Tinta Media: Dzulhijjah
Tampilkan postingan dengan label Dzulhijjah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dzulhijjah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Juni 2023

YRT: Menjadikan Hadis Rukyat Amir Mekah Sebagai Dalil Penetapan Zulhijah Lebih Kokoh

Tinta Media - Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) mengatakan, menjadikan hadis rukyat Amir Mekah  sebagai dalil penetapan Zulhijah  lebih kokoh.

“Menjadikan hadis Putusan Rukyat Amir Mekah sebagai dalil penetapan Zulhijah untuk seluruh negeri terkesan sebagai ijtihad "baru" (tajdid), namun Insyaallah lebih kokoh dan menentramkan,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (20/6/2023).

Setidaknya Ia menyebut empat alasan. Pertama, penetapan dalilnya mendahulukan nash meski mafhum daripada qiyas.

Kedua, terwujudnya kesatuan manasik haji. Ketiga, mengutamakan kesatuan umat Islam,” terangnya.

Keempat, ia menilai bahwa perbedaan yang sekarang terjadi lebih pada aspek politik keberadaan negara bangsa, bukan masalah fikih semata.

“Nation state telah memecah belah umat tanpa dalil,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Tinta Media - Beramal jelas perlu ilmu. Khususnya amalan di bulan Dzulhijjah sudah banyak dijelaskan oleh para ulama. Oleh karena itu kita beramal harus cerdas sesuai perintah Nabi Muhammad Saw 

Adapun amalan utama di bulan Dzulhijjah adalah sebagai berikut:

Pertama: Puasa

Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[9], …”[HR. Abu Daud no. 2437].

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. [Latho-if Al Ma’arif, hal. 459].

Kedua: Takbir dan Dzikir

Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.[HR. Bukhari secara mu’allaq, pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”].

Catatan:

Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.

Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah.

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.

Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh

Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. Silakan baca tentang keutamaan amalan ini di sini.

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh

Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban

Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Silakan baca tentang keutamaan qurban di sini.

Keenam: Bertaubat

Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama. Silakan baca tentang taubat di sini.

Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.

Terlepas dari semua amalan yang secara pribadi menjadi prioritas kita maka ada amalan paling agung yang tentunya akan sangat besar pahalanya berlipat ganda di bulan Dzulhijjah ini yakni berjuang dan berdakwah menegakkan Islam kaffah dalam sistem Islam khilafah. Jangan lupa ya sobat.

Demikian nukilan beberapa ketegangan para ulama terkait enam ibadah utama dalam bulan Dzulhijjah. Selamat Berjuang Sobat semoga sukses dunia akhirat. Aamiin.[].

Oleh: Ustadz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah

Tinta Media - Bulan Dzulhijjah sudah menjelang. Kita masih menunggu ketetapan wali Mekkah kapan jatuhnya 1 Dzulhijjah karena itu terkait juga dengan manasik haji di Mekkah.

Bulan Dzulhijjah memiliki banyak keutamaan yang harus kita fahami. Khususnya pada 10 hari awal bulan Dzulhijjah.

Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,

« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“[HR Abu Dawud dan Tirmidzi]

Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2).

Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.[ Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, Al Maktab Al Islami, cetakan ketiga, 1404, 9/103-104].

 Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.[Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H, hal. 469] 

Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama Dzulhijah ataukah 10 malam terakhir bulan Ramadhan?

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau rahimahullah berkata, “Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arofah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).”[Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, 1407, 1/35].

Begitu besar keutamaan 10 hari awal bulan dzulhijjah. Semoga Allah mudahkan kita untuk beramal Sholih bulan Dzulhijjah ini. Khususnya bagi yang ibadah haji. Maupun yang tidak ibadah haji moga dimudahkan berkurban. Aamiin.[]

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center 

Senin, 04 Juli 2022

Ajengan Yuana Jelaskan Lima Hal Seputar Perbedaan Penetapan Awal Dzulhijjah

Tinta Media - Mudir Ma'had Khodimus Sunnah, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menjelaskan lima hal seputar perbedaan penetapan awal Dzulhijjah.

"Pertama, perbedaan penentuan Idul Adha adalah wilayah khilafiyah," ungkapnya di akun telegram pribadinya, Kamis ( 30/6/2022).

Sependek yang ia tahu, tidak ada kesepakatan ulama (ijmak) dalam penentuan awal Dzulhijjah. "Jadi dalam masalah khilafiyah jangan memutlakkan dan jangan sampai saling mengolok-olok. Fokus pada argumentasi saja," nasehatnya.

"Kedua, para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits rukyat Amir Mekah," ungkapnya.

Ia menukil perkataan Husain bin Al-Harits yang mengatakan bahwa sesungguhnya Amir Mekah pernah berkhutbah dan menyampaikan, ‘’Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil merukyat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.’’ (HR. Abu Dawud No. 2338).

"Rasul meminta Amir Mekah untuk rukyat hilal Dzulhijjah dalam rangka pelaksanaan ibadah haji," tandasnya.

Menurutnya, disinilah para ulama berbeda pendapat apakah hadits tersebut menjadi standar penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri atau hanya terkait pelaksanaan ibadah haji.  

"Ketiga, justru para ulama madzhab menjadikan hadits rukyat Amir Mekah sebagai dalil dalam persaksian hilal. Hal tersebut, bisa kita lihat dalam kitab Ma'rifah as-Sunan wa al-Atsar karya Imam al-Baihaqi," jelasnya.

YRT menilai, ketika hadits tersebut dijadikan dalil dalam penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri, maka itu termasuk terobosan ijtihad yang sangat menarik. 

"Keempat, sebenarnya ada hadits lain yang menjelaskan tentang rukyat bulan Dzulhijjah secara umum," paparnya sambil membacakan hadits riwayat Muslim nomor 1977, 

"Rasul bersabda: ‘’Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian ingin berqurban, maka hendaknya ia menjaga rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong hingga hari Qurban).’’ 

Hadits ini dinilainya bersifat umum tentang penetapan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan rukyat, tanpa menyebutkan rukyat siapa. "Artinya, jika terdapat dalil khusus, maka yang diamalkan adalah dalil khusus. Namun ada tidaknya dalil khusus, para ulama berbeda pendapat," tandasnya.

"Kelima, jadi pangkal diskusinya sebenarnya adalah, pertama, tidak ada ijmak ulama tentang penentuan awal Dzulhijjah, maka perkara yang khilafiyah harus disikapi secara bijak, dan tidak dimutlakkan," pintanya.

"Kedua, hadits rukyat Amir Mekah sendiri oleh para ulama madzhab tidak dijadikan dalil penentuan awal Dzulhijjah," tambahnya.

Menurut YRT, para ulama justru menjadikan hadits tersebut sebagai dalil dalam masalah persaksian hilal, bukan penentuan awal Dzulhijjah. "Bisa dicek di kitab Ma'rifatus Sunan wal Atsar," tuturnya meyakinkan.

"Ketiga, menjadikan hadits rukyat Amir Mekah sebagai dalil penetapan Dzulhijjah untuk seluruh negeri terkesan sebagai ijtihad "baru" (tajdid), namun in sya Allah lebih kokoh dan menentramkan," simpulnya.

Ia memberikan empat argumen bagi kesimpulannya tersebut. 

"Kesatu, mendahulukan nash meski mafhum daripada qiyas. Kedua, terwujudnya kesatuan dengan manasik haji. Ketiga, mengutamakan kesatuan umat Islam. Keempat, perbedaan yang sekarang terjadi lebih pada aspek politik keberadaan negara bangsa (nation state), bukan masalah fikih semata," pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab