Fomo, Rela Tekor Asal Kesohor
Tinta Media - Istilah "Rela Tekor Asal Kesohor" memang cocok untuk menggambarkan generasi muda saat ini yang lebih dikenal dengan istilah Gen-Z. Mereka rentan mengalami FOMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan terlewat informasi, tren, dan gaya hidup terbaru. Mereka rela mengambil risiko atau bahkan kehilangan sesuatu demi popularitas atau pengakuan dari orang lain.
Tidak bisa dinafikan bahwa derasnya pengaruh media sosial dan kemajuan teknologi telah memengaruhi psikologi dan perilaku generasi hingga rentan mengalami FOMO. Hal ini juga jelas sangat berdampak pada kesehatan finansial generasi muda yang sangat bergantung pada utang yang tidak produktif akibat gaya hidup konsumtif tanpa perencanaan yang matang.
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), generasi milenial dan Gen Z menyumbang jumlah terbesar dari kredit macet yang dihasilkan oleh pinjaman daring. Angka-angka ini cukup tinggi. Sebanyak 78 persen dari kelompok usia ini menggunakan layanan teknologi keuangan sehari-hari, termasuk layanan dompet digital, pinjaman, dan pembayaran secara digital.
Maraknya fenomena FOMO tidak terlepas dari paradigma hidup materialistis yang diusung oleh sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara saat ini. Sistem ini membuat kebahagiaan diukur berdasarkan kenikmatan jasmani. Kehidupan beragama telah dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ini menjadikan generasi muda lemah iman serta mudah terpengaruh, terutama karena kesenjangan sosial yang dihasilkan oleh sistem ekonomi kapitalis.
Dalam sistem ini hanya orang kaya saja yang memiliki akses ke sumber daya dan kesempatan. Ini membuat mereka merasa bahwa dengan menunjukkan apa yang dimiliki atau dikonsumsi akan mampu menunjukkan identitas dalam lingkungan sosial. Bahkan, secara tidak rasional mereka memaksakan diri melakukan hal yang melebihi kemampuan hingga menjerumuskan diri pada pinjaman online atau pinjol yang saat ini bisa dengan mudah didapatkan melalui fasilitas yang disediakan internet.
Sementara, pendidikan sekuler yang digadang-gadang dapat memperbaiki moral generasi, pada faktanya lebih menekankan nilai material, fokus membentuk individu siap kerja, tetapi hampa dari nilai agama sehingga memengaruhi karakter generasi muda. Hal tersebut juga menyebabkan generasi saat ini cenderung fokus pada kesenangan sesaat dan kurang memperhatikan potensi untuk berprestasi.
Paradigma kehidupan dalam Islam sangatlah berbeda dengan paradigma kapitalisme yang diadopsi oleh masyarakat saat ini. Islam mengarahkan umatnya pada kebahagiaan akhirat yang diperoleh melalui keridaan Allah Swt.
Karena itu, sudah seharusnya umat Islam yang memiliki akidah kokoh berdiri pada prinsip tersebut, sehingga tidak mudah terjebak oleh lingkungan sekitar yang hanya mengutamakan kepuasan duniawi. Pemahaman yang benar ini tentu akan membuat seseorang memenuhi kebutuhan nalurinya sesuai dengan aturan-aturan Allah Swt.
Selain itu, sistem pendidikan Islam memberikan pendidikan terbaik karena bersandarkan pada akidah Islam. Pendidikan ini mengarahkan generasi muda untuk hidup dengan tujuan penciptaan. Ini akan mendorong generasi untuk mencapai potensi terbaik mereka. Nilai-nilai Islam yang kuat diajarkan pada generasi muda sehingga terhindar dari kehidupan hedonistik.
Negara Islam berupaya untuk menjaga kesehatan mental generasi muda dengan cara menerapkan ekonomi Islam yang mampu memberikan kesejahteraan. Dengan begitu, mudah bagi negara untuk mendorong setiap keluarga menjadi madrasah pertama bagi anak-anak dan menanamkan akidah Islam sejak usia dini sebagaimana yang di perintahkan Islam.
Dalam Islam, negara sangat aktif dalam mengeluarkan kebijakan yang melindungi rakyat dengan mempromosikan nilai-nilai, seperti amar ma'ruf nahi munkar, tolong-menolong, empati, dan kasih sayang. Dengan demikian, individu masyarakat dapat dihindarkan dari pengaruh tidak berguna seperti fleksing, pornografi, dan kekerasan.
Selain itu, generasi muda dibimbing untuk memanfaatkan teknologi dan media sosial dengan positif dan produktif, sehingga tidak menjadi budak dari kehidupan materialistik. Hal tersebut telah dibuktikan oleh generasi muda yang produktif pada masa keemasan Islam, yang telah menghasilkan banyak karya, bahkan pada usia dini. Ini menunjukkan bahwa ketaatan pada syariat Islam dapat melawan gaya hidup hedonistik dan mendorong generasi untuk menunjukkan potensi terbaik mereka.
Oleh karena itu, di tengah kehidupan yang rusak serta gempuran pemikiran rusak, sudah selayaknya kita mencampakan sistem kapitalisme sekuler dari kehidupan dengan kembali taat kepada Allah dan menerapkan segala aturan-Nya secara menyeluruh untuk membangun kembali peradaban Islam yang gemilang dalam naungan sistem Islam. Wallahu'alam.
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang