Tinta Media: Elektabilitas
Tampilkan postingan dengan label Elektabilitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Elektabilitas. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Januari 2024

Pakar: Bansos Dimanfaatkan Rezim untuk Meningkatkan Elektabilitas?


 
Tinta Media - Terkait adanya bantuan sosial (bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim menduga bansos cenderung dimanfaatkan rezim untuk meningkatkan elektabilitas.
 
"Saya melihat bansos ini, itu memang diduga kuat cenderung  akan dimanfaatkan oleh rezim ini, untuk meningkatkan elektabilitasnya," ujarnya di Kabar Petang: Bansos dan BLT Duitnya Jokowi? Rabu (3/1/24) di kanal Youtube Khilafah News.
 
Terlebih lagi, kata Arim, dengan kesadaran politik masyarakat yang masih rendah tidak memahami secara hak dan kewajiban, seolah-olah bantuan ini adalah kebaikan rezim.
 
"Yang sebenarnya kalau dilihat itu cara yang dilakukan rezim ini untuk memanipulasi atau untuk menutupi kebijakan-kebijakan terutama dibidang ekonomi yang tidak pro kepada rakyat," tuturnya.
 
Di antara kebijakan yang tidak pro rakyat itu, jelas Arim, adalah terkait Sumber Daya Alam (SDA) yang ada dinegeri ini, yang sebenarnya adalah hak rakyat tapi diserahkan kepada para kapitalis asing.
 
"Maka ketika pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk bantuan sosial atau dalam istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT), ini maka dianggap pemerintah baik hati," bebernya.
 
Padahal lanjutnya itu hanyalah upaya rezim untuk menutupi keburukannya, kejahatannya, dalam kebijakan dibidang  politik dan ekonomi.
 
"Apalagi memang rezim ini memanfaatkan itu untuk meningkatkan elektabilitas dengan kekuasaan yang dimilikinya, sarana yang dimilikinya untuk memenangkan calon yang kemudian dia dukung di Pemilu 2024," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
 
 
 

Jumat, 19 Mei 2023

MENGUKUR TINGKAT ELEKTABILITAS ANIES BASWEDAN, GANJAR PRANOWO, PRABOWO SUBIANTO DAN PERJUANGAN SYARIAH & KHILAFAH

Tinta Media - Setelah membuat polling untuk menjajaki aspirasi subscribers terkait apa ancaman bagi bangsa Indonesia dan dunia, apakah Sosialisme Komunisme atau Kapitalisme Sekuler dikaitkan dengan eksistensi dakwah Syariah & Khilafah, AK Channel kembali membuat polling. Polling kedua ini bertujuan untuk menjajaki seberapa besar tingkat elektabilitas nama-nama yang disebut-sebut bakal menjadi Capres pada Pilpres 2024.

Tentu saja, polling ini juga dilakukan untuk mengukur tingkat elektabilitas dan dukungan pada perjuangan penegakkan Syariah & Khilafah. Agar dapat dibaca, sebenarnya apakah publik lebih memilih solusi Pilpres dengan memilih capres, atau memiliki preferensi yang lain.

Polling diawali dengan pertanyaan: Anda memilih berjuang untuk apa/siapa dalam Pilpres 2024? Pilih berjuang untuk ?

Dalam waktu 4 jam, polling telah diikuti 9800 peserta, dengan 1000 like dan 203 komentar. Berdasarkan pilihan subscribers, didapatkan hasil:

1. Sebanyak 83 % memilih Anies Baswedan.
2. ada 2 % memilih Ganjar Pranowo.
3. Prabowo Subianto mendapat 2 % suara.
4. Dan Syariah & Khilafah mendapatkan 13 % suara.

Pertanyaan 'Anda memilih berjuang untuk apa/siapa dalam Pilpres 2024? Pilih berjuang untuk ?' maknanya bukan hanya akan memilih, melainkan juga berjuang bahkan berkorban untuk pilihannya. Dari hasil polling tersebut, dapat diambil kesimpulan:

*Pertama,* pilihan terhadap Anies Baswedan lebih dominan, yakni hingga 83% suara. Polling ini menjadi konfirmasi bahwa Anies menjadi harapan subscribers ketimbang Prabowo dan Ganjar, yang masing-masing hanya mendapatkan 2 % suara.

Suara polling ini sekaligus mengkonfirmasi suara-suara lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo dan Ganjar serta menempatkan Anies diurutan buncit yang selama ini beredar patut dipertanyakan.

*Kedua,* kendati diadu dengan pilihan kontestasi Pilpres ternyata perjuangan penegakan Syariah & Khilafah mendapatkan tempat yang lumayan menarik, yakni sebesar 13 % suara, jauh melampaui suara dukungan ke Ganjar dan Prabowo yang hanya 2 %.

Andai saja polling tidak dilawankan dengan Capres, misalkan polling diajukan dengan pertanyaan : Mana yang anda pilih solusi bagi Indonesia? 1. Syariah & Khilafah, 2. Kapitalisme Liberal, 3. Sosialisme Komunisme, maka kuat dugaan mayoritas suara akan memilih Syariah & Khilafah.

*Ketiga,* jika ada upaya jahat yang berdampak pada gagalnya Anies Baswedan menjadi Capres, maka patut diduga suara pemilih Anies ini tidak akan lari ke Ganjar maupun Prabowo, melainkan justru memilih perjuangan penegakkan Khilafah.

Karena itu, berdasarkan hasil polling ini dapat diambil rekomendasi bagi pejuang Syariah & Khilafah agar meningkatkan kampanye dakwah untuk menjelaskan Khilafah dalam momentum Pilpres 2024 ini. Agar, jika ada kekecewaan umat dalam Pilpres baik karena calonnya dikebiri atau hasil Pilpres dicurangi, umat masih memiliki harapan. Umat masih memiliki pilihan untuk memperjuangkan Syariah & Khilafah. Takbir! [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


Minggu, 02 Oktober 2022

Cemberut Saat Bagi Kaos, AK: Elektabilitas Puan Tergerus

Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai pembagian kaos oleh Puan Maharani dengan muka cemberut justru akan menggerus elektabilitas Puan sendiri.

“Saya pastikan itu (membagikan kaos dengan muka cemberut) justru akan menggerus elektabilitas Puan dan kalau pemilu itu besok, pemilihan presidennya besok, pasti Puan kalah,” tuturnya dalam Live: Puan Lempar Kaos, Wajah Cemberut, Kenapa? Rabu (28/9/2022) di kanal Youtube AK.

Menurutnya, hal ini terjadi disebabkan politik itu terkait dengan pencitraan.

“Karena politik itu dan orang politik pun paham bahwa politik itu terkait pencitraan. Jadi, politisi itu walaupun hati gundah gulana ketika di depan rakyat harus ramah, tetap harus membahagiakan rakyat,” ujarnya.

Nama Puan Maharani menjadi perbincangan, menjadi tagar yang trending di twitter. Khozinudin mengungkapkan bahwa beredar video berkaitan dengan aktivitas Ketua DPR RI sekaligus petinggi dari PDIP Puan Maharani, yang digadang-gadang akan menjadi calon presiden di 2024. “Dalam video di tengah kerumunan masyarakat di sebuah pasar, Puan Maharani dengan muka masam, cemberut, tidak mengenakan begitu, membagikan kaos dengan cara dilempar ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke kiri. Puan pun ditemani pengawal pribadi,” ungkapnya.

Ia menyatakan telah ada klarifikasi dari petinggi PDIP Said Abdullah bahwa Puan Maharani sebenarnya tidak marah dan tidak cemberut kepada rakyat yang dibagikan kaos.
“Menurut Said Abdullah, mbak Puan cemberut karena kaget pengawal pribadinya pegang kaos, biasanya yang pegang kaos itu elite politik. Nah, dalam suasana marah kepada pengawal pribadi tadi kondisinya sudah dikerumuni masyarakat dan lalu dia bagikan dengan buang saja,” bebernya.

Ia berpandangan bahwa pembagian kaos memang murni untuk pencitraan politik.
“Dari pernyataan Said Abdullah yang dibolehkan membagikan kaos itu adalah elite partai politik, berarti memang pembagian kaos tadi sangat erat kaitannya dengan pencitraan politik dalam rangka menaikkan elektabilitas pihak pembagian kaos,” ucapnya.

Ia melanjutkan pandangannya bahwa pengawal pribadi tidak akan menjadi politisi dan tidak akan mencalonkan di DPR apalagi presiden maka mereka seharusnya tidak ikut bagi-bagi kaos.

“Pengawal pribadi harusnya mengamankan sekitar saja karena kalau bagi kaos, nanti elektabilitasnya bukan mbak Puan yang naik, bisa jadi pengawal pribadinya,” lanjutnya.
Menurutnya bisa saja nanti masyarakat melihat bukan kaos yang dibagikan mbak Puan tapi kaos yang dibagikan oleh pengawal pribadi.

“Jangan-jangan nanti yang dipilih masyarakat saat pemilihan presiden 2024 bukan Puan Maharani tapi yang terngiang-ngiang di benak masyarakat pengawal pribadi yang membagikan kaos, berarti saya harus mencoblos pengawal pribadi. Khawatir juga saya masa Indonesia dipimpin oleh pengawal pribadi itu,” tuturnya.

Klarifikasi Said Abdullah pun mengatakan tempat kejadiannya di Jawa Barat yang merupakan kandang banteng. Tapi Khozinudin menegaskan bahwa akan berat PDIP mendulang suara di Jawa Barat karena selalu kalah suaranya baik partainya maupun individu yang diusungnya sebagai calon kepala daerah atau gubernur Jawa Barat.
“Belum pernah itu (gubernur) dari PDIP, selalu kalah. Jadi kalau Jawa Barat itu memang berat suaranya,” tegasnya.

Ia melihat fakta keberadaan PDIP selalu kalah di Jawa Barat. Jadi menurutnya jika nomenklatur dianggap suara mayoritas itu ada pada PDIP itu kurang pas.

“Tapi jika ungkapan itu dalam rangka membuat semacam agitasi, penyemangat bagi kader-kader PDIP agar bisa meningkatkan elektabilitas mereka, meningkatkan kinerjanya dalam rangka untuk meningkatkan dukungan politik warga Jawa Barat terhadap PDIP, ya silakan,” tuturnya.

Ia mengungkapkan masih debatable apabila Said Abdullah mengatakan Puan Maharani itu menyatakan Jawa Barat adalah kandang PDIP.

“Banyak tantangannya selain karena realitas faktanya memang PDIP tidak menang apalagi di tengah masalah-masalah yang kian menumpuk, pertentangan PDIP dengan umat Islam di Jawa Barat termasuk terakhir saya juga mengadvokasi PDIP melalui badan hukum di Jawa Barat, melaporkan K. H. Ahmad Zainuddin ke Polda Jawa Barat,” ungkapnya.

Kasusnya kemudian ditindaklanjuti melalui Polres Karawang pemanggilannya. Ia mengatakan awal kasus karena kritikan terhadap Soekarno yang disebut Ahmad Zainuddin berkhianat terhadap nilai-nilai Piagam Jakarta yang berisi kewajiban menjalankan syariat Islam bagi seluruh pemeluknya, tiba-tiba tanggal 18 Agustus diubah sepihak oleh Soekarno. Pancasila yang tanpa kewajiban menjalankan syariat Islam.

“Kritik Ahmad Zainuddin ini yang dipolisikan oleh biro hukum yang membawahi bidang hukum PDIP Jawa Barat, dan ini tentu saja akan menimbulkan antipati masyarakat lebih tinggi kepada PDIP,” katanya.

Ia mengkritisi PDIP yang tidak bisa mendengar kritik atau tidak bida cukup punya kemampuan mendengar suara-suara yang berbeda pandangan dengan PDIP.
“Padahal kalau bicara politik itu, bicara tentang elektabilitas beda ya tidak masalah. Justru kita harus membersamai, memahami apa yang menjadi aspirasi berbeda tadi agar masyarakat juga bisa memahami, membersamai aspirasi kita yang berbeda,” kritiknya.

Tapi berbeda jika cara yang dilakukan adalah melakukan pembungkaman terhadap aspirasi berbeda, kritik-kritik berbeda, maka menurutnya, masyarakat Jawa Barat justru akan semakin terkonsolidasi untuk tidak memilih PDIP.

Ia memastikan Puan Maharani yang diusung PDIP akan kalah jika pemilu dilakukan besok setelah kasus video itu beredar.

“Karena gesture Puan tidak bisa dipahami publik sebagai gesture pemimpin yang merakyat, humble, membersamai rakyat, dan yang hadir di tengah masyarakat, ikut dalam kebahagiaan masyarakat,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab