Tinta Media: FP1
Tampilkan postingan dengan label FP1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FP1. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Februari 2024

IJM: Isu Normalisasi HT1 dan FP1 Menjadi Warning bagi Pemerintah



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menanggapi isu normalisasi status organisasi masyarakat atau ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HT1) maupun Front Pembela 1slam (FP1) sebagai warning bagi pemerintah untuk bersikap adil. 

“Ini harus menjadi warning bagi pemerintah agar berhati-hati dan bersikap adil dalam memperlakukan ormas Islam, karena bisa menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat bahwa ini upaya memberangus kelompok Islam yang berbeda dan kritis terhadap pemerintah,” tuturnya pada unggahan Normalisasi HT1 dan FP1? di kanal YouTube Justice Monitor, Rabu (31/01/2024). 

Ia mengingatkan bahwa sebagai negara hukum pemerintah tidak dapat melarang warganya untuk berserikat, berkumpul, dan juga berkegiatan dakwah. 

“Jika kita cermati, langkah pemerintah membubarkan kedua atau mencabut badan hukum dan tidak memperpanjang SKT dari kedua ormas itu yang sebelumnya menimbulkan polemik di dalam masyarakat, ada yang mendukung upaya pembubaran atau pencabutan BHP dan SKT, ada pula yang menolak dengan argumen kebebasan berserikat, termasuk rasa was-was kembalinya politik represi,” jelasnya. 

Menurutnya, bagi pihak yang kontra, langkah pemerintah menjadi tambahan alasan untuk makin waspada setelah melihat fenomena menyempitnya ruang kebebasan bersuara kritis belakangan ini. “Jangan lupa pemerintah juga punya tanggung jawab melakukan pembinaan, pengayoman, dan memberikan edukasi kepada seluruh ormas,” tuturnya mengingatkan. 

“Sehingga atas langkah pembubaran tersebut pemerintah dinilai sebagian pihak tidak benar-benar melakukan kajian yang komprehensif dan disinyalir memiliki sentimen tertentu dan bernuansa politik,” sambungnya menegaskan. 

Menurutnya topik HT1 dan FP1 merupakan ujian bagi negara ini. “Sebab banyak pihak yang menilai pembubaran kedua atau pencabutan badan hukum BHP HTI dan tidak dilanjutkannya SKT FPI ini indikasi dan benih-benih lahirnya otoritarianisme,” terangnya.

Hal ini dinilai Agung sekaligus bisa menjadi ujian dalam bernegara. “Penting pemerintah hendaknya memberikan keadilan bagi setiap masyarakat untuk berdakwah dan bersuara kritis,” pungkasnya.[] Raras

Rabu, 02 Agustus 2023

IDI SENASIB DENGAN HT1 DAN FP1?

Tinta Media - Mengutip informasi dari website kantor berita yang memberitakan bahwa DPR telah menyetujui RUU Kesehatan (Omnibus Law Kesehatan) menjadi Undang-undang.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

Pertama, Bahwa sebelum RUU Kesehatan tersebut disetujui menjadi UU, muncul berbagai macam tuduhan dan narasi yang sifatnya menyudutkan IDI. IDI dituduh melakukan monopoli serta berbagai narasi lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa narasi yang menyudutkan tersebut muncul secara massif?

Penulis menjadi teringat fakta dan peristiwa hukum terkait Pencabutan Badan Hukum Organisasi dakwah HTI dan FPI, sebelum terjadi pencabutan berbagai narasi yang menyudutkan HTI dan FPI muncul secara massif, terstruktur dan luas kemudian UU ormas nya diubah dan Organisasi nya dicabut. Sedangkan dalam kasus IDI yaitu UU nya diubah dan IDI diperlemah bahkan organisasi "dipecah belah" menjadi multi bar yang sebelum single bar.

Mungkinkah ada pihak-pihak yang menggunakan pasukan siber (cyber troops)? memakai media sosial untuk tujuan politis, termasuk menekan, menghilangkan kepercayaan hingga memecah belah warga.

Jika mengutip riset 'The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation' bahwa cyber troops paling banyak digunakan oleh aktor-aktor pihak pemerintah atau politik yang ditugaskan untuk memanipulasi opini publik secara daring dengan tujuan untuk mendapatkan legitimasi publik. Legitimasi publik sangat dibutuhkan oleh siapapun termasuk Pemerintah.

Setiap pemerintahan, termasuk yang otoriter sekalipun, memerlukan legitimasi dari masyarakat. Akibatnya, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan dan mempertahanakan legitimasi.

Kedua, Bahwa sepatutnya Pemerintah memperkuat dan bekerjasama dengan organisasi profesi IDI. Jika terdapat persoalan dengan IDI semestinya dibenahi individu nya bukan kemudian "melakukan pecah belah" organisasi profesi. Dengan UU Kesehatan yang baru IDI tidak lagi menjadi organisasi tunggal (single bar) bagi profesi dokter, siapapun akan dapat membuat organisasi profesi kedokteran (multi bar) seperti Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) bahkan tidak menutup kemungkinan akan kembali muncul organisasi lainnya.

Demikian.
IG @chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan,S.H., M.H.
(Ketua LBH Pelita Umat dan Mahasiswa Doktoral)

Kamis, 09 Juni 2022

INTRIK POLITIK: Massa FP1 Palsu Beraksi di Patung Kuda, Siapa di Baliknya?


Tinta Media - SINDOnews-tanggal 6 Juni 2022 mewartakan bahwa ada Massa mengatasnamakan Front Persaudaraan Islam (FPI) beraksi di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2022) siang. Ketua DPP FPI Bidang Advokasi Aziz Yanuar menyatakan gerakan tersebut tidak dikenal alias FPI palsu. 
“Suara FPI memang seksi untuk menjadi daya tarik politik sehingga klaim mengatasnamakan FPI patut dipertanyakan siapa di balik ini semua?" ujar Aziz, Senin (6/6/2022). 

Surat edaran dari FPI tersebut mengklaim bahwa ada seruan aksi mendukung salah satu kandidat calon Presiden 2024. "Beberapa hari sebelumnya mereka lewat medsos telah menyebarkan undangan aksi tersebut dengan kop surat FPI yang dipalsukan tanpa dibubuhkan tanda tangan maupun stempel dengan mengatasnamakan M Fahril sebagai koordinator aksi," tulis surat edaran itu. 

Saya percaya itu aksi FPI, bahkan aksi HTI karena ada bendera yang bertuliskan FPI dan HTI. Hanya saja kedua Ormas ini sudah dicabut badan hukumnya, jadi secara nalar tidak mungkin melakukan kegiatan atas nama FPI dan HTI. Nah, ada kemungkinan lain yaitu Ormas Reborn, FPI Reborn dan HTI Reborn. FPI Reborn itu Front Persaudaraan Islam, sedangkan HTI tidak ada REBORN. Dan ternyata sudah ada klarifikasi pelaku demo bahwa ia merasa dijebak seseorang bahwa seolah itu aksi FPI Reborn. 

Kesimpulannya saya aksi tersebut BUKAN AKSI FPI Reborn yakni Front Persaudaraan Islam melainkan FPI ABAL-ABAL. 

Di medsos banyak threat di Twitter  yang membahas mobil berplat nomor B 9352 MW Pernah Digunakan Demo PDIP, Tolak Formula E, Hingga demo Desak KPK Periksa Anies. Saya pikir harus dibuktikan lebih dulu kebenaran terkait mobil yang dipakai. Apakah benar mobilnya sama dan nomor plat yang sama. Siapa pemiliknya dan apakah direntalkan atau tidak mobil komando tersebut.  Kalau semuanya benar, yang kemudian perlu ditelusuri adalah pelaku dan dalang aksi ini siapa. Semuanya terang, orangnya jelas. Nah, kalau ada pihak yang dirugikan dapat kemudian menelusuri aksi ini mulai dari dokumen yg disebarkan. Apakah ada pemalsuan dokumen dan apa saja kerugian yg telah dan akan ditimbulkan. 

Aksi semacam ini menurut saya merugikan ormas yang dicatut namanya krn akan menimbulkan perspektif negatif dukungan terhadap Anies Baswedan oleh FPI dan HTI dinarasikan bahwa Anies didukung oleh 2 organisasi yg telah dicabut badan hukumnya dan identik dengan pejuang tegakknya syariat Islam. Ini bisa jadi black campain bagi orang tertentu sedangkan secara formal HTI dan FPI tidak menyatakan dukungan tersebut. 

Secara hukum, ada konsekuensi jika ada pihak yang membuat opini palsu dengan demonstrasi palsu.
Demonstrasi tidak mungkin dilakukan ujug-ujug. Pasti ada dokumen yang dapat dilacak. Berawal dari sini maka bisa dibuktikan juga adakah pemalsuan dokumen yang menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu. Kerugian itu bisa secara immateriil dan materiil. Kalau ada dan bisa dibuktikan, maka bisa dijerat dengan pasal Pencemaran nama baik dan fitnah (310, 311 KUHP) serta pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. 

Salah satu dari pasal tersebut adalah pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen, yang berbunyi : 

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. 

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Atas aksi palsu ini, semua menerka ini politis, intrik politik dan dalam perspektif hukum terkait aktor politik seperti ini dapat ditindak. Namun, soal serius ataupun tidak dalam penanganannya, tidak ada yang mampu memastikannya. Jadi boleh dibilang tidak optimis pelaku akan ditindak. 

Memang betul sekarang ini sedang berlangsung kontestasi calon presiden untuk pemilu tahun 2024. Intrik-intrik politik itu terkesan sudah berlangsung dan memang sengaja dilakukan untuk sekedar test water oleh petualang politik. Kalau bicara aktor politik dalam perspektif hukum, sepanjang tidak melanggar ketentuan pidana saya kira intrik politik tersebut sah-sah saja. Persoalannya sebenarnya tidak sebatas hukum, melainkan dari sisi moral dan agama. Hendaknya berpolitik juga tetap dibingkai oleh norma moral dan agama sehingga terdapat kemuliaan politik bukan kekotoran politik yang selama ini disematkan terhadap kegiatan politik tersebut. 

Dengan intrik yang membabi buta, terkesan kasar sekali permainan politik di negeri ini, tidak menampilkan wajah negara berkemanusiaan yang adil dan beradab. Lebih berwarna machiavelisme. Menggambarkan betapa rendahnya moral dan peradaban bangsa. Memfinah dan merekayasa sepertinya menjadi hal yang biasa. Diketahui oleh masyarakat pun tidak membuat bersalah, malu apalagi berdosa.  

Saya benar kata Rizal Fadilah bahwa kiranya perlu segera diusut biang keladi aksi dukungan palsu tersebut. Harus dibuktikan bahwa aksi tersebut bukan rekayasa institusi resmi, tapi kerja kelompok yang ingin mengacaukan negara dengan jalan fitnah dan adu domba. Jika buzzer yang berteriak serempak atas aksi ini harus dicek juga, apakah mereka ikut terkecoh atau memang menjadi bagian dari rencana jahat untuk mendeskreditkan FPI, HTI dan Anies Baswedan?  

Tabik..!!!
Semarang: Rabu: 8 Juni 2022
(Simak langsung di Channel YT Prof. Suteki)

Prof. Pierre Suteki 
Pakar Hukum dan Masyarakat 

Rabu, 08 Juni 2022

Demo FP1 Reborn Itu Operasi Keji Untuk Busukkan Islam


Tinta Media - Aksi massa atasnamakan FP1 Reborn, Senin 6 Juni lalu, di Patung Kuda, Monas, yang nyatakan dukungan pada Anies, pastinya terkait hawa panas politik jelang pilpres 2024. 

Ada dua hal  yang perlu disoroti. Pertama, menjatuhkan citra Anies Baswedan yang namanya masuk bursa kandidat capres-cawapres. Ada ulah elit politik yang ingin mendeskreditkan Anies dengan dikaitkan dapat dukungan dari ‘FP1’. Karena tidak lama setelah itu para buzzer yang ada di circle rezim langsung menggoreng berita dengan menyudutkan Anies didukung kelompok radikal. Dengan mengaitkan nama Anies dengan FP1 mereka menargetkan Anies dijadikan common enemy karena dekat dengan kelompok Islam radikal.

Kedua, dimunculkannya FPI Reborn juga untuk membangun kembali isu radikalisme. Ada kelompok elit politik yang merasa perlu memainkan isu radikalisme, yaitu kelompok penganut Islamofobia. Di mata mereka HTI dan FPI adalah ikon kelompok radikal dan dilabeli berbahaya bagi negara. Dengan aksi ini, mereka juga ingin memberi warning kalau Indonesia tidak aman dari kelompok Islam radikal. 

Siapa mereka? Kaum liberalis dan oligarki. Dua kelompok ini paling terusik dengan bangkitnya Islam dan kaum muslimin. Selama kelompok Islam seperti HTI dan FPI masih eksis gerakan dan pemikirannya, mereka tidak tenang karena tidak bisa mengembangkan ideologi kapitalisme-liberalisme seperti dukungan pada kaum LGBT, pluralisme dan sinkretisme ataupun liberalisasi budaya dan pergaulan bebas.

Kaum oligarki mereka juga terusik karena kepentingan politik dan ekonomi mereka terus menerus diusik dengan dakwah kelompok Islam politik. Berbagai produk undang-undang yang menguntungkan kaum oligarki seperti UU Omnibus Law, UU Migas, UU Minerba, terus dikritisi oleh kelompok-kelompok Islam. Konspirasi elit eksekutif dan legislatif dengan para pengusaha terus dibongkar. Bagaimanapun mereka merasa takut dengan dakwah kelompok Islam model begini. 

Maka cara-cara kotor dan keji seperti membuat ormas FPI Reborn itu dimainkan. Patut diduga ormas model begitu disokong kekuasaan. Buktinya dapat izin, padahal kalau riil FPI pasti dilarang dan ditangkapi pelakunya. Lha wong aksi kemanusiaan FPI di beberapa tempat dilarang aparat. Ini demo di Jakarta bawa atribut FPI diizinkan. Umat sudah pinter membaca langkah politik begini.

Ustaz Iwan Januar 
Direktur Siyasah Institute 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab