Tinta Media: Fenomena
Tampilkan postingan dengan label Fenomena. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fenomena. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Maret 2024

Fenomena Gunung Es Kasus Perdagangan Bayi


Tinta Media - Terungkap kasus perdagangan bayi oleh polres Metro Jaya, Jakarta Barat, merupakan fenomena gunung es. Selain lima bayi yang dijual di Jakarta, masih banyak perdagangan bayi lainnya di Indonesia. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, mengatakan bahwa tugas perlindungan anak adalah juga dijalankan masyarakat dengan menekankan kerja sama masyarakat mulai dari level tetangga sampai instansi terkait. Dengan begitu kejadian serupa dapat diminimalisir.

Kak Seto meminta masyarakat untuk sadar bahwa tanggung jawab perlindungan anak bukan hanya oleh negara, bukan hanya oleh polisi atau aparat lain, melainkan juga tanggung jawab masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengatakan, para ibu yang menjual anak atau bayinya berasal dari kelompok rentan secara ekonomi. Ibu-ibu hamil dengan keadaan ekonomi lemah seperti tidak ada pilihan lain selain menjual bayinya.

Kalau kondisinya normal maka ibu mana yang tega menjual bayinya? Kalau bukan karena keadaan ekonomi yang lemah salah satunya, tentu hal ini tidak akan terjadi. Maka faktor kemiskinan mampu menghilangkan naluri keibuan. Sehingga dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mendapatkan keuntungan. Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang semua hanya dinilai berdasarkan materi saja. Serta sistem ini meniscayakan pengabaian berbagai pengurusan pemenuhan berbagai kebutuhan pokok hidup rakyat. Jelas sistem ini rusak dan merusak.
           
Dalam Islam, negara wajib mewujudkan kesejahteraan individu per individu dengan sistem ekonomi Islam. Dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang luas bagi para lelaki untuk memenuhi nafkah keluarga serta kokohnya perekonomian negara yang riil dan melimpahnya pos-pos pemasukan keuangan negara kepada Baitul Mal menjamin seluruh rakyat hidup secara sejahtera. Sistem pendidikan Islam juga yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa, sabar dalam menghadapi ujian dan saling tolong menolong dalam kebaikan. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan mampu membuat jera sehingga mencegah orang untuk melakukan kejahatan.
Wallahu a'lam bish shawwab 

Sumber : 
Republika.co.id (24 Februari 2024)
Antaranews.com (23 Februari 2024)


Oleh: Ummu Shakila
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 17 Februari 2024

Fenomena Uang Haram Jelang Pemilu



Tinta Media - Mengutip dari halaman online detik.com (13/2/2024), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) karena diduga melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang di saat masa tenang kampanye pemilu 2024. Sebagai barang bukti, terdapat amplop berisi uang dan spesimen surat suara salah satu Caleg DPRD Kabupaten Cianjur. 

Fakta ini merupakan salah satu perbuatan kotor dari sekian banyak rentetan fenomena prapemilu yang terjadi di negeri kita tercinta. Entah apakah hal ini sudah menjadi budaya atau tidak, tapi tampaknya bukan lagi rahasia umum bahwa semakin dekat masa pemilu semakin banyak calon pemimpin dan wakil rakyat yang mendekati rakyatnya menggunakan "politik uang". Bahkan perbuatan ini bisa berupa skema borongan, ada yang melalui pejabat di desa, kecamatan atau di KPU. Hal itu sebagaimana dikemukakan Prof. Mahfud MD. saat memberikan sambutan dalam forum diskusi sentra penegakkan hukum di Surabaya, Jawa Timur (8/8/2023) dikutip dari kompas.com (8/8/2023). 

Keterangan mengenai "politik uang" telah ada di dalam undang-undang tentang pemilu nomor 7 tahun 2017. Di sana dijelaskan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye pemilu, baik di masa tenang maupun di hari pemungutan suara, menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung untuk memilih peserta pemilu tertentu maka akan dikenai denda dan sanksi penjara. 

Pandangan Islam terkait masalah politik uang 

Sebelum menghukumi masalah ini, kita mesti mengetahui terlebih dahulu terkait fakta politik uang. Menurut Ismawan (1999), politik uang adalah upaya mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Tampaknya definisi politik uang ini sama dengan definisi risywah (suap). Syaikh Taqiyuddin menjelaskan dalam kitab Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah jilid 2, suap (risywah) adalah setiap harta yang diberikan kepada setiap pihak yang mempunyai kewenangan untuk menunaikan suatu kepentingan yang seharusnya tidak memerlukan pembayaran/pemberian bagi pihak tersebut untuk menunaikannya. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa politik uang adalah menggunakan imbalan tertentu untuk mempengaruhi orang lain dalam menunaikan sesuatu, begitu juga dengan suap. Jadi kita dapat kategorikan politik uang sebagai salah satu tindakan suap menyuap. 

Terkait hukum suap termasuk di dalamnya politik uang menurut Islam adalah haram. Keharaman ini sebab adanya dalil-dalil umum yang mengharamkan suap. Pertama, hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam At Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah. Yang berbunyi, "Rasulullah telah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap". Kedua, hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad. Yang berbunyi, "Rasulullah telah melaknat setiap orang yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara di antara keduanya". Kata laknat pada dua hadits tersebut mengindikasikan keharaman suap menyuap secara umum. Jelaslah sudah bahwa uang hasil dari money politic (politik uang) adalah uang haram. 

Solusi menurut Islam 

Syari'at Islam telah jelas mengharamkan praktik politik uang. Tapi kenapa politik uang ini terus terjadi? Apakah ini disebabkan oleh individu rakyat atau kenapa? 

Sebelumnya, apabila kita menganalisis sebab terjadinya politik uang. Dapat kita ketahui bahwa politik uang berawal dari calon pejabat yang ingin mendapatkan dukungan. Demi memastikan masyarakat mau mendukung dan memilihnya, calon pejabat tersebut akan memberikan imbalan pada mereka berupa uang, sembako atau yang lainnya jika mereka benar-benar siap memilihnya. Namun terkadang menggunakan perantara. 

Dari fakta di atas, pelakunya ada dua pihak. Satu, pihak rakyat atau masyarakat. Dua, pihak calon pejabat. 

Di satu sisi rakyat mestinya menyadari bahwa hal itu merupakan perbuatan haram dan pelakunya akan mendapatkan dosa walaupun dirasa memberikan kemaslahatan. Rakyat juga harus memiliki sikap mawas diri terhadap harta haram. Karena pemakan harta haram akan ditempatkan ke dalam neraka. Rasulullah bersabda kepada sahabatnya, "Wahai Ka'ab Bin 'Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari harta yang haram melainkan neraka lebih utama atasnya". (HR. At Tirmidzi). 

Disisi yang lain, para calon pejabat juga harus berpikir bahwa mereka sebenarnya sedang menabur benih-benih dosa untuk dirinya dan orang lain. Dirinya harus berhenti dari aktivitas tersebut. Harta itu tidak akan menjadi pahala, justru akan menambah beban dosa dirinya. Apalagi Rasulullah telah melaknat ketiga pihak pelaku suap. 

Selain itu, masyarakat mesti ada sikap saling mengingatkan akan dosa suap menyuap bila di lingkungannya terjadi tindakan tersebut, khususnya terkait kasus politik uang. Karena masyarakat juga akan dimintai pertanggungjawaban atas masalah itu. 

Masalah ini sudah bersifat sistemik. Tidak cukup diselesaikan dengan memperbaiki individu masyarakat dan pejabatnya. Maka yang paling penting, pemerintah mesti menjadikan aqidah Islam sebagai asas bernegara dan menetapkan peraturan menggunakan hukum Allah. Karena apabila tidak demikian, masalah ini kembali terulang. Bahkan bisa jadi benar-benar akan menjadi budaya di negeri kita tercinta. Dengan hukum Islam yang dibangun atas dasar aqidah, niscaya pasti akan memberikan efek jera kepada para pelakunya dan memberikan efek pencegahan kepada warga negara seluruhnya.



Oleh: Nurhilal AF Abdurrasyid
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 20 Desember 2023

Fenomena Anak Mati Dibunuh Ayah, Cerminan Kerusakan Kapitalisme Sekuler yang Parah



Tinta Media - Patut menjadi renungan dan evaluasi bagi kita bersama. Di balik tragedi mengerikan kematian anak-anak di Palestina yang dibunuh oleh musuh (penjajah zionis Yahudi), ternyata di Negeri ini malah ada fenomena anak-anak yang mati di bunuh oleh Ayahnya sendiri. 

Sangat tragis! Tak kurang dalam dua pekan di Bulan Desember 2023 ini, 2 kasus pembunuhan terhadap keluarga sendiri telah terjadi. Yaitu, 1 pembunuhan 4 anak sekaligus oleh Ayah kandung berinisial PD di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (3/12/2023). 

Dan 1 lagi adalah pembunuhan seorang anak berikut ibunya oleh seorang Guru Sekolah Dasar (SD) berinisial WE di Kota Malang, Selasa (12/12/2023). Pelaku yang tidak lain sebagai Ayah dan Suami dari kedua korban tersebut, juga kemudian turut membunuh dirinya sendiri. 

Sebelumnya, mungkin kita juga sering menerima berita  bahwa memang kasus-kasus pembunuhan terhadap keluarga sendiri sering kali terjadi di negeri ini. Beritanya pun sebenarnya sangat mudah dapat kita temukan di media online melalui mesin pencari. 

Dan kejadian yang terbaru di penghujung tahun di Bulan  Desember 2023 yang penulis ungkapkan di atas seolah hanya ingin menegaskan bahwa itu merupakan cerminan dari tatanan aturan kehidupan kapitalisme sekuler di negeri ini yang rusak parah, karena terbukti telah  membuat banyak lingkungan rumah dan keluarga menjadi tidak lagi aman dari tindakan kejahatan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. 

Faktor Penyebab

Ada dua faktor penyebab pembunuhan terhadap darah daging sendiri yang di luar nalar itu bisa terjadi. 

Namun, kemunculan faktor penyebab keduanya itu jika ditelusuri secara mendalam adalah sama-sama berakar dari menancapnya pemahaman sekularisme di negeri ini, yakni pemahaman pemisahan agama (Islam) dari aturan kehidupan. 

Pertama adalah faktor internal dari kepribadian seseorang itu sendiri. Ini dapat dicermati dari kecukupan pemahaman seseorang terhadap ajaran Islam. 

Secara pribadi untuk menyelamatkan diri dari pemahaman sekularisme yang rusak parah dan merusak kehidupan tersebut, setiap orang seharusnya benar-benar mempersiapkan dan membekali dirinya dengan pembinaan pemahaman Islam sebagai agama sekaligus tuntunan kehidupan, bukan sekadar ajaran yang mengajarkan ritual ibadah saja. Apalagi hanya dijadikan sebatas label identitas semata. 

Maka dengan itu, akan menjadi benteng dan pembentuk kepribadian yang baik bagi seseorang. Menjadikan pemahaman Islamnya sebagai standar dan pengendali manakala hawa nafsu merajai. 

Kedua adalah faktor eksternal yang menurut hemat penulis harus di evaluasi. Bukan dievaluasi untuk sekadar diperbaiki, tapi untuk diganti karena dampak dari kerusakannya telah terbukti. 

Yaitu, faktor sistem kehidupan kapitalisme yang terbentuk di atas dasar paham sekularisme yang sedang bercokol, mengatur dan mendominasi tatanan kehidupan saat ini. Yang dengannya bisa sangat mudah mempengaruhi penyebab faktor internal (baik buruknya kepribadian seseorang). 

Pasalnya, kehidupan sekuler kapitalistik yang  memisahkan atau menolak aturan Allah SWT dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negeri ini, faktanya terus-menerus menggerus akidah/keimanan dan kepribadian masyarakat muslim yang akhirnya membuat semakin jauh dari aturan Islam sebagai tatanan ideal kehidupannya. 

Ketika agama sudah dijauhkan dan hanya diyakini dan diambil sebatas ajaran ritual dan sedikit tentang moral saja, maka yang terjadi adalah kelemahan-kelemahan pada pengendalian aspek kehidupan yang lainnya. 

Ditambah lagi, adanya dampak kerusakan dari penerapan ekonomi kapitalisme sekuler, ketika kekayaan  sumber daya alam (SDA) milik umat tidak terdistribusi dengan baik secara adil dan merata atau hanya dikuasai oleh para kapitalis yang rakus, serta maraknya jeratan bisnis utang-piutang berbasis ribawi, beban himpitan ekonomi yang mencekik bagi kebanyakan masyarakat umum pun terjadi. 

Ketika pendapatan banyak Suami tidak berimbang dengan biaya kehidupan yang tinggi dikarenakan harga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang harganya dari waktu ke waktu selalu 'melangit' demi untuk kepentingan bisnis masyarakat kapitalis, secara tidak langsung hal itu kemudian menuntut peran Istri untuk bisa memeras pikiran dan keringat turut mencari sumber pemasukan kebutuhan keluarga. 

Secara psikologis, beban Istri akhirnya bertambah setelah kewajiban berat mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Keharmonisan dalam kehidupan banyak keluarga di tengah masyarakat pun terguncang, sehingga berpotensi memicu tindakan-tindakan yang tidak kita inginkan. 

Banyak anak-anak akhirnya menjadi obyek pelampiasan kemarahan orang tua karena rasa stres yang melanda. Dan tidak sedikit yang telah terbukti menjadi korban penganiayaan hingga pembunuhan. Na'udzubillaah 

Aspek sanksi hukum sekuler pun lemah, tidak menimbulkan efek jera dan pencegahan sebagaimana ketegasan hukum qishas di dalam Islam. 

Alhasil, masyarakat seolah banyak yang tidak merasa takut lagi untuk melakukan tindakan kejahatan penganiayaan hingga pembunuhan, termasuk terhadap keluarganya sendiri. 

Ganti Sistem?

Oleh karena itu, jika kita  benar-benar menginginkan kasus-kasus pembunuhan terhadap anak tersebut tidak terus-menerus berlanjut,  maka tidaklah cukup kita hanya berfokus mengandalkan pada perbaikan faktor internal  (perbaikan individu saja). 

Tetapi di samping perbaikan individu, pada saat bersamaan yang seharusnya juga kita lakukan adalah terus-menerus memperjuangkan dan mengajak individu-individu yang lain untuk turut bersama-sama memperjuangkan sistem yang akan menggantikan sistem kapitalisme sekuler yang rusak parah dan merusak ini. 

Hingga  Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya, menganugerahkan kepada kita sistem yang shahih (sistem Islam), yaitu sistem khilafah sebagai institusi pelaksana Islam secara kaffah. 

Yang dengan itu akan menghasilkan keberkahan dan solusi atas setiap permasalahan kehidupan yang mendera umat/masyarakat di negeri ini, bahkan kebaikannya akan menyebar untuk manusia pada umumnya yang berada di negeri-negeri yang lainnya.

Oleh: Muhar
Pemerhati Sosial, Tangsel

Sabtu, 18 Maret 2023

Inilah Fenomena Tanda Kebesaran Allah

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur'an Tapin Guru H. Lutfhi Hidayat menjelaskan fenomena-fenomena yang merupakan tanda kebesaran Allah.

"Fenomena bahtera yang berlayar di laut, yang dengan air Allah memberikan kehidupan, semuanya merupakan tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mau berfikir," tuturnya dalam Jumat Bersama Al-Qur'an: Fenomena Bahtera, Air yang Menghidupkan Tanaman, Tanda Kebesaran Allah di kanal YouTube Majelis Baitul Qur'an, Jumat (17/3/2023).

Ia menyampaikan Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. " (TQS. Al Baqarah [2]: 164)  

Ia menjelaskan bahwa Imam Ali Ash Shabuni menerangkan dalam Tafsir Shafwatu Tafasir bahwa maksud dari kalimat dan bahtera yang berlayar di laut yakni kapal besar yang berjalan di laut di atas permukaan air yang penuh dengan muatan. 

Kemudian, lanjutnya, Imam Al Qurthubi menjelaskan lebih rinci dalam Tafsir Al Jami’ li Ahkamil Qur’an bahwa makna dari kata “al Fulk” sendiri adalah perahu besar. Kata ini dipakai dalam bentuk tunggal dan bentuk jamak, dan dipakai juga dalam bentuk mudzakar (laki-laki/male) dan bentuk mu'anatas (perempuan/female).

Adapun, lanjutnya, Imam Ibnu Katsir menegaskan makna penghamparan laut oleh Allah Ta'ala, agar bahtera atau perahu besar itu dapat berlayar dari satu sisi ke sisi yang lain untuk kepentingan kehidupan manusia, dan agar mereka dapat mengambil manfaat dari penduduk suatu daerah dan membawanya ke daerah lain silih berganti. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan
"Hal ini senada dengan Firman Allah SWT dalam Surat Yasin ayat 33-36," tukasnya.

"Allah menyebarkan dan menceraiberaikan di bumi itu berbagai macam jenis hewan, yang berbeda dalam ukurannya, bentuknya, warnanya, dan suaranya," bebernya.
 
Ia melanjutkan bahwa kata “daaabbah” secara bahasa adalah segala sesuatu yang merayap atau melata di muka bumi, baik manusia maupun hewan. Diambil dari kata ad-dabib yang artinya berjalan pelan-pelan. "Kemudian secara kebiasaan digunakan untuk menyebut nama hewan," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa tashriifir riyaah maknanya adalah kisaran angin yang berhembus ke arah Selatan dan Utara, panas dan dinginnya, lembut dan kencangnya.

"Kekuasaan Allah, berjalan sesuai dengan kehendak Allah, awan itu membawa air yang berlimpah, lalu ditumpahkan ke bumi, tetasan demi tetesannya," paparnya.

“Sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi kaum yang memikirkan”, ucapnya.

"Sungguh tanda-tanda dan bukti-bukti yang agung ini menunjukkan kekuasaan Allah yang Maha Perkasa, kebijaksanaannya yang luhur, dan rahmat-Nya yang luas, bagi kaum yang akalnya sadar, mengetahui dan merenungi bahwa perkara-perkara itu adalah cintaan Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana," tandasnya.[] Ajira
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab