Tinta Media: ETB
Tampilkan postingan dengan label ETB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ETB. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Oktober 2023

Mewujudkan Sumber Energi Baru Terbarukan (ETB) dengan Sistem Islam

Tinta Media - Buruknya kualitas udara akhir-akhir ini mengancam kesehatan dan ekonomi masyarakat. Polusi udara merupakan permasalahan lama yang terus dialami oleh beberapa kota besar di Indonesia, terutama kota Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar. Berdasarkan data Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), dapat diketahui dampak real-time yang diakibatkan oleh polusi udara, yaitu adanya potensi kematian dini dan potensi kerugian ekonomi yang harus ditanggung negara dan masyarakat.

 

Ada sejumlah faktor terjadinya polusi udara. Salah satunya adalah dari asap PLTU. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, ada dua sumber utama polusi udara di Jakarta dalam beberapa pekan terakhir, yakni berasal dari asap kendaraan bermotor dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

 

Meski menjadi sumber utama terjadinya polusi udara, pembangunan PLTU terus dikembangkan. Saat ini saja ada 13,8 gigawatt (GW) PLTU yang akan dibangun hingga 2030. Angka tersebut tergolong besar sebab tahun 2022 saja kapasitas terpasang PLTU di Indonesia sudah mencapai 44,6 GW atau setara 67% dari kapasitas listrik nasional.

 

Padahal semakin banyak PLTU beroperasi berarti emisi gas rumah kaca yang dihasilkan bakal semakin besar. Hal ini tentu bertolak belakang dengan komitmen negara untuk melakukan transisi energi menuju netral karbon atau net zero emission seperti yang tertuang dalam Pernjanjian Iklim Paris.

 

Sungguh miris melihat kondisi negeri ini. Di satu sisi ketersediaan listrik sangat dibutuhkan oleh negara, yang menuntut adanya pembangunan industri pembangkit listrik. Di sisi lain, adanya problem polusi udara yang mengancam kesehatan.

 

Namun karena pembangunan saat ini dilandasi paradigma kapitalisme, maka pembangunan akan selalu berorientasi mencari keuntungan dan mengabaikan potensi resiko yang mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan.

 

Seperti yang dikatakan oleh Global Energy Monitorsebagian besar PLTU yang belum rampung di Indonesia merupakan pembangkit listrik eksklusif untuk memasok kebutuhan energi industri, seperti industri pengolahan aluminium, kobalt, dan nikel yang terkait rantai pasokan baterai dan kendaraan listrik. Padahal kondisi sistem kelistrikan suatu wilayah, seperti di Jawa-Bali, mengalami kelebihan daya paling besar (44%) sehingga pembangunan PLTU di daerah ini menjadi tidak diperlukan.

 

Ini menunjukan bahwa pembangun PLTU ditujukan untuk kepentingan bisnis (para kapital), tidak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Inilah mindset kapitalisme.

 

Tidak akan ditemukan pembangunan yang merusak lingkungan dalam sebuah negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam. Dalam Islam keberadaan industri, termasuk industri pembangkit tenaga listrik sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

 

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Atha Abu Rasytah dalam kitabnya yang berjudul Politik Perindustrian dan Membangun Negara Industri dalam Pandangan Islam, yakni barang siapa yang ingin membangun dan maju dalam bidang industri, hal ini tidak akan didapatkan selain memulai revolusi industri dengan inisiatif untuk menciptakan industri permesinan dengan seketika tanpa bertahap. Sebab tanpa adanya industri permesinan akan menjadikan negara kita bergantung pada negara maju asing dalam industri alat berat.

 

Pentingnya keberadaan industri ini wajib diwujudkan oleh negara dengan orientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan peran sebagai hamba Allah. Maka pandangan negara dalam Islam terhadap pembangunan pembangkit listrik adalah sebagai sarana industri yang menyediakan kebutuhan pasukan energi bagi warga negara.

 

Negara dalam Islam memiliki aturan paripurna karena mengadopsi sistem yang berasal dari Allah Ta’ala Sang Pencipta manusia dan semesta alam. Dalam pandangan Islam, listrik merupakan kepemilikan umum, dilihat dari  listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk dalam kategori “api” yang merupakan kepemilikan umum.

 

Nabi saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

 

Dalam hal ini berbagai sarana dan prasarana penyedian listrik termasuk kategori “api”, seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya. Berdasarkan hadis di atas, negaralah yang berhak untuk mengelola, mengeksplorasi hingga mengeksploitasi kekayaan alam yang tersedia dan hasilnya diberikan kepada rakyat.

 

Maka perindustrian pembangkit listrik wajib dibangun oleh negara sekaligus melarang individu atau swasta untuk memilikinya. Karena itu dalam sistem Islam tidak akan mengenal para investor asing dalam pengelolaan sumber daya alam. Karena melalui investasi para swasta kapital itu memiliki celah untuk menguasai hasil sumber daya alam yang dimiliki negara.

 

Selain itu ketika negara membangun industri pembangkit listrik - apapun jenisnya pembangkitnya -  pembangunan yang ada tidak boleh membawa dhoror (bahaya) dan dzolim.

 

Dari Abu Said, Sa’ad bin Sinan al-Khudri ra “Sesungguhnya Rasulullahn Shallallahu   Alaihi Wasallam bersabda tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain. (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Daruqutni serta selainnya dengan sanad yang bersambung)

 

Karena itu negara akan memerintahkan untuk membangun lebih banyak pembangkit listrik dengan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan seperti PLTA, PLTP, PLTMH, PLTM, PLTS, PLTBM, dan PLTB.

 

Pada hari ini untuk mewujudkan energi baru terbarukan (EBT) sangat berat. Dikarenakan menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang bertumpu pada dana investasi. Menurut International Renewable Energy Agency (IRENA) dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook yang dirilis Oktober 2022, untuk mendorong percepatan transisi energi Indonesia butuh dana investasi yang besar. 

 

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam menggunakan prinsip syariat. Negara dalam Islam memiliki institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya untuk kepentingan umat yang berhak menerimanya. Institusi tersebut disebut dengan Baitulmal.

 

Baitulmal memiliki pos kepemilikan umum, seperti minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang dilindungi oleh negara untuk keperluan khusus.

 

Dengan konsep kepemilikan umum dalam Islam, maka sumber daya alam dikelola sendiri oleh negara. Adapun aset-aset negara dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas, kemudian kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat, salah satunya berupa alokasi belanja infrastruktur serta pemeliharaannya. Sehingga tidak sulit untuk membangun sumber energi baru terbarukan.

 

Demikianlah solusi Islam dalam menciptakan pembangunan industri yang ramah lingkungan dan tanpa membahayakan kesehatan manusia. Alhasil, perintah syariah bagi negara untuk mewujudkan maslahat dan menghindari kerusakan (mafsadat) bagi umat bisa tercapai.

Oleh: Gusti Nurhizaziah (Aktivis Muslimah)

 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab