Tinta Media: Empati
Tampilkan postingan dengan label Empati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Empati. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Desember 2022

Penguasa Harusnya Memiliki Empati Tinggi terhadap Kondisi Rakyat

Tinta Media - "Penguasa harusnya memiliki kepekaan dan empati yang tinggi terhadap kondisi rakyatnya," tutur narator Muslimah Media Center (MMC) rubrik Serba-Serbi MMC: Pernikahan Mewah di tengah Penderitaan Hidup Rakyat, Selasa (13/12/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Namun dalam demokrasi, sifat tersebut cenderung akan terkikis habis oleh sekularisme yang menjadi asas sistem ini, lanjut narator, memisahkan agama dari kehidupan termasuk dalam aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan, padahal agama berfungsi untuk membentuk, menumbuhkan dan menjaga sifat-sifat kebaikan pada sosok pemimpin terhadap rakyatnya.

"Jika agama dijauhkan dari kepemimpinan negara maka lahir penguasa yang tidak merasa sungkan atau merasa bersalah memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi," paparnya.

Demokrasi yang membentuk kepemimpinan transaksional antara penguasa dengan para kapitalis yang membiayai perjalanan menuju kursi kekuasaan, lanjutnya, konsekuensinya kalaupun dalam sistem terdapat banyak aturan tentang urusan rakyat namun selalu akan ditemukan porsi keuntungan bagi para kapitalis, yang jauh melebihi porsi kesejahteraan dan belas kasih bagi rakyat, tak heran jika keberadaan penguasa di tengah rakyat seolah menjadi pencitraan semata.

"Realita tersebut sangat berbeda dengan sistem kepemimpinan Islam yang disebut khilafah. Dalam khilafah, akidah Islam menjadi asas kepemimpinan," ungkapnya.

"Karena itu terwujud sosok penguasa yang sangat takut melalaikan tanggung jawab mereka, sebab mereka menyadari bahwa kepemimpinan mereka akan berimplikasi pada kehidupan akhirat," tegasnya.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapapun yang mengepalai salah satu urusan kaum muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat." 
(Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hakim)

"Dalam khilafah, syariah Islam menjadi panduan aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan," ungkapnya.

Narator memaparkan bahwa syariat Islam menetapkan bahwa penguasa haruslah menjadi ra'in (pengurus dan pemelihara) serta menjadi junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Kesadaran terhadap aqidah dan syariah Islam ini akan menghasilkan sifat wara dalam menggunakan fasilitas negara. Penguasa hanya akan menggunakan untuk kepentingan mengurus rakyat dan tidak akan memanfaatkan untuk pribadinya, walaupun hanya sedikit.

"Salah satu teladan yang seperti ini adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, diriwayatkan bahwa beliau ketika sedang menyelesaikan tugas kantor di meja kerjanya datanglah putranya meminta izin untuk menyampaikan suatu hal kepadanya," paparnya.

Narator melanjutkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lantas mempersilahkan putranya masuk dan mendekat lalu bertanya, "Ada apa putraku datang ke mari, untuk urusan keluarga ataukah urusan negara?"

Narator mengatakan, sang putra menjawab bahwa kedatangannya untuk urusan keluarga, mendengar jawaban itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz langsung meniup lampu penerang di atas mejanya sehingga ruangan menjadi gelap gulita. Sikap beliau ini membuat anaknya heran, mengapa ayahnya melakukan itu. Sang Khalifah pun menjawab, "Anakku, lampu itu ayah pakai untuk bekerja sebagai penjabat negara. Minyak untuk menyalakan lampu itu dibeli dengan uang negara sedangkan engkau datang ke sini untuk membahas urusan keluarga kita."

Kemudian Khalifah memanggil pembantunya untuk mengambilkan lampu pribadinya. Beliau pun berkata, "minyak untuk menyalakannya dibeli dengan uang kita sendiri."

"Meski di dalam kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz fasilitas negara yang dimaksud hanyalah berupa lampu penerang namun beliau tidak mau menggunakannya untuk urusan pribadi meski hanya sebentar," ujarnya.

Dengan sikap dan perilaku penguasa demikian tak heran jika selama 1.300 tahun keberadaan khilafah, rakyat mendapatkan perhatian dan pelayanan yang luar biasa dari penguasanya. "Kondisi ini tentu tidak akan pernah bisa diwujudkan oleh sistem demokrasi sekuler," pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin

Jumat, 02 Desember 2022

MMC: Acara Nusantara Bersatu Ini Gambaran Empati yang Terkikis

Tinta Media - Menanggapi acara Nusantara Bersatu yang digelar relawan Jokowi di tengah suasana duka gempa Cianjur, Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan ini gambaran empati yang terkikis.

"Acara ini juga gambaran dari empati yang terkikis," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Bersuka Cita di Tengah penderitaan Rakyat Gempa Cianjur, Pantaskah? di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (29/11/2022).

Menurutnya, pertemuan dengan relawan pasti rawan ditunggangi dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan. Dugaan adanya penipuan kegiatan makin menguatkan hal tersebut. "Sudah menjadi tabiat penguasa dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding urusan rakyatnya," ujarnya.

Ia menilai tabiat ini muncul karena paham kapitalisme, membuat penguasa hanya melihat manfaat sebagai orientasi kebijakannya. "Berbagai cara bisa dilakukan, mulai dari pencitraan mengunjungi korban bencana demi formalitas atau mengumpulkan massal dengan klaim itu relawan bagi penguasa," ungkapnya.

Ia mengatakan hal tersebut lebih penting dibanding mengurus korban bencana secara mutlak, karena politik demokrasi yang menjaga eksistensi kapitalisme mengharuskan seorang penguasa yang legal adalah yang memiliki suara mayoritas. Karena itu publik bisa menyaksikan ada penguasa yang melakukan pencitraan di tengah bencana, pandemi Covid, dan di tengah himpitan ekonomi. "Sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem khilafah," terangnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harus saling menguatkan. Mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumallah yang disampaikan Ibnu Qutaibah bahwa perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat laksana tenda besar. Tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, pasak dan tali pengikatnya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya. 

Hubungan seperti ini, lanjutnya, bisa terjalin sebagai bentuk ketaatan pada sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam: "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan tidak menasehati mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka (Shahih Muslim)," tukasnya.

Ia menambahkan dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: "Imam yakni kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya. (Shahih al-Bukhari)," tambahnya.

Ahmad bin Muhammad bin Abdul Malik Al Qasthalani dalam Irsyad as-Sari Lil Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan makna ar-ra'i adalah al-Hafiz al-mu'tamar adalah penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah. Penguasa atau pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya. "Dalil-dalil sulthaniyah inilah yang menjadi cara pandang khilafah dalam mengurusi rakyatnya," paparnya.

"Maka ketika khilafah tegak berdiri selama 1300 tahun, kita akan menemukan banyak sekali penguasa yang begitu luar biasa memberikan perhatian terhadap urusan rakyatnya. Salah satu diantaranya adalah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab," bebernya.

Ia mengisahkan, pada masa kekuasaan Khalifah Umar pernah terjadi bencana paceklik pada akhir tahun ke-18 Hijriah tepatnya pada bulan Dzulhijjah selama 9 bulan. Masyarakat sudah mulai kesulitan, kekeringan melanda seluruh bumi hijau dan orang-orang mulai merasakan sangat kelaparan. Banyak dari mereka berbondong-bondong ke Madinah untuk mencari bantuan kepada Khalifah Umar. Sikap Amirul mukminin pun sigap dan tanggap mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya berasal dari Baitul Mal. Pada saat itu bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk.

"Di tengah usaha kerasnya untuk tetap memenuhi kebutuhan rakyatnya, Al Faruq juga sangat tegas pada dirinya sendiri. Dia berkata, Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan," terangnya.

Ia melanjutkan bahwa pada masa itu Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Khalifah Umar rela untuk ikut menanggung rasa lapar, bahkan menolak makanan berupa daging dan hati Unta yang disiapkan untuknya. Justru malah menyuruh Aslam membagikan makanan tersebut kepada rakyat. 

"Inilah penguasa dalam khilafah. Mereka mengurus rakyatnya dengan sepenuh hati, bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya melainkan demi menjalankan kewajiban yang diberikan," pungkasnya.[] Ajira

Rabu, 26 Oktober 2022

MMC Kritik Seruan Narasi Pemenuhan Gizi Tanpa Empati

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengkritik seruan untuk memenuhi kebutuhan gizi di saat ini (di tengah kesulitan hidup) sebagai narasi tanpa empati.

“Tak ayal seruan untuk memenuhi kebutuhan gizi di saat ini (di tengah kesulitan hidup) sebagai narasi tanpa empati,” kritiknya pada Program Serba Serbi MMC: Seruan Pemenuhan Gizi Di Tengah Ancaman Kemiskinan Sekedar Narasi? Jumat (21/10/2022) dikanal Youtube Muslimah Media Center. 

Hal ini disebabkan masyarakat tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan gizinya di tengah kesulitan yang melanda.

“Hingga kini kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia yang belum terselesaikan terlebih di tengah naiknya berbagai bahan pokok seperti kenaikan harga beras, telur, tarif listrik hingga yang terbaru kenaikan harga BBM yang pasti mendongkrak kenaikan harga-harga lainnya,” ungkapnya. 

Ia mengatakan kesulitan hidup tersebut ditambah lagi dengan problem ekonomi yang dihadapi masyarakat pasca pandemi. 
“Di antaranya lapangan pekerjaan yang makin sangat sempit, hal ini membuat kepala rumah tangga merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan perut dan gizi keluarganya,” katanya. 

Ia mengemukakan di sisi lain seruan ini menunjukkan ketidakpahaman pemerintah akan realitas yang sedang dihadapi rakyat. 
“Angka stunting masih sangat tinggi. Negara seharusnya peduli dan memberi solusi atas problem ini,” ucapnya. 

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan pentingnya pemenuhan gizi keluarga dengan tujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Kemudian ia menuturkan pernyataan dari Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto.

“Agus Suprapto mengatakan perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal. Menurutnya pemenuhan gizi keluarga perlu memperhatikan kandungan makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, juga mikronutrien seperti vitamin dan mineral serta air,” ujarnya. 

Pernyataan ini membuat miris karena menurut narator masih banyak penduduk negeri ini yang tercatat masuk dalam data kemiskinan ekstrem seperti Kota Surabaya dan di Daerah Istimewa Yogyakarta  (DIY). 
“Dinas Sosial Surabaya mencatat sedikitnya 25.532 warga di wilayah setempat masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem. Demikian pula, Kepala Dinas Sosial DIY Endang Patmintarsih menyatakan persentase penduduk miskin per Maret 2022 sebesar 11,34 %, yakni sebanyak 454,76 ribu penduduk miskin,” bebernya. 
Angka tersebut memang menunjukkan penurunan 0,57 % tetapi angka tersebut masih jauh di atas angka nasional yaitu 9,54 %.

Sejatinya menurut narator tidak terpenuhinya gizi keluarga dan anak adalah efek penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah menyerahkan pengelolaan distribusi kebutuhan rakyat pada swasta atau korporasi.

“Sistem ini gagal menjamin masyarakat individu per individu,” kritiknya. 

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa sistem ekonomi kapitalisme salah kaprah dalam memandang distribusi kebutuhan pokok rakyat. 

“Sistem ini memandang bahwa distribusi adalah tersedianya pasokan kebutuhan pokok rakyat sesuai dengan jumlah masyarakat, terlepas kebutuhan tersebut mampu terbeli atau terserap oleh seluruh rakyat atau tidak,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab