Tinta Media: Fitnah
Tampilkan postingan dengan label Fitnah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fitnah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 Februari 2023

Fitnah FP1 dan HT1 Ormas Terlarang, Advokat: Nasdem Tak Paham Status Hukum

Tinta Media - Menanggapi Fitnah yang dituduhkan Wasekjen Nasdem Hermawi Taslim bahwa FP1 dan HT1 ormas terlarang, Advokat Ahmad Khozinudin menjelaskan status hukum FP1 dan HT1.

"Saya terus terang sangat menyayangkan bahkan agak kaget pula kalau petinggi partai dengan jabatan wasekjen tidak paham status hukum dari ormas yang oleh pemerintah dulu dicabut Badan Hukum Perkumpulannya yakni HT1, dan tidak diterbitkannya perpanjangan Surat Keterangan Terdaftarnya, yakni FP1," tuturnya dalam acara Rubrik Dialogika : FP1- HT1 Korban Politik? Sabtu (21/01/2023) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, FP1 itu bukan dicabut Surat Keterangan Terdaftarnya, tapi tidak diperpanjang Surat Keterangan Terdafarnya, karena Surat Keterangan Terdaftar itu punya masa kadaluwarsa 5 tahun. "Jadi setiap 5 tahun harus diperpanjang," terangnya.

Ahmad menjelaskan, saat 2019 yang lalu FP1 mau memperpanjang SKTnya itu, namun tidak dikeluarkan oleh pemerintah. Sekarang FP1 tidak memiliki SKT (Surat Keterangan Terdaftar). Hizbut Tahrir Indonesia, lanjut Ahmad punya status Badan Hukum di Kementrian Hukum dan HAM, lalu dicabut melalui keputusan atau beschikking dari Kementrian Hukum dan HAM.

Ia memandang pembahasan status hukum FP1 dan HT1 harus diawali dari Undang-Undang Ormas.

Ahmad menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, Undang-Undang Ormas itu adalah satu keputusan negara yang mengejawantahkan hak konstitusional warga negara dalam hal berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.

"Jadi, Undang-Undang Ormas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 ini merupakan implementasi dari pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 di mana konstitusi kita telah memberikan jaminan hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat," jelasnya.

Menurutnya, Undang-Undang Ormas itu untuk menegaskan bahwa aktivitas organisasi kemasyarakatan itu adalah aktivitas yang legal dan konstitusional.

"Nah, kemudian negara membuat aturan. Dalam aturan di Undang-Undang Ormas ditinjau di pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan seterusnya, itu memang diatur bahwa ormas itu bisa berbadan hukum dan bisa juga tidak berbadan hukum. Yang berbadan hukum itu bisa berbasis anggota, nanti masuknya Badan Hukum Perkumpulan. Yang tidak berbadan hukum tapi tidak berbasis anggota itu masuk ke yayasan," paparnya.

Ahmad menerangkan bahwa ormas yang tidak berbadan hukum itu ada dua. 
Ada yang terdaftar dan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Kemendagri. Masa atau jangka waktu keberlakuan SKT itu 5 tahun. Sehingga setiap 5 tahun sekali itu harus diperpanjang.

"Kalau Surat Keputusan yaysan itu, begitu disahkan oleh KemenkumHAM termasuk SK Badan Hukum Perkumpulan, begitu disahkan oleh KemenkumHAM, maka selamanya dia akan aktif sebagai ormas yang memiliki badan hukum atau yayasan," terangnya.

Ahmad memandang, dalam kasus HT1 itu, di tahun 2017 muncul narasi HT1 dianggap melanggar aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dianggap memiliki kesalahan, tapi pemerintah tidak dapat memberikan penjelasan detil sekaligus bukti kesalahan HT1 itu apa?. 

"Dan pemerintah juga saat itu tidak berani mengikuti prosedur dan tata cara pencabutan Badan Hukum Perkumpulan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas di mana proses pencabutan Badan Hukum Perkumpulan ormas ketika itu harus dilakukan dengan pemanggilan, mediasi, SP 1, SP 2, SP 3 begitu, baru penghentian kegiatan sementara selama 6 bulan oleh Jaksa Agung," sesalnya.

Setelah itu, Ahmad melanjutkan baru kemudian Jaksa Agung selaku wakil negara melakukan proses permohonan pencabutan Badan Hukum Perkumpulan ormas yang dianggap tidak bisa diperbaiki, tidak bisa dibina melalui Pengadilan Negeri di mana domisili hukum ormas itu berada.

"Saat itu saya diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat bagaimana ini kalau pemerintah mau mencabut Badan Hukum Perkumpulan HT1?
 Saya bilang ya, silakan saja, tapi akan panjang dan melelahkan bagi pemerintah karena prosesnya dari sejak mediasi sampai inkracht (berkekuatan hukum yang tetap) ya keputusan pengadilan," ujarnya.

Menurutnya, keputusan pengadilan itu langsung kasasi tidak ada banding.
"Itu, saya hitung paling enggak sekitar 425 hari, satu tahun lebihlah..satu tahun setengah. Nah kemungkinan pemerintah waktu itu mau ngotot akan short cut, yaitu menggunakan dua pendekatan," ucapnya

Pertama, diterbitkan Kepres. Yang kedua terbitkan PERPU.

"Cuman, kalau Kepres itu dampaknya bisa ke presiden. Kalau salah, presiden bisa dimakzulkn. Kalau PERPU itu bisa berdalih bahwa ini kebijkan umum tidak hanya untuk HT1 saat itu kan. Dan akhirnya terbitlah PERPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas di mana diantara perubahan Undang-Undang oleh PERPU tadi diubahlah klausula pencabutan Badan Hukum Perkumpulan, kalau tadinya harus melalui pengadilan, melalui PERPU itu pemerintah menempuh jalan short cut, potong kompas dengan dalih menggunakan asas contrarius actus (asas yang menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang menerbitkan keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya)," pungkasnya. 
[] 'Aziimatul Azka

Fitnah FP1 dan HT1 Ormas Terlarang, Advokat: Nasdem Tak Paham Status Hukum

Tinta Media - Menanggapi Fitnah yang dituduhkan Wasekjen Nasdem Hermawi Taslim bahwa FP1 dan HT1 ormas terlarang, Advokat Ahmad Khozinudin menjelaskan status hukum FP1 dan HT1.

"Saya terus terang sangat menyayangkan bahkan agak kaget pula kalau petinggi partai dengan jabatan wasekjen tidak paham status hukum dari ormas yang oleh pemerintah dulu dicabut Badan Hukum Perkumpulannya yakni HT1, dan tidak diterbitkannya perpanjangan Surat Keterangan Terdaftarnya, yakni FP1," tuturnya dalam acara Rubrik Dialogika : FP1- HT1 Korban Politik? Sabtu (21/01/2023) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, FP1 itu bukan dicabut Surat Keterangan Terdaftarnya, tapi tidak diperpanjang Surat Keterangan Terdafarnya, karena Surat Keterangan Terdaftar itu punya masa kadaluwarsa 5 tahun. "Jadi setiap 5 tahun harus diperpanjang," terangnya.

Ahmad menjelaskan, saat 2019 yang lalu FP1 mau memperpanjang SKTnya itu, namun tidak dikeluarkan oleh pemerintah. Sekarang FP1 tidak memiliki SKT (Surat Keterangan Terdaftar). Hizbut Tahrir Indonesia, lanjut Ahmad punya status Badan Hukum di Kementrian Hukum dan HAM, lalu dicabut melalui keputusan atau beschikking dari Kementrian Hukum dan HAM.

Ia memandang pembahasan status hukum FP1 dan HT1 harus diawali dari Undang-Undang Ormas.

Ahmad menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, Undang-Undang Ormas itu adalah satu keputusan negara yang mengejawantahkan hak konstitusional warga negara dalam hal berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.

"Jadi, Undang-Undang Ormas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 ini merupakan implementasi dari pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 di mana konstitusi kita telah memberikan jaminan hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat," jelasnya.

Menurutnya, Undang-Undang Ormas itu untuk menegaskan bahwa aktivitas organisasi kemasyarakatan itu adalah aktivitas yang legal dan konstitusional.

"Nah, kemudian negara membuat aturan. Dalam aturan di Undang-Undang Ormas ditinjau di pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan seterusnya, itu memang diatur bahwa ormas itu bisa berbadan hukum dan bisa juga tidak berbadan hukum. Yang berbadan hukum itu bisa berbasis anggota, nanti masuknya Badan Hukum Perkumpulan. Yang tidak berbadan hukum tapi tidak berbasis anggota itu masuk ke yayasan," paparnya.

Ahmad menerangkan bahwa ormas yang tidak berbadan hukum itu ada dua. 
Ada yang terdaftar dan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Kemendagri. Masa atau jangka waktu keberlakuan SKT itu 5 tahun. Sehingga setiap 5 tahun sekali itu harus diperpanjang.

"Kalau Surat Keputusan yaysan itu, begitu disahkan oleh KemenkumHAM termasuk SK Badan Hukum Perkumpulan, begitu disahkan oleh KemenkumHAM, maka selamanya dia akan aktif sebagai ormas yang memiliki badan hukum atau yayasan," terangnya.

Ahmad memandang, dalam kasus HT1 itu, di tahun 2017 muncul narasi HT1 dianggap melanggar aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dianggap memiliki kesalahan, tapi pemerintah tidak dapat memberikan penjelasan detil sekaligus bukti kesalahan HT1 itu apa?. 

"Dan pemerintah juga saat itu tidak berani mengikuti prosedur dan tata cara pencabutan Badan Hukum Perkumpulan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas di mana proses pencabutan Badan Hukum Perkumpulan ormas ketika itu harus dilakukan dengan pemanggilan, mediasi, SP 1, SP 2, SP 3 begitu, baru penghentian kegiatan sementara selama 6 bulan oleh Jaksa Agung," sesalnya.

Setelah itu, Ahmad melanjutkan baru kemudian Jaksa Agung selaku wakil negara melakukan proses permohonan pencabutan Badan Hukum Perkumpulan ormas yang dianggap tidak bisa diperbaiki, tidak bisa dibina melalui Pengadilan Negeri di mana domisili hukum ormas itu berada.

"Saat itu saya diskusi dengan sejumlah elemen masyarakat bagaimana ini kalau pemerintah mau mencabut Badan Hukum Perkumpulan HT1?
 Saya bilang ya, silakan saja, tapi akan panjang dan melelahkan bagi pemerintah karena prosesnya dari sejak mediasi sampai inkracht (berkekuatan hukum yang tetap) ya keputusan pengadilan," ujarnya.

Menurutnya, keputusan pengadilan itu langsung kasasi tidak ada banding.
"Itu, saya hitung paling enggak sekitar 425 hari, satu tahun lebihlah..satu tahun setengah. Nah kemungkinan pemerintah waktu itu mau ngotot akan short cut, yaitu menggunakan dua pendekatan," ucapnya

Pertama, diterbitkan Kepres. Yang kedua terbitkan PERPU.

"Cuman, kalau Kepres itu dampaknya bisa ke presiden. Kalau salah, presiden bisa dimakzulkn. Kalau PERPU itu bisa berdalih bahwa ini kebijkan umum tidak hanya untuk HT1 saat itu kan. Dan akhirnya terbitlah PERPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas di mana diantara perubahan Undang-Undang oleh PERPU tadi diubahlah klausula pencabutan Badan Hukum Perkumpulan, kalau tadinya harus melalui pengadilan, melalui PERPU itu pemerintah menempuh jalan short cut, potong kompas dengan dalih menggunakan asas contrarius actus (asas yang menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang menerbitkan keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya)," pungkasnya. 
[] 'Aziimatul Azka

Rabu, 02 November 2022

𝐒𝐀𝐘𝐀 𝐘𝐀𝐊𝐈𝐍 𝟏𝟎𝟎 𝐏𝐄𝐑𝐒𝐄𝐍 𝐁𝐍𝐏𝐓 𝐁𝐄𝐑𝐃𝐔𝐒𝐓𝐀 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐌𝐄𝐌𝐅𝐈𝐓𝐍𝐀𝐇 𝐏𝐄𝐑𝐉𝐔𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐍𝐄𝐑𝐀𝐏𝐀𝐍 𝐒𝐘𝐀𝐑𝐈𝐀𝐓 𝐈𝐒𝐋𝐀𝐌 𝐒𝐄𝐂𝐀𝐑𝐀 𝐊𝐀𝐅𝐅𝐀𝐇 𝐃𝐀𝐋𝐀𝐌 𝐍𝐀𝐔𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐊𝐇𝐈𝐋𝐀𝐅𝐀𝐇!!!

Tinta Media- Saya yakin 100 persen bahwa BNPT tengah berdusta untuk memfitnah perjuangan penegakkan syariat Islam secara kaffah. 
.
Khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan yang hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan. 
.
Maka, kaum Muslim yang sadar akan kewajiban tersebut kemudian mendakwahkannya, salah satunya oleh kaum Muslim yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia yang belakangan BHP-nya dicabut secara sepihak dan zalim oleh rezim negara Pancasila. 
.
Namun, meski BHP HTI dicabut, kesadaran kaum Muslim tidaklah surut, kaum Muslim terus mendakwahkan kewajiban tersebut. 
.
BNPT tentu saja tidak punya argumentasi syar'i yang dapat mematahkan kewajiban penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. 
.
Tapi BNPT punya cara lain agar kaum Muslim menjauhi dakwah yang mulia ini dan mengkriminalisasi kaum Muslim yang mendakwahkan khilafah. Salah satu caranya dibuatlah skenario jahat dengan mengaitkan seorang perempuan yang membawa pistol dengan HTI. 
.
Sebagai jurnalis, saya sudah mewawancarai banyak aktivis HTI dan juru bicara HTI sebelum BHP-nya dicabut, dan juga membaca berbagai literasi terkait HTI. Saya pahami dan saya simpulkan HTI konsisten berdakwah tanpa kekerasan. Dakwahnya murni hanya membangkitkan kesadaran melalui pemikiran, sama sekali tanpa kekerasan apalagi membawa pistol seperti perempuan itu. 
.
Justru kekerasan kerap muncul dari ormas tertentu yang disokong aparat kepolisian untuk membubarkan aktivitas dakwah HTI, padahal jelas-jelas saat itu BHP  HTI masih belum dicabut. Bahkan oknum ormas tertentu menonjok muka salah satu aktivis HTI, HTI sama sekali tidak melawan. Padahal aktivis HTI sangat mampu untuk melawannya. 
.
Tapi, kata para aktivis HTI, mereka sadar bahwa HTI berdakwah meniru dakwah Rasululllah SAW di Mekah selama Daulah Islam belum tegak di Madinah. Yakni, dakwah dan perang pemikiran, sama sekali tidak melawan secara fisik, apalagi menyerang duluan. 
.
Artinya, secara legal formal HTI dilindungi hukum negara Pancasila ini, tapi faktanya apa? Mereka yang memersekusi HTI dan para aktivisnya tidak diapa-apakan aparat. Tetapi justru BHP HTI yang dicabut. Setelah dicabut BHP-nya mereka dan rezim lebih leluasa memfitnah HTI lagi termasuk BNPT sekarang, dengan seenaknya memfitnah sedemikian rupa. 
.
Mendakwahkan kewajiban khilafah tanpa kekerasan itu fardhu kifayah, memperjuangkan tegaknya kembali khilafah dengan kekerasan itu salah. Begitu yang saya pahami dari berintaksi dengan para aktivis HTI. Jadi, perbuatan perempuan dengan membawa pistol itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan HTI. Dan, tidak bisa dikait-kaitkan dengan HTI.
.
Pengaitan dilakukan tiada lain dan tiada bukan dari sikap tendensius yang lahir dari kebencian akan perjuangan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
.
Maka dari itu, saya bisa simpulkan BNPT telah memfitnah HTI. Tujuannya, untuk mengaitkan perjuangan menegakkan khilafah dengan tindakan kekerasan/teror/kriminal. Agar kaum Muslim yang mendakwahkan khilafah diidentikan dengan kekerasan/teror, sehingga dengan lebih seenaknya lagi diberangus. Sungguh keji sekali fitnah itu!
.
Saya sebagai seorang Muslim ---yang sadar bahwa khilafah itu ajaran Islam yang wajib ditegakkan, dan saya juga tahu bahwa HTI itu secara konsisten mendakwahkan kewajiban ini tanpa kekerasan,--- benar-benar tidak ridha dengan fitnah BNPT, dengan fitnah rezim negara Pancasila ini!!!
.
Duhai Allah, saya tidak ridha. Duhai Allah saya serahkan semua persekusi, kriminalisasi dan berbagai fitnah dari mereka kepada-Mu duhai Allah. Bila mereka tidak tobat, hancurkan mereka sehancur-hancurnya, kekalkanlah mereka di dalam neraka, duhai Allah. Aamiin.[]
.
Depok, 30 Rabiul Awal 1444 H | 26 Oktober 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis
.
_____________
.
Segera dapatkan buku:
.
Tɪᴘs Tᴀᴋᴛɪs Mᴇɴᴜʟɪs ᴅᴀʀɪ Sᴀɴɢ Jᴜʀɴᴀʟɪs
𝐉𝐢𝐥𝐢𝐝 𝟏: 𝐓𝐞𝐤𝐧𝐢𝐤 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐎𝐩𝐢𝐧𝐢
Karya: Joko Prasetyo (Om Joy)
Silakan klik https://bit.ly/3CZHq59

Minggu, 30 Oktober 2022

Kaitkan Perempuan Bawa Pistol dengan HT1, Jurnalis: BNPT Fitnah Perjuangan Islam Kaffah

Tinta Media - Mengaitkan perempuan yang membawa pistol dengan HT1, Jurnalis Joko Prasetyo meyakini bahwa BNPT tengah berdusta untuk memfitnah perjuangan penegakkan Islam kaffah.

"Saya yakin 100 persen bahwa BNPT tengah berdusta untuk memfitnah perjuangan penegakkan syariat Islam secara kaffah," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (27/10/2022).

Menurutnya, BNPT tidak memiliki argumentasi yang dapat menyangkal kewajiban penerapan Islam kaffah. "BNPT tentu saja tidak punya argumentasi syar'i yang dapat mematahkan kewajiban penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan khilafah," ujarnya.

Tapi, kata Om Joy, BNPT punya cara lain agar kaum Muslim menjauhi dakwah yang mulia ini dan mengkriminalisasi kaum Muslim yang mendakwahkan khilafah. Salah satu caranya dibuatlah skenario jahat dengan mengaitkan seorang perempuan yang membawa pistol dengan HT1.

Ia yang kapasitasnya sebagai jurnalis menceritakan pengalamannya, pernah berwawancara dengan aktivis HT1 dan jubirnya sebelum BHP dicabut.

"Sebagai jurnalis, saya sudah mewawancarai banyak aktivis HT1 dan juru bicara HT1 sebelum BHP-nya dicabut, dan juga membaca berbagai literasi terkait HT1. Saya pahami dan saya simpulkan HT1 konsisten berdakwah tanpa kekerasan. Dakwahnya murni hanya membangkitkan kesadaran melalui pemikiran, sama sekali tanpa kekerasan apalagi membawa pistol seperti perempuan itu," jelasnya.

Justru kekerasan kerap muncul dari ormas tertentu, imbuhnya, yang disokong aparat kepolisian untuk membubarkan aktivitas dakwah HT1, padahal jelas-jelas saat itu BHP HT1 masih belum dicabut. Bahkan oknum ormas tertentu menonjok muka salah satu aktivis HT1, HT1 sama sekali tidak melawan. Padahal aktivis HT1 sangat mampu untuk melawannya. 

Selanjutnya, Ia menjelaskan tentang pernyataan langsung dari aktivis HT1 bahwa dakwahnya mengikuti metode Rasulullah yaitu mengubah pemikiran untuk menyadarkan umat.

"Kata para aktivis HT1, mereka sadar bahwa HT1 berdakwah meniru dakwah Rasululllah SAW di Mekah selama Daulah Islam belum tegak di Madinah. Yakni, dakwah dan perang pemikiran, sama sekali tidak melawan secara fisik, apalagi menyerang duluan," paparnya.

Ia juga menegaskan bahwa khilafah merupakan ajaran Islam, dan menegakkannya adalah fardhu kifayah. "Khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan yang hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan," terangnya.

Maka, imbuhnya, kaum Muslim yang sadar akan kewajiban tersebut, kemudian mendakwahkannya, salah satunya oleh kaum Muslim yang tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia yang belakangan BHP-nya dicabut secara sepihak dan zalim oleh rezim negara Pancasila. 

Om Joy, sapaan akrabnya menilai, meskipun BHP HT1 dicabut tidak menyurutkan semangat kaum muslimin untuk tetap mendakwahkannya. "Namun, meski BHP HT1 dicabut, kesadaran kaum Muslim tidaklah surut, kaum Muslim terus mendakwahkan kewajiban tersebut," katanya.

Ia juga menceritakan pengalamannya bahwa pernah berinteraksi dengan aktivis HT1 dan menirukan pernyataannya. "Mendakwahkan kewajiban khilafah tanpa kekerasan itu fardhu kifayah, memperjuangkan tegaknya kembali khilafah dengan kekerasan itu salah. Begitu yang saya pahami dari berintaksi dengan para aktivis HT1," ujarnya kembali.

Kemudian ia memberikan kesimpulan bahwa tindakan perempuan yang membawa pistol itu tidak ada kaitannya dengan HT1. "Jadi, perbuatan perempuan dengan membawa pistol itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan HT1. Dan, tidak bisa dikait-kaitkan dengan HT1," tegasnya

Pengaitan yang dilakukan, kata Om Joy, tiada lain dan tiada bukan dari sikap tendensius yang lahir dari kebencian akan perjuangan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.

Terakhir sang jurnalis menyimpulkan bahwa BNPT jelas-jelas memfitnah HT1 dengan mengaitkan perjuangan penegakan khilafah melalui kekerasan. 

"Maka dari itu, saya bisa simpulkan BNPT telah memfitnah HT1. Tujuannya, untuk mengaitkan perjuangan menegakkan khilafah dengan tindakan kekerasan/teror/kriminal. Agar kaum Muslim yang mendakwahkan khilafah diidentikan dengan kekerasan/teror, sehingga dengan lebih seenaknya lagi diberangus. Sungguh keji sekali fitnah itu," pungkasnya.[] Nur Salamah

Kamis, 09 Juni 2022

Tuduhan Teroris Berbau Khilafah, Advokat: Tak Satupun Amar Putusan Menyatakan Khilafah Ajaran Terlarang


Tinta Media - Tuduhan teroris berbau khilafah yang ditulis Romli Atmasasmita dalam artikel berjudul "Menyikapi Gerakan Khilafah dan Radikalisme di Indonesia", yang diterbitkan di SINDOnews.com pada Selasa, 07Juni 2022 dibantah oleh Advokat dan Ketua Umum KPAU, Ahmad Khozinudin, S.H.

"Tidak ada satupun pertimbangan atau amar putusan yang menyatakan HTI sebagai Organisasi Massa terlarang atau setidaknya menyatakan Khilafah sebagai ajaran terlarang," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (7/6/2022).

Ahmad melanjutkan, Romli menjadikan peristiwa konvoi motor yang hanya segelintir orang, membawa poster Khilafah sebagai titik awal pembahasan. Menarik ke sejumlah sel terorisme, gerakan terorisme, NII, ISIS, hingga soal Perppu Ormas dan pencabutan BHP HTI. "Romli berusaha menarik putusan adminstratif Pengadilan Tata Usaha Negara yang mencabut BHP HTI dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, sebagai jembatan penghubung terorisme dan Khilafah, dengan menambahkan bumbu sejumlah pasal makar dalam KUHP," ungkapnya.

Ahmad memaparkan, terkait upaya Romli yang memaksa menghubungkan Putusan PTUN Jakarta dan UU Ormas dengan narasi kejahatan Terorisme, termasuk penulis juga ingin menegaskan hubungannya dengan putusan MK yang menolak Yudisial Review UU Ormas, perlu kembali ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

Pertama, Putusan PTUN Jakarta adalah putusan sengketa administratif, bukan peradilan pidana. Majelis Hakim PTUN Jakarta memang telah memutus Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang diajukan Ormas Islam HTI, dimana Pengadilan menolak gugatan HTI melalui putusan 211/G/2017/PTUN.JKT. Pengadilan menguatkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN/beshicking) yang dikeluarkan Pemerintah.

"Selanjutnya, Majelis tingkat Banding dan Kasasi menguatkan amar  putusan PTUN Jakarta melalui putusan Kasasi  Nomor    27K/TUN/2019   tanggal  14    Februari  2019," jelasnya.

Namun perlu untuk diketahui, lanjut Ahmad, bahwa Objek Sengketa A Quo adalah sengketa Administratif berupa Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

"Selanjutnya, amar putusan Majelis Hakim hanya menolak Gugatan HTI dan menguatkan KTUN objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017," tambahnya.

Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU Ormas (UU No 16/2017 Tentang Penetapan Perppu No 2/2017 tentang Perubahan UU No 17/2013 tentang Ormas menjadi UU), "Didalamnya juga tidak ada satupun pertimbangan dan  atau amar putusan yang menyatakan Khilafah sebagai ajaran terlarang," tukasnya.

"Oleh karenanya, berdasarkan asas legalitas seluruh umat Islam memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam Khilafah. Karena Khilafah tidak pernah dinyatakan terlarang," tegasnya.

Ketiga, dasar konstitusi yang menjadi basis hak konstitusional untuk mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ketentuan pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan : 1)Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan 2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Sepanjang Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap ajaran tuhan yang termanifestasi dalam ajaran agama, termasuk ajaran Islam Khilafah tidak boleh dilarang. Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi  kehidupan," bebernya.

Ahmad pun menilai, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menjalankan kewajiban mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah ibadat bagi umat Islam, dimana yang menjalankan mendapat pahala dan yang meninggalkan mendapatkan dosa.

"Karena itu, dakwah Khilafah tidak dapat dilarang. Kecuali, Indonesia mendeklarasikan diri sebagai Negara komunis yang menganggap agama adalah candu bagi kehidupan," tegasnya.

Keempat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan jihad dan Khilafah adalah ajaran Islam. MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.

"Karena itu, MUI merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah," ujarnya.

"Hal yang diharamkan dalam hukum pidana adalah melakukan analogi. Sayangnya, Romli melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi makna terorisme agar menjangkau ajaran Islam Khilafah melalui penalaran yang bersifat analogi," jelasnya.

Ahmad mempertanyakan, Kalau tak ada pasal yang melarang Khilafah, kenapa dipaksakan? Kalau tak bisa mempidana Khilafah, kenapa begitu ngotot dan bersemangat? Sedangkan urusan LGBT yang jelas merusak moral bangsa, Romli tak pernah mengeluarkan satupun ulasan secara pidana. "Bagaimana bisa menjangkau dan mempidana pelaku LGBT?" pungkasnya.[] Willy Waliah

Jumat, 08 April 2022

Khilafah dan Pengembannya Kembali Difitnah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1o-XBt-A7nxY8VqTTNcX4-lTPuy2m55XJ

Tinta Media - Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) mengatakan bahwa khilafah dan para pengembannya kembali difitnah. “Khilafah ajaran Islam dan para pengemban dakwahnya kembali difitnah secara keji,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (7/4/2022).

Fitnah itu, menurut  Om Joy dengan ungkapan,  "Dikhawatirkan itu memang HTI, ideologinya itu khilafah itu. Bahkan saya lebih tegas ini merusak ajaran Islam, khilafahisme. Karena khilafahisme tidak ada dalilnya dalam Islam, tidak ada kewajiban."

“Disadari atau tidak, pemfitnah tersebut sedang menjalankan proyek jahat kafir penjajah untuk menjauhkan kaum Muslim dari khilafah ajaran Islam dengan cara memfitnah,” jelasnya.

Menurutnya, fitnah yang terkandung di dalam kalimat keji itu, setidaknya ada empat.

Pertama, memfitnah kelompok yang konsisten mendakwahkan khilafah ajaran Islam sebagai sesuatu yang merusak Islam. “Padahal jelas-jelas HTI hanya mendakwahkan Islam dari A-Z, dari akidah, ibadah, akhlak, makanan + minuman, pakaian,  muamalah, uqubat hingga kewajiban menegakkan khilafah. Yang semuanya hanya diambil dari sumber hukum Islam saja yakni:  Al-Qur'an, Hadits, Ijma' Shahabat dan Qiyas. Lantas mengapa bisa disimpulkan merusak Islam? Kalau bukan fitnah apa namanya?” tanyanya.

Kedua, memfitnah khilafah ajaran Islam sebagai ideologi/khilafahisme. “Padahal khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan. Fungsinya menerapkan syariat Islam secara kaffah di dalam negeri, mempererat ukhuwuh Islam kaum Muslim di mana saja berada, dan menyebarkan risalah Islam ke berbagai penjuru dunia sehingga terciptalah rahmat bagi semesta alam,” bebernya.

Ketiga, fitnah tersebut, mengandung  tujuan busuk untuk menjauhkan kaum Muslim dari ta'jul furudh (mahkota kewajiban). “Karena selain menegakkan khilafah adalah fardhu kifayah, banyak kewajiban dalam Islam tidak bisa ditunaikan tanpa tegaknya khilafah. Serta menjauhkan dari kelompok yang konsisten mendakwahkannya agar kaum Muslim yang masih awam terjauhkan dari edukasi tentang ajaran Islam yang kaffah,” terangnya.

Om Joy menilai, untuk meredam resistensi dari kaum Muslim yang masih awam maka difitnahlah khilafah sebagai ideologi/khilafahisme. Mengapa khilafah difitnah sebagai ideologi/khilafahisme? Agar Muslim yang masih awam tak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan.

“Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Fitnah pula para pengemban dakwahnya dengan berbagai fitnah yang keji. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam. Sungguh fitnah yang sangat-sangat keji!” tukasnya.

Keempat, orang yang menyatakan seperti itu, siapa pun orangnya, adalah orang yang sedang merusak/menista Islam sekaligus merusak alam karena dalam waktu yang bersamaan orang tersebut mengusung sistem kufur demokrasi/sistem kufur diktator yang merupakan jebakan kafir penjajah kapitalis dan kafir penjajah komunis untuk mengeksploitasi SDA dan SDM negeri-negeri Islam (tak terkecuali di Indonesia) sekaligus merusak alam dan manusianya.

“Padahal sistem kufur demokrasi/sistem kufur diktator itu tidak ada satu pun dalil dalam Islam yang mewajibkan menegakkannya, yang ada justru dalil yang mengharamkannya untuk ditegakkan, dijaga, dan disebarluaskan. Berbeda dengan khilafah, banyak sekali dalil yang menunjukkan kewajiban untuk ditegakkan, dijaga dan disebarluaskan,” tegasnya.

Menurutnya, orang seperti itu (membela kekufuran demokrasi/diktator dan menyerang khilafah ajaran Islam, seolah-olah sedang berbuat kebaikan seraya memfitnah khilafah dan pengemban dakwahnya sebagai perusak Islam), persis seperti yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 11-12:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari."

“Berhentilah dan tobatlah dari memfitnah! Memfitnah adalah perbuatan yang lebih kejam daripada pembunuhan. Memfitnah juga berarti berupaya menjauhkan manusia dari kebenaran dan mengajak manusia pada kebatilan. Pelakunya bukan hanya berdosa karena memfitnah, tetapi juga berdosa pula sebanyak orang-orang yang termakan fitnahnya,” serunya.

“Bila yakin kuat menanggung siksa neraka seperti yang biasa diolok-olokan kaum sekuler/kapitalis atau malah bila yakin siksa neraka itu tidak ada sebagaimana diyakini orang ateis/komunis ya teruskan aja fitnahnya.  Di dunia belum tentu bahagia, di akhirat pasti sengsara tiada tara karena mendapatkan siksa neraka yang tiada terperi,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab