DURIAN PERLAWANAN & GULAI KEPALA KAMBING PONPES AL ISLAH BONDOWOSO
Tinta Media - Seperti biasa, sambutan dan penerimaan dari KH Toha Yusuf Zakariya, LC begitu hangat. Begitu kami datang, beliau sudah menunggu kami diruang tamu utama.
Sabtu (25/2), selepas mengemasi barang dan menaruh di kamar tamu yang sudah disediakan pondok, kami segera bergegas menemui Sohibul Bait. Penulis bersama Prof Daniel M Rosyid, Ust Mintarjo, Cak Slamet Sugiyanto, Cak Agus Abu Inas, Bung Arif, dll, menuju ruang tamu.
Seperti biasa, segala hidangan telah disediakan. Dari makanan 'Rondo Royal' hingga hidangan kopi nikmat. Kami berdiskusi tentang banyak soal dan banyak hal, namun tetap saja selalu diiringi rasa riang dan gembira, karena besarnya keramahan yang dihadirkan sang Tuan rumah.
Sejurus kemudian, agenda 'utama' tiba. Kami dipersilahkan memasuki ruang makan, hidangan lezat tersedia disana. Terlihat, sejumlah tamu tersipu menahan senyum, konfirmasi sikap batin yang riang dan gembira.
Perlu penulis sampaikan, ada dua periode agenda utama yang sama-sama nikmat. Ronde kedua, rombongan Cak Fajar, dkk ikut membuntuti. Kedua agenda, sama-sama disempurnakan dengan hidangan penutup berupa 'durian perlawanan'.
Penulis awali dari kisah datangnya kepala kambing lezat, dengan bumbu yang kental, aroma khas kapulaga, membuat libido akan lapar meningkat, sehingga serasa ingin segera maju kedepan menyerbu ke medan laga. Tapi seperti biasa, sebagai bagian dari ikhtirom, penulis bersabar menunggu giliran. Mendahulukan Prof Suteki, Prof Daniel, DR Fahrul Ulum dan Pak Mintarjo, untuk mendahului.
Akhirnya, tiba giliran penulis. Dengan gerakan secepat kilat, penulis menggapai garpu dan pisau yang tersedia, memotong di area lidah dan sebagian sisi kiri kepala, mengoyak sebagian mata, dan mengulumnya dalam mulut. MasyaAllah....luar biasa lezat. Ini adalah hidangan yang benar-benar menggugah selera.
Rasa kenyal empuk dagingnya serasa membuat lidah bergoyang, aroma dan kentalnya kuah lumer di rongga mulut. Setiap seruputan kuah, melambungkan pikiran dan seolah terbawa jauh dari alam sadar, melayang diawan, menari dan berputar-putar (bukan mabuk ya).
Rasa nikmat ini, sudah agak bahkan lama penulis lewati. Nostalgia kepala kambing muda ini, membawa ingatan penulis pada masa yang telah lalu.
Dahulu kala di kampung saat di Lampung, hidangan semacam ini biasanya disediakan para calon kepala desa yang bertarung saat Pilkades, untuk merebut hati pemilih. Setiap calon, akan mengadakan pesta makan-makan, dimana warga desa diundang untuk hadir menikmati hidangan yang disediakan calon. Hidangan kepala kambing ini, biasa hadir menjadi menu penyempurna.
Lanjut menikmati 'durian perlawanan'. Kami sudah diberondong dengan suguhan bebetapa butir durian. Saat dibuka, bulirnya memang tidak besar (tak seperti durian montong), namun rasanya lebih legit. Penulis sendiri lebih menyukai durian lokal, ketimbang durian montong.
Secara gitu, durian lokal lebih legit dan ga cepat membosankan (ga cepat bikin kenyang). Sehingga, kadang kala dua tiga buah (butir) bisa habis. Berbeda dengan montong, baru separuh saja sudah eneg (jawa: mblenger).
Sayangnya, sahabat sejawat, senior penulis DR Muhammad Taufik, tak dapat membersamai kebahagiaan ini. Konon, tiket keretanya telah lewat sehingga harus pesan tiket baru untuk ke Al Islah Bondowoso. Terpaksa DR Taufik menyusul kereta Solo - Jember, baru kemudian dijemput untuk ke Al Islah Bondowoso.
Cukup dulu ya, sekelumit kisah betapa lezatnya semalam di Al Islah. Mengenai ada agenda apa di Al Islah pada Ahad 26 Februari 2023? InsyaAllah, akan penulis ceritakan dalam kesempatan lain. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik