UIY Ungkap Penyebab Krisis Energi di Eropa
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, penyebab krisis energi di Eropa karena ketergantungan Eropa terhadap energi, terutama gas dari Rusia, sangat tinggi.
“Ketergantungan Eropa Barat termasuk Inggris terkait energi, dalam hal ini gas, dari Rusia memang sangat tinggi. Ada yang 40 persen, ada 50 persen, bahkan ada yang lebih,” ungkapnya di acara Fokus UIY Official: Krisis Energi, Awal Kehancuran Eropa, Ahad (2/10/2022) melalui kanal Youtube UIY Official.
Menurut UIY, hal ini jelas memukul ekonomi masyarakat di Eropa Barat termasuk Inggris. “Apalagi ini menjelang musim dingin. Kebutuhan energi untuk pemanas ruangan itu sangat vital. Ada sebagian masyarakat lebih memilih mengurangi makan dari tiga kali menjadi dua kali, dari dua kali menjadi sekali ketimbang dia memangkas kebutuhan energi,” tambahnya.
Termasuk anak-anak di beberapa tempat di Inggris itu, kata UIY, mereka makan karet penghapus karena tidak ada lagi makanan dari rumah.
“Ini enam bulan saja (dampak perang) itu sudah kayak begini. Ini mendekati bulan Oktober, November, Desember itu puncak musim dingin, itu saya kira sangat menderita itu,” ucapnya.
Padahal, sambung UIY, Rusia tidak menyetop seluruh produksi gasnya, hanya menurunkan sampai level kira-kira 20 persen itu saja dampaknya sudah luar biasa.
Berdampak Buruk
Terkait krisis energi di Eropa ini UIY mengatakan cepat atau lambat akan berdampak buruk bagi Indonesia. “Kalau krisis terus berlanjut, daya beli masyarakat di sana bisa dipastikan akan turun. Yang berarti volume impor dari Indonesia juga turun. Dampaknya, ekspor Indonesia ke sana tentunya bakal berkurang,” prediksinya.
Dalam jangka panjang, menurutnya, hal itu akan mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak ekspor. “In the long run, pasti akan berpengaruh,” tandasnya.
Meski belum mengetahui seberapa besar volumenya, ia menilai, hal demikian yang pernah diingatkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa di tahun 2023, dampak dimaksud akan sampai ke Indonesia.
“Sementara untuk saat ini, perang tersebut memang masih memberikan keuntungan bagi Indonesia. Pasalnya, komoditas batu bara dan crude palm oil (CPO/minyak sawit), salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia masih laris di pasar Eropa,”
Ditambah adanya penaikan harga dari komoditas tersebut, nilai UIY, perang Ukraina-Rusia ini telah memberikan keuntungan pada Indonesia karena ada kenaikan harga pada komoditas dalam hal ini batu bara dan CPO,” ungkapnya.
Pelajaran
Krisis energi ini, menurut UIY, bisa menjadi pelajaran bagi dunia Islam. Menurutnya, potensi energi yang ada di negeri-negeri Muslim harusnya di bawah pengelolaan negara.
“Islam telah memberikan pemahaman mengenai energi termasuk dalam hal pengelolaan minyak bumi, gas, batu bara, dan lainnya yang ternyata masuk dalam kategori milkiyah ‘ammah, atau kepemilikan umum,” jelasnya.
UIY pun membacakan sebuah hadis:
“Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW dan meminta diberi tambang garam —Ibnu al-Mutawakkil berkata— yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul SAW memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, ‘Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.’ Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
“Itu dijadikan sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa barang tambang yang sangat banyak jumlahnya itu, itu tidak boleh dikuasai oleh individu,” kata UIY menjelaskan makna hadis tersebut.
Sedangkan secara data, ungkapnya, negeri-negeri Muslim merupakan wilayah yang dikaruniai Allah SWT dengan sumber daya alam yang luar biasa besar.
Minyak bumi misalnya, menurut UIY, 60-70 persen ada di dunia Islam. “Kalau gas, wilayah Rusia itu paling banyak. Tetapi dunia Islam juga bukan tidak punya, tetap saja juga cukup tinggi,” bebernya.
Belum termasuk batu bara yang secara peringkat, Indonesia termasuk produsen nomor tiga di dunia setelah Cina dan India. “Hanya kan Cina dan India itu konsumsinya juga besar. Karena itu dia tidak termasuk negara eksportir batu bara. Dia impor batu bara malahan,” ujarnya.
Maka itu, ia kembali menuturkan, betapa semua potensi sumber daya alam harus dipastikan dikuasai oleh negara dalam arti sebenarnya, untuk digunakan kesejahteraan dan kebaikan seluruh rakyatnya.
Dengan demikian, negara bisa memainkan politik pengelolaan energi. “Negara bisa mempunyai strategi jangka pendek, jangka panjang, termasuk juga strategi menghadapi krisis seperti ini hari, misalnya krisis energi di Eropa,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun