Tinta Media: Ekonomi
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Februari 2024

Isu Menkeu Mundur, Ekonomi Simpang Siur?



Tinta Media - "Situasi politik dalam negeri, Ketidakpastian dalam negeri paling besar mendorong pelemahan rupiah. (Ada) Isu Ibu SMI (Sri Mulyani Indrawati) mau resign (jadi sentimen terbesar)," tutur pengamat ekonomi, Ahmad Mikail Zaini, kepada CNBC Indonesia(30/01/2024). Ungkapan senada banyak kita temukan dalam pernyataan pengamat ekonomi dalam berbagai media nasional akhir-akhir ini,  yang mengungkapkan  seolah-olah mundurnya menteri keuangan dapat menyebabkan guncangnya rupiah, padahal penyebab utama guncangnya rupiah tidak lain karena negeri ini mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme, yang bertumpu pada hutang luar negeri berbasis riba. 

Sistem ekonomi kapitalisme menyiratkan pengaturan dan pengendalian keuangan di tangan para pemilik modal. Sejak awal dipraktikkan di Eropa, sistem ini telah menyingkapkan kebobrokan dan kezaliman yang berujung pada penderitaan. Namun, sistem ekonomi kapitalisme selalu diperbaharui dengan ide-ide seperti perencanaan dan pengembangan perekonomian. Semua itu merupakan strategi untuk memelihara eksistensi sistem kapitalisme, agar negara yang berada di bawah kekuasaannya tidak lepas dari cengkeramannya. 

Adapun bahasan tentang ide untuk menuntaskan kemiskinan menurut kapitalisme, yaitu dengan terus-menerus meningkatkan produksi untuk mencapai kemakmuran maksimum yang berakumulasi pada meningkatnya pendapatan nasional (national income), sementara distribusi tidak terlalu diperhatikan, khususnya distribusi kekayaan kepada rakyat yang dilakukan melalui mekanisme pengaturan pemerintah. Akibatnya distribusi kekayaan hanya beredar di kalangan orang kaya dan pemilik modal saja, sementara distribusi kekayaan terhadap orang miskin yang populasinya mayoritas, dilakukan hanya pada momentum kepentingan politik dan kontestasi politik, setelah itu mereka tidak diperhatikan lagi. 

Landasan peningkatan ekonomi termasuk peningkatan kesejahteraan, selalu  dilihat dari  tingginya tingkat produksi, sementara tingkat distribusi pemenuhan kebutuhan rakyat cenderung tidak dijamin, bahkan perlahan di tinggalkan melalui privatisasi dan skema jaminan sosial yang sudah tidak sepenuhnya di tanggung oleh negara, akibatnya muncullah masalah kemiskinan yang terus menganga lebar.  

Ekonomi tidak dibangun untuk pendistribusian pemuasan kebutuhan pokok rakyat individu per individu, namun hanya difokuskan pada penyediaan alat yang memuaskan kebutuhan (faktor produksi) rakyat secara umum. Dalam pandangan ekonomi kapitalis, tingginya pendapatan nasional akan menyebabkan terjadinya pendistribusian pendapatan melalui mekanisme pemberian kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha kepada seluruh individu masyarakat. Individu dibiarkan bebas memperoleh kekayaan sebanyak apa pun yang dia mampu sesuai dengan faktor-faktor produksi yang dimilikinya, tanpa memperhatikan apakah distribusi kekayaan  itu dirasakan merata oleh semua lapisan masyarakat, atau sebaliknya. Dari sinilah bermula keburukan kapitalisme dan penyebab terjadinya kezaliman, yaitu golongan yang kaya yang terdiri dari para pemilik modal, menjadi berkuasa dan mendiktekan aturan-aturan yang menguntungkan mereka. Menurut laporan bank dunia yang dikeluarkan pada Maret 2016, pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama satu dasawarsa terakhir hanya menguntungkan 20 persen warga terkaya, sementara 80 persen populasi sisanya – sekitar 205 juta orang—tertinggal di belakang yang menyebabkan terjadinya ketimpangan kekayaan yang relatif besar dan munculnya banyak masalah di seluruh aspek kehidupan. 

Bagi negara dengan postur ekonomi yang lemah seperti Indonesia, maka hutang luar negeri yang berbasis ribawi adalah solusi dominan penguatan ekonomi, padahal Islam telah menjelaskan dengan lantang atas pengharaman Riba, baik sedikit maupun banyak, baik ada maslahat maupun tidak, hukumnya haram.  Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal III/2023 mencapai US$393,7 miliar atau sekitar Rp6.180 triliun, sebuah peningkatan nominal hutang yang sangat tajam jika di bandingkan dengan posisi hutang luar negeri pada Juni 2011 yang mencapai Rp 1.723,9 triliun, sehingga terjadi kenaikan sebesar Rp 4.456 Triliun, selama 11 tahun hingga 2023, hutang pemerintah setiap tahun naik sebesar Rp 373,3 Triliun. Menurut CNBC Indonesia (24/05/2023), Hutang luar negeri tersebut harus dicicil pokok dan bunganya setiap tahun  sebesar Rp 750-900 triliun.  Kondisi ini melahirkan  kerentanan dan kesimpangsiuran ekonomi, sehingga selalu terjadi gejolak pelemahan rupiah maupun inflasi. Tentang bahaya hutang luar negeri ini dijelaskan oleh William Douglas, salah seorang hakim mahkamah agung Amerika Serikat, pada tahun 1962 yang menyatakan tentang kondisi negara penghutang bertambah buruk akibat bantuan hutang dari Amerika. pengaruh hutang luar negeri, masih menurutnya, justru memperkaya pejabat tinggi di negara tersebut, sementara rakyat kebanyakan mulai binasa akibat kelaparan. Hal ini menunjukkan bahwa simpang siur ekonomi terjadi akibat hutang luar negeri, bukan karena isu menteri mundur ataupun gejolak politik pragmatis. 

Untuk mengatasi tantangan ekonomi yang kompleks, negeri ini perlu mengambil langkah-langkah radikal. Meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme yang telah menyebabkan kebingungan adalah langkah pertama yang penting. Selain itu, menyelesaikan masalah hutang luar negeri yang terus membengkak serta membersihkan segala bentuk praktik riba dari sistem ekonomi adalah hal yang tak terhindarkan. Solusi yang mungkin untuk menjalankan langkah-langkah ini secara efektif adalah dengan mengadopsi sistem ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam secara menyeluruh.Wallohu a’lam bis showab.


Oleh: Erwin Ansory
Sahabat Tinta Media 

Senin, 29 Januari 2024

PHK Massal, Sistem Ekonomi Kapitalis Gagal Total




Tinta Media - Lagi-lagi PHK. Kepedihan kembali menyapa rakyat. Fenomena ini kembali terjadi. Ribuan karyawan dari berbagai perusahaan menjadi korbannya. Salah satunya  PT Hung-A Indonesia yang  akan  melakukan PHK atas ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024. Beredar kabar, pabrik ban asal Korea Selatan itu tengah berencana hengkang dari Indonesia dan beralih ke Vietnam yang akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.  (CNBC Indonesia, 20/1/2024). 

Miris, pada 2023 lalu, setidaknya ada 7.200-an pekerja yang menjadi korban PHK, baik karena perusahaannya tutup total, hengkang atau relokasi, maupun efisiensi biaya. Data tersebut baru mencakup perusahaan tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) bekerja, belum termasuk pabrik lain yang non anggota KSPN. (CNBC Indonesia, 20/1/2024).

Dikutip dari Detik.com  29/12/2023, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menghantam berbagai perusahaan di Indonesia dengan sangat keras. Bahkan hingga akhir 2023, tercatat ada lebih dari 20 perusahaan yang telah melakukan PHK massal. Kebijakan PHK ini diambil oleh sejumlah perusahaan Tanah Air karena berbagai alasan, mulai dari efisiensi hingga perusahaan mengalami kebangkrutan. Para pekerja yang di-PHK pun jumlahnya beragam mulai dari puluhan sampai ribuan.

Mengapa semua ini terjadi?

 Ada Sebab Ada Akibat

Gelombang PHK massal tentunya bukan tanpa sebab. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan hingga memutuskan PHK terhadap karyawannya terjadi karena beberapa hal. Untuk pasar domestik, serbuan impor cukup menjadi mesin pembunuh. Dan untuk produk ekspor, situasi perang Rusia-Ukraina yang menimbulkan  krisis di Amerika dan Eropa,  menciptakan permasalahan bagi pabrik-pabrik di dalam negeri. Ditambah lagi kasus pandemi covid-19 belum bisa teratasi sepenuhnya. Penumpukan stok akibat perlambatan ekspor global pun menambah besarnya arus PHK. Belum lagi saat ini, modernisasi mesin juga menjadi penyebab PHK di pabrik-pabrik padat karya. Ketiadaan antisipasi pemerintah terhadap adanya modernisasi mesin di sejumlah perusahaan, mengharuskan perusahaan memangkas jumlah pegawai.

Lebih parah lagi, mengutip pernyataan Tauhid Ahmad Direktur Eksekutif INDEF, tentang relatif lambannya pemerintah  dalam merespons gejala penurunan industri manufaktur. Sehingga jika tidak ditangani, fenomena PHK masih akan berlanjut dan berpengaruh pada pemulihan ekonomi. Senada dengan hal tersebut, Nurjaman Wakil Ketua APINDO DKI Jakarta mengatakan meluasnya PHK di sektor manufaktur akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di masa depan. Nurjaman berharap pemerintah lebih hadir untuk mengatasi masalah tersebut.(CNBC Indonesia, 19/1/2024).

Kelambanan pemerintah tampak pada  perusahaan-perusahaan yang berorientasi pasar lokal. Pemerintah tidak tegas menghentikan arus impor, terutama yang ilegal. Pemerintah juga tidak tegas dalam hal seputar pembatasan perjanjian dagang. Jika ini terus terjadi gelombang kemiskinan pun semakin tak terkendali. Seperti apa yang disampaikan pengamat ekonomi Universitas Indonesia, kondisi badai PHK  harus diwaspadai karena dampaknya besar. Pekerja yang lama menganggur akan mengalami penurunan kemampuan hingga sumber pemasukan yang bisa menimbulkan kemiskinan.(CNBC Indonesia, 19/6/2023).

Penyebab PHK lainnya adalah adanya antisipasi resesi agar perusahaan tidak merugi. Sementara itu, empat dari sepuluh perusahaan mengatakan mereka akan memberhentikan karyawan dan mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan (AI).

 Sistem Ekonomi Kapitalis Sistem Gagal si Biang Kerok

Dalam sistem ekonomi kapitalis, aktivitas produksi menjadi fokus utama. Tingkat produksi yang setinggi-tingginya dianggap cara paling ideal untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat, para pekerja menjadi salah satu faktor dan juga penentu biaya produksi di dalamnya.  Sehingga jika pada kondisi tertentu produsen mau menurunkan biaya produksi, PHK menjadi niscaya. Sebuah konsekuensi yang mengiringi perjalanan aktivitas produksi perusahaan.

Dalam sistem ekonomi kapitalis paradigma "yang bercuan menjadi tuan"  sangat dominan.  Yang bermodal besar mampu mempengaruhi kebijakan. Pengusaha yang beraktivitas di dalamnya tak punya  kepedulian pada nasib pegawainya, yang diperhatikan hanya keuntungan materi semata dan bagaimana menyelamatkan perusahaannya. 

Tragisnya, pemerintah hanya sebagai regulator saja yang keberpihakannya nyata pada para pengusaha, para oligarki kapitalis radikal. Regulasi prokapitalis sungguh telah menyengsarakan rakyat. Seperti yang terlihat dari disahkannya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU pada tahun 2020, yang dinilai merugikan para pekerja (buruh). Pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, merupakan salah satu isinya.

Sistem ekonomi kapitalis menjadi biang kerok gagalnya penguasa membuat kebijakan terbaik untuk rakyat. Kesejahteraan rakyat jauh panggang dari arang. Penguasa telah zalim dengan berbagai kebijakan yang mampu memicu PHK. Terputusnya jalur nafkah akibat PHK, menjadi dampak buruk bagi keluarga. Kehilangan sumber  nafkah menjadi pemicu stres pada anggota keluarga terutama bagi laki-laki yang memiliki tanggung jawab menafkahi Keluarga. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi malah menyengsarakan.

 Sistem Islam Anti Gagal

Dalam Islam, penyediaan lapangan kerja adalah kewajiban negara. Penguasa dalam sistem Islam senantiasa memelihara urusan umat, termasuk memastikan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan juga pendidikan, kesehatan dan keamanannya. Dengan perhatian penuh, negara tak akan membiarkan adanya pengangguran.

Sabda Rasulullah saw.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’in), dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan ketakwaannya, penguasa (Khalifah) akan menjalankan kewajibannya melapangkan jalan bagi warganya untuk mencari nafkah. Sumber daya alam sebagai harta milik umum, dikelola agar mampu menyerap tenaga kerja. Bantuan modal tanpa riba, juga menjadi perhatian negara untuk warganya yang akan membuka usaha, serta mendukung penuh berjalannya hasil usaha warganya dengan memperketat kebijakan impor agar tidak mematikan produk warga negaranya dan juga dalam mewujudkan kemandirian negara dalam menstabilkan perekonomian negara.

Walhasil, gelombang PHK dapat dicegah, tingkat pengangguran diminimalisir, kemiskinan dihindari, kesejahteraan pun terwujud secara paripurna. Demikianlah, sistem ekonomi Islam merupakan sistem anti gagal. Menerapkannya membuat rakyat hidup tenang dan bahagia.

Wallaahu a'laam bisshawaab.


Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Minggu, 31 Desember 2023

Pengamat: Hutang Terus-Terusan Akan Mengantarkan Resesi Ekonomi



Tinta Media - Pengamat Ekonomi Dr. Fahrul Ulum, MEI membeberkan hutang yang terus-terusan akan mengantarkan negara pada kondisi resesi ekonomi. 

"Kalau kemudian terus ditambah hutang itu maka akan mengurangi pos-pos yang lain biasanya, karena kita sibuk membayar cicilan hutang dan bunga, cicilan hutang kita saja sekarang sudah 500 triliun, dan suku bunganya 455 triliun itu uang yang sangat banyak sekali dan itu jika terus-terusan maka ini bisa mengantarkan resesi ekonomi," ujarnya dalam acara Kabar Petang dengan tema Parah! Ini Yang Akan Terjadi Jika RI Krisis Utang di kanal Youtube Khilafah News Kamis (28/12/2023). 

Menurut Fahrul, resesi ekonomi adalah satu keadaan ekonomi yang mengalami penurunan secara kuartal berturut-turut, dan jika sudah terlalu banyak hutang apa pun bisa dilakukan oleh pemerintah. 

"Termasuk biasanya akan mengurangi cost untuk kesehatan, mengurangi cost pendidikan, cost pemberian infrastruktur, terus otomatis ekspor juga akan berdampak karena nilai modal yang berkurang, dan pajak akan dinaikkan gitu biasanya," tuturnya. 

Ketika pajak dinaikkan, kata Fahrul, ekonomi akan menjadi lesu, otomatis ekspor juga akan lesu belum lagi transparansi ekspor akan menjadi salah. 

"Misalnya kita ini ekspor barang-barang mentah seperti batu bara, itu akan berisiko tinggi karena apa? Ketika negara mengambil dagangan kita agak berlebihan, kan bisa anjlok bisa jatuh sejatuh-jatuhnya. Jadi, kalau ekspor ya ekspor barang jadi," bebernya. 

Jadi, ujarnya, kalau sampai krisis ekonomi akan banyak rentetan-rentetan yang harus dialami secara ekonomi. 

"Kalau sampai terjadi krisis keuangan, awalnya dari keuangan tapi nanti bisa merembet ke perdagangan sampai politik," tandasnya.[] Setiyawan Dwi.

Selasa, 26 Desember 2023

Anggaran Pembangunan demi Oligarki, Petaka Menanti

Tinta Media - Infrastruktur merupakan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk menunjang seluruh aktivitas manusia, misalnya jalan, kereta api, waduk, rumah sakit, listrik dan lain-lain. Pembangunan ini bertujuan untuk kemaslahatan bersama, baik dalam aspek ekonomi, sosial, ataupun lingkungan. 

Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Bandung terus mendorong pembangunan infrastruktur jalan di daerah agar semua jalan berstatus jalan mantap. Bupati Bandung mengatakan bahwa untuk biaya pembangunan infrastruktur jalan sudah disiapkan dana sebesar Rp500 miliar setiap tahun dari APBD 2024. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk terus meningkatkan fasilitas lainnya, seperti sistem penyediaan air minum (SPAM) dan juga anggaran pekerjaan mendesak untuk perbaikan jalan pasca bencana. 

Pembangunan infrastruktur jalan di daerah tentunya mempunyai peranan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena daerah dengan kecukupan Infrastruktur, dalam arti mempunyai aksesibilitas yang tinggi, akan mempunyai produktivitas yang tinggi pula. Maka dari itu, untuk mewujudkan infrastruktur dibutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. 

Pemerintah pusat pun telah menganggarkan Rp32,7 triliun untuk perbaikan jalan rusak di seluruh daerah selama tahun 2023-2024. Namun, yang akan dilaksanakan tahun ini sebesar Rp14,9 triliun, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. 

Penambahan anggaran ini tentu saja akan menambah jumlah pembangunan infrastruktur di daerah. Dengan adanya proyek pembangunan jalan ini, diharapkan semua berjalan sesuai rencana dan target pemerintah. 

Pengawasan yang lebih ketat wajib dilakukan oleh pemerintah dan pihak yang berwenang untuk mencegah adanya kebocoran dana yang sering terjadi pada proyek pembangunan. Jangan sampai anggaran yang sangat besar ini malah masuk ke kantong-kantong tikus berdasi. 

Selain itu, harus pemerintah ketahui bahwa selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari pembangunan jalan yang terus dilakukan ini. Dampak negatifnya adalah berkurangnya lahan produktif pertanian, berkurangnya lahan terbuka hijau, rusaknya lingkungan hidup di sekitar pembangunan jalan, dan meningkatnya polusi udara. 

Pertanyaannya adalah apakah pemerintah memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan yang jor-joran? Apakah penambahan anggaran pembangunan jalan tersebut murni untuk mempercepat pemerataan pembangunan di daerah? 

Kemungkinan besar, di sistem demokrasi kapitalisme ini pembangunan jalan dibuat atas asas manfaat sehingga pemerintah membangun akses jalan untuk menggelar karpet merah kepada para pelaku usaha bermodal besar atau kapitalis untuk mengguritakan usahanya ke daerah-daerah. 

Dalam sistem ini, penguasa menyerahkan kedaulatan di tangan pemilik modal. Alhasil, terwujudlah politik oligarki yang menyatukan kekuasaan yang korup dengan keserakahan pemilik modal. Akhirnya, rakyat yang selalu jadi korban. 

Negara dengan sistem ekonomi kapitalisnya, dengan tangan terbuka mempersilahkan pihak asing untuk berinvestasi dan mengelola SDA negeri ini. Selama kerja sama tersebut menghasilkan keuntungan bagi oligarki, pembangunan pun akan terus dilakukan, tidak peduli pada kondisi lingkungan yang rusak akibat alih fungsi lahan yang serampangan. 

Lebih dari itu, seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa penambahan anggaran pembangunan jalan ini dilakukan demi mengejar ketertinggalan infrastruktur dari negara-negara berkembang lainnya. 

Inilah kenyataan yang terjadi di sistem demokrasi kapitalisme ini. Pembangunan dilakukan hanya sebatas pencapaian di dunia dan pengakuan dari manusia saja, bukan atas dasar tanggung jawab penguasa kepada rakyat, terutama sebagai bentuk ketakwaan kepada Sang Pencipta. 

Atas dasar itulah, bisa kita simpulkan bahwa negara telah gagal meriayah rakyat dengan mengesampingkan dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang jor-joran yang bisa menyebabkan terjadinya bencana. Lagi dan lagi, rakyat yang selalu menjadi korban kerakusan para penguasa. 

Pemerintah harus belajar dari sistem Islam, bahwasanya infrastruktur dibangun dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap Sang Pencipta. Jangan sampai ada yang dirugikan, baik alam ataupun manusia. 

Oleh sebab itu, sebelum pembangunan dilaksanakan, Khalifah sebagai pemimpin melalui aparaturnya terlebih dahulu melakukan survei atau penelitian ke daerah-daerah yang betul-betul masih kekurangan infrastruktur. Tentunya dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruk bagi lingkungan dan juga terkait kepemilikan lahan. Semua dilakukan agar pembangunan ini tidak menimbulkan masalah ke depannya. 

Khalifah akan berdialog dengan rakyat, mencari solusi jika ada lahan atau tanah rakyat yang termasuk ke dalam proyek pembangunan. Jika tidak ada kesepakatan, Khalifah tidak akan memaksa, tetapi akan terus bernegosiasi sampai rakyat setuju dan mendapat kompensasi yang layak sebagai ganti rugi lahan yang terpakai. 

Karena itu, dalam sistem Islam, tidak akan ada pembangunan yang merugikan rakyat. Ini berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme yang sering kali memanfaatkan kekuasaan untuk bertindak semena-mena terhadap lahan milik rakyat, bahkan dengan memberikan kompensasi yang tak sepadan.  

Sistem Islam menyandarkan seluruh kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bagi rakyat hanya pada Al-Qu'ran dan Sunnah. Maka, bisa dipastikan bahwa penambahan anggaran pembangunan pun tidak akan asal-asalan. Semua itu dilakukan semata-mata karena ikrarnya seorang pemimpin kepada Sang Khalik untuk meriayah umatnya lahir dan batin. 

Inilah kenapa negara dengan sistem Islam mampu meriayah umat hampir 14 abad lamanya, baik muslim ataupun kafir. Selama mau hidup dalam aturan Islam, maka akan terjamin kesejahteraannya. Maka dari itu, hanya khilafah yang mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki, termasuk masalah penambahan anggaran pembangunan. 

Khalifah menjamin bahwa anggaran itu akan digunakan dengan amanah. Haram hukumnya jika memakan hak milik rakyat. Selama demokrasi kapitalis masih hidup di negeri ini, petaka terus silih berganti. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam sebagai solusi hakiki.
Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta media 

Selasa, 31 Oktober 2023

Harga Beras Mahal, Imbas Kapitalisme

Tinta Media - Harga beras premium di Kabupaten Bandung saat ini  masih cenderung tinggi, berkisar Rp13.300/kg atau lebih tinggi dari harga eceran tertinggi Rp10.400/kg. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan waspada terhadap beredarnya beras plastik di pasaran.

Perbedaan harga beras hanya berkisar Rp1000. Harga beras premium hanya Rp14000/kg. Sedangkan masyarakat Kabupaten Bandung lebih menyukai beras medium. 

Menurut Dicky, Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Bandung, harga beras naik disebabkan karena penurunan produksi beras akibat dari fenomena el nino, sehingga terjadi gagal panen. Kondisi Ini bersifat nasional, bukan hanya di Kabupaten Bandung saja.

Menurut Dicky, dengan tingginya harga beras dan tersebarnya isu adanya beras plastik yang beredar di pasaran, pihaknya akan melakukan monitoring lapangan untuk memeriksa para pedagang beras. Namun, selama ini belum ditemukan adanya beras plastik beredar di pasaran.

Namun, warga tetap diimbau untuk waspada ketika membeli beras, karena dikhawatirkan beredar beras plastik ini terjadi lewat jalur distribusi lain. 
Adapun ciri-ciri beras plastik yaitu, butiran terlihat lebih kecil dan berwarna bening. Jika menemukan ciri tersebut sebaliknya langsung melapor. (AYOBANDUNG.COM, Jumat 20/10/2023).

Kita tahu bahwa beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang harus dipenuhi. Kenaikan harga beras semakin membuat masyarakat tertekan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah atau kalangan ekonomi menengah ke bawah. Padahal, jika melihat sumber daya alam yang ada, tentu negara ini sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan dasar masyarakat. 

Ditambah iklim tropis yang sangat strategis, seharusnya negeri ini bisa menghasilkan produk pangan yang melimpah. Dalam hal ini, pemerintah adalah institusi yang wajib menjamin tersedianya kebutuhan pangan bagi masyarakat. Namun, faktanya memang tidak sesuai dengan harapan. Harga berbagai bahan pokok justru semakin naik. Mirisnya, naiknya harga beras tidak berimbas pada kesejahteraan para petani. 

Mencari Akar Masalah

Jika dicermati, terjadinya kenaikan harga beras bukan hanya disebabkan karena el-nino, tetapi ada sebab yang jelas terlihat secara sistemik. Sistem  Kapitalisme Liberal menjadi akar masalah yang ada. Dalam hal pangan, ini juga disebabkan karena liberalisasi ekonomi yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme, sistem rusak dengan landasan manfaat, mengagungkan kebebasan dalam segala hal. 

Dengan kebebasan berperilaku tanpa adanya rasa takut kepada Allah, maka wajar jika kezaliman dan ketidakadilan selalu menimpa rakyat. Contohnya, lahan pertanian semakin sempit akibat banyaknya proyek pembangunan secara jor-joran dengan dalih untuk meningkatkan perekonomian rakyat. 

Namun, ternyata rakyat tetap dalam kondisi yang selalu terjepit dengan naiknya berbagai macam kebutuhan bahan pokok. Begitu pun para petani, mereka seharusnya mendapatkan keuntungan dari naiknya harga beras, tetapi pada faktanya tidak demikian. Mereka tetap tidak mendapatkan kesejahteraan. Hal ini karena kebijakan pemerintah yang doyan impor, kran impor dibuka lebar, sementara petani di negeri sendiri dirugikan. 

Tersedianya stok beras ternyata tidak menjamin semua orang mudah memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya kecurangan dari segelintir orang yang suka menimbun barang, monopoli, harga beras tetap tinggi. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya. 

Di tengah kisruh kenaikan harga beras, muncullah isu  beredarnya beras plastik di pasaran. Hal itu menambah resah masyarakat yang sedang terpukul akibat mahalnya harga beras. Walaupun menurut keterangan, beras plastik itu tidak ditemukan. 

Solusi Hanya dengan Islam

Islam bukan seksdar agama ritual. Namun, Islam adalah solusi semua masalah, baik ekonomi, kesehatan, sosial,  politik, sandang, pangan, papan, dan lain-lain. Masalah kebutuhan dasar manusia, termasuk pangan adalah kewajiban negara sepenuhnya. Karena pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan rakyat. Agar ketersediaan pangan selalu terpenuhi, negara Islam akan sangat memperhatikan sektor pertanian dengan fasilitas yang bagus, seperti saluran air, bibit unggul, pupuk, dan sebagainya. 

Islam tidak membiarkan tanah terbengkalai tidak berproduksi. Ini karena setiap ada tanah mati, maka semua orang berhak untuk mengurus dan bercocok tanam. Sehingga, sangat besar kemungkinan hasilnya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Secara sistematis, Islam tidak memberi ruang kepada pihak asing untuk ikut campur dalam mengatur kebijakan, karena Islam akan menerapkan syariat Islam secara kaffah yang berlandaskan akidah. 

Islam akan memaksimalkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan rakyat seluruhnya. Dengan aturan sesuai syariat, maka tidak ada masalah beras mahal, yang ada justru sangat terjangkau sehingga rakyat tenang dan tentram, terlindungi, ketika diatur dengan aturan yang sesuai syariat. Semua itu bisa terwujud dengan adanya Daulah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Praktik Rentenir Menjangkit Saat Ekonomi Sulit

Tinta Media - Maraknya praktik rentenir di Kabupaten Bandung, tepatnya di wilayah Solokanjeruk terjadi saat kondisi ekonomi masyarakat menurun. Hal ini terungkap saat kegiatan Jumat Curhat pada Jumat (13/10/2023. Kapolresta Bandung merespon dan menyatakan akan segera melakukan beberapa langkah. Pihak kepolisian akan menyosialisasikan agar warga tidak mudah tergiur dengan penawaran dari para rentenir dan tidak mudah memberi ruang sedikit pun karena pada dasarnya praktik rentenir ini terjadi ketika ada penawaran dan permintaan.

Setiap orang yang hidup di dunia ini tentunya membutuhkan biaya, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah, membayar cicilan utang, dan kebutuhan yang datang mendadak sehingga membutuhkan dana cepat untuk memenuhinya. Misalnya, kendaraan tiba-tiba mogok, mengalami kecelakaan, perbaikan rumah ketika terjadi bencana, sakit dan lain-lain. Saat kita berada dalam posisi seperti itu, yang terlintas adalah bagaimana caranya mendapatkan pinjaman yang mudah, cepat, dan tanpa persyaratan yang banyak.

Tidak sedikit orang yang mengambil jalan pintas agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan cara meminjam kepada rentenir, walaupun akan dikenakan persentase bunga yang cukup besar. Penagihan pun akan dilakukan sewenang-wenang saat peminjam mulai terlambat membayar cicilan.

Perlu kita ketahui bahwa praktik rentenir itu adalah suatu proses di saat orang yang mempunyai modal besar bersedia meminjamkan uang kepada orang yang memerlukan modal dan harus ada tambahan biaya atau bunga atas pinjaman tersebut. Padahal jelas, dalam Islam bunga atau biaya tambahan dilarang karena termasuk riba.

Akan tetapi, inilah fakta yang terjadi saat ini. Banyak orang terjerat kasus rentenir dan pinjol baik yang legal maupun ilegal karena dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal di tengah kondisi ekonomi sulit yang melanda masyarakat menengah ke bawah. 

Sistem sekuler kapitalisme yang diemban negeri ini tentunya menjadi sumber dari karut-marutnya perekonomian rakyat. Sistem ini tak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat, tetapi pada kepentingan oligarki serakah yang menari di atas penderitaan rakyat, yang meraup keuntungan dari bunga pinjaman yang dikenakan kepada rakyat.

Mirisnya, banyak masyarakat yang terjerumus dalam jeratan riba ini karena ada peran negara di balik ini semua. Negara memfasilitasi masyarakat dengan cara mempermudah akses untuk dapat mengajukan pinjaman kepada pihak bank, baik yang legal ataupun yang ilegal.

Mau tidak mau, demi memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat pun akhirnya terjerumus dalam jeratan utang riba. Padahal, harusnya negara hadir memberikan solusi tuntas, bukan hanya memberi imbauan saja. 

Negara harusnya menjadi penyelamat dalam keterpurukan ekonomi rakyat. Negara harus mampu memenuhi kebutuhan rakyat, bukan malah membiarkan rakyat terlilit utang dengan bunga segudang. Sudahlah ekonomi sulit, ditambah lagi banyak utang, lengkaplah penderitaan rakyat.

Dalam Islam, jelas hukumnya haram ketika seseorang meminjam uang kepada rentenir karena ada bunga atau tambahan biaya atas pinjaman tersebut yang termasuk riba. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Rasulullah melaknat orang yang makan (mengambil riba), pemberi riba, yang mencatat transaksi riba, dan dua orang saksinya." 

Maka, Islam selalu punya cara dalam mengantisipasi rakyat agar tidak terjerumus dalam praktik ribawi, di antaranya; (1) seorang muslim harus mempunyai ilmu, salah satunya mengenai riba, (2) bertransaksi secara halal, (3) menyimpan dana di bank syariah, karena dalam bank syariah terdapat bentuk tabungan dengan akad wadiah (tanpa bonus) sehingga tidak mengandung perbuatan riba, (4) memiliki sifat qana'ah atau rasa cukup, selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, sehinga orang seperti ini terhindar dari sifat iri melihat kemewahan orang lain, (5) memperbanyak do'a karena seseorang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah tentu mampu membentengi dirinya dari perbuatan maksiat.

Islam adalah rahmatan lil 'aalamin, akan selalu memerintahkan umatnya untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Maka, Islam pun memperbolehkan umatnya untuk saling meminjamkan uang, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup, tanpa harus berbunga. 

Akan tetapi, dalam pinjam-meminjam pun ada aturannya, yaitu:

Pertama, dalam keadaan terpaksa, demi memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak.

Kedua, jika berutang harus diniatkan juga membayarnya.

Ketiga, transaksi tersebut tertulis, usahakan ada saksi dan bukti tertulis agar tidak terjadi konflik ke depannya.

Keempat, hindari riba.

Kelima, segera lunasi utang karena utang adalah beban yang harus ditanggung dan diselesaikan.

Sistem ini mampu mengatur dan menyelesaikan problematika di seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek perekonomian. Negara yang menerapkan aturan Islam mampu menghindarkan rakyat dari segala macam bentuk kemaksiatan karena aturan yang diterapkan berlandaskan Al-Quran dan sunnah. Negara akan memosisikan dirinya sebagai pelayan rakyat, memenuhi segala kebutuhan dan menjamin kesejahteraan rakyat.

Rakyat yang hidup dalam sistem pemerintahan Islam akan dijamin kesejahteraannya karena negara mampu mengelola sumber daya alam yang melimpah-ruah, kemudian hasilnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tidak seperti di sistem kapitalisme saat ini, sumber daya alam mereka serahkan pengelolaannya kepada pihak asing, walhasil rakyat hanya gigit jari.

Maka, hanya sistem Islamlah yang mampu meriayah (mengurusi) umatnya tanpa ada yang dirugikan. Dengan menjalankan syari'at Islam, niscaya Allah akan memberikan kemudahan dalam urusan kita, dan melimpahkan rezeki dari arah yang tak diduga-duga. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae 
Ibu Rumah Tangga

Kamis, 26 Oktober 2023

Menelisik Peraturan Sertifikat Produk Halal di Sistem Sekuler

Tinta Media - Telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah (Perpu) No. 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU  No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai sertifikasi produk halal. Peraturan ini juga merevisi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 

Dalam peraturan terbaru ini, pelaku usaha mikro bisa mengajukan permohonan sertifikasi halal melalui pernyataan/ikrar dengan skema self declare. Tentu ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikat halal dengan mudah dan murah, bahkan gratis. Pertanyaannya, apakah konsumen, terutama umat Islam akan lebih terjamin untuk mendapatkan kepastian halal suatu produk?

Perubahan Aturan Sertifikasi Halal bagi UMKM

Terdapat beberapa perubahan mendasar terkait jaminan produk halal, yaitu:

Pertama, penetapan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, BPJPH sebagai dasar penerbitan sertifikat halal. Bila penetapan kehalalan produk telah terlampaui batas penetapan, maka Komite Fatwa Produk Halal bisa menetapkan kehalalannya maksimal 2 (dua) hari kerja.

Kedua, sertifikasi halal UMK dengan self declare (pernyataan halal). Permohonan sertifikasi halal bisa diajukan sendiri oleh pelaku usaha mikro melalui self declare, kemudian ditetapkan kehalalannya oleh Komite Fatwa Produk Halal maksimal satu hari kerja sejak hasil pendampingan PPH diterima.

Ketiga, keberadaan Komite Fatwa Produk Halal. Komite Fatwa Produk Halal dibentuk dan bertanggung jawab kepada Kemenag. 

Keempat, masa berlaku sertifikat halal. Sertifikat halal berlaku selama tidak ada perubahan komposisi bahan dan/atau proses produk. Jika ada perubahan komposisi bahan dan/atau proses produksi, maka pelaku usaha harus memperbarui sertifikat halalnya.

Kepentingan Kapitalis di Balik Proses Produk Halal

Secara cermat, isi Perpu Ciptaker terkait sertifikasi halal, terlihat berusaha membuat sistem yang lebih cepat dan mudah. Memang, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Mudahkanlah dan janganlah mempersulit …” (HR Bukhari). 

Namun, hadis ini berkaitan dengan teknis, bukan substansi. 

Berbeda dalam proses penetapan halal suatu produk yang butuh ketelitian. Apalagi, makanan dan minuman kekinian banyak yang menggunakan bahan-bahan tambahan dengan titik kritis yang perlu dicermati. Semua pihak harus mengetahui asal dan proses pembuatan bahan tambahan tersebut. 

Jika diamati lagi, kepengurusan sertifikasi halal bagi UMK tidak semudah yang disampaikan. Ada kepentingan para kapitalis yang ternyata lebih besar. Faktanya, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dianggap salah satu sektor yang berperan dalam perekonomian nasional. 

Maka, produk halal menjadi sorotan perekonomian dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap bahwa Indonesia berpeluang besar meraup keuntungan dari industri halal global. Berdasarkan laporan Indonesia Halal Markets Report 2021/2022, potensi produk halal bisa menambah penghasilan Indonesia sebanyak US$5,1 miliar/tahun. Potensi ini diperoleh melalui pertumbuhan ekspor produk halal, aliran investasi asing langsung, serta substitusi impor. (Katadata, 29/08/2023).

Bonus demografi penduduk Indonesia yang mayoritas muslim juga menjadi pendukung besarnya potensi produk halal. Menariknya, peluang tersebut tidak berasal dari konsumsi muslim saja, tetapi juga nonmuslim yang percaya produk halal memiliki kualitas tinggi dan lebih aman.

Kondisi ini semakin mendorong pemerintah Indonesia meraih target nomor satu dalam industri halal. Untuk itulah, persyaratan memperoleh sertifikat halal dipermudah. Pemerintah tahu banyaknya jumlah pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah yang mampu mendongkrak tercapainya target tersebut. Oleh karenanya, melalui mekanisme self declare diharapkan target tersebut segera tercapai.

Adanya kemudahan memperoleh sertifikat halal, ternyata berdampak pada adanya produk-produk yang lolos mendapatkan sertifikat halal, padahal ternyata haram. Kasus “wine halal” atau anggur nabidz baru-baru ini sebagai contoh nyata. 

Ini sebagai akibat kapitalisme yang dianut Indonesia, yang tujuan kebijakannya adalah untuk meraih keuntungan materi semata. Didukung dengan asas sekularisme, akhirnya segala cara ditempuh pemerintah dan pengusaha untuk meraih tujuan tersebut. Oleh karenanya, produk halal yang sebenarnya nilainya mulia, menjadi terkapitalisasi.

Pengurusan sertifikat produk halal bukan semata kesadaran pelaku usaha dan pemerintah untuk taat syariat, tetapi hanya demi memenuhi selera pasar. Akhirnya, yang terjadi adalah produk itu dihalalkan, bukan benar-benar halal, demi mengejar target sertifikat halal secara massal.

Jaminan Halal Bukan Sekadar Sertifikat

Ketentuan baru dalam Perpu Ciptaker ini terdapat banyak hal yang cukup rigid dalam fatwa yang harus diperhatikan pada saat penetapan fatwa produk halal. Sertifikat halal hendaknya tidak hanya memperhatikan bahan baku produk, tetapi juga proses pembuatan, kemasan yang digunakan, alat dan bahan pencucinya, hingga nama produknya.

Perluasan kehalalan produk yang dilakukan melalui proses self declare cukup berisiko karena hanya berdasarkan keterangan pelaku usaha. Padahal, penetapan kehalalan harus dilakukan oleh pihak yang memahami betul syarat Islam, najis, dan berpengalaman dalam bidang tersebut, sedangkan pelaku usaha belum tentu memilikinya.

Selain itu, berlakunya “sertifikasi halal seumur hidup” justru membuat proses perpanjangannya seolah tidak penting. Padahal, pada proses ini, ada kesempatan memberi pengawasan dan pembinaan.

Jaminan Halal dalam Islam

Islam telah menjadikan halal dan haram sebagai perkara syariat yang mendasar. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 yang memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal dan baik, dari apa yang terdapat di bumi. 

Urusan umat, termasuk kepastian produk halal yang beredar merupakan tanggung jawab negara sebagai pelindung terhadap agama rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw., 

“Sesungguhnya imam itu Bagai perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Dari dalil tersebut, maka tersedianya produk halal menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah akan membentuk tim/instansi khusus dengan SDM yang ahli dan mumpuni di bidangnya. Mereka harus memahami tentang hukum syariat (wajib, sunah, haram, makruh, mubah/halal). Negara juga mengangkat qadi yang berkompeten untuk mengatasi masalah terkait produk halal, toyib, najis, dan sebagainya, bukan sembarang orang untuk menyatakan sebuah produk itu halal atau haram.

Dengan ketaatan pemimpin dan rakyatnya, insyaallah semua hidup penuh keberkahan sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A’raf: 96, 

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Hanya saja, yang akan mampu mengemban amanah ini hanyalah negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam, bukan negara kapitalis sekuler yang mencari keuntungan dan membisniskan kepentingan rakyat. Maka, sebagai muslim, kita berkewajiban memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
(Aktivis Dakwah, Penulis Lepas)

Rabu, 25 Oktober 2023

Dengan Dana Desa, Apa Bisa Rakyat Sejahtera?

Tinta Media - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung meluncurkan Program Sinergitas Pembangunan Kelurahan Bedas (PSPKB). Melalui PSPKB ini, Pemkab Bandung akan menggelontorkan bantuan dengan alokasi anggaran pembangunan minimal 100 juta per Rukun Warga (RW) di setiap kelurahan. Program PSPKB ini didasarkan pada peraturan Bupati (perbup) Nomor 249 Tahun 2023 tentang pelaksanaan program Sinergitas Pembangunan Kelurahan Bedas (PSPKB). PSPKB merupakan program inovasi Pemkab Bandung untuk percepatan penbangunan di kelurahan melalui pelibatan aktif masyarakat dengan mewujudkan sinergitas (kerjasama yang efektif) aparat pemerintahan dengan lembaga kemasyarakatan kelurahan dalam pembangunan.

Bupati Jawa Barat H.M Dadang Supriatna menyatakan, program PSPKB tersebut sengaja diluncurkan mengingat saat ini anggaran pembangunan di setiap kelurahan terbilang minim bila dibandingkan dengan alokasi dana desa (ADD). Akibatnya, kegiatan pembangunan di kelurahan sedikit lambat dibandingkan pembangunan di desa. Beliau menyebutkan pula, program tersebut dapat membuat warga semakin semangat dalam berinovasi membangun wilayah masing-masing, baik dari segi infrastruktur maupun pembangunan sumber daya manusia.

Fakta yang ada menunjukan bahwa dana desa lebih banyak digunakan untuk pembangunan yang bersifat fisik (infrastruktur), sehingga tidak tampak menggerakan masyarakat. Malah, dana desa yang digelontorkan dengan maksud dan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat, malah menjadi bancakan bagi para pejabat. Ini terbukti dengan tingginya kasus kepala desa yang terjerat korupsi, baik untuk kepentingan pribadi maupun kesalahan penggunaan anggaran.

Terbukti jelas bahwa perekonomian dalam sisitem kapitalisme sekuler saat ini, peran pemimpin sangat minim dalam mengurusi umat. Tingginya biaya politik membuat pelayanan dikalahkan oleh tuntutan mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat pemilihan.

Sistem yang rusak dan merusak ini dianut oleh mayoritas negara di dunia, khususnya Indonesia. Ini menjadikan ketimpangan sangat parah dalam masalah ekonomi, antara si kaya dan si miskin. Hsl ini karena sumber daya alam yang sejatinya milik umum hanya dikuasai oleh para pemilik modal (kapital). Mereka mengeksploitasi sumber daya alam yang sejatinya untuk kesejahteraan masyarakat dengan dalih investasi dan globalisasi.

Sisitem ekonomi Islam mampu menyejahterakan.

Sistem ekonomi Islam memisahkan jenis kepemilikan, yakni individu, umum (masyarakat), dan negara. Haram hukumnya bagi individu untuk menguasai sumber daya alam, yang seharusnya menjadi milik bersama. 

Sistem Islam mampu memecahkan berbagai permasalahan kehidupan, termasuk masalah ekonomi. Tidak hanya mampu membawa kebaikan di dunia, tetapi juga kebaikan di akhirat. Ini karena segala sesuatu yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya kelak di akhirat. Allah Swt. akan rida bila kehidupan diatur oleh hukum-hukum-Nya. Kemkmuran dan kesejahteraan akan tercurah dari langit dan bumi.

Allah Swt. berfirman,
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami melimpahkan kepada mereka berkat dari langit dan bumi. Tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS. al- A'raf : 96).
Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Iin Haprianti (Sahabat Tinta Media)

Selasa, 24 Oktober 2023

Terbentur Biaya Mahal, Jenazah Terlantar

Tinta Media - Beberapa pekan lalu, di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, ada dua jenazah yang terlantar dan belum bisa dimakamkan. Kedua jenazah tersimpan di sebuah musala kecil yayasan yang mengurusi jenazah tersebut, dikarenakan tidak ada keluarga yang mengurusi.

Pengurus yayasan rumah singgah Baraya Ojol Bandung Selatan Peduli, Bapak Hary Kurniawan mengatakan bahwa kedua jenazah tersebut berjenis kelamin laki-laki, yang satu berusia 50 tahun dan yang satunya lagi berusia 30 tahun.

Jenazah belum bisa dimakamkan karena terbentur biaya yang sangat mahal. Untuk biaya pulasara sekitar Rp500.000 dan biaya pemakaman sekitar Rp1,5 juta. Jadi, biaya total yang dibutuhkan untuk kedua jenazah tersebut adalah sebesar Rp4 juta. Jadi, pelaksanaan kewajiban Fardu kifayah pun tertunda.

Memang sulit hidup dalam sistem sekularisme-kapitalisme saat ini. Jangankan untuk memenuhi kewajiban terhadap orang yang sudah meninggal, untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari hari pun, sangat berat.

Aturan yang diadopsi dari akal manusia menjadikan masyarakat hidup dalam keadaan terimpit, terutama masyarakat kecil. Mereka merasakan betul akibatnya. Semakin hari, kehidupan semakin sulit. Belum lagi biaya untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari yang terus meningkat, sedangkan lapangan pekerjaan  yang tersedia semakin sulit. 

Belum lagi, saat ini banyak pekerja yang justru di-PHK. Sedangkan untuk menjadi wirausaha atau berdagang, tak ada modal yang dapat menunjang. Padahal, kebutuhan perut harus selalu terpenuhi.

Alhasil, banyak umat yang melakukan kejahatan dan menghalalkan segala cara untuk sekadar bertahan hidup. Mereka tak lagi peduli apakah yang dilakukan dan didapatkannya itu halal atau tidak. Mereka bahkan tak lagi peduli apakah harus menipu orang, mengemis dengan pura pura anggota tubuhnya dibuat seolah olah cacat, mengamen dijalanan, mencuri, atau apa pun untuk mendapatkan cuan.

Bahkan, sistem saat ini menciptakan manusia menjadi sosok yang individualistis, jauh dari rasa empati. Sampai-sampai  jenazah pun ikut  diterlantarkan akibat mahalnya biaya pemakaman. Lalu, di mana peran pemimpin yang seharusnya bertanggung jawab meriayah atas semua kebutuhan umatnya?

Berbeda dengan sistem kehidupan dalam Islam. Sistem ini mengajarkan pada umatnya untuk tolong-menolong kepada siapa pun yang membutuhkan. Mereka saling mengingatkan, amar ma'ruf nahi munkar kepada sesama. 

Negara yang menerapkan Islam akan benar-benar menjalankan sistem pemerintahan sesuai dengan wahyu Allah Swt. sehingga terhindar dari sikap menzalimi, bahkan terhadap satu orang rakyatnya. 

Pemimpin dalam Islam akan selalu memperhatikan  rakyat dalam semua aspek kehidupan, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, hukum, sosial, dan lainnya. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan tercukupi. Begitu pun dengan kebutuhan fardhu kifayah seperti pemakaman, akan segera ditunaikan. Segala kebutuhan bagi yang meninggal akan dipenuhi.

Berdasarkan hal itu, umat pun akan saling peduli, bergotong-royong membantu mengurusi pemakaman jenazah tersebut, tanpa ditunda-tunda dan terlantar.

Rasulullah saw, bersabda,

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya (HR. Al Bukhari Muslim).

Wallahu"allam Bishshawwab🙏

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Islam Solusi Hakiki Hadapi Harga Beras yang Kian Melambung Tinggi

Tinta Media - Dalam acara panen raya di Desa Karanglayung dan Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jumat (13/10/2023), Presiden Joko Widodo menjamin keberadaan stok beras nasional dalam kondisi aman karena masih mendapat sumbangan kuota dari panen raya yang masih berlangsung di beberapa daerah di Indonesia (republika, 13/10/2023).

Meski presiden mengklaim bahwa stok beras nasional dalam keadaan aman, pernyataan mengejutkan justru datang dari Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso yang menyatakan bahwa pemerintah Cina Siap membantu Indonesia dengan mengguyur kuota impor beras sebesar 1 juta ton. Budi menambahkan bahwa tawaran dari negeri tirai bambu ini telah disampaikan langsung oleh presiden Cina Xi Jinping pada presiden Jokowi. 

Opsi impor beras akan tetap diambil oleh pemerintah dan dilaksanakan hingga akhir tahun dengan tujuan untuk memenuhi kekurangan stok yang ada di Bulog saat ini yang dirasa mulai tiris akibat kemarau panjang dan El nino, serta untuk menstabilkan harga beras di pasaran (cnbcindonesia.com, 12 oktober 2023).

Harga beras di pasaran memang terus mengalami kenaikan. Bahkan, Data Pusat Informasi Harga Pangan Nasional (PIHPSN) mengklaim bahwa harga beras pada Jumat (13/10/2023) Rp14.600 per Kg. Ini memecahkan rekor termahal yang belum pernah tercatat dalam PIHPSN sebelumnya. 

Harga beras sepanjang 2023 memang terus terbang melambung. Lonjakan harganya pun lebih tinggi dibanding 2 tahun lalu, yakni sekitar 15,42 %. Harga beras yang terus melesat diduga dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya adalah berkurangya pasokan beras, gangguan panen, kekeringan, serta kebijakan larangan ekspor dari sejumlah negara eksportir. 

Kendati harga beras terus merangkak naik setiap bulannya, konsumsi beras justru kian meningkat dan besarnya konsumsi beras di masyarakat juga dinilai berimbas pula pada tingginya inflasi dan naiknya angka kemiskinan hari ini. (cnbcindonesia, 14/10/2023)

Sistem kapitalisme yang tegak hari ini jelas sudah gagal dalam menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. Indonesia terkenal sebagai negara agraris. Namun nahas, banyak dari petani yang bernasib tragis. Praktik feodalisme dalam kepemilikan tanah yang lumrah saja terjadi dalam sistem kapitalisme menjadikan siapa saja berhak memiliki lahan, asal mempunyai kekuatan modal untuk membelinya. 

Hal ini berakibat pada keadaan sebagian besar para petani yang saat ini hanya berstatus pekerja atau buruh tani dan banyak juga dari mereka bertindak sebagai penyewa lahan pertanian sehingga petani dalam sistem ini rentan mengalami kerugian dan pada ujungnya menimbulkan rendahnya minat produksi dalam pertanian.  

Selain itu, peran Bulog sebagai penyedia pangan di negeri ini semakin dikomersialisasi dan tidak berdaya menghadapi aksi para kartel beras sehingga harga pun tetap jauh melambung meski pemerintah telah menjamin ketersediaan stok beras nasional untuk meredam kenaikan harga dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).  

Menanggapi opsi impor yang dipilih para penentu kebijakan untuk menyiasati harga, sejatinya menunjukkan pada kita bahwa memang ada kesalahan tata kelola pangan dari hulu hingga hilir akibat dari penerapan sistem yang salah, yakni kapitalisme-sekuler. 

Kondisi pelik yang dihadapi masyarakat hari ini sejatinya tidak akan kita alami apabila kita berpegang teguh pada aturan Ilahi dan hidup dalam naungan sistem Islam secara kaffah. 
Dalam Islam, negara bertanggung jawab sebagai pengurus (raa’in) yang bertugas mencukupi kebutuhan rakyat, termasuk dalam kebutuhan pangan. Mekanisme pengurusan negara itu dapat kita temui pelaksanaanya dari sektor hulu hingga ke hilir.

Di sektor hulu, negara Islam akan menghapuskan praktik feodalisme dengan jalan penerapan aturan syariah Islam mengenai kepemilikan tanah, diantyaranya membebaskan siapa saja individu untuk mengelola tanah seluas apa pun dengan syarat tanah tersebut dapat dihidupkan (produktif), serta mengambil kembali hak kepemilikan tanah atas individu tersebut jika lahan ditelantarkan lebih dari tiga tahun. Negara juga menetapkan aturan pelarangan untuk menyewakan tanah dan lahan pertanian.  

Dalam hal mendorong produktifitas pertanian, negara akan menyediakan apa saja support yang dibutuhkan para petani terkait sarana dan infrastruktur pertanian, edukasi, pengembangan sarana dan teknologi terkini yang dapat membantu peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian, hingga menggelontorkan bantuan modal dalam bentuk pinjaman non-ribawi, bahkan hibah. 

Di sektor hilir, negara akan memastikan jalannya distribusi pertanian berjalan lancar dan baik, serta menjamin mekanisme pasar yang sehat dengan mencegah adanya anomali pasar akibat pelanggaran hukum Islam dalam pasar, seperti penimbunan, penipuan, praktik riba, dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan distorsi harga pasar. Praktik-praktik pelanggaran hukum Islam akan ditindak secara tegas oleh negara dan dihukumi dengan aturan syariah Islam. 

Dengan mekanisme seperti itu, harga pangan di pasaran akan mengikuti hukum permintaan dan penawaran sehingga tercipta kestabilan harga pangan yang tidak hanya menguntungkan masyarakat sebagai konsumen, tetapi juga tidak merugikan para petani sebagai masyarakat yang bertindak sebagai produsen. Di sinilah kita akan menemui betapa adil dan paripurnanya sistem aturan Islam dalam mengatur semua urusan kehidupan. Wallahu’alam bishawab. 

Oleh: Selly Nur Amalia
Aktivis Muslimah 

Tiktok Shop Dihapus, Benarkah Menyejahterakan Sektor Riil?

Tinta Media - Kabar bahwa pemerintah tidak memperbolehkan TikTok Shop untuk berjualan menjadi perbincangan, terlebih bagi pihak yang langsung menggunakan TikTok sebagai lahan untuk jualan dan beberapa pengguna yang memanfaatkan program afiliasinya sebagai peluang untuk meraup pundi-pundi rezeki. 

Teten Masduki, Menkop UKM  mengungkap alasan dari larangan tersebut bahwa selama ini TikTok Shop hanya memiliki izin Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A). Larangan tersebut tercantum dalam revisi Permendag nomor 50 tahun 2020 mengenai Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (BBC News Indonesia).

Karena itu pemerintah mengeluarkan larangan TikTok Shop dengan alasan melindungi UMKM dan pedagang, dalam rangka membentuk sistem kerja yang lebih adil dan aman untuk perdagangan elektronik di Indonesia. Namun, faktanya banyak pedagang dan afiliatornya yang juga merasa dirugikan, sehingga menjadi pertanyaan tepatkah kebijakan tersebut ditetapkan?

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaturan dalam sistem perekonomian, termasuk perdagangan dan pemasaran di negeri ini memiliki cacat dan malah membawa dampak buruk bagi masyarakat. Faktanya, ada banyak hal yang berpengaruh terhadap aktivitas perdagangan, yakni adanya pedagang bermodal besar yang menguasai pasar sehingga bisa melakukan monopoli hingga pengaturan pajak yang berbasis pada perusahaan secara fisik. Semua berasal dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini, yang hanya menguntungkan pihak pemilik modal besar.

Di tengah arus pemahaman kapitalisme, sistem perekonomiannya hanya mengarah pada keuntungan dan minim kajian pada dampak kerugian bagi sebagain pihak. Ini juga dipengaruhi oleh berkembangnya berbagai pusat layanan perbelanjaan online yang memiliki masalah di beberapa sisi.

Kondisi ini menggambarkan bahwa upaya pemerintah agak lamban dalam menjaga UMKM dan pedagang. Masyarakat yang telah menggantungkan usaha pada media tertentu akan merasakan dampak besarnya. Dari sini, tampak bahwa masyarakat tidak mendapatkan keadilan yang sama dalam menjalankan aktivitas ekonomi.

Penurunan daya beli masyarakat menjadi faktor dominan dalam lesunya perekonomian, termasuk sepinya tempat belanja offline. Oleh karena itu, pemerintah semestinya bisa berfokus untuk mencari cara dalam menaikkan daya beli masyarakat sebab mayoritas pelaku usaha, baik offline maupun online, adalah UMKM.

Adapun hal yang memengaruhi daya beli suatu masyarakat salah satunya adalah diterapkannya kebijakan Omnibuslow Ciptaker yang berdampak pada pendapatan riil masyarakat. Bahkan, kebijakan tersebut memudahkan suatu perusahaan untuk mem-PHK karyawannya. 

Hal ini juga memmengaruhi pendapatan masyarakat yang kian menurun kemudian berpengaruh pada daya beli masyarakat karena harus melakukan penghematan demi memenuhi keperluan pokoknya.

Namun, alih-alih menyejahterakan rakyat, malah kebijakan yang diterapkan justru menyengsarakan rakyat. Belum lagi beban hidup yang kian berat, seperti tarif listrik dan air yang kian tinggi, harga bahan pokok yang juga tinggi, ditambah biaya sekolah, kesehatan, dan lainnya yang juga kian tinggi. Alhasil, pedagang di sektor rill (yang kebanyakan menjual bahan sandang) akan sepi, sebab uang masyarakat sudah habis hanya untuk membeli sembako.

Fakta di atas akan berbeda ketika menggunakan sistem Islam, karena Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin keadilan dalam aktivitas ekonomi bagi seluruh lapisan rakyat. Sistem ekonomi Islam juga melindungi pedagang dalam negeri dan pelaku usaha lainnya. 

Di dalam sistem Islam, negara akan bersifat independen, baik sistem ekonomi, politik, dan lain-lain yang akan bebas dari kepentingan selain kepentingan umat. Sistem politiknya yang berdasarkan akidah Islam akan membentuk penguasa yang amanah dan taat syariat. Seluruh aturan yang ditetapkan tidak akan pernah lepas dari Al-Qur’an dan sunah.

Begitu pun dalam masalah ekonomi, semua diselesaikan dengan sudut pandang Islam. Islam sangat mendukung perkembangan teknologi. Kebijakannya sangat terbuka terhadap kemajuan teknologi. 

Jual beli online merupakan wasilah yang jika dijaga sesuai syariat akan tampak kemaslahatan di dalamnya.
Salah satu contoh yaitu pada masa Khalifah Umar bin Khaththab dan Khalifah Utsman bin Affan terjadi masalah ekonomi yang menyebabkan daya beli menurun. Upaya yang dilakukan oleh khalifah adalah dengan menyuntikkan dana di tengah umat dengan berbagai cara. Maka, para pelaku bisnis akan mudah tumbuh dan berkembang. Secara otomatis, pendapatan karyawannya meningkat. 

Selain meningkatnya pendapatan, maka kesejahteraan pun akan dijamin oleh negara. Namun, tidak menutup kemungkinan semua kepala rumah tangga mampu untuk mendapatkan pendapatan layak. Nah, jika ada kepala rumah tangga yang cacat atau sudah tidak sanggup bekerja, maka negaralah yang akan bertanggung jawab menyantuni mereka.

Hal ini bisa dijamin melalui sitem kas keuangan baitulmal yang ditunjang oleh regulasi kepemilikan. Misalnya, kepemilikan umum seperti barang tambang dan sumber daya alam yang tak terukur jumlahnya maka haram dikuasai swasta. 

Negaralah yang berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasilnya demi kemaslahatan umat dengan berbagai jaminan fasilitas dan kebutuhan, seperti listrik, air, BBM, sembako, dan lain-lain. Pengelolaannya secara langsung dilakukan oleh negara, sehingga kalaupun ada harga yang ditetapkan, maka harga tersebut dijamin terjangkau bagi semua kalangan dan cenderung  tidak mahal seperti sekarang karena pengelolaannya diserahkan pada swasta. Wallahualam.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd. (Aktivis)


Minggu, 22 Oktober 2023

Polemik Tiktok Shop dalam Pandangan Islam

Tinta Media - Tiktok resmi menutup layanan dagangnya, yakni Tiktok Shop pada Rabu, (04/10/2023) pukul 17.00 WIB. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, seller yang berjualan di Tiktok Shop diminta untuk pindah lapak ke platform e-commerce resmi yang ada di tanah air. (ekonomi.republika.co.id/05/10/2023). 

Kebijakan ini sangat mengejutkan hampir di semua pengguna Tiktok, terutama para penjual yang memasarkan dagangannya di Tiktok Shop justru saat platform yang satu ini sedang melejit dengan pengguna yang semakin banyak, terutama negara Indonesia yang masuk urutan ke-2 dan menjadi pangsa pasar yang sangat menguntungkan bagi para pebisnis.

Tentunya, kebijakan ini banyak mendapatkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Di sisi lain, para pelaku UMKM dan pedagang kecil merasa mendapatkan keadilan karena sejak adanya Tiktok Shop, toko mereka menjadi sepi dan tutup atau gulung tikar sebab kalah saing dengan para artis atau para pemilik modal yang sudah memiliki modal besar dalam berjualan. Akhirnya, tidak imbang antara pengeluaran modal dan pemasukan dari pembeli karena pembeli lebih suka berbelanja secara online daripada datang langsung ke toko.

Namun di satu sisi, banyak yang menyayangkan, bahkan protes dengan kebijakan ini terutama para penjual yang memasarkan dagangannya di platform ini. Mereka berdalih bahwa “Dulu disuruh untuk beralih ke penjualan via online, sekarang malah disuruh pindah lagi ke penjualan offline.” 

Kemudian, juga banyak yang kehilangan pekerjaannya jika platform ini ditutup. Mereka beranggapan bahwa kebijakan ini dikeluarkan bukan hanya sekadar untuk menyelamatkan UMKM, tetapi karena ada kepentingan lain, seperti adanya politik di balik semua ini. 

Bukan hanya itu, mereka menilai pemerintah merugikan para seller yang biasa berjualan live di Tiktok Shop. Akan tetapi, tanggapan yang diberikan atas respon dari masyarakat setelah dikeluarkan kebijakan ini dirasa kurang menenangkan dan memberikan solusi, seperti “Tiktok media sosial akan lebih berfokus kepada promosi, sedangkan penjualannya bisa dilakukan melalui media lain.” 

Akhirnya, banyak yang bertanya-tanya, apakah benar kebijakan ini tepat demi keadilan para pelaku usaha?

Itulah yang terjadi di sistem kapitalisme saat ini. Semua dilakukan karena asas manfaat. Segelintir orang yang memiliki modal besar dan kekuasaan bisa mengubah, bahkan membuat kebijakan yang menguntungkan mereka dan keturunannya sendiri. 

Para pelaku usaha UMKM maupun seller dipaksa untuk mengikuti semua kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tanpa memberikan solusi yang hakiki untuk keadilan dan kebaikan bersama. 

Harusnya, pemerintah lebih bijak dalam mengambil keputusan karena banyak yang harus dibenahi, bukan hanya sekadar mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan segelintir orang saja. Akan tetapi, regulasi yang dibuat harus saling terintegrasi sehingga menguntungkan semua lapisan masyarakat dan hajat hidup masyarakat tidak hilang, tetapi terpenuhi dengan baik.

Inilah penyebab gagalnya sistem ekonomi kapitalisme dalam menyejahterakan masyarakat, sehingga mereka berlomba untuk mendapatkan pekerjaaan dan tambahan uang untuk menghidupi keluarganya. 

Selanjutnya, keadilan tidak akan didapat selama negara hanya berfungsi sebagai regulator dan menyerahkan seluruh urusan rakyat kepada swasta. Wajar saja kebijakan yang dibuat tidak adil untuk semua masyarakat, karena keuntungan hanya mengalir kepada segelintir orang yang mempunyai modal besar. Sedangkan para pelaku usaha biasa harus menerima nasib yang kian nelangsa.

Berbeda dengan perdagangan yang diatur dengan syariat Islam. Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin keadilan dalam aktivitas ekonomi bagi seluruh lapisan rakyat. Islam membedakan penataan pasar makro di dalam negeri dan internasional. Tugas negara dalam mengatur pasar sangat urgent. 

Perdagangan yang adil pun telah diperintahkan oleh syariat berdasarkan QS. An-Nisa ayat 29 bahwa Allah berfirman, "Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dalam perdagangan yang dilakukan atas suka sama suka di antara kamu." 

Negara dalam Islam berfungsi sebagai pelayan rakyat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad bahwasanya imam adalah penggembala (pengurus rakyat) dan ia akan bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyat yang diurusnya).

Maka dari itu, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab negara (Khilafah). Negara tidak boleh membiarkan rakyat hidup dalam kesengsaraan. Oleh karena itu, negara akan menciptakan pasar yang sehat. Dalam sistem ekonomi Islam, harga ditentukan oleh kekuatan supply dan demand sehingga semua unsur yang merusak permintaan dan penawaran harus dihapuskan oleh negara. 

Islam telah melakukan penataan perdagangan melalui peran negara, termasuk Qadhi Muhtasib sebagai pengontrol para penjual dan pembeli. Negara berperan dalam melakukan pelarangan tas'ir (pematokan harga), operasi pasar, dan pungutan pajak. Semua ini dilakukan agar pasar benar-benar ditentukan oleh permintaan dan penawaran. 

Negara akan melarang unsur judi dalam perdagangan, unsur gharar (ketidakjelasan), unsur riba, dan unsur sebagaimana transaksi yang terjadi pada e-commerce hari ini. 

Negara juga bertugas untuk menghilangkan semua ancaman-ancaman yang bisa mengganggu terwujudnya mekanisme pasar sehat. Sebab dalam Islam, marketplace diperbolehkan karena dihukumi sebagai pasar penyedia lapak. 

Hanya saja, marketplace berfungsi sebagai pasar virtual atau digital. Jika penyedia marketplace menyediakan tempat untuk berjualan, maka berlaku akad sewa lapak yang hanya menyediakan tempat, bukan memasarkan barang. 

Demikianlah aturan Islam menciptakan pasar yang sehat yang akan menentukan pedagang dan konsumen. Seluruh aturan tersebut hanya bisa terwujud dalam Khilafah Islam. Wallahu’alam bishawab.

Oleh: Diah Puja Kusuma, S.Kom. 
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab