Tinta Media: Ekonomi
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 November 2024

BPJS Kesehatan Defisit 20 Triliun, INDEF: Perlu Dicermati Penyebab Utamanya

Tinta Media – Menyikapi defisit BPJS Kesehatan sebesar 20 triliun, Kepala Pusat Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengatakan, perlu dicermati penyebab utamanya.  

“Harus dicermati penyebab utamanya seperti rendahnya kepatuhan pembayaran, subsidi yang tidak mencukupi, atau pengelolaan yang kurang efisien,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (20/11/2024).

 

Rizal mengungkapkan tingginya klaim tanpa peningkatan pendapatan mencerminkan tantangan struktural yang mendesak untuk diperbaiki. "Artinya profesionalitas pengelolaan anggaran BPJS menjadi urgen," tegasnya.

 

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan langkah sebagai berikut, “Pertama, melakukan upaya serius untuk mengevaluasi tarif iuran. Yakni dengan mengkaji ulang tarif untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran,” jelasnya.

 

 Kedua, sebutnya, melakukan revitalisasi terkait regulasi, yakni dengan memperbaiki sistem pengumpulan iuran dan peningkatan kepatuhan para nasabah. 

 

“Ketiga, memperkuat sistem operasi BPJS dengan sistem digitalisasi dan efisiensi. Yakni optimalisasi layanan berbasis teknologi untuk mengurangi biaya operasional,” terangnya. 

 

Pengujian

 

Rencana menaikkan iuran kesehatan kata Rizal, membutuhkan pengujian terlebih dahulu berkaitan dengan kebijakan tersebut.

 

“Efektivitas kebijakan tersebut tergantung beberapa faktor, diantaranya, pertama, menutupi defisit keuangan. Jika iuran dinaikkan, maka pendapatan BPJS Kesehatan bisa meningkat, membantu menutupi defisit anggaran akibat tingginya biaya pelayanan Kesehatan,” usulnya.  

 

Kedua, sambungnya, meningkatkan kualitas pelayanan, seperti dana yang lebih besar memungkinkan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik, ketersediaan obat, dan pengurangan waktu tunggu.

 

“Ketiga memperluas cakupan layanan, yakni dana tambahan bisa digunakan untuk menambahkan jenis layanan atau memperluas cakupan penerima manfaat,” paparnya. 

 

Gratis

 

Rizal lalu membandingkan dengan layanan kesehatan dalam Islam. “Negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis alias cuma-cuma bagi seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin,” paparnya.

 

Ini, ia melanjutkan, didasarkan pada hadis Rasulullah SAW Riwayat Bukhari dan Muslim, "Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” 

 

Dalam Islam, ucapnya, kesehatan adalah hak dasar setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari pengurusan rakyat. 

 

"Adapun terkait pendanaan kesehatan diambil dan ditanggung oleh anggaran negara. Dalam sistem Islam layanan kesehatan diberikan secara merata tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, jenis kelamin, atau agama," ujarnya memungkasi penuturan.[] Muhammad Nur

AEPI: Transfer Uang dan Transfer Capacity secara Terbuka melalui Amandemen UUD

Tinta Media – Salamuddin Daeng yang merupakan Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menyebut, proses transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan, dan ekonomi. 

“Transfer uang dan transfer of capacity dilakukan secara terbuka melalui Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) yang berkaitan dengan politik, keuangan dan ekonomi,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (17/11/2024).

Menurutnya, itu bukan Amandemen UUD akan tetapi UUD yang baru dengan segenap kaidah baru dalam penguasaan keuangan, sumber daya alam, ekonomi, dan pasar Indonesia.

“Seluruh kekuasaan atas sumber daya ekonomi dan politik tidak ada lagi di tangan negara namun dipindahkan ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional,” kritiknya.

UUD Indonesia yang baru kata Salamuddin, yang dibuat dalam  tahun 1998-2002 itu berisikan, pertama, kekuasaan politik berada ditangan oligarki swasta dan asing. Kedua, kekuasaan keuangan berada di tangan kekuasaan keuangan internasional bersama institusi keuangan dalam negeri seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan lembaga pendukungnya yakni perbankan.

“Ketiga, kekuasaan atas bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya berada di tangan swasta dan jaringan keuangan internasional,” jelasnya. 

Salamuddin menjelaskan bahwa UUD baru pengganti UUD 1945 menjadi dasar bagi pemindahan kekuasaan keuangan kepada swasta melalui empat bidang UU.

Pertama, undang-undang yakni UU bank Indonesia. Kedua, UU sistem moneter dan lalu lintas devisa atau sering disebut UU devisa bebas. Ketiga, UU perbankan, asuransi dan sejenisnya. Keempat, seluruh UU Investasi, migas, energi, kehutanan dan sumber daya alam lainnya,” sebutnya. 

Menurutnya, UUD dan turunannya tersebut telah secara utuh memindahkan kekuasaan negara ke tangan swasta dan jaringan keuangan Internasional.

Hal itulah nilainya, yang menyebabkan negara selalu tidak punya uang, negara harus berhutang kepada swasta baik swasta nasional maupun asing.

“Uang negara yang sedikit tersebut digunakan untuk membayar utang kepada swasta dan asing serta lembaga keuangan internasional yang menjadi jaringan swasta tersebut,” terangnya.

Karena akumulasi utang semakin besar ucapnya, maka akumulasi kewajiban juga semakin besar. “Akibatnya kapasitas negara semakin kecil dan kapasitas swasta makin besar,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 17 November 2024

Penurunan Daya Beli Mengancam Kesejahteraan Seluruh Rakyat

Tinta Media - Kanal ekonomi dan bisnis Ketik.co.id (19/9/2024) melaporkan kekhawatiran Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana akan terjadinya fenomena penurunan persentase jumlah kelompok warga berpenghasilan menengah (middle income), walaupun pertumbuhan perekonomian Kab. Bandung mencapai 5%.

Para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) disarankan untuk menjaga kualitas produk agar mampu bersaing di pasar global (internasional). Juga harus mampu bersaing dengan produk dari perusahaan raksasa.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia telah mengalami deflasi (penurunan harga barang dan jasa) selama 3 bulan berturut-turut di tahun 2024 ini.  Ekonom senior, Didik J. Rachbini mengingatkan bahwa deflasi merupakan indikator menurunnya daya beli masyarakat (bisnis tempo.co  29/8/2024).

Sepintas lalu, deflasi seperti menguntungkan konsumen karena harga barang dan jasa menurun, namun untuk jangka lama, deflasi akan melemahkan perekonomian negara.  Karena, penurunan harga menunjukkan berkurangnya permintaan dan daya beli masyarakat. Hal ini akan merugikan para pelaku usaha, khususnya para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).  Kalau perusahaan besar pasti bisa bersaing karena mereka punya modal berlimpah, bahkan mereka menguasai usaha dari hulu sampai hilir.

Penurunan daya beli masyarakat terjadi karena naiknya harga barang dan jasa, tingkat pendapatan masyarakat menurun, peningkatan pajak, nilai tukar rupiah yang turun dan sulitnya lapangan kerja.  Penurunan daya beli menunjukkan menurunnya kesejahteraan. Dan kondisi ini tidak hanya pada para pelaku UMKM tetapi pada seluruh lapisan masyarakat.

Saat ini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pembatasan jam kerja. Kondisi ini banyak dialami oleh kelompok masyarakat berpenghasilan menengah (middle income).  Kelompok Middle Income adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan US$ 5000/ tahun atau sekitar Rp 6 juta/bulan. Mereka umumnya berpendidikan sarjana, memiliki pekerjaan bagus, namun tidak kaya. 

Kelompok Middle Income makin menurun daya belinya karena pendapatan tetap bahkan cenderung turun, namun biaya hidup  semakin berat. Gaji yang didapat dianggarkan untuk makan sehari-hari, ongkos dan bensin kendaraan, pendidikan, kesehatan dll. Belum lagi pajak-pajak yang harus dibayar juga. Sulit untuk bisa menabung, yang ada mantab (makan tabungan). Itu pun bila ada tabungannya, alih-alih mantab, yang ada malah terlibat pinjol.

Di Kab. Bandung kelompok Middle Income ini cukup banyak, yaitu 60.43% dari jumlah penduduk. Maka bila daya beli masyarakat middle income ini menurun, pasti akan sangat berpengaruh pada pendapatan pelaku UMKM. Karena kelompok Middle Income ini konsumen terbesar UMKM.

Demikianlah kondisi masyarakat dalam sistem Kapitalis sekuler.  Peran pemerintah hanya sebagai regulator, membuat aturan. Dukungan pada rakyat sebatas saran dan bantuan sekedarnya.  PHK dibiarkan, pengangguran makin banyak. Pelaku UMKM dibiarkan bersaing dengan perusahaan besar (oligarki) dan global sehingga banyak yang  kalah dan gulung tikar. Rakyat tidak mendapat perlindungan dari negara, seakan rakyat tidak boleh sejahtera. Negara hanya berpihak pada para oligarki, para pemilik modal.

Berbeda dengan sistem Islam yang berlandaskan pada akidah Islam. Filosofi ekonomi Islam adalah keadilan dan tolong-menolong serta diterapkannya prinsip dasar kepemilikan.  Kepemilikan dalam sistem Islam ada kepemilikan individu, umum dan negara. Sumber daya alam (SDA) termasuk milik umum yang wajib dikelola negara dan dipergunakan hasilnya untuk kebutuhan rakyat.  SDA tidak boleh dikelola oleh swasta apalagi asing karena SDA menjadi modal bagi negara untuk mengurus rakyat. Bukan seperti sekarang, SDA dikelola swasta (oligarki) dan menyejahterakan mereka saja.

Pengelolaan dan pendistribusian milik umum dilakukan oleh negara sehingga seluruh rakyat dapat menikmati secara adil. Negara Islam berperan sebagai operator (pelaksana) SDA untuk kemakmuran rakyat.

Pelaku usaha dalam negara dengan sistem ekonomi Islam mendapat perlindungan dari negara.  Mereka dilindungi dari gempuran barang-barang impor, persaingan di dalam negeri terjadi secara sehat. Regulasi dibuat untuk mendorong kemajuan usaha warga. Regulasi akan sederhana dan jujur. Tidak boleh ada kecurangan atau monopoli.  Sistem ekonomi Islam akan menjaga stabilitas kehidupan masyarakat sehingga tercapai kesejahteraan.

Wallahu alam bisshawab.

Oleh: Wiwin, Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 16 November 2024

PHK Melanda Akibat Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme.


Tinta Media - Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Barat saat ini menjadi tren yang sangat mengkhawatirkan. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana menghadiri rapat koordinasi (Rakor) bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Hal ini berkaitan dengan penetapan upah minimum 2025 yang dikhawatirkan akan berdampak terjadinya PHK. 

Penyebab utama terjadinya PHK di Jawa Barat ini adalah karena penutupan sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri tekstil dan garment disebabkan karena tingginya upah minimum kabupaten (UMK) di Jawa Barat. 

Untuk mengurangi terjadinya risiko PHK, Kemendagri dan Kementerian Ketenagakerjaan melakukan mitigasi deteksi dini, yaitu berdialog dengan tripartit, baik dengan pekerja, pengusaha, maupun pemerintah sehingga bisa meminimalisir terjadinya PHK. 

Saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi, terjadi PHK karena perusahaan tidak mampu menghadapi kondisi bahwa permintaan barang dan jasa menurun akibat merosotnya pendapatan masyarakat. Hal ini jelas dipicu ketidakmampuan penguasa memperbaiki kondisi moneter negara, sehingga mau tidak mau perusahaan pun mudah mem-PHK buruh tanpa hambatan karena UU Cipta Kerja. 

Maraknya PHK menunjukkan kegagalan pemerintah dalam ekonomi. Janji manis saat kampanye untuk membuka lapangan pekerjaan secara luas ternyata tidak terealisasi. Bahkan, UU Cipta Kerja yang diopinikan akan membuka lapangan kerja ternyata juga gagal total. Apa pun solusi yang di tawarkan, tetap bukan solusi hakiki. Ini adalah bukti dari kegagalan sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia.

Dalam kapitalisme, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan, sementara perusahaan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. 

Jadi, apabila produksi menurun karena mengalami goncangan, maka jalan satu-satunya jalan adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya. Hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme pekerja (buruh) hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari biaya produksi. Prinsip produksi dalam sistem kapitalisme adalah mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Alhasil, rakyat yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harus bernasib malang. Belum lagi derita rakyat kian bertambah dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat.

Para pekerja (buruh) diperlakukan berbeda dengan tenaga kerja asing (TKA) dari luar, khususnya Cina yang bebas masuk Indonesia karena dijamin UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan mempekerjakan TKA dengan syarat yang tidak ribet. 

Namun, hal itu berbanding terbalik dengan rakyat lokal. Mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan.
Kondisi seperti ini semakin membuktikan bahwa pemerintah abai terhadap nasib rakyatnya sendiri. 

Pekerja (buruh) yang kehilangan pekerjaan harus merasakan pahitnya kehidupan, karena selain tidak lagi memiliki pemasukan yang pasti, mereka harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Belum lagi biaya kesehatan, pendidikan, maupun lainnya yang harus ditanggung. 

Negeri iniypun dibanjiri dengan pengangguran yang berarti kehidupan rakyat semakin menderita.

Ini berbeda dengan Islam. Penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan telah menciptakan keadilan yang begitu luar biasa. Pekerja (buruh) dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan industri atau perusahaan. 

Islam memandang pekerja adalah manusia sebagaimana manusia lainnya. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini diwujudkan negara melalui penerapan sistem politik Islam berikut sistem ekonominya. 

Islam menjamin kejelasan akad antara pekerja dan pemberi kerja dengan sangat rinci. Akad ijarah telah mengikat kedua belah pihak untuk saling membutuhkan serta memberi keuntungan satu sama lain, bukan sebaliknya. 

Dalam Islam, banyak atau sedikit barang produksi tidak memengaruhi gaji pekerja. Dengan demikian, pekerja tidak akan jadi objek PHK massal jika terjadi penurunan permintaan barang atau saat kondisi ekonomi negara melemah. 

Sistem Islam juga tentu akan menjaga kestabilan ekonomi, mendorong berbagai usaha yang kondusif bagi rakyat, memberlakukan larangan praktik ribawi, dan menerapkan sistem keuangan berbasis emas dan perak, serta kebijakan fiskal berbasis syariah. Dengan begitu, dunia usaha berkembang dengan baik dan berefek pada serapan tenaga kerja yang masif. 

Negara yang menerapkan Islam akan memiliki aturan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dalam Islam, laki-laki sebagai pencari nafkah dilarang menganggur atau bermalas-malasan dalam bekerja. Oleh karena itu, negara akan terlibat langsung dalam menjamin setiap laki-laki dewasa bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Negara juga memiliki berbagai macam pengelolaan kekayaan umum yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kekayaan umum berupa SDA tersebut merupakan milik rakyat dan haram hukumnya dikelola swasta maupun asing. 

SDA yang berlimpah itu akan dikelola oleh negara dan keuntungannya diberikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk pendidikan dan kesehatan gratis. 

Selain itu, penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok yang berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan untuk bekerja, baik sebagai tenaga teknis maupun tenaga ahli. 

Alhasil, akan tersedia tenaga kerja handal dan profesional yang akan mengisi kebutuhan yang ada. Negara tidak perlu mengimpor tenaga kerja asing, karena kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi oleh lulusan pendidikan di negeri sendiri. Dengan demikian, nyatalah bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan, meniadakan pengangguran, hingga menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a'alam Bisshawab.





Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Jumat, 15 November 2024

BRICS Akan Ciptakan Mata Uang Pengganti Dolar AS?

Tinta Media - Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng memaparkan terobosan baru yang akan dilakukan BRICS untuk menciptakan mata uang pengganti dolar.

"KTT BRICS 2024 berlangsung pada tanggal 22-24 Oktober di Kazan, Rusia. Negara-negara BRICS akan membuat terobosan baru yakni penciptaan mata uang yang kemungkinan akan "didukung emas", sebagai alternatif terhadap dolar AS," ungkapnya pada Tinta Media, Rabu (6/10/2024).

Menurutnya, ini dipandang sebagai usaha kemandirian oleh negara anggota BRICS. Karena uang merupakan faktor kunci dominasi AS terhadap seluruh dunia. "Namun Rusia dan Cina telah berhadapan dengan AS dalam perang ekonomi," ujarnya.

Ia melihat sistem saat ini didominasi oleh dolar AS, yang menyumbang sekitar 90 persen dari seluruh perdagangan mata uang. Sampai saat ini, hampir 100 persen perdagangan minyak dilakukan dalam dolar AS; namun, pada tahun 2023, seperlima perdagangan minyak dilaporkan dilakukan menggunakan mata uang non-dolar AS. 

"Ada pergeseran, dimulai dari minyak. Kembali ke pergeseran awal dari Bretton Woods system yakni mulai dari minyak, yang melahirkan Petro Dollar. Suatu sistem uang kertas printing dengan padanan komoditas minyak," tutupnya.[] Novita Ratnasari



Selasa, 12 November 2024

AEPI: Ekonomi Indonesia Menuju Kemunduran Terstruktur Sistematis dan Masif

Tinta Media – Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai ekonomi Indonesia menuju kemunduran terstruktur dan masif.

“Ekonomi Indonesia menuju kemunduran, secara terstruktur, sistematis dan masif, dilemahkan,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (10/11/2024).

Ia menjelaskan, kemunduran itu dimulai dari amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mentransfer kekuasaan dari tangan negara kepada tangan oligarki swasta.

“Ini diawali dengan transfer uang melalui KLBI dan BLBI senilai 639,13 triliun atau 6 kali APBN Indonesia waktu itu. Dilanjutkan dengan transfer otoritas moneter dan fiskal  kepada oligarki swasta melalui perubahan seluruh UU dibidang ekonomi, moneter dan sumber daya alam,” bebernya. 

Ia menjelaskan, pada 1997 sebelum Indonesia melakukan amandemen, GDP per kapita Indonesia 1054,35 USD, sementara Cina sebesar 780,74 USD, jauh tertinggal dibandingkan Indonesia.

Cina, lanjutnya tetap mempertahankan negara dan pemerintahannya utuh tidak didikte asing.

“Hasilnya bisa lihat sekarang. Tahun 2023 GDP per kapita Cina mencapai 12.614 USD, jauh meninggalkan Indonesia yang hanya memiliki GDP per kapita senilai 4940 USD. GDP per kapita Indonesia hanya sepertiga dari yang diraih Cina dalam waktu 25 tahun,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

AEPI: Sistem Negara dan Pemerintahan Berkaitan Erat dengan Ekonomi


Tinta Media - Ketua Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyatakan bahwa sistem negara dan pemerintahan itu berkaitan erat dengan ekonomi.

"Sistem negara dan pemerintahan itu berkaitan erat dengan ekonomi, pertumbuhan, dan kecepatan kemajuan material ekonomi sebuah negara," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (10/11/2024).

Mengenai keterkaitan pemerintahan dengan ekonomi itu, Salamuddin membandingkan perekonomian Indonesia dengan Cina.

“Pada 1997 sebelum Indonesia melakukan reformasi, GDP per kapita Indonesia 1054,35 USD, sementara Cina 780,74 USD, jauh tertinggal dibandingkan Indonesia. Anehnya elite Indonesia tidak sabar, terprovokasi oleh pihak luar, lalu dengan sembarangan melakukan amandemen UUD 1945, secara mendasar dan keseluruhan isi daripada UUD kemerdekaan 1945 berubah," ungkapnya.

Ia melanjutkan, dengan amandemen itu terjadi transfer of power atau transfer kekuasaan dari tangan negara kepada tangan oligarki swasta, yang diawali dengan transfer uang melalui KLBI dan BLBI seluruhnya senilai 639,13 triliun atau 6 kali APBN Indonesia waktu itu. 

"Selanjutnya dilanjutkan dengan transfer otoritas moneter dan fiskal kepada oligarki swasta melalui perubahan seluruh UU dibidang ekonomi, moneter dan sumber daya alam. Maka apa yang terjadi kemudian? Ekonomi Indonesia menuju kemunduran, secara terstruktur, sistematis dan masif, dilemahkan," imbuhnya.

Ia menerangkan, kemunduran tersebut disebabkan oleh sistem yang didesain secara utuh oleh pihak luar, oleh pihak asing melalui berbagai utang, bantuan, untuk mengubah semua UUD dan UU. "Sementara Cina tetap seperti dulu hanya modifikasi sistem, tidak meninggalkan fondasinya. Kekuasaan negara dan pemerintahannya utuh, tidak didikte asing," paparnya.

Oleh karena itu ia tidak heran kalau tahun 2023 GDP per kapita Cina mencapai 12.614 USD, jauh meninggalkan Indonesia yang hanya memiliki GDP per kapita senilai 4940 USD. 

“GDP per kapita Indonesia hanya sepertiga dari apa yang diraih Cina dalam waktu 25 tahun. Itulah yang dihasilkan oleh transfer kekuasaan oleh Indonesia ke tangan oligarki swasta dan asing yang sekarang mengendalikan negara Indonesia," pungkasnya.[] Ajira

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab