Tinta Media: Feminisme
Tampilkan postingan dengan label Feminisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Feminisme. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Januari 2024

Ilusi Feminisme dan Gender bagi Perempuan, Saatnya Muslimah Ber-Islam Kaffah!



Tinta Media - Permasalahan mengenai perempuan sepertinya masih menjadi isu yang krusial untuk dibahas. Faktanya, di zaman yang semakin modern ini, ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa perempuan masih dianggap sebagai kelas kedua. Mereka menganggap kaum perempuan diperlakukan lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karenanya, mereka terus berupaya menyuarakan ide kesetaraan dan keadilan gender. Sederhananya, kesetaraan gender menginginkan agar perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama tanpa ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. 

Kesetaraan gender semakin meluas seiring bertambahnya negara yang mengemban ide kapitalisme-sekuler, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri pemerintah menindaklanjuti ide kesetaraan gender dengan mengintegrasikannya pada pembangunan nasional, yaitu dengan melaksanakan pembangunan pemberdayaan perempuan melalui pendekatan kesetaraan dan keadilan gender (KKG). 

Terkini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG). Perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. 

Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara. Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (06/01/2024), sebagaimana yang dilansir oleh republika.co.id (06/01/2024). 

Di tengah berbagai problematika yang menghantam perempuan saat ini, benarkah ide kesetaraan gender mampu menjadi solusi? Mampukah ide ini memberikan kesejahteraan dan kemuliaan bagi perempuan? 

Feminisme-Gender, Buah dari Sistem Batil Kapitalisme-Sekuler 

Jika melihat sejarah munculnya ide kesetaraan gender, maka tidak bisa dilepaskan dari paham feminisme ekstrem yang lahir di Barat. Pada saat itu, Barat memang menganggap wanita sebagai kelas kedua. Maka, lahirnya gerakan feminisme  memiliki tujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dengan menetapkan kesetaraan pada seluruh aspek. 

Ide feminisme atau kesetaraan gender juga sengaja disebarkan dan dicekokkan pada umat Islam. Barat menilai bahwa ajaran Islam bersifat membatasi dan menindas kaum perempuan. 

Akibat adanya sekularisme di tengah umat Islam, maka ide feminisme dan gender pun mulai diusung oleh sebagian Muslimah yang teracuni pemikirannya dengan pemikiran Barat tersebut. 

Sejatinya, semua ide tersebut, baik feminisme dan gender merupakan buah dari sistem kapitalisme-sekuler yang batil, karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Mereka menghambakan diri pada ide kebebasan (liberalisme) sehingga dalam kehidupannya menganggap manusia bebas melakukan apa pun tanpa batasan, termasuk membuat aturan kehidupan sendiri. 

Paham kapitalisme-sekuler nyatanya berkelindan dengan segala kerusakan yang terjadi saat ini. Kerusakan yang terjadi juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan perempuan. Gagalnya negara kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan masyarakat, khususnya perempuan bukanlah isapan jempol belaka. Sekalipun ide feminisme dan gender telah digaungkan, faktanya saat ini perempuan masih saja mendapatkan permasalahan dalam hidup. Ini terbukti dengan tingginya KDRT, banyaknya angka perceraian, pelecehan, dan kekerasan seksual yang dialami perempuan. 

Adapun tuduhan ajaran Islam membatasi dan menindas kaum perempuan hanyalah fitnah keji yang lahir dari para pembenci Islam. Mereka mengambinghitamkan dan menyerang syariat Islam. Mereka menuduh hal yang sebenarnya tidak terjadi dalam Islam. Segala kemalangan yang menimpa umat, termasuk perempuan saat ini adalah akibat tidak adanya penerapan syariat Islam secara kaffah. Sejatinya, Islam itu menyejahterakan, melindungi, bahkan memuliakan perempuan. 

Adapun sumber masalah saat ini adalah karena penerapan sistem kapitalisme sebagai dasar kehidupan manusia. Kapitalisme jelas menjadikan manusia sangat menderita. 

Ekonomi kapitalis melahirkan kemiskinan yang mengerikan, yang memaksa para perempuan bekerja keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga. Banyak perempuan yang mengeksploitasi diri sendiri demi mendapatkan uang, akibat sulitnya lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki. 

Alhasil, tak sedikit kaum ibu yang berganti peran menjadi tulang punggung untuk mencari nafkah sehingga mengabaikan tugas utamanya sebagai pendidik generasi (madrasatul ula' atau pendidik pertama bagi anak-anaknya). 

Tekanan ekonomi yang berat ditambah lagi mahalnya biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar baik biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan kebutuhan sandang, pangan, dan papan menjadikan perempuan atau kaum ibu sangat rentan mengalami stres, bahkan kehilangan naluri keibuannya. 

Fakta di atas menjadi bukti gagalnya negara dengan asas kapitalisme-sekuler dalam menjamin kesejahteraan umat, khususnya perempuan. Oleh karena itu, berharap pada ide feminis ataupun kesetaraan gender adalah hal yang sia-sia. Alih-alih menyejahterakan dan memuliakan perempuan, ide tersebut justru membawa perempuan jatuh pada kehinaan dan jauh dari fitrah perannya yang mulia. Dengan demikian, jelas bahwa feminisme dan gender hanyalah ilusi bagi perempuan. 

Hanya Islam yang Mampu Memuliakan Perempuan 

Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi daulah khilafah pastinya akan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini karena sejatinya Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang memiliki aturan yang sempurna akan menjalankan mekanisme yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat, termasuk kaum perempuan. 

Islam tak pernah menempatkan perempuan pada kelas kedua, atau lebih rendah posisinya dari laki-laki. Allah Swt. tidak memuliakan seseorang berdasarkan jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan kedudukannya sama di mata Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Hujurat, ayat 13, 

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa." 

Adapun posisi perempuan dalam Islam di tempatkan pada posisi yang terhormat dan mulia, karena perempuan memiliki peran yang luar biasa yaitu melahirkan dan mencetak generasi. Oleh karenanya, khilafah akan memastikan terjaminnya peran perempuan tersebut. 

Penerapan Islam secara kaffah yang khas dan sempurna dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik akan tegas menjaga kehormatan perempuan. Adanya syariat yang melarang perempuan untuk bertabaruj, larangan perempuan keluar rumah tanpa mahram jika lebih dari sehari-semalam, dan kewajiban menutup aurat secara sempurna (dengan menggunakan jilbab dan kerudung) bukanlah bentuk pengekangan Islam terhadap kebebasan perempuan, melainkan sebuah aturan yang mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya. 

Sebagai pengurus urusan rakyat, khilafah akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga tak akan ada lagi perempuan yang terpaksa keluar rumah untuk bekerja, apalagi berperan sebagai tulang punggung keluarga. Jika tak ada wali yang mampu menafkahi, maka khalifah akan bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokoknya secara langsung. Dengan begitu, para ibu bisa fokus untuk menjalankan kewajiban utamanya, yaitu sebagai pengurus keluarga dan anak-anaknya (al umm wa robbatul bait). 

Hukum perempuan bekerja dalam Islam adalah mubah. Oleh karenanya, Islam tidak akan memaksa perempuan keluar rumah untuk bekerja. Bahkan, khalifah akan melarang perempuan bekerja jika pekerjaan tersebut justru bertujuan mengeksploitasi sisi sensualitas mereka. Misalnya sebagai model dan peragawati, karena pekerjaan semacam itu justru menghinakan kaum perempuan. 

Pengontrolan negara terhadap media massa dan konten-konten yang ditayangkan pun akan menjadi upaya untuk menjaga keamanan dan kehormatan perempuan. Konten berbau maksiat, pornografi-pornoaksi, ataupun yang bersifat kekerasan akan dilarang total karena hal-hal tersebut bisa menyuburkan kemaksiatan di tengah masyarakat dan akan berakibat pada pelanggaran kehormatan perempuan. 

Selain pengontrolan media, upaya lain yang juga akan dilakukan khalifah untuk memberikan jaminan keamanan bagi perempuan adalah dengan menerapkan sistem persanksian Islam (uqubat Islam). Setiap pelaku pelanggaran akan dikenai sanksi sesuai ketetapan syariah dan kebijakan khalifah. Dengan begitu, perempuan akan merasa aman dari kejahatan yang mengancam dirinya, seperti kekerasan, pelecehan, pemerkosaan, dll. 

Demikianlah mekanisme Islam dalam menyejahterakan dan memuliakan kehormatan perempuan. Hal ini sudah terbukti selama 13 abad lamanya ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi daulah khilafah. Oleh karenanya, sebagai seorang muslimah yang taat, kita harus sadar dan yakin bahwa ide feminisme ataupun kesetaraan gender bukanlah solusi bagi permasalahan perempuan saat ini. Justru kita harus semakin yakin bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang mampu menjamin kehormatan, ketenteraman, dan kemuliaan perempuan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media) 

Jumat, 18 November 2022

Feminisme, Bisakah Menjadi Solusi Fatherless?

Tinta Media - Hari ayah telah berlalu. Saat Indonesia masih bertahan di peringkat ketiga negara fatherless di dunia, kita justru diramaikan dengan berita tentang seorang suami yang tega membunuh istri dan anak kandungnya di Depok. Ada juga berita tentang suami di Serang yang menyiksa istrinya. Di Kalimantan, seorang suami menganiaya istrinya, dan masih banyak yang lain. 

Hari demi hari, peran ayah atau suami sebagai sosok yang seharusnya melindungi, mengayomi anak dan istri, semakin luntur. Kita tidak berharap peran ayah benar-benar hilang di negeri ini.

Kapitalisme Penyebabnya

Kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan oleh seorang ayah kepada keluarganya seringkali disebabkan karena permasalahan ekonomi. Misalnya, tersinggung karena dilecehkan penghasilannya oleh anak dan istri. Tuntutan kehidupan yang semakin mengimpit juga bisa menjadi pemicu para ayah gelap mata.

Ibu yang juga harus bekerja memenuhi kebutuhan keluarga menjadikan suasana rumah tidak berjalan normal. Ini karena ia harus berperan ganda. Suami dan istri berjibaku mencari uang, sehingga masing-masing tidak optimal dalam menjalankan perannya.

Naiknya harga barang dan jasa karena inflasi yang kerap terjadi di sistem kapitalisme semakin menambah beban berat pada keluarga. Sementara, pemerintah tak mau tahu imbas dari Kebijakannya. Mereka tetap menaikkan harga BBM, pajak, iuran BPJS, dll. 

Setiap warga negara harus bertanggung jawab atas kehidupannya masing-masing. Biaya pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi semakin mahal. Hampir semua subsidi dicabut pemerintah, dengan alasan APBN sudah terlalu berat, meskipun menjelang akhir tahun masih tersisa 40 persen yang belum terserap.

Sumber daya alam negeri ini sudah habis terkuras oleh para kapitalis. Individu-individu menguasai sumber daya alam dan hajat hidup rakyat. Mereka memiliki ladang minyak, hutan, bahkan lautan. Sementara itu, rakyat secara keseluruhan yang seharusnya merupakan pemilik sumber daya alam tersebut, harus memeras keringat, membanting tulang untuk memenuhi kebutuhannya. Semua itu karena sistem kapitalisme.

Keluarga Indonesia adalah keluarga pejuang nafkah. Ayah dan ibu dituntut kuat lahir dan batin untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga. Apalagi, tuntutan kehidupan kapitalis yang menilai segala hal dari materi, termasuk kebahagiaan. Mereka berpikir bahwa segalanya akan selesai dengan materi dan bermuara pada materi. Kehidupan akan berputar-putar di lingkaran itu. Padahal, faktanya kesejahteraan semakin jauh untuk diraih, keharmonisan keluarga apalagi.

Bila kalangan feminis menilai bahwa peran ayah akan optimal dengan kesetaraan gender, jelas hanyalah ilusi. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sudah kita saksikan di semua profesi, baik di kalangan ekonomi atas, menengah, bahkan di bawahnya. Laki-laki keluar rumah untuk mencari nafkah, perempuan pun begitu. Pekerjaan yang dulu jarang dilakukan oleh perempuan, sekarang justru sebaliknya. Perempuan sekarang bisa menjadi buruh pemecah batu, tukang becak, pengendara ojek online, bodyguard, rektor, dll.

Kalau kaum feminis terus menuntut kesetaraan, jelas ada 'udang di balik rempeyek'. UU-PKDRT, UU- TPKS tidak pernah menjadi solusi kekerasan dalam rumah tangga. Dampaknya, perempuan mengadopsi pemikiran liberal dari undang-undang ini. Tak ada lagi standar hukum syara' bagi para perempuan. Baik dan buruk hanya dinilai oleh kaum feminis berdasarkan sesuai yang nampak di permukaan.

Islam Solusi

Keharmonisan keluarga, sangat dipengaruhi optimalnya peran ayah dan ibu. Jiks masing-masing menjalankan perannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka keharmonisan akan terwujud. Jadi, bukan karena tuntutan kesetaraan. Ayah yang penuh tanggung jawab akan melindungi dan memenuhi hak nafkah keluarga. Ibu pun optimal dalam menjalankan perannya sebagai istri dan manajer keluarga. Kalaupun dia bekerja, bukan karena tuntutan hidup materialisme yang semakin menggila, tetapi karena masyarakat membutuhkan perannya.

Sosok ayah telah dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah saw.. Dalam sebuah hadis, Rasulullah memberi kriteria bahwa sosok yang paling baik, adalah yang paling baik kepada keluarganya. Rasulullah menunjukkan bahwa beliau adalah seorang laki-laki yang paling baik kepada keluarga beliau. Bukan karena tuntutan kesetaraan, tetapi karena ketaatan kepada Allah untuk mendapatkan rida-Nya.

Kehidupan keluarga Rasulullah adalah keluarga yang harmonis. Tak ada teriakan, apalagi penganiayaan. Yang terdengar adalah panggilan sayang Rasulullah kepada para istri beliau. Cucu-cucu beliau pun nyaman bermain bersama kakeknya.

Penerapan Islam dalam semua aspek kehidupan menjadi faktor penting terbentuknya sosok ayah yang bertanggung-jawab. Sistem ekonomi Islam akan menjamin dan mendorong para ayah optimal dalam mencari nafkah. Kesejahteraan keluarga ditopang oleh terpenuhinya hak warga negara dalam hal pendidikan, kesehatan, juga keamanan oleh negara. 

Dalam syariat, negara memperoleh kekayaannya dari sumber daya alam dan sumber yang lainnya untuk mengurusi rakyat. Negara akan mampu memenuhi semua kebutuhan rakyatnya.

Bila seorang ayah lalai menjalankan tugasnya, akan ada hukuman dari negara berupa takzir. Bila ayah melakukan jarimah atau kejahatan kepada keluarganya, maka hukuman hudud dan jinayat akan berlaku baginya.

Sungguh tidak sulit bagi kita membuktikan keharmonisan keluarga dalam kehidupan Islam. Generasi-generasi penakluk, generasi-generasi yang memberikan sumbangan bagi peradaban manusia tidak lahir dari keluarga yang tidak mengerti arah hidup. Ada ayah dan ibu yang menanamkan cita-cita mulia kepada mereka. Dengan begitu, tak ada pilihan lain bagi kita kecuali Islam dengan penerapannya secara kaffah.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab