentu berbunga besar. Imbasnya negara harus membayar utang Rp55 triliun plus bunganya yang dipakai untuk membeli saham PT Freeport.

Tak bisa dipahami, di mana keuntungan yang didapat negara jika diketahui 58,9% kepemilikan saham PT Inalum dimiliki oleh Nippon Asahan Aluminium (NNA) milik Pemerintah Jepang? Keuntungan yang digambarkan masuk dalam keuangan negara Indonesia justru sebagian besar masuk kantong Jepang.
Apalagi jika mengingat bagaimana PT Freeport selalu mangkir saat membayar pajak dan royalti. 

Selain itu, kondisi lingkungan yang rusak pun tidak dipertanggungjawabkan oleh perusahaan, yang justru melakukan disinformasi dan pembohongan publik terkait proses tailing yang tidak sesuai antara pernyataan PT Freeport dengan kondisi faktual di lapangan. 

Pemerintah menyuarakan narasi tentang  PT Freeport yang memberikan keuntungan pada Indonesia. Padahal,  jika ada untungnya, semua itu tidak akan pernah sebanding jika dikomparasikan dengan dampak besar pada Indonesia yang kekayaannya dikeruk semenjak 1976. Kerugian besar dan bertubi-tubi seakan tidak cukup untuk menjajah negeri ini. Penderitaan yang seharusnya berakhir pada 2021, malah akan berlanjut hingga 2041. 

Ilusi ini hanyalah sebuah propaganda rezim kapitalis untuk membanggakan capaiannya yang telah menyelamatkan kekayaan Indonesia. Padahal, jika ingin mengambil alih kepemilikan sumber daya alam, seharusnya bukan membeli saham, melainkan merebut kembali tanah yang berada di teritori Indonesia sendiri. 

Faktanya, tambang emas yang dikelola PTFI merupakan 10 tambang terbesar di dunia. Nilai cadangannya mencapai US$ 42 miliar, ditambah dengan cadangan tembaga senilai US$ 116 miliar dan perak senilai US$ 2,5 miliar. Total cadangan terbukti mencapai US$ 160 miliar atau setara Rp2.290 triliun. 

Sumber daya emas yang menjadi kepemilikan swasta ini memberikan kerugian dan kerusakan besar. Sebaliknya jika sumber daya alam ini dikelola oleh negara, maka secara pengolahan pasti akan lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Terlebih jika negara menerapkan syariat Islam, maka pengelolaan sumber daya alam tidak akan dilakukan dengan eksploitasi massif. 

Dalam pandangan Islam, tambang Freeport merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh negara. Haram diserahkan kepada swasta, apalagi asing. Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyatakan setiap syarat atau perjanjian yang bertentangan dengan firman Allah  adalah batil walaupun ada 100 syarat. Karena itu, dalam pandangan Islam, tambang Freeport harus segera diambil alih oleh negara saat ini juga, tanpa menunggu 2021 atau tanpa melalui proses disvestasi.

Rasulullah saw. telah menjelaskan mengenai kewajiban mengelola sumber daya alam untuk kepentingan umum. 

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum muslimin bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal: yaitu air, padang rumput dan api (HR al-Bukhari).

Air, padang rumput, dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan Rasulullah saw. untuk seluruh manusia. Harta ini tidak terbatas yang disebutkan pada hadis di atas, tetapi meliputi setiap benda yang terkandung di dalamnya. 

Dalam pandangan Islam, tambang di Papua yang dikelola oleh PT Freeport merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh negara, haram dikuasai oleh pihak asing. Sementara itu, yang melegalkan asing untuk mengeruk tambang adalah regulasi pemerintah yang bercorak kapitalisme sehingga liberalisasi menjadi spirit dalam pengelolaan SDA. Oleh karena itu, pemerintah harus melepaskan sistem ekonomi kapitalisme dan beralih pada ekonomi Islam. Islam adalah satu-satunya jalan kesejahteraan dan keberkahan bagi seluruh umat manusia.

Oleh: Bilqis Inas Nur H., S.K.G
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 22 Oktober 2022

Janji Tambahan Investasi Hanya Keuntungan Ilusi

Tinta Media - PT Freeport Indonesia berjanji akan menambah investasinya hingga mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp282,32 triliun (kurs Rp15.179) hingga tahun 2041 nanti. Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson mengatakan PT Freeport sudah menggelontorkan dana investasi sebesar USD 18 miliar pada periode 1973 hingga 2021. Angka tersebut akan bertambah USD 18,6 miliar hingga 2041 mendatang.

PT Freeport mengklaim jika beroperasinya mereka di Indonesia tidak semata menguntungkan pihaknya saja. Selama periode 1992 hingga 2021, negara mendapat manfaat langsung yang diterima sebesar USD 23,1 miliar. Penerimaan negara tersebut didapatkan dari pajak, royalti, dividen, hingga biaya dan pembayaran lainnya.

Melihat proyeksi bisnis yang semakin luas ke depan, Richard pun mengatakan bahwa manfaat langsung yang bisa diterima pemerintah juga akan terus membesar. Dia memproyeksikan hingga 2041 nanti, manfaat langsung yang bisa didapatkan negara mencapai USD 80 miliar atau setara Rp1.214 triliun.
Janji ini memang terlihat manis. Bahkan, PT Freeport seolah-olah mengklaim dirinya sudah memberikan keuntungan dan sumbangsih yang besar terhadap negeri ini. Apalagi dengan klaim akuisisi 51 % oleh pemerintah atas Freeport, seakan-akan penguasa sudah bekerja keras untuk mengelola sumber daya alam (SDA).

Klaim ini jelas tidak sesuai, karena pengelolaan SDA sangat tidak menguntungkan rakyat. Kekayaan alam yang merupakan harta kepemilikan rakyat, dalam sistem kapitalisme yang saat ini berlaku, dikuasai dengan legal oleh sebagian masyarakat bermodal (kapital). Merekalah yang kemudian menikmati keuntungan dari SDA yang dikelolanya, sementara rakyat sebagai pemiliknya tidak mendapat haknya dan tidak jarang justru menimbulkan ketimpangan, kesengsaraan, dan bencana akibat pengelolaan dan eksploitasi yang mereka lakukan. 

Contoh nyata adalah yang terjadi di Papua. Sekalipun kekayaan alam bumi Papua melimpah, tetapi masyarakat setempat banyak yang hidup dengan tidak layak dengan infrastruktur yang minim, kecuali di jalur penambangan. Begitu pula dengan pendidikan dan kesehatan, masyarakat setempat tidak mampu mengakses dengan baik, karena mereka miskin. 

Sesungguhnya alam mereka kaya, tetapi kekayaan alam yang mereka miliki tersebut dikuasai asing. Hasilnya, kekayaan alam masuk ke kantong-kantong para kapital sesuai aturan pemerintah dan rakyat hanya bisa melihat dan menggigit jari. Demikianlah rakyat hidup dalam kemiskinan, kebodohan, dan kesakitan di tengah kekayaan alam berlimpah yang dirampok secara legal oleh asing. 

Jadi, berbagai janji investasi ataupun persentase akuisisi, sejatinya itu hanyalah keuntungan ilusi. Seolah tampak, tetapi sebenarnya tidak berarti. Sebesar apa pun PT Freeport memberikan keuntungan, kita tetap merugi, sebab apa yang diambil dari perut bumi kita itu nilainya jauh lebih besar dari sedikit yang mereka berikan kepada kita sebagai pemiliknya. 

Ini bentuk penjajahan gaya baru. Pengelolaan SDA oleh asing hanya akan menguatkan penjajahan tersebut. Mana ada rakyat yang terjajah mendapatkan keuntungan? Jika ada, itu hanya ilusi saja.

Berbeda dengan sistem Islam. Pengelolaan semacam ini tidak dikenal di dalam Islam, sebab Islam memandang kekayaan alam adalah milik rakyat dan yang berhak mengelola adalah negara. Hasil pengelolaannya digunakan untuk menjamin kesejahteraan dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Islam adalah sebuah ideologi. Islam diturunkan bukan hanya untuk mengatur masalah ibadah ritual manusia, tetapi untuk mengatur seluruh urusan manusia, termasuk bagaimana mengelola SDA. Untuk hal ini Rasulullah ﷺ bersabda: 

“Kaum muslimin bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal: yaitu air, padang rumput dan api” (HR al-Bukhari).

Di hadis yang lain, Rasulullah ﷺ juga menjelaskan hal serupa. Abyad bin Hammal pernah mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dia. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepada Abyad. Setelah itu datang seorang laki-laki yang ada di majelis itu, dan berkata kepada Rasulullah,” “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh, Anda telah memberikan kepada dia sesuatu yang seperti air yang mengalir (al-mâ’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu dari Abyad bin Hammal (HR Abu Dawud).

Dalil ini menjadi dasar pengelolaan SDA dalam Islam. Syekh Taqiyyudin an Nabhani dalam kitab Nidzam Iqtishadi menjelaskan bahwa SDA yang jumlah depositnya melimpah adalah milik rakyat yang tidak boleh ada privatisasi oleh pihak tertentu. 

Maka, tambang Ertsberg dan Grasberg Papua, termasuk kategori ini. Sehingga, harusnya negara mengambil kembali hak dalam mengelolanya.

Islam mengatur bahwa distribusi hasil SDA yang dikelola oleh negara bisa melalui dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, negara bisa mendistribusikan energi seperti BBM, listrik, dan sejenisnya kepada rakyat dengan harga yang murah. Sebab, rakyat hanya membayar biaya pengelolaanya saja, bukan membeli barangnya. 

Adapun mekanisme tidak langsung adalah negara membiayai kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang semua itu didanai dari hasil pengelolaan SDA yang masuk ke dalam pos Baitul Mal. 

Jadi, bisa dibayangkan jika tambang Ertsberg dan Grasberg dikelola secara syar’i, sesuai aturan Islam, maka keuntungan nyata akan bisa dirasakan oleh negara dan rakyat.

Oleh: Nonik Sumarsih, S.Si.
Aktivis Dakwah Surabaya

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab