Tinta Media: Dukung
Tampilkan postingan dengan label Dukung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dukung. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 November 2022

MOHON MAAF, SAYA TIDAK MENDUKUNG CAPRES TERTENTU DALAM PILPRES 2024

Tinta Media - Untuk Pilpres yang telah lalu, atau Pilpres yang akan datang, saya sudah tegaskan tak akan terlibat dalam dukung mendukung Capres tertentu. Maknanya, semua Capres tidak saya dukung.

Kalau ada yang pro Anies, kemudian beranggapan saya akan mendukung Ganjar? Saya tegaskan, itu keliru.

Seperti saat Pilpres 2019 lalu, saya tidak mendukung Joko Widodo maupun Prabowo Subianto. Jadi, saya tidak merasa dikhianati oleh siapapun karena saya tidak mendukung, berjuang bahkan berkorban untuk Capres manapun.

Saya hanya berjuang untuk Syariat Islam dan Khilafah. Ini yang menjadi konsen perjuangan saya, bukan yang lainnya.

Kalau ada rekan dan sahabat punya pilihan politik tertentu, silahkan saja. Saya tidak akan memaksa untuk ikut memperjuangkan Khilafah.

Sebagaimana saya, juga tak mau dipaksa untuk dukung mendukung Capres tertentu. Siapapun dan dalam kondisi apapun.

Saya akan fokus mengingatkan umat Islam, bahwa jaminan kebaikan hidup mereka, baik dunia dan akhirat adalah ketika umat Islam menerapkan syariat Islam. Syariat Islam, hanya bisa diterapkan secara menyeluruh, hanya melalui tegaknya institusi Khilafah.

Mau ganti Presiden ribuan kali, kalau sistemnya bukan Khilafah, tetap saja syariat Islam tidak dapat diterapkan. Bahkan, isu copras capres hanya akan mengalihkan perhatian umat Islam dari perjuangan politik yang sesungguhnya.

Coba kita agak berfikir ke belakang, betapa dahulu semua orang mengelu-elukan Joko Widodo. Berharap Joko Widodo akan memperbaiki bangsa ini. Kenyataannya?

Yang dahulu, mendukung Prabowo, yang bahagia dengan komitmen 'timbul dan tenggelam bersama rakyat', kenyataannya juga bisa dirasakan. Apakah kita mau terus terusan menjadi korban politisi?

Pemimpin yang baik itu pemimpin yang selalu membersamai kita. Pemimpin yang ikut tersinggung saat Ulama kita dikriminalisasi. Pemimpin yang ikut melawan asing dan aseng. Pemimpin yang ikut menolak kezaliman atas naiknya BBM.

Kita coba tengok, dari semua nama yang disebut bakal menjadi Capres. Pernahkah mereka bersuara menentang atas kezaliman yang dialami Ustadz Farid Okbah? Pernahkah mereka ikut bersuara menolak kenaikan harga BBM? Pernahkan mereka menentang China atau mengecam penjajahan Amerika?

Kalau belum berkuasa saja enggan bersuara, apa jadinya kelak setelah berkuasa? Lupa dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa.

Jadi, kita dikarunia akal dan fikiran. Kita tentu hanya akan memilih pemimpin yang selalu membersamai kita. Sosok itu tidak muncul pada nama Capres yang saat ini beredar. Lalu, apa alasan mendukung mereka, kalau mereka tidak pernah membersamai kita?

Mereka, hanya membersamai para elit politik. Membersamai Surya Paloh dan Ketum Parpol lainnya. Tentulah, saat berkuasa suara Surya Paloh yang akan diperhatikan, bukan suara kita. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 
https://heylink.me/AK_Channel/

Sabtu, 20 Agustus 2022

Barat Dukung Penista Agama Islam

Tinta Media - "Pemerintah Barat memberi sokongan kepada penista agama Islam bahkan memberikan dorongan agar bisa mengkampanyekan kesesatannya," ungkap narator dalam Serba-Serbi MMC: Insiden Salman Rushdie, Cukupkah dengan Menghukum Penista Agama, Jumat (19/8/2022) melalui kanal YouTube Muslimah Media Center.

Barat pun tidak segan-segan melindungi para penista agama, lanjut narator, jika kontroversi yang dia buat mendapatkan kecaman atas nama kebebasan berpendapat, barat membenarkan dan mengapresiasi orang-orang yang berani menyimpang dari kebenaran Islam, menghina bahkan menghujat ajaran Islam.

"Padahal apa yang disampaikan para penista itu tidak lebih dari kesesatan pemikiran atau pendapatnya yang sangat dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Sebuah kesesatan yang memberi dampak buruk dan membahayakan akidah umat Islam," tutur Narator.

Umat Islam harus cerdas ketika barat memberi perlindungan maupun apresiasi kepada para penista agama, lanjut narator, yang dibalut atas nama kebebasan berpendapat, hasil karya seni, dan sebagainya, tidak lain untuk semakin menguatkan arus sekularisme dan gaya hidup liberal kepada kaum muslimin.

"Ide ini akan menjauhkan kaum muslimin dari hakikat kehidupan yang sebenarnya sehingga tidak ada lagi di benak kaum muslimin untuk melindungi dan memuliakan agama Islam," lanjutnya.

Narator menyampaikan bahwa tuntutan yang diajukan bukan hanya sebatas menghukum penista agama sebab hukuman yang diberikan hanya sebatas penjara, tidak akan memberi efek jera bahkan pelaku bisa meminta swadaya ke negara lain. Maka kaum muslimin seharusnya menghentikan hegemoni sekularisme dan sistem liberal yang memfasilitasi dan memelihara para penista agama.

"Cara untuk menghentikan hegemoni ini tidak lain adalah dengan mengembalikan kehidupan Islam yang terwujud dalam sebuah institusi negara yang disebut khilafah. Sebab daulah khilafah adalah sumber kekuasaan kaum muslimin menghadapi para penista agama," lanjut narator lagi. 

Akidah umat Islam akan terjaga, bukan hanya karena individu yang bertakwa namun juga negara yang berperan menjaga aqiqah masyarakatnya, terang narator, begitupun dengan kemuliaan dan wibawa Islam tidak akan terinjak-injak di bawah para tokoh sekuler negara-negara barat karena khilafah akan menindak secara tegas perbuatan mereka. 

"Jika pelaku penista agama adalah individu atau kelompok maka khilafah akan mengenakan sanksi ta'zir kepada mereka sebab perbuatan mereka termasuk kategori penyebaran ideologi kufur dan mencela akidah Islam."

Narator menyebutkan bahwa adapun sanksi ta'zir bisa berupa hukuman mati, jilid, penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, melenyapkan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat, pencabutan hak maliyah, pencelaan atau publikasi pelaku kejahatan pada masyarakat.

Pelaku ta'zir akan dihukum berdasarkan tingkat kemaksiatannya untuk menista agama, lanjutnya, semisal mengolok-olok Rasulullah hukuman yang diberikan adalah dibunuh sebagaimana yang pernah terjadi di masa Rasulullah ketika kisah seorang sahabat buta yang memiliki budak wanita yang setiap hari menghina Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dalam HR. Abu Daud, suatu malam dia menghina Nabi kembali sehingga sahabat buta itu membunuhnya, dan keesokan harinya Nabi mendengar kabar tersebut dan membenarkan sahabat buta itu.

"Namun jika mereka bertobat dan tidak mengulanginya lagi, hukuman yang diberikan Khalifah misalnya 80 jilid. Sementara jika pelaku penista agama adalah sebuah negara, semisal negara barat, maka Khalifah akan menyerukan jihad kepada mereka. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Sultan Hamid II memberi ultimatum kepada Prancis dan Inggris untuk menghentikan opera yang menistakan Rasulullah. Maka dari itu, Islam sangat membutuhkan khilafah sebagai perisai kemuliaan Islam dan kaum muslimin," pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab