Capres Nonton Film Porno, Mau Dibawa ke Mana Negeri Ini?
Tinta Media - Petugas partai yang mengaku suka nonton film porno, Ganjar Pranowo, akhirnya ditunjuk oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai capres PDIP Pilpres 2024 pada momen hari Kartini, Jumat (21/4/2023), bertepatan dengan hari Raya Idul Fitri 1444H.
Setelah Megawati sukses mendudukkan petugas partainya yang mendapat julukan "King of Lip Service" selama dua periode ke tampuk kekuasaan tertinggi di negeri ini, putri Soekarno ini kembali menunjuk petugas partainya yang lain untuk dijadikan jago dalam perebutan kursi nomor satu.
Kesukaan nonton film porno, terungkap saat Ganjar menjadi tamu podcast di kanal Youtube milik Deddy Corbuzier Selasa, (3/12/2019). “Kalau saya menonton film porno salahnya di mana? Saya dewasa, punya istri. Yang enggak boleh itu, saya kirim-kirim itu karena yang mengirim itu kena UU ITE dengan tuduhan menyebarkan,” katanya.
Dengan menyandang gelar haji, tidak diragukan lagi, Ganjar adalah seorang muslim. Nama lengkapnya adalah H. Ganjar Pranowo, S.H, M.IP. Sebagai seorang muslim, Ganjar mestinya paham, bagaimana hukum menonton film porno?
Pengertian film porno, menurut Wikipedia, adalah gambar bergerak yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu seksual penontonnya. Umumnya menampilkan adegan aktivitas seksual.
Syeikh ‘Atha' Abu Rusytah menuturkan, hukum menonton film porno adalah haram, meski hanya gambar dan bukan kenyataan yang sebenarnya. Dalilnya adalah kaidah fiqih : al-wasilah ila al-haram (Segala sarana yang mengakibatkan keharaman, hukumnya haram).
Menurut Syeikh 'Atha', pengamalan kaidah ini tidak mensyaratkan sarana itu akan mengakibatkan keharaman secara pasti, tapi cukup ada dugaan kuat (ghalabatuzh zhann) sarana itu akan mengakibatkan keharaman. Film porno secara umum mendorong penonton untuk berbuat keharaman, seperti zina. Oleh sebab itu, menonton film porno, hukumnya haram. (Ajwibah As`ilah, 10/10/2006).
Selain Syeikh 'Atha', menonton film porno juga diharamkan oleh Syeikh Ziyad Ghazzal dalam karyanya Masyru’ Qanun Wasa`il al-I’lam, hal. 75. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Muhammad Saw, bersabda, "Kedua mata dapat berzina, dan zina keduanya adalah melihat. Kedua telinga bisa berzina, dan zina keduanya adalah mendengar. Lidah zinanya dengan bicara. Tangan zinanya dengan menyentuh. Kaki zinanya dengan melangkah. Hati zinanya dengan berhasrat dan menginginkan. Dan kemaluan akan membenarkan atau mendustakannya.”
Syeikh Ziyad mengungkap bahwa wajhul istidlal (cara penarikan kesimpulan hukum) dari hadis di atas sebagai berikut. Jika zina telinga yang diharamkan dengan mendengar cerita zina, maka lebih-lebih lagi kalau menonton gambar orang berzina. Sebab menonton gambar orang berzina lebih jelas dan lebih besar pengaruhnya ke dalam jiwa daripada sekadar mendengar cerita zina. Oleh sebab itu, melihat atau menonton film porno hukumnya haram. (Ziyad Ghazzal, Masyru’ Qanun Wasa`il al-I’lam, hal. 76).
Namun, ada perkecualian dari keharaman ini yakni pihak-pihak yang mempunyai keperluan syar’i (hajat syar’iyah) atau keperluan yang dibenarkan hukum syariah. Seperti, polisi (syurthah) dan hakim (qadhi) yang akan menjatuhkan hukuman bagi pelaku kasus film porno. Dalam kondisi tersebut, pihak-pihak terkait diperbolehkan melihat film porno untuk keperluan pemeriksaan.
Dalilnya adalah hadis dan Ijma’ Shahabat. Dalam suatu riwayat disebutkan saat Rasulullah SAW mengangkat Sa’ad bin Muadz sebagai hakim untuk menghukum mati kaum lelaki Yahudi Bani Quraizhah, Sa’ad telah membuka sarung mereka untuk mengetahui mereka sudah dewasa atau belum. (HR Al-Hakim dan Ibnu Hibban)
Pada zaman Khalifah Utsman, seorang lelaki pencuri tertangkap. Khalifah Utsman radhiyallahu menyuruh para sahabat untuk melihat aurat di balik kain sarungnya. Setelah diperiksa, nampak rambut kemaluan pencuri itu belum tumbuh sehingga dia tak jadi dipotong tangannya. (HR Baihaqi). Hal tersebut diketahui oleh para shahabat dan tidak ada yang mengingkarinya, sehingga terbentuklah Ijma’ Shababat. (An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, hal. 40).
Dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil di atas, diperbolehkan untuk melihat aurat jika ada keperluan yang dibenarkan syariah. Kalau melihat aurat dibenarkan, maka melihat gambar aurat seperti film porno juga diperbolehkan, jika ada keperluan yang dibenarkan syariah, misalnya untuk keperluan pemeriksaan oleh hakim.
Lantas, dengan pencalonan Ganjar sebagai capres, mau dibawa ke mana negeri ini? Apakah negeri ini mau dijadikan negeri yang melegalkan pornografi? Ataukah memang sengaja menarik simpatisan penggemar film porno? Rusak.
Oleh: Achmad Mu’it
Jurnalis