Tinta Media: Fitrah Ibu
Tampilkan postingan dengan label Fitrah Ibu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fitrah Ibu. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Februari 2023

Rusaknya Fitrah Ibu dalam Dekapan Sekularisme

Tinta Media - Sejatinya seorang ibu berperan besar dalam membentuk perilaku dan wawasan anak. Sukses dan berimannnya seorang anak terlihat dari ibu mereka. Itulah di antara makna ibu yang sebenarnya.

Akan tetapi, ada ironi nan keji di negeri ini yang menghentak dada, yakni kasus pelecehan seksual yang justru dilakukan oleh seseorang dengan status sebagai ibu. 

Seorang ibu muda beranak satu dengan inisial NT (25) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 11 anak di bawah umur di Kawasan Rawasari, Kota Jambi. Wanita pemilik rental PlayStation (PS) ini dilaporkan oleh orang tua dari 11 korban, terdiri dari 9 laki-laki dan 2 perempuan. Pelaku memaksa korban untuk memegang payudaranya, menonton video porno hingga menyaksikan langsung adegan ranjangnya bersama suami tanpa sepengetahuan sang suami karena pelaku menyuruh korban untuk mengintip. (Kompas.Com, 4/2/2023)

Menurut pengamat masalah perempuan, keluarga, dan generasi dr. Arum Harjati, kasus pelecehan ini menggambarkan tercabutnya fitrah seorang ibu pada diri pelaku. 

“Bahkan, bisa dikatakan fitrah keibuannya telah tergerus, bahkan tercerabut." (MNews, 9/2/2023)

Kasus ini juga menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi pelaku kejahatan seksual dan menyasar anak-anak sebagai korbannya.

Kehidupan dengan corak sekuler kapitalisme hari ini, yang menjadikan seorang ibu sebagai pelaku, sebenarnya bukan hal baru, termasuk pelecehan seksual yang korbannya bukan hanya perempuan. Kasus lain misalnya, terjadi pada Norma Risma, yang membongkar tabiat suaminya yang diduga berzina dengan ibu kandungnya sendiri.

Seorang ibu yang terjebak dalam dekapan sekulerisme akan menyingkirkan peran agama dalam kehidupan. Hal ini jelas membuat manusia yang fitrahnya adalah makhluk makin terpuruk. Jiwanya kosong karena kehidupannya berorientasi pada materi. Beban hidup yang berat tanpa disertai kekuatan iman telah menimbulkan hidup dalam tekanan. Kondisi ini memicu dilakukannya tindakan apa pun yang dianggap dapat melepaskan beban kehidupan. Jadilah hal-hal yang haram pun dilakukan.

Perilaku keji ini jelas menyalahi fitrah. Segala sesuatu yang bertentangan dengan fitrah manusia pasti mendatangkan masalah. 

Begitu juga fitrah seorang ibu. Sosok ibu memiliki peran yang mulia. Pengorbanan dan kasih sayangnya tercurah dari jiwa dan raganya. Seorang ibu mengandung, melahirkan, merawat, hingga mendidik, dan menjaga anak-anaknya. Inilah kemuliaan seorang ibu, melahirkan dari rahimnya para insan penerus generasi cemerlang.

Beberapa kasus tadi seolah menyadarkan kita bahwa dalam sistem sekuler saat ini, fitrah seorang ibu sudah luntur sedemikian rusak. Tidak hanya berdampak pada pendidikan dan perkembangan anak kandungnya sendiri, bahkan telah merusak moral dan mental para korban pelecehan seksual yang notabene masih dalam masa pertumbuhan—yang sejatinya masih perlu mendapatkan pendidikan dan asuhan yang terbaik dari ibu dan lingkungannya. Namun, hilangnya penerapan sistem sosial Islam saat ini juga melahirkan banyaknya perilaku keji. Dengan dalih kebebasan berekspresi, manusia merasa bisa bebas berbuat semaunya. 

Tayangan berbau sensual dan tidak senonoh pun tak terbendung. UU yang mengatur pornografi dan pornoaksi seolah lumpuh dalam memberangus peredaran konten-konten tersebut. Padahal, banyak kasus pelecehan seksual yang terbukti berawal dari tontonan yang kemudian dijadikan tuntunan oleh para pelaku.

Solusi komprehensif dari seluruh problematik saat ini, termasuk pelecehan seksual, hanyalah dengan meninggalkan sistem rusak nan merusak ini untuk selanjutnya kembali pada sistem yang mampu menjamin penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni sistem Islam kaffah, sistem yang berasal dari Zat Yang Mahasempurna dan Mahaadil.

Sistem Islam kaffah akan menjaga kemuliaan perempuan, menetapkan peran dan posisi strategis dan mulia bagi perempuan, yakni pendidik dan penjaga generasi.

Tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Islam, sebagaimana firman Allah ta'ala, 

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah [5]: 50).

Islam memiliki berbagai macam aturan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri manusia. Secara individu, ditanamkan keimanan yang kuat, selanjutnya adanya kontrol sosial dari masyarakat ketika melihat kemungkaran. Selain itu, negara juga menjalankan fungsinya untuk menjamin peran dan posisi strategis dan mulia perempuan agar terlaksana, yakni menegakkan penerapan hukum Islam secara utuh dan konsisten.

Inilah yang akan menyelamatkan fitrah kaum perempuan dan ibu dari rusaknya asuhan sekularisme. Wallahu alam.

Oleh: Apt. Riana Annisa N., S.Farm.
Sahabat Tinta Media

Senin, 13 Februari 2023

Sekularisme Mengikis Fitrah Keibuan

Tinta Media - Entah apa yang ada di benak ibu ini sehingga tega melakukan aksi bejatnya terhadap beberapa anak yang sedang bermain di rental PS miliknya. Tak tanggung-tanggung, aksi pelecehannya dilakukan kepada beberapa anak sekaligus.

Dilansir dari Kompas.com pada 4 Februari 2023, seorang wanita berinisial NT (25) diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 11 anak di bawah umur di Kawasan Rawasari, Kota Jambi. Wanita pemilik rental PlayStation (PS) ini dilaporkan oleh orang tua dari 11 korban yang terdiri dari 9 laki-laki dan 2 perempuan. 

Pelaku bahkan melakukan pelecehan terhadap anak laki-laki, sementara anak-anak perempuan dipertontonkan film dewasa. Sungguh miris sekali kelakuannya sebagai seorang wanita yang seharusnya memiliki sifat keibuan.

Pornografi Menghilangkan Akal

Merebaknya konten pornografi dan pornoaksi di dunia maya maupun dunia nyata menjadi salah satu faktor penyebabnya. Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyebut telah menghapus sebanyak 1,5 juta konten negatif di situs internet sepanjang Agustus 2018 hingga 30 November 2021. Dari jumlah tersebut, konten pornografi disebut paling mendominasi. Jumlahnya 1.109.416 konten (Liputan6.com, 3/12/2021).

Dari data sebanyak itu, meski sudah dihapus, tetapi masih saja banyak konten maupun tayangan yang mengarah pada pornografi dan pornoaksi. Bahkan tak jarang pula ada arahan-arahan dari para ahli yang menjelaskan tentang bahaya pornografi, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi kerusakan akhlak.

Salah satu bahaya dari pornografi adalah rasa kecanduan yang akan mengarah pada penyimpangan seksual. Apalagi, yang ditonton adalah konten perilaku seksual yang menyimpang. Maka, bukan hanya remaja saja yang terdampak kecanduan, tetapi semua kalangan yang bisa mengakses internet, tak terkecuali seorang wanita yang sudah bersuami.

Ketiadaan undang-undang yang bisa menjerat dan memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku kemaksiatan maupun bagi penyebar konten negatif, termasuk juga pornografi, membuat semakin bebasnya setiap orang melakukan kemaksiatan. 

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi belum mampu meminimalisir penyebaran pornografi. Bahkan, konten-konten tak senonoh semakin mudah diakses setiap kalangan, tak terkecuali anak-anak.

Sekularisme Merasuki Pemikiran Ibu

Menyebarnya pornografi tidak bisa dilepaskan dari paham sekuler yang memang sudah merasuk ke dalam pemikiran rakyat. Pemisahan agama dari kehidupan menjadikan peran agama hanya ada di saat tertentu saja. Agama dikurung di rumah-rumah ibadah saja. 

Sistem sekuler kapitalistik membuat seorang ibu kehilangan fitrah dan jati dirinya. Ibu seharusnya menjadi contoh keteladanan yang baik bagi anak-anak. Sifat penyayang seharusnya tertanam dalam perilakunya. Namun, sifat itu kini telah tergantikan oleh oleh sifat abai terhadap masa depan anak-anak. Pendidikan sekuler tidak bisa mencetak pribadi-pribadi mulia dan berkepribadian Islam.

Kehidupan sekuler kapitalistik menjadikan seseorang hanya mengejar materi dan kesenangan dunia saja. Kenikmatan semu yang diperoleh dari tontonan mesum telah menghilangkan fitrah keibuan dan sifat asli seorang ibu sebagai pendidik. Hal itu memang hasil turunan dari kapitalisme akan melahirkan hedonisme, feminisme, dan matrealisme yang memang mengikis fitrah keibuan. 

Sekulerisme juga membebaskan media untuk menayangkan konten-konten unfaedah. Memang sudah banyak yang terhapus, tetapi tetap saja masih banyak juga yang tetap beredar di medsos. Negara masih belum maksimal dalam menangani pornografi ini. Sebab, negara sendiri masih melihat manfaat dari adanya konten-konten tersebut.

Kebebasan berperilaku memang meniscayakan terjadinya tindakan asusila. Tak ada lagi ketakutan terhadap dampak dari perbuatan asusila yang dilakukan, apalagi ketakutan akan pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta. Perasaan diatur dan diawasi oleh Allah terkikis oleh penerapan sistem sekuler kapitalis. Beginilah hasil penerapan sistem buatan manusia yang telah menimbulkan kerusakan di berbagai segi kehidupan.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Islam memberikan kedudukan mulia kepada para ibu. Mereka adalah pencetak dan pendidik generasi. Kuat lemahnya generasi terletak di pundak para ibu. Fitrah keibuan para ibu sangatlah dijaga oleh Islam.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah untuk mengatur dan menjaga manusia. Penjagaan dalam Islam meliputi beberapa hal, yaitu menjaga agama (akidah), menjaga akal, menjaga jiwa, menjaga keturunan, menjaga harta. 

Islam menjaga akidah setiap manusia agar senantiasa lurus (Islam). Dengan akidah Islam, seseorang akan mengetahui tujuan hidup. Ini akan menjadikannya selalu terikat dengan hukum syara'. Islam akan selalu memupuk keimanan dan ketakwaan individu rakyat.

Islam menjaga akal dengan memberlakukan kurikulum pendidikan Islam agar rakyat menjadi pribadi-pribadi yang beriman, bertakwa, dan berakal waras sesuai ajaran Islam, yang akan selalu menyandarkan setiap perbuatannya kepada hukum syara'. Dengan demikian, setiap orang apalagi seorang ibu akan terjaga fitrahnya. 

Sistem Islam akan melarang sama sekali setiap tayangan maupun konten-konten yang membangkitkan naluri seksual, apalagi pornografi. Setiap individu akan diperintahkan untuk menutup aurat. Hal itu menjadi pencegah bangkitnya naluri seksual agar tidak terjadi tindakan pelecehan maupun asusila, apalagi terhadap anak. 

Sistem Islam akan memberlakukan sangsi yang keras dan tegas terhadap pelaku zina dan pelecehan terhadap anak. Sangsi bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk. Sedangkan sangsi bagi pezina yang sudah menikah adalah dirajam. Sangsi Islam bersifat pencegah dan juga sebagai penebus dosa. 

Penerapan Islam secara menyeluruh akan menyelesaikan segala problem kehidupan. Islam akan benar-benar menjaga fitrah keibuan supaya seorang ibu tetap dapat menjalankan tugas pokoknya sebagai pencetak generasi yang bertakwa. 

Penerapan aturan Islam yang menyeluruh ini  hanya bisa terwujud dalam satu institusi, yaitu Daulah Islam, bukan dalam sistem sekuler kapitalis seperti saat ini. 

Wallahu a'lam.

Oleh: Ummu Rafi
Sahabat Tinta Media

Fitrah Ibu Terkubur di Sistem Kufur

Tinta Media - Selama ini perempuan sering menjadi korban pelecehan seksual. Namun, kali ini masyarakat digemparkan dengan berita pelecehan seksual terhadap belasan anak oleh perempuan yang telah berstatus ibu muda. Dikabarkan oleh TvOne, 7/2/2023 bahwa korbannya adalah anak laki-laki dan perempuan yang diiming-imingi bermain PS gratis di rumahnya. Jika berita tersebut benar, maka sungguh fitrah seorang ibu telah terkubur di sistem yang kufur ini.

Fitrah ibu yang penuh kasih sayang dalam melindungi dan mendidik anak-anak, terkikis dengan hawa nafsu birahi. Pertanyaannya, kenapa fitrah baik yang Allah berikan bisa berubah? 

Sebagai masyarakat, kita harus cerdas dalam menyikapi fakta. Harus ada informasi lain yang berkaitan dengan perubahan fitrah tersebut. 

Melalui kuasa hukum YS (terduga pelaku), terkuak masa lalu pelaku sebagai korban pelecehan seksual oleh 8 anak. Pekerjaan sebelumnya juga menjadi faktor hilangnya fitrah seorang ibu (TvOne, 11/2/2023).  

Sistem Kufur

Sejatinya, perubahan fitrah bisa terjadi di sistem kufur yang memisahkan agama dari kehidupan. Seorang perempuan, bahkan ibu harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian melambung. Keterbatasan lapangan pekerjaan dan kemampuan memaksa seseorang melakukan pekerjaan apa pun untuk memenuhi kebutuhan perut. Inilah yang kemungkinan terjadi pada terduga pelaku pelecehan seksual oleh ibu muda di Jambi.

Kasus ini mungkin hanya satu dari sekian banyak fakta yang belum terungkap. Ibu yang kehilangan fitrah sebagai makhluk penyayang, lenyap di sistem kufur nan rusak dan merusak. 

Dikatakan sistem rusak karena tidak berasal dari Sang Pencipta, sehingga memiliki keterbatasan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia. Ibaratnya, barang elektronik tertentu selalu memiliki buku panduan penggunaan dan perawatan dari merk pembuatnya. Jika barang tersebut diperlakukan sesuai dengan buku panduan merk lain,  maka ia tidak bisa berfungsi maksimal, bahkan akan rusak karena berbeda suku cadang dan jenisnya. 

Selain rusak, sistem kufur juga dapat merusak tatanan kehidupan. Umat yang seharusnya terikat dengan hukum syara', dipaksa untuk menerapkan aturan buatan manusia. Dengan dalih hak asasi, masyarakat diberikan kebebasan untuk meraih kebahagiaan dunia. 

Padahal, Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan aturan hidup sebagimana Firman-Nya:

“Dan andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti rusaklah langit dan bumi ini, dan semua yg ada di dalamnya. Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada mereka Adz-dzikr (Al-Quran), tetapi mereka berpaling dari Al-Quran itu.” (QS. Al-Mukminun : 71)

Sistem Islam

Setelah diketahui bahwa akar permasalahan dari kasus pelecehan tersebut adalah sistem yang rusak, maka penyelesaiannya adalah dengan menggantinya dengan sistem yang benar, tidak bisa diselesaikan dengan hanya memberi nasihat ataupun hukuman kepada pelaku, meski itu dinilai berat. Hukuman seberat apa pun, jika berdasarkan aturan manusia, maka tidak akan menyelesaikan masalah. Aturan yang diambil harus dari Allah sebagai Pencipta manusia, itulah hukum syara'.

Pada dasarnya, hukum syara' merupakan ketentuan, aturan yang berasal dari Allah Swt. Aturan tersebut bisa berbentuk tekstual maupun hasil pemahaman ulama. Karenanya, tidak ada hukum Islam yang ditetapkan oleh manusia sekalipun ulama besar.

Jadi, sejatinya para ulama tidak menetapkan hukum, tetapi mengeluarkan hukum yang sebenarnya sudah ada sebelum manusia diciptakan. Maka dari itu, para mujtahid disebut penggali hukum, bukan penetap hukum.

Permasalahannya, semua hal di atas hanya dapat diterapkan pada sistem Islam, bukan yang lain. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban untuk menjaga penerapan hukum syara' oleh masyarakat. Penerapannya secara menyeluruh, bukan sebagian karena Allah memerintahkan manusia masuk Islam secara kaffah. Hal ini ditegaskan Allah dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 208. Allah perintahkan orang-orang yang beriman agar masuk Islam secara keseluruhan dan larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan.

Dengan kesadaran negara akan kewajibannya tersebut, fitrah manusia khususnya dalam hal ini ibu akan terjaga dengan benar. Perbuatan masyarakat akan dilandaskan pada halal-haram bukan untung-rugi, manfaat-mudarat, ataupun senang-benci. Maka jelas, jika sistem yang ada saat ini adalah salah, maka solusinya adalah mengganti sistem tersebut dengan sistem yang benar.

Untuk itu, menerapkan sistem Islam menjadi kebutuhan yang harus disegerakan agar bisa mengatasi berbagai kerusakan yang terjadi. Dengan menerapkan sistem Islam, umat dibina untuk taat, diberikan fasilitas untuk melaksanakan ketaatan tersebut, dijaga untuk istikamah menjalankannya semata karena mengharap rida Allah. Jika Allah rida terhadap suatu kaum, maka Allah akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana Firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96). 
Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab