Tinta Media: Feature
Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 September 2024

Gundah Gulana Hilang dan Bahagia pun Datang Saat Bertemu Istri-Istri Happy

Tinta Media - Awal bulan Agustus, aku diingatkan panitia tentang jadwal mengisi agenda Kippy. Sejak awal, agenda Kippy bulan Agustus ini cukup membuat ketar-ketir dari sisi mendatangkan jumlah peserta ibu-ibu anggota komunitas untuk hadir. Di grup panitia, beberapa teman panitia sudah menyampaikan sepertinya akan sulit menghadirkan sejumlah peserta seperti biasanya karena masih banyak agenda bulan Agustus dalam rangka perayaan kemerdekaan.

 

Kippy adalah akronim dari Komunitas Istri Happy, sebuah komunitas  yang aku dan teman-teman Brebes dirikan sebagai bentuk kepedulian terhadap muslimah khususnya yang sudah menikah agar bisa menjadi istri bahagia sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Kopdar Kippy diadakan tiap hari Ahad pekan terakhir. Tiap pekannya, anggota Kippy juga ada kajian pekanan agar bisa lebih intesif  dalam mempelajari Islam.

******

‘Bagaimana jika yang hadir hanya segelintir ibu-ibu sejumlah hitungan jari tangan? Atau malah kurang dari itu?’  Aku menggumam dalam hati  dengan gundah saat membuka laptop sembari mencari tema yang sekiranya dibutuhkan ibu-ibu saat ini.

Pikiran semakin galau saat bertemu dengan salah satu panitia yaitu bu Hj. Nina yang biasanya mampu membawa massa dari kelurahan di mana suaminya bertugas. Tidak main-main, beliau pernah beberapa kali mampu menghadirkan 40an peserta hanya dari kelurahan tersebut. Jika digabung dengan peserta dari tempat lain bisa mencapai 70 hingga 80 peserta. Jumlah yang menurut kami cukup banyak untuk hadir dalam kajian keislaman.

“Bu, kemungkinan saya enggak bisa hadir di agenda Kippy bulan ini,” ucap bu Nina saat bertemu denganku. 

“Wah, kenapa gak bisa hadir Bu Nina?” tanyaku agak cemas.

“Ada pawai Agustusan pas tanggal 25. Ibu-ibunya banyak yang ikut pawai, kalau pun tidak ikut pawai, mereka mau nonton,” jawab bu Nila sekalian pamit berpisah.

Hati tambah resah saat membuka grup panitia, beberapa panitia juga menyampaikan di desanya masing-masing ada kegiatan mulai dari jalan sehat, senam bersama, pawai, lomba dll.

Deg… Tiba-tiba saya terhenyak dan malu saat tersadar kegundahan hati karena membayangkan jumlah peserta kajian yang hadir jumlahnya sedikit.

‘Kenapa harus galau dan gelisah? Apa sih tujuan kamu mengisi kajian? Mau dilhat orang banyak? Ingin dianggap sukses Ketika banyak yang hadir?’ Tanya ini kulontarkan ke diri sendiri. Ketika ada halangan, justru aku dan teman-teman panitia mencari uslub atau cara lain. Hal ini juga harusnya menjadi peluang untuk menyasar ibu-ibu yang belum mengenal Kippy.

Aku menjadi teringat sebuah foto yang memperlihatkan seorang guru atau syekh sedang mengajar dengan semangat seperti mengajar puluhan bahkan ribuan murid, padahal yang hadir hanya satu orang. ‘Astaghfirullahal adziim… Ampuni hamba, ya Allah!’ seruku dalam batin.

*****

Bismillahi tawakaltu…

Ahad pagi yang cerah di akhir bulan Agustus ini, kulangkahkan kaki keluar rumah untuk menuju ke sebuah masjid di pinggir jalan Pantura Brebes yang menjadi tempat kopdar Kippy, masjid al-Amin namanya. Masjid tersebut berada persis di deretan toko oleh-oleh telur asin khas Brebes. Sengaja aku berangkat agak awal sekitar satu jam sebelum acara untuk antisipasi yang tidak terduga. Dalam kondisi normal, sebenarnya perjalanan hanya memerlukan waktu 10-15 menit saja dengan mengendarai motor.

Sudah kubersihkan dan kuluruskan niat, berapa pun yang hadir tidak akan mengurangi energi dan effort-ku seperti saat akan mengisi puluhan peserta. Pun ketika yang hadir hanya saru orang, tetap gas pol energi yang kucurahkan. 

Tak disangka, tak dinyana… Perjalanan menuju masjid al-Amin agak tersendat. Ada beberapa halangan kecil. Halangan pertama, pasar dadakan tiap Ahad pagi. Pasar dadakan ini rutin diadakan tiap Ahad pagi hingga siang. Orang-orang baik pedagang maupun pembeli berlalu lalang. Belum lagi adanya lapak pedagang dadakan yang berderet di sepanjang jalan, menambah semakin sesak jalanan. Perlu kehati-hatian saat mengendarai motor agar tidak menyenggol orang, apalagi ketika ada mobil dari arah berlawanan membuat harus lebih hati-hati mengendari si kuda besi.

Rasanya lega ketika sudah melewati pasar dadakan. Udara pun terasa lebih segar. Namun baru berlalu sekitar 100 meter untuk belok di sebuah pertigaan, halangan kedua datang. Betapa kagetnya aku ketika melihat ada barisan panjang orang-orang yang sedang jalan sehat.  Peserta yang mayoritas ibu-ibu dan sebagian membawa putra-putrinya membentang sepanjang jalan yang akan kulewati. Yang agak melegakan, peserta tersebut berlawanan arah dengan arah perjalananku.

Walau arah perjalanan berlawanan, namun barisan panjang peserta jalan sehat itu hampir memakan seluruh badan jalan. Mungkin hanya menyisakan selebar motor bisa lewat. Karena peserta juga ada banyak anak-anak, semakin tak menyisakan tempat agar motor bisa lewat. Keseimbangan dalam mengendarai motor sangat diperlukan agar tidak menyenggol atau bahkan menabrak  peserta jalan sehat. 

Motor agak aku pelankan kecepatannya untuk mengimbangi barisan tersebut. Sesekali terucap permisi saat melewati peserta jalan sehat. Untuk  menjaga kesopanan, kaca helm sengaja kubuka sehingga jika mengucap permisi bisa terdengar. Terkadang motor juga harus berhenti ketika ada anak yang tiba-tiba terlepas dari gandengan orangtuanya. Ini yang memuat perlu ekstra hati-hati. Perjalanan menjadi agak lama melewati jalan tersebut. Namun akhirnya bisa terlewati dengan aman.

Setelah terlewati barisan jalan sehat, kupikir sudah agak lancar perjalanan. Namun apa daya, saat berbelok lagi di sebuah perempatan,  halangan ketiga muncul. Di depanku  sudah ada sekumpulan orang yang ternyata sedang mempersiapkan panggung pentas. Panggung tersebut memakan separuh jalan. Motor kupelankan lagi dan menyampaikan permisi. Beberapa laki-laki mempersilakan aku untuk lewat setelah mereka menepi.

Selain itu, sebetulnya aku juga berpapasan dengan orang-orang yang sedang sekadar jalan atau lari pagi. Motor tidak bisa jalan di atas kecepatan 30 km/jam, sesekali malah 10-20 km/jam. Hal-hal yang kuhadapi selama perjalanan ini lumayan membuat was-was ditambah masih memikirkan jumlah peserta. Namun aku tetap husnudzan dengan ketetapan Allah. Aku juga bersyukur semuanya bisa terlewati dengan aman dan selamat selama perjalanan hingga sampai ke tempat acara.

Setelah 40 menit, alhamdulillah akhirnya sampai juga sekitar pukul 08.30. Kulihat di barisan peserta ada empat orang ibu-ibu sembari bergumam:  ‘In syaa Allah ada 40 ibu-ibu lainnya di belakang mereka. Ya, jika tiap orang menyampaikan ke 10 orang lainnya, bisa dipastikan ada 40 orang yang akan mendapat ilmu dari majelis ilmu.  Ini juga sebagai penyemangatku dan juga penyemangat ibu-ibu saat aku sampaikan untuk mengawali pemberian materi.

Pukul 09.00 sesuai akad, kami langsung mulai. Dan berapa jumlah yang hadir? Mungkin ada sekitar 20an. Saat sudah berlangsung pun masih ada yang hadir sekitar empat hingga enam orang. Jika ditotal dengan panitia mungkin sekitar 30an ibu-ibu hadir untuk mengikuti kopdar Kippy yang kali ini mengambil tema ‘Mengatasi Perselingkuhan Ala Islam’. Panitia sendiri menargetkan 40an peserta bisa hadir tiap agenda Kippy. Namun panitia pun sudah siap jika peserta kurang dari jumlah tersebut. Biasanya yang hadir berkurang jika ada kegiatan lain seperti saat bulan Agustus yang banyak agenda perayaan kemerdekaan.

Pada sesi materi utama, aku sampaikan tentang banyaknya fakta-fakta perselingkuhan yang tidak hanya dilakukan oleh satu pihak tertentu, tapi bisa dari dua pihak yaitu istri atau suami. Yang parahnya adalah ketika suami dan istri sama-sama melakukan perselingkuhan. Beberapa kali kudengar suara istighfar dari peserta ketika mendengar banyaknya fakta perselingkuhan yang begitu buruk. Bahkan salah seorang ibu beristighfar cukup keras yang mengagetkan peserta termasuk aku. Si ibu tersebut sampai tersipu malu dan menyampaikan permintaan maafnya. Dia juga menyampaikan sangat marah dengan perselingkuhan.

Setelahnya aku jelaskan ada dua faktor penyebab perselingkuhan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal biasanya karena ada emotional divorce (keterpecahan emosi).  Emotional divorce  banyak dialami oleh suami-istri, baik yang baru maupun yang sudah lama menikah, membuat hubungan cinta kasih akhirnya padam dan menjadi dingin. Meskipun secara fisik pasangan suami-istri masih tinggal serumah, secara emosional terdapat jarak yang membentang. Dengan pudarnya cinta dan kasih sayang, semakin longgarlah ikatan dan komunikasi di antara pasangan yang bisa mendorong salah satu atau keduanya mencari seseorang yang dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan emosional maupun kebutuhan fisik, termasuk seks.

Berlanjut ke faktor eksternal, faktor ini didominasi karena kita hidup dalam sistem kapitalisme di mana hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan dorongan seksual untuk dipenuhi.

 

“Ibu-ibu tahu tidak? Masyarakat kapitalisme menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia, baik terhadap fisik, psikis, maupun akalnya. Termasuk naluri seksual akan mereka pastikan wajib dipenuhi,” beberku.

 

Aku melanjutkan tanya ke ibu-ibu Kippy, ”Menurut ibu-ibu, naluri seksual wajib dipenuhi tidak? Kata mereka (kaum kapitalis), kalau tidak dipenuhi, manusia bisa mati.”

“Enggak...,” jawab ibu-ibu dengan kompak.

“ibu-ibu mau tahu caranya menghindari perselingkuhan?” tanyaku lagi

Dan lagi-lagi dengan kompak mereka menjawab,” Mau...”

Lantas aku pun memaparkan kiat-kiat menghindari perselingkuhan secara Islam. Pertama, menjalankan kehidupan rumah tangga secara islami. Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna.

“Jika tujuan pernikahan yang sebenarnya dipahami dengan benar, insya Allah akan lebih mudah bagi suami-istri meraih keluarga sakinah dan terhindar dari konflik-konflik yang berkepanjangan. Sebab, kesepahaman tentang tujuan pernikahan sesungguhnya akan menjadi perekat kokoh sebuah pernikahan,” ulasku.

Kedua, atasi berbagai persoalan suami-istri dengan cara yang benar (islami) dan tidak melibatkan orang (lelaki atau perempuan) lain. Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan. Jika dibutuhkan orang ketiga untuk membantu menyelesaikan persoalan, maka jangan sekali-sekali melibatkan lawan jenis yang bukan mahramnya; seperti teman sekantor, tetangga, kenalan, dan sebagainya.

Ketiga, menjaga pergaulan dengan lawan jenis di tengah-tengah masyarakat. Islam memerintahkan pria dan wanita untuk menutup aurat, menahan pandangannya terhadap lawan jenis, melarang pria dan wanita ber-khalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (nonmahram). Islam juga telah membatasi kerja sama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.

Keempat, poligami. Islam telah menjadikan poligami sebagai sesuatu perbuatan mubah (boleh), bukan sunah, bukan pula wajib. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengatakan dalam An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fî al-Islâm, “Harus menjadi kejelasan, bahwa Islam tidak menjadikan poligami sebagai kewajiban atas kaum Muslim, bukan pula suatu perbuatan yang mandub (sunah) bagi mereka, melainkan sesuatu yang mubah, yang boleh mereka lakukan jika mereka berpandangan demikian.”

 

Dasar kebolehan poligami tersebut karena Allah Swt. telah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang hal ini (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 3). Poligami bisa menjadi solusi di tengah kehidupan pergaulan lawan jenis seperti sekarang ini. Anehnya, poligami justru banyak ditentang, sementara perselingkuhan dibiarkan merajalela,

Kelima, memberikan hukuman bagi para pelaku perselingkuhan. Pada hakikatnya perselingkuhan sama dengan perzinaan. Dalam pandangan Islam seorang yang berselingkuh/berzina mendapatkan hukuman yang sangat berat. Jika belum menikah, pelakunya harus dicambuk 100 kali, dan untuk yang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Hukuman yang berat ini akan menjadi pelajaran bagi pelakunya hingga menimbulkan jera sekaligus sebagai penebus dosa atas perbuatan yang dilakukan. Jika hukuman ini diterapkan, seseorang akan berpikir panjang sebelum melakukan perselingkuhan.

 

Ibu-ibu sangat antusias menyimak penjelasan tentang menghadapi dan menyelesaikan perselingkuhan ala Islam. Kami sangat mengapresiasi ibu-ibu yang sudah hadir dan mendoakan agar rumah tangganya terjaga dengan tuntunan Islam.

Setelah penyampaian materi, MC membagikan beberapa hadiah kecil bagi peserta yang terlihat paling antusias dan juga untuk peserta yang bisa menjawab pertanyaan seputar tema Kippy kali ini.

Akhirnya acara kopdar Kippy selesai dan diakhiri dengan yel-yel khas KIPPY. “Apa kabarnya istri-istri happy?” Sapaan khas MC Kippy.

Ibu-ibu pun menjawab dengan semangat dan antusias sembari menggerakkan tangan sesuai yel-yel. Senyum bahagia tak lepas dari wajah ibu-ibu ketika menjawab yel-yel. Aku juga tak ketinggalan menjawab sapaan khas MC Kippy dengan antusias dan gembira.

“Alhamdulillah…  Luar biasa, Tetap semangat, Tetap happy, Allahu akbar!, Yes yes yes,”

Lega dan bahagia menyelimuti semua orang yang hadir di acara kopdar Kippy. Hal ini terlihat dari dokumentasi dan foto bersama di akhir acara, senyum cerah menghiasi wajah ceria ibu-ibu baik panitia dan peserta. Alhamdulilah...

------------------------------------

Brebes, 25/08/2024

Oleh: Ummu Enzi, Pengasuh Kippy

Sabtu, 14 September 2024

Ketika Zina Merajalela Berbagai Penyakit Mendera

Tinta Media - Sama seperti diriku, wajah para peserta seminar itu menunjukkan keterkejutan luar biasa. Mereka begitu tercengang dengan penjelasan Bidan Rehni terkait berbagai penyakit akibat zina pada seminar “Selamatkan Generasi dari Perbuatan Zina” di ruang kelas salah satu sekolah Islam di Kabupaten Bandung 25 Agustus 2024 lalu.

Bagaimana tidak! tanpa disadari oleh masyarakat, perbuatan zina telah menyebabkan munculnya lebih dari 20 jenis penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang sebagian besarnya belum ditemukan obatnya.

Suara istighfar dari peserta yang hadir menggema di ruangan berukuran 5 x 20 meter itu saat Bidan Rehni menyebut satu persatu berbagai jenis penyakit infeksi menular seksual akibat zina.

“Ada kondiloma akuminata, penyebab kanker serviks, kanker penis, kanker anus, kanker rongga mulut, ada ulkus mole, herpes simpleks genitalis, hepatitis B dan C, limfogranuloma venereum, vaginitis, trikomoniasis, sarcoma-Kaposi, skabies, pedikulosis pubis, zika, ebola, monkey pox,” ungkap Bidan rehni menyebut berbagai penyakit itu.

Terlebih setelah ditayangkan gambar mengerikan dari tubuh-tubuh yang terserang penyakit itu, semakin membuka mata bahwa akibat zina memang mengerikan.

Peserta seminar juga dibikin tercengang saat dipaparkan data tahun 2010 yang merujuk dari ANTARA bahwa 62,7 % remaja SMP sudah tidak perawan, dan 21,2 persen remaja Indonesia pernah melakukan aborsi. Ditambah lagi data dari BKKBN 2023 bahwa 60 % remaja usia 16-17 tahun di Indonesia melakukan seks pranikah.

Bidan Rehni masih melanjutkan penjelasannya, zina yang dilarang oleh agama tetapi justru banyak dilanggar oleh remaja membuat Indonesia menduduki peringkat teratas jumlah orang terkena HIV/AIDS dibanding negara-negara ASEAN lainnya. "Tak ayal negeri dengan penduduk mayoritas Muslim ini kehilangan produktivitas," sedihnya.

Lebih menyedihkan lagi orang yang terkena HIV/AIDS justru di usia produktif. “Paling banyak kasus HIV/AIDS di kelompok umur 20 – 49 tahun yaitu sebesar 85,7 % yang merupakan usia produktif,” ucap Bidan Rehni dengan nada prihatin melihat kenyataan buruk usia produktif yang justru menjadi beban karena penyakit.

Hari sudah semakin siang, namun peserta tetap fokus menyimak jalannya seminar. Meski ruang memanjang, panitia mendesain posisi duduk peserta berada di sayap kiri dan kanan ruangan, sementara pembicara serta perangkat acara berada di tengah ruangan. Dengan desain seperti itu membuat peserta bisa fokus menyimak. Dibantu dengan dua layar besar yang dipasang di sisi kanan dan kiri pembicara, menambah kondusif pelaksanaan seminar.

Irmawati, SST. moderator di acara itu, menyapa peserta untuk lebih mengondusifkan suasana setelah Bidan Rehni selesai menyampaikan pemaparan. Tidak lupa, ia juga menyapa peserta yang ada di ruang zoom. 

Sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu, ditambah 32 peserta di zoom masih antusias menyimak paparan materi selanjutnya.

Mengawali penyampaiannya, Ustadzah Qory yang menjadi pembicara kedua di acara itu menyapa peserta dengan pertanyaan, “Ibu-Ibu, fakta yang dibeberkan oleh Bidan Rehni tadi sudah atau belum terjadi?”

“Sudaaah,” jawab peserta kompak.

Qory pun menjelaskan bahwa kondisi memprihatinkan anak-anak remaja yang terserang berbagai penyakit IMS inilah yang mendorong pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Ia melanjutkan penjelasannya, PP no 28/2024 antara lain dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pelayanan kepada remaja terkait kesehatan reproduksi remaja melalui pemberian informasi dan pelayanan sehingga remaja mengenal alat reproduksinya.

“Dengan pengetahuan ini diharapkan remaja bisa menjaga diri sehingga terhindar dari penyakit IMS dan terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan,” ucap Qory mengungkap tujuan sebenarnya dari PP 28 itu.

Namun, ia menyesalkan, niat baik melindungi remaja ini tidak dibarengi dengan solusi yang benar sehingga alih-alih menyelesaikan masalah, yang terjadi justru masalah semakin parah.

“Landasan berpikir yang memunculkan aturan ini adalah landasan sekularisme, liberalisme dan HAM. Alih-alih melindungi remaja dari pergaulan bebas, yang ada, dengan aturan ini remaja seolah-olah diajarkan bagaimana pintar seks tetapi tidak berakibat pada kehamilan tidak diinginkan dan terhindar dari penyakit infeksi menular seks,” ujarnya sambil menarik nafas panjang membayangkan kerusakan remaja yang akan semakin parah jika aturan ini benar-benar diterapkan.

“Saat perlindungan negara lemah, masyarakat sekuler-liberal-hedonis, dibombardir rangsangan seksual, dibombardir pemikiran rusak, keluarga broken home, pendidikan agama minim, dakwah dipersekusi, ditambah PP 28/2024, akankah menyelamatkan generasi?” pancing Qory.

“Tidaaaak!” jawab peserta serentak dengan nada tinggi.

Qory lalu menandaskan bahwa pengesahan PP 28/2024 merupakan kebijakan rusak dan merusak, memperparah kerusakan yang ada, serta menunjukkan lemah dan rusaknya kualitas pemimpin dan pengambil kebijakan.

“Ibu-Ibu setuju dengan kesimpulan saya ini?” tanyanya kepada audien.

“Setuju!” jawab mereka.

Qory pun mengamini paparan Bidan Rehni bahwa zina merusak kesehatan dan menimbulkan berbagai macam penyakit dengan mengutip hadis Rasulullah saw. riwayat Ibnu Majah, “Tidaklah tampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.”

“Ibu-Ibu! Hadis ini sudah terbukti, bahwa ketika zina merajalela maka muncul berbagai macam penyakit sebagaimana pemaparan bidan Rehni tadi, bahwa ada lebih dari 20 macam infeksi menular seksual akibat perbuatan zina. Betuuul?” tukas Qory.

“Betuul,” jawab peserta.

Qory lalu mengajak peserta untuk merenungi bahwa isu kesehatan reproduksi yang ramai diperbincangkan saat ini bukan semata persoalan kesehatan atau saintifik, tetapi ada paradigma ideologi sekularisme-liberalisme-kapitalisme bahwa seks adalah hak asasi manusia.

Agar peserta mendapat gambaran solusi bagaimana mencegah zina yang sudah merajalela di kalangan remaja, ia meyakinkan kepada peserta bahwa generasi butuh solusi hakiki untuk menyelamatkan dari kehancuran, di mana solusi itu harus berasal dari Allah Swt., bersifat komprehensif dan sistemik, berimplikasi keberkahan dunia akhirat, dan menjaga posisi manusia sebagai hamba Allah Swt.

“Solusi itu adalah sistem Islam, yang jika sistem itu diterapkan, generasi akan terjaga kesucian, kemuliaan, dan kehormatannya,” tegasnya.

Ia menjelaskan lebih lanjut, bahwa Islam memiliki akidah ruhiyah dan akidah siyasiyah, yang dengan kedua akidah itu generasi akan terjaga.

“Akidah ruhiyah, adalah keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan manusia ada konsekuensinya di akhirat. Sedangkan akidah siyasiyah adalah keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk menjaga kemuliaan remaja,” ucapnya menjelaskan, khawatir peserta belum paham istilah yang kedengaran asing itu.

Peserta semakin mendapat gambaran utuh saat Qory menjelaskan bahwa pelaksanaan akidah siyasiyah ini, dibebankan kepada negara sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam adalah pengurus, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.”

Terlebih setelah dijelaskan bahwa tanggung jawab negara dalam melindungi generasi diwujudkan dengan menerapkan sistem ekonomi, sistem informasi, sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem sanksi, proteksi dan rehabilitasi, serta ketakwaan individu.

“Dan yang mampu menjalankan fungsi serta tanggung jawab tersebut hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh yaitu daulah khilafah islamiah,” tandasnya mengenalkan kepada peserta tentang nama negara dalam sistem Islam.

 “Agar masyarakat terhindar dari zina kita harus menyadarkan umat bahwa akar segala kerusakan adalah penerapan sekularisme liberalisme. Umat juga harus meyakini bahwa hanya Islam sajalah solusi berbagai masalah kehidupan,” ajak Qory kepada peserta agar tak diam melihat kerusakan ini.

Ia melanjutkan, tegaknya Islam juga harus diperjuangkan, dan perjuangan itu membutuhkan kontribusi semua elemen umat yaitu individu, masyarakat, dan negara.

“Apakah ibu-ibu siap terlibat langsung dalam perjuangan Islam?” tanyanya meninggi.

“Siaaap!” jawab peserta penuh semangat.

Sampai selesai Qory memaparkan materi, peserta tetap antusias mengikuti jalannya seminar. Pertanyaan dan pernyataan pun mereka lontarkan mulai dari menambahkan fakta kerusakan sampai mempertanyakan bagaimana metode perjuangan untuk mengubah sistem yang rusak. Namun karena waktu terbatas tidak semua pertanyaan terbahas.

Kemudian acara ditutup dengan doa oleh Ustadzah Sumiati. Air mata peserta bercucuran terlarut dalam khusyuknya doa yang dipimpin oleh ustadzah di salah satu sekolah tahfidz, Rancaekek, Kab. Bandung.

Sebelum peserta beranjak dari tempat duduknya, Ustadzah Wida Yuniarti. S.E. sebagai MC menegaskan, “Ibu-Ibu para tokoh! Siapkah memperjuangkan tegaknya Islam kafah, agar generasi terselamatkan?”

“Siaaap!” pekik sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu.

Semangat perjuangan yang masih membara, terbawa pulang oleh peserta saat acara usai dan kembali ke rumah masing-masing.

Rancaekek, 03092024

Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Feature News

Rabu, 11 September 2024

Kalau Hanya Baca Sekilas Tidak Dapat Apa-Apa

Tinta Media - “Sudah di baca Bab 16?” Ucap Om Joy balik bertanya saat salah satu peserta bertanya tentang penulisan ending yang merupakan bagian dari anatomi FN di pertemuan ketiga dalam acara pelatihan menulis Feature News, Rabu 28 Agustus 2024 via daring.

“Sudah Om!” jawab penanya itu.

 “Dibaca dengan lampirannya?” pancing Om Joy.

“Belum!” jawab penanya.

“Sekalipun teori membuat FN yang ada dalam buku “Tips Taktis Menulis dari Sang Jurnalis jilid 2” sudah dibaca, tetapi kalau membacanya sekilas, apalagi tidak diikuti dengan membaca  instruksi yang ada dalam bab-bab tersebut,  seperti membaca lampirannya misalnya, maka tidak akan mendapatkan apa-apa, tidak akan mendapatkan ilmu tentang menulis FN!” ujar Om Joy tampak kecewa karena muridnya tidak serius mengikuti instruksinya.

Dari raut wajahnya,  tampak penyesalan dari penanya karena ketidakpatuhannya mengikuti instruksi gurunya.

“Dari bab satu sampai bab 16 di  buku itu, saya susun dengan berurutan termasuk instruksi membaca lampiran dalam setiap babnya ditujukan  agar pembaca menguasai cara menulis FN murni, sehingga membacanya harus serius dan utuh. Kalau bacanya sekilas tidak akan mendapatkan apa-apa,” tandasnya memotivasi peserta agar serius membaca buku dan mengikuti instruksi.

Mencantumkan Sumber Rujukan

“Bagaimana cara mencantumkan sumber rujukan dalam FN yang kami buat,” tanya peserta yang lain.

“Jika yang ingin diceritakan sudah banyak dibincangkan orang, orang sudah banyak yang tahu, saya enggak sebut rujukannya. Tetapi kalau pernyataan yang sensitif, barulah disebut rujukannya,” jawab pengasuh Tinta Media itu.

Agar peserta memiliki gambaran utuh tentang  seperti apa pernyataan sensitif sehingga perlu mencantumkan rujukan,  Om Joy mencontohkan di halaman 105 di buku itu, “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka...,” ia membacakan pernyataan dimaksud.

Menurutnya, pernyataan itu sensitif, sehingga perlu mencantumkan rujukannya, yang ia tulis di paragraf selanjutnya. Ia lalu menampilkan paragraf itu melalui layar monitor: “Tentu saja para hadirin dalam sidang Konstituante itu terkejut mendengar pernyataan lelaki yang aktif di ormas Muhammadiyah tersebut. Tidak saja pihak pendukung Pancasila, juga para pendukung negara Islam sama-sama terkejut,” ujar KH Irfan Hamka menceritakan ketegasan sang ayah seperti tertulis dalam bukunya yang berjudul Kisah-Kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka.

“Itu contoh pernyataan sensitif dan bagaimana mencantumkan rujukannya,” tandasnya.

 Om Joy juga mengingatkan kepada peserta agar jangan sampai  pencantuman sumber di teks membuat pembaca terganggu menikmati alur cerita.

“Tetapi tidak masalah kan Om, jika di bawah tulisan dicantumkan buku-buku yang menjadi sumber rujukan tulisan?” tanya peserta lagi.

“Enggak masalah!” jawab Om Joy. 

Kutipan

Salah satu peserta masih belum paham saat membaca kutipan, “ Nyawa saya...saya berikan hanya untuk 2 hal. Pertama, ibu dan ayah. Kedua untuk Islam.”

Kutipan itu ada di salah satu FN yang dibuat Om Joy dengan judul ‘Khotbah Jumat pun di Atas Rantis Brimob.’

“Apakah kutipan tersebut adalah teras/lead yang menjadi bagian dari anatomi FN,” tanyanya.

“Tentang kutipan yang sering muncul di FN saat dimuat oleh media, itu bukan bagian dari FN tetapi bagian dari lay out untuk mengisi ruang kosong jika beritanya kurang panjang,  dan juga untuk menambah artistik tampilan,” jawab Om Joy.

FN Rasa SN

Di detik-detik terakhir sebelum acara berakhir, ada peserta yang minta dijelaskan tentang FN rasa SN.

“Detailnya akan dibahas di pertemuan Sabtu mendatang. Silakan baca bab 17. Jangan lupa lampirannya dibaca juga!” jawab Om Joy sekaligus mengakhiri pertemuan itu.

Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Tinta Media

Jumat, 06 September 2024

𝐊𝐇𝐔𝐓𝐁𝐀𝐇 𝐉𝐔𝐌𝐀𝐓 𝐏𝐔𝐍 𝐃𝐈 𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐑𝐀𝐍𝐓𝐈𝐒 𝐁𝐑𝐈𝐌𝐎𝐁



𝐿𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 2 𝑗𝑢𝑡𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑚𝑎𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎 𝑄𝑢𝑟’𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 4 𝑁𝑜𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑡𝑎𝑟 𝐼𝑠𝑡𝑎𝑛𝑎 𝑁𝑒𝑔𝑎𝑟𝑎. 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑟𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡, 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑠𝑎𝑘 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝐽𝑜𝑘𝑜𝑤𝑖 𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑜𝑙𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝐴ℎ𝑜𝑘 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑠𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴𝑙-𝑄𝑢𝑟’𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑢𝑙𝑎𝑚𝑎. 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑖𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑝𝑒𝑘𝑡𝑎𝑘𝑢𝑙𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑚𝑎𝑟𝑡𝑎𝑏𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡. 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑖𝑛𝑖 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑎𝑗𝑖𝑘𝑎𝑛𝑛𝑦𝑎. 

Tinta Media - Meski aksi damai Bela Qur’an baru dimulai usai shalat Jumat, sejak Kamis malam kaum Muslim dari luar Jakarta berdatangan ke Masjid Istiqlal. Semakin larut, semakin banyak rombongan yang datang. Dengan penuh semangat memekikkan takbir dan juga melantunkan shalawat. Walhasil, ketika shalat Shubuh, padatnya luar biasa. Ruang utama masjid yang berkapasitas 120 ribu orang tersebut 𝑓𝑢𝑙𝑙 diisi para peserta aksi, shalat berjamaah.

Pagi harinya puluhan ribu peserta yang terus berdatangan harus berpuas duduk di pelataran dan berdiri di halaman. Jam 7 pagi, massa yang baru datang pun berkumpul di halaman pintu masuk masjid. Mereka mendengarkan orasi “pemanasan”. 

Bram Azhar Belutewe, dari komunitas Muslim NTT mengatakan bersatunya umat Islam dari seluruh daerah di Indonesia, menjadi bukti bahwa kaum Muslim mencintai persatuan.

“Justru Ahoklah yang memecah belah, dengan menghina Al-Qur’an berarti memecah belah bangsa!” tegas Bram dalam orasinya.

Dia juga menambahkan sekarang adalah saatnya umat Islam bangkit dari kezaliman dan perpecahan.

Massa terus bertambah banyak setiap menit, tidak sedikit yang meneriakkan yel-yel: “Gantung, gantung, gantung si Ahok...// Gantung si Ahok, sekarang juga...”
.
𝐃𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐌𝐨𝐝𝐚

Untuk menghormati saudara-saudaranya yang datang jauh-jauh dari daerah, sebagian umat Islam dari Jakarta yang ikut Aksi 4 Nopember memilih shalat Jumat di masjid-masjid lain di radius terdekat, termasuk di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakpus.

Nur Ramdhan Widodo dan rombongannya yang datang dari Bandung menggunakan dua mobil pribadi shalat di masjid tersebut. Nur bercerita ketika menanti tiba shalat Jumat, baterai ponselnya mau habis ketemu dengan bapak-bapak yang cukup simpatik menunjukan tempat mengecas yang memang disediakan DKM Masjid Cut Mutia. 

“Asal 𝑗𝑎𝑔𝑎𝑖𝑛 sendiri ya hp-nya,” ujar bapak tersebut.

Bapak-bapak yang bernama Ferry Ismirza sengaja datang sendiri dari Surabaya via pesawat terbang dengan tujuan membela Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT. 

“Nyawa saya, saya berikan hanya untuk 2 hal. Pertama, ibu dan ayah. Kedua, untuk Islam. Jarak yang jauh dan biaya berapapun kalau untuk jihad demi Allah SWT, saya tidak akan hitung-hitung...” jawab lelaki usia sekitar 65 tahun tersebut kepada Nur ketika ditanya alasannya kenapa ikut aksi ini. 

Suasana di stasiun di Jabodetabek dan di dalam kereta api menuju Jakarta pun tampak seperti di pesantren karena dipenuhi oleh orang-orang berpeci dan pakaian putih. PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mencatat terjadi kenaikan jumlah penumpang di Stasiun Juanda, Jakarta Pusat hingga 400 persen pagi itu. 

VP Corporate Communication KCJ Eva Chairunisa mengumumkan, tercatat 52 ribu penumpang keluar dari Stasiun Juanda (stasiun terdekat dengan lokasi aksi, red) atau naik 400 persen dari hari normal yang sekitar 13 ribu penumpang per hari. 

Mereka semua naik kereta dengan tertib dan tentu saja membayar tiket. Suasana pun kondusif. 

Berbeda dengan yang lainnya, Abdul Manan malah melakukan perjalanan dengan ekstrem. Pria berusia 70 tahun ini datang ke Jakarta dengan mengendarai sepeda motor tua Honda Grand 96 dari rumahnya di Malang!

Ketika ditanya pwmu.co berapa banyak bahan bakar yang dihabiskan dalam perjalanan Malang-Jakarta, ia hanya tertawa lepas. “Soal itu saya tidak menghitungnya, yang penting bisa sampai tujuan dan bisa mengikuti aksi untuk 𝑖𝑧𝑧𝑢𝑙 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑙 𝑀𝑢𝑠𝑙𝑖𝑚𝑖𝑛,” ujar anggota Korps Mubaligh Muhammadiyah tersebut. 

𝐊𝐡𝐮𝐭𝐛𝐚𝐡 𝐉𝐮𝐦𝐚𝐭 𝐝𝐢 𝐀𝐭𝐚𝐬 𝐑𝐚𝐧𝐭𝐢𝐬

Jelang shalat Jumat, semua peserta aksi maupun aparat bersiap untuk menunaikannya. Di Gambir misalnya, sejak pukul 10.30, Markas TNI Angkatan Darat menyiapkan air bersih melalui selang yang ditarik dari dalam markas ke pinggir jalan. Dengan ditindih batu, selang-selang yang diletakkan di atas pagar pun mengucurkan air yang digunakan massa untuk berwudhu. Dengan tertib, mereka mengantre. Sedangkan di lokasi yang tidak terjangkau selang, anggota Brimob mengucurkan air mineral dalam botol untuk membantu berwudhu. 

Sedangkan di Istiqlal, pada pukul 10.45, ruangan utama sudah sangat sesak dengan jamaah. Kapasitas normal 120 ribu orang tersebut diprediksi sudah diisi 200 ribu orang! Meski berdesak-desakan, mereka duduk dengan rapi. 

“Jamaah... cukup! Cukup, jangan masuk lagi ke ruang utama masjid. Sudah penuh. Silakan langsung duduk di mihrab dan pelataran. Jangan maksa masuk dan jangan maksa ke depan. Sudah sesak, sudah penuh!” tegas takmir Masjid Istiqlal.

Takmir pun memberikan solusi. “Yang barisan di atas lantai 2 sampai 5. Tolong 2 shaf dari depan kosongkan, karena mendahului imam. Jamaah yang masih ada di pelataran mihrab dan pelataran parkir, langsung saja bikin shaf. Tidak usah memaksa masuk ke dalam masjid. Sudah penuh!” tegasnya.

Meski tidak persis, ungkap salah seorang peserta aksi, suasana seperti ini tampak seperti miniatur suasana shalat Jumat masa 𝑛𝑢𝑏𝑢𝑤𝑤𝑎ℎ (kenabian) dan masa kekhilafahan. Berbeda terbalik dengan rutinitas shalat Jumat yang ada sekarang ini. Biasanya, takmir masjid berbicara: "Silakan jamaah yang masih di luar, masuk ke dalam masjid. Barisan depan dan tengah masih kosong...."

Walhasil, jamaah shalat Jumat di Istiqlal pun sampai memenuhi halaman dan ruas jalan sekitar Istiqlal. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar memprediksikan di masjid dengan kawasan seluas 9.32 hektare ini dipadati sekitar 300 ribu jamaah dalam satu waktu. 

Ketika memasuki waktu dzuhur, adzan pun berkumandang. Bukan hanya di masjid-masjid, tetapi juga di jalan raya, salah satunya di Jalan Merdeka Utara depan Kementerian Dalam Negeri. Kendaraan Taktis (Rantis) Komodo Brimob pun ‘disulap’ jadi mihrab dan mimbar Jumat. Bendera putih dan hitam bertuliskan dua kalimat syahadat disematkan di sisi kanan dan kiri mobil tempur tersebut. 

Dari dalam mobil pasukan elite tersebut terdengar suara adzan yang tak kalah merdu dibanding dengan di masjid. Dan siapa sangka yang adzan adalah anggota Brimob berpakaian dinas lapangan! Di atas kendaraan itu pula, aktivis Iskam Kaffah Jakarta Marsi dipersilakan menjadi imam dan khatib Jumat.

“Yang menyebabkan orang kafir bisa berkuasa karena sistem yang dipakai adalah sistem kufur 𝑙𝑎𝑘𝑛𝑎𝑡𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ!” pekiknya dalam khutbah di hadapan ribuan peserta aksi dan aparat kepolisian yang menunaikan shalat Jumat di tengah jalan.

Bisa jadi itulah adzan dan khutbah Jumat pertama di dunia di atas mobil taktis. Masyaallah.[] 
.
𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝐼 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 185 (20 𝑆𝑎𝑓𝑎𝑟–1 𝑅𝑎𝑏𝑖𝑢𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 1438 𝐻 | 20 𝑁𝑜𝑣𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟–1 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016). 
.
.
𝐒𝐄𝐌𝐎𝐆𝐀 𝐀𝐋𝐋𝐀𝐇 𝐊𝐀𝐑𝐔𝐍𝐈𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐏𝐀𝐇𝐀𝐋𝐀 𝐁𝐄𝐑𝐋𝐈𝐏𝐀𝐓


Usai menunaikan shalat Jumat, para peserta aksi 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑚𝑎𝑟𝑐ℎ dari Masjid Istiqlal dan masjid-masjid lainnya menuju Istana Negara. Lautan manusia mengalir berduyun-duyun.

Aliran massa itu pun melewati Gereja Katedral. Melihat massa sebanyak itu, Andreas Gunawan dan Wiwi Margareta yang hendak melangsungkan pernikahan di Katedral sempat hendak mengurungkan niatnya. Namun dengan wajah berseri-seri, para peserta aksi memberikan jalan agar pasangan muda tersebut dapat melangsungkan perkawinannya secara Katolik. 

 “Tadi saat kita kesulitan masuk ke Gereja Katedral, kami dibantu polisi dan tim pendemo agar bisa masuk, ayo cepat masuk, hati-hati bajunya jangan sampai kotor. Mereka tidak menyusahkan kami, justru sangat membantu,” ungkap Wiwi saat diwawancarai 𝑁𝑒𝑡.24𝑁𝑒𝑤𝑠.

Di tengah massa, ada sekelompok tuna netra berjumlah 20 orang, saling pegangan tangan. Mereka membawa spanduk di sisi kanan, dengan satu orang komando paling depan. Jika yang depan berteriak “Allahu Akbar!”, maka yang lain dengan semangat mengikutinya. 

“𝑆𝑢𝑏ℎ𝑎𝑛𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ hati saya bergetar mendengar takbir mereka, keterbatasannya tak menyurutkan niat membela Alquran yang dinodai kafir Ahok,” ungkap Ahbabul Musthofa, peserta aksi dari Jakarta Utara, di akun facebook pribadinya.

Ada pula seorang penyandang cacat yang tak bisa berpindah tempat selain merangkak. Jika mendengar teriakan takbir maka ia langsung berdiri dengan kedua lututnya dan mengepalkan tangannya ke atas sambil berteriak, “Allahu Akbar!”

Di antara 2 juta orang lebih itu, ada pula kakek bernama Sholeh (70 tahun), ia datang sangat jauh dari pedalaman Bima NTB, dari kampung halamannya menempuh 72 jam perjalanan darat dan laut. Sejak terdengar panggilan aksi damai Bela Qur’an, ia mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk bekal ke Jakarta hingga terkumpul dana 3 juta rupiah.

Polisi dan tentara wanita dengan memakai kerudung tersenyum ramah kepada para peserta sembari membagikan makanan dan minuman. Banyak pula di antara para pedagang kaki lima dengan rela hati menggratiskan dagangannya, seperti bapak penjual lontong sayur, ia berkata: "Untuk semua saudaraku saya ikhlaskan makanan ini semua, makanlah sepuasnya tidak usah bayar, saya ikhlas karena Allah untuk para pembela Al-Qur’an.”

Para peserta aksi pun satu sama lain saling mengingatkan agar jangan menginjak rumput taman. Dan ribuan para santri dari Daarut Tauhid Pimpinan Aa Gym beserta umat Islam lainnya membersihkan sampah yang tercecer. 

Menjelang maghrib ada kiriman nasi boks yang dibagikan ibu-ibu kepada peserta. Jumlahnya banyak sekali. Di atas boks nasinya ada tulisan: "Terima kasih atas jerih payahmu memperjuangkan agama kita saudaraku, semoga Allah mengganjar dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Sekarang silakan nikmati makan malam ini dari kami para ibu yang berdoa semoga anak-anak kami memiliki iman setebalmu di masa yang akan datang."  

Aksi berjalan damai dan lancar. Meski kecewa dengan sikap Jokowi yang 𝑛𝑔𝑎𝑐𝑖𝑟 lewat pintu belakang, para ulama dan umat tetap bersabar. Usai shalat Maghrib berjamaah, sebagian besar peserta pulang, puluhan ribu lainnya masih tetap bertahan menunggu kepastian dari Jokowi. 

𝐏𝐫𝐨𝐯𝐨𝐤𝐚𝐬𝐢

Tiba-tiba sekelompok kecil orang melakukan provokasi. Para laskar dari Front Pembela Islam (FPI) pun pasang badan membuat barisan melindungi blokade polisi agar para provokator tersebut tidak lagi mendorong dan melempari polisi. Tapi mereka semakin beringas dan serangan pun semakin keras, laskar pun akhirnya menyingkir. Para provokator bercelana 𝑗𝑒𝑎𝑛𝑠 bahkan ada yang celana pendek, dan orang bertopi gaul dengan penuh nafsu terus menendangi.

Habib Rizieq yang berada di mobil komando terus meminta semuanya tenang dan jangan terpancing provokasi. 

“Mereka ada di depan di luar barisan peserta aksi, jumlahnya kuranglah dari 20 orang,” ujar aktivis Islam Kaffah Jakarta Marsi yang melihat kejadian itu. 

Namun bukannya mengisolasi atau pun meringkusnya. Polisi malah menembakkan gas air mata, termasuk ke arah mobil komando. 

Motor polisi pun meraung-raung dan menggilas beberapa peserta aksi. Habib Rizieq tetap menyerukan peserta untuk melawan dengan diam. Menariknya, ketika polisi mengarahkan tembakan gas air matanya ke mobil komando, angin pun berhembus membelokkan gas tersebut ke arah polisi dan para petinggi pemerintah yang ada di dalam pagar Istana Negara. 

𝐊𝐡𝐚𝐰𝐚𝐭𝐢𝐫 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐛𝐢𝐛

Para korban pun dibawa lari ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan. RS yang tadinya hening tersebut berubah menjadi riuh. “Siaga... siaga... siap-siap perkiraan 60 korban akan datang bahkan bisa lebih,” suara dokter perempuan sigap menginstruksikan rekan-rekanya.

Seketika suasana begitu mencekam. Suara ambulan di luar meraung-raung. Melihat kondisi itu, seorang dokter gigi yang juga peserta aksi 411 Nada Ismah pun mengurungkan niatnya menelepon suami untuk minta dijemput pulang. 

"Ada yang bisa saya bantu, Suster," ujar Nada Ismah langsung merapat mendampingi paramedis. Kaki Nada menguat, dadanya bergemuruh melihat para peserta aksi digotong masuk ke UGD.

Seorang perawat dalam balutan baju plastik memegang selang air, siap di depan UGD menyambut korban yang turun dari ambulan dan mengucurkan air ke wajah mereka kemudian mendorong mereka dalam kursi roda/tandu memasuki ruang UGD. 

Tidak ada rintihan sakit atau erangan pilu dari mereka. Yang terdengar adalah sayup-sayup asma Allah SWT tak terhenti lekat di bibir mereka. 

Nada Ismah pun berada di sebelah peserta aksi yang tersengal-sengal nafasnya. "Sesak, Dok, leher saya," ujarnya sembari batuk-batuk. Dipasangkanya oksigen oleh perawat.

"Istighfar, Pak. 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑔ℎ𝑓𝑖𝑟𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑙 𝑎𝑑𝑧𝑖𝑚, 𝐿𝑎𝑎 ℎ𝑎𝑢𝑙𝑎 𝑤𝑎𝑙𝑎𝑞𝑢𝑤𝑤𝑎𝑡𝑎 𝑖𝑙𝑙𝑎𝑎 𝑏𝑖𝑙𝑙𝑎ℎ, ini jihad kita!" ujar Nada sembari bantu mengangkat kepalanya untuk menyeruput teh hangat, karena pasien bilang tangannya tidak bisa digerakkan. 

Seketika ruang UGD penuh sesak dan hawa gas air mata sangat terasa. "Abang…, Habib, Bang… Habib, Bang... Habib bagaimana, Bang?" seorang peserta aksi dengan wajah berlumur darah karena luka di kepalanya mengkhawatirkan Habib Rizieq Shihab. Dia tidak peduli dengan lukanya. Justru Habib yang dipikirkannya.  

Para peserta aksi yang terluka tak tertampung di ruang UGD, selasar dan halaman RS-pun terpakai. "Kami tidak bersenjata, kami baru selesai shalat Isya, sebagian kami tengah duduk tenang berdzikir, dan letupan itu pun menggelegar," ungkap seorang seperta aksi kepada Nada Isma.

Keesokan harinya, Direktur RS Budi Kemulian Muhammad Baharuddin menyatakan dirinya berdoa agar orang-orang yang melakukan kezaliman terhadap umat Islam mendapat balasan dari Allah.

“Saya berharap, orang yang melakukan kezaliman kepada umat Islam tadi malam dibalas oleh Allah!” katanya dalam konferensi pers di Restoran Pulau Dua Jakarta, Sabtu (5/11).

Dalam kesempatan tersebut, pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) sedianya akan menyerahkan cek kepada Baharuddin untuk biaya pengobatan para korban gas air mata. Namun dengan tegas ia menolak bayaran. [] 

𝐉𝐨𝐤𝐨 𝐏𝐫𝐚𝐬𝐞𝐭𝐲𝐨
𝐷𝑖𝑚𝑢𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑟𝑢𝑏𝑟𝑖𝑘 𝐹𝑜𝑘𝑢𝑠 𝐼𝐼 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑜𝑖𝑑 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑈𝑚𝑎𝑡 𝑒𝑑𝑖𝑠𝑖 185 (20 𝑆𝑎𝑓𝑎𝑟–1 𝑅𝑎𝑏𝑖𝑢𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 1438 𝐻 | 20 𝑁𝑜𝑣𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟–1 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟 2016).
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab