Tinta Media: Duta Pajak
Tampilkan postingan dengan label Duta Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Duta Pajak. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Maret 2023

Duta Pajak Bukan Solusi Hakiki

Tinta Media - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bandung menggelar acara pemilihan duta pajak. Acara tersebut dimaksudkan untuk menaikkan kepercayaan publik melalui informasi pajak bagi masyarakat, khususnya milenial. 

Ada sepuluh peserta pemilihan duta pajak dan akan bersaing untuk mendapatkan predikat duta pajak tahun 2023. Tugas atau peran duta pajak yang terpilih adalah menyosialisasikan informasi perpajakan kepada masyarakat. Duta pajak akan membantu Bapenda untuk menyampaikan informasi perpajakan kepada wajib pajak, khususnya milenial yang berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat wajib pajak. 

Menurut Erwan Kusuma, menurunnya kepercayaan masyarakat adalah terkait adanya kasus pejabat pajak beberapa waktu lalu. Dengan adanya duta pajak, diharapkan akan memulihkan kembali kepercayaan publik.

Duta pajak digadang-gadang menjadi jalan untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatnya kembali kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak. Dengan meningkatnya masyarakat yang sadar membayar pajak, maka pendapatan anggaran daerah pasti meningkat. 

Mungkin ini berkaitan dengan makin riuhnya masyarakat yang kecewa dengan pemerintah, terutama mengenai masalah pajak. Masyarakat ramai menyuarakan untuk "jangan bayar pajak".

Rakyat kecil dan miskin harus taat bayar pajak, sedangkan orang kaya justru tidak bayar pajak. Lebih parahnya lagi, pegawai pajak justru melakukan tindak korupsi. Bukankah ini menggelikan?

Jadi, duta pajak adalah seseorang yang bertugas untuk mengedukasi dan memberi semangat kepada masyarakat untuk taat bayar pajak. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang taat bayar pajak, itulah penilaian dalam sistem kapitalis sekuler. Dengan taat bayar pajak, negara yang akan mendapatkan keuntungan, sedangkan rakyat miskin merasa terjepit dan menderita. 

Pemilihan duta pajak menjadi jalan alternatif yang diharapkan mampu meningkatkan kembali pundi-pundi rupiah yang masuk ke APBN. Ini memang bukan hal yang aneh, karena dalam sistem kapitalisme, pajak adalah sumber pemasukan negara. 

Napas dari kapitalisme yaitu dengan menarik pajak. Inilah cara mudah untuk mendapatkan pendapatan dengan minim usaha dalam meraih keuntungan yang besar. Sedangkan di sisi lain, sumber daya alam yang begitu melimpah di negeri ini justru diserahkan kepada pihak asing dalam pengelolaanya. Dalam sistem ekonomi kapitalis pula, pengelolaan sumber daya alam hanya menguntungkan segelintir orang, sedangkan rakyat hanya mendapatkan remahnya saja. 

Sungguh miris, alih-alih menyejahterakan rakyat, dalam sistem kapitalisme justru rakyat dicekik dengan semua kebijakan-kebijakan yang tidak prorakyat. Apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini yang sedang terpuruk, semakin terpuruk dan menyedihkan ketika hampir semua hal dipajakkan. 

Lebih miris lagi ketika bahan pokok sehari-hari pun ikut kena pajak. Kelihatan sekali, negara tidak mengurus rakyat dengan baik, tetapi justru memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari rakyat. Hubungan rakyat dan penguasa hanyalah sebagai penjual dan pembeli, dan hanya menguntungkan satu pihak saja, yaitu para pengusaha/cukong. Negara hanya sebagai regulator saja dalam mengambil kebijakan dan mengeluarkan aturan.

Berbeda dengan Islam, visi pemimpin dalam sistem Islam adalah kehidupan akhirat. Seorang khalifah adalah pemimpin. 

Rasulullah bersabda, "Ingatlah tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepempimpinan itu. Seorang imam atas manusia itu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung-jawaban itu." (HR. Imam Bukhari no: 844).

Dalam sistem Islam, pajak bukan dijadikan sumber pendapatan negara, karena dalam Islam, negara mempunyai sumber pendapatan atau sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Adapun pemasukan negara dalam sistem Islam, yaitu berasal dari Fa'i, kharaj, ghanimah, Anfal, dan jizyah. Ditambah lagi pemasukan dari harta kepemilikan umum, yaitu barang tambang, padang rumput, dan air. Semua itu dikelola oleh negara yang selanjutnya disalurkan untuk rakyat dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan.  

Sistem keuangan dalam negara Islam yang berasaskan akidah Islam sangat stabil karena penerapan syariat yang sumbernya dari Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta. Semua syariatnya sudah pasti membawa manfaat dan kebaikan bagi manusia. 

Jadi, menarik pajak bukan menjadi hal utama dalam sistem ekonomi Islam. Menarik pajak/ pungutan akan sangat diperhitungkan sehingga tidak akan timbul masalah baru. 

Seorang Khalifah akan benar-benar mempedulikan rakyat agar tetap nyaman dan terpenuhi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan). Pungutan pajak hanya berlaku bagi orang yang mampu dan mempunyai harta berlebih/aghniya. Itu pun diperlukan hanya pada saat-saat tertentu saja, yakni jika keuangan (Baitul Maal) sedang dalam kondisi darurat saja. Tidak seperti sistem saat ini yang justru sebaliknya, rakyat semakin dicekik dengan pungutan pajak di tengah kondisi yang sedang terpuruk. 

Begitu luar biasanya aturan dalam Islam yang jika diterapkan akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat muslim maupun nonmuslim. Khalifah paham betul akan kewajibannya sebagai seorang pemimpin sehingga tidak bisa sewenang-wenang dalam mengeluarkan kebijakan.

Hal ini pernah terjadi saat era pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab. Saat itu kekhilafahan mengalami masa panceklik yang cukup panjang, hingga Baitul maal mengalami kekosongan kas. Akibatnya, kekhilafahan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada rakyat. 
Dalam rangka mengatasinya, dilakukan pengelolaan sumber daya alam dengan maksud dan hasilnya yang akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan serta sarana prasarana umum.

Sangat jelas bahwa Islam akan melahirkan seorang pemimpin yang bertakwa dan amanah, serta takut kepada Allah Swt. Pemimpin seperti ini hanya akan lahir dari peradaban mulia dalam sebuah sistem, yaitu khilafah Islamiyyah. 

Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab