Tinta Media: Dokter
Tampilkan postingan dengan label Dokter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dokter. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Mei 2023

Impor Dokter Asing, MMC: Pemerintah Gagal Cetak SDM Kesehatan

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa kebijakan impor dokter asing pemerintah ini sejatinya mengonfirmasi bahwa pemerintah gagal mencetak sumber daya manusia di bidang kesehatan seperti dokter ahli yang berkualitas dan memadai.

"Kebijakan impor dokter asing sejatinya mengonfirmasi bahwa pemerintah gagal mencetak sumber daya manusia di bidang kesehatan," ujarnya dalam program Serba-serbi: RUU Kesehatan Permudah Dokter Asing Praktik di RI, Ancaman Liberalisasi Kesehatan? Kamis (27/4/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Padahal menurutnya, negeri ini tidak kekurangan sumber daya manusia lulusan pendidikan kesehatan. Jika pemerintah fokus memberikan pendidikan berkualitas yang ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang terbaik pula, maka tentu mereka akan berdaya di negeri ini. "Bahkan negara tidak perlu membuka peluang bagi dokter asing untuk bekerja di negeri ini, sebab hal tersebut hanya akan menambah besar persaingan tenaga kerja di negeri ini yang berujung pada bertambahnya jumlah pengangguran, namun hal tersebut tidak menjadi pilihan," ujarnya.

Narator menuturkan, hal ini wajar terjadi sebab kesehatan dalam perspektif negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler adalah jasa yang harus dikomersialkan. Negara akan berhitung untung rugi ketika membuat kebijakan untuk menjamin berlangsungnya komersialisasi.

"Tak heran RUU kesehatan ini dinilai syarat dengan upaya meliberalisasi dan mengkapitalisasi kesehatan, padahal persoalan kesehatan di Indonesia sebenarnya masih banyak dan sangat kompleks, namun RUU kesehatan justru tidak menawarkan solusi yang komprehensif dan menyentuh akar persoalan," ungkapnya.

RUU kesehatan tidak menawarkan upaya mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan mudah bagi rakyat, tetapi justru merugikan kepentingan rakyat termasuk para tenaga kesehatan. "Inilah fakta buruknya pengurusan-urusan rakyat di bawah penerapan sistem kapitalisme sekulerisme," tegasnya.

Berbeda dengan Khilafah kehadiran penguasa (Khalifah) sebagai pelaksana syariah secara Kaffah adalah untuk menjamin pelayanan kesehatan terbaik bagi seluruh warga negaranya, muslim atau non muslim kaya ataupun miskin. "Sebab dalam pandangan Islam, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang menjadi tanggung jawab negara, bukan jasa untuk dikomersialkan," jelasnya. 

Ia menambahkan, apapun alasannya tidak dibenarkan dalam negara Khilafah ada program yang bertujuan mengkomersialisasi pelayanan kesehatan, baik dalam bentuk investasi, atau menarik bayaran kepada rakyat untuk mendapatkan untung. 

Narator menegaskan, para dokter dan insan kesehatan bahkan memiliki ruang yang memadai untuk mendedikasikan keahlian bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa masyarakat. Tidak akan ada lagi beban agenda kesehatan dan persaingan dengan dokter-dokter asing karena negara akan mendahulukan pemanfaatan SDM dalam negeri. 

"Inilah fakta jaminan kesehatan Khilafah buah dari penerapan Syariah Islam Kaffah yang bersumber dari Allah SWT," pungkasnya.[] Sri

Senin, 26 Desember 2022

Indonesia Krisis Dokter Spesialis, MMC: Masalah Utamanya Biaya Pendidikan Dokter Sangat Mahal

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) mengungkap, krisis dokter spesialis yang terjadi saat ini akibat dari mahalnya biaya pendidikan kedokteran.

"Polemik ini memang harus mendapat perhatian karena menyangkut masalah kesehatan manusia yang notabenenya hal itu berbicara masalah nyawa. Sebagai masalah utama perkara ini adalah biaya pendidikan kedokteran yang begitu mahal,” tutur narator dalam program Serba-Serbi MMC: RUU Kesehatan, Dinilai Menurunkan Kualitas Layanan Kesehatan, Ahad (18/12/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Narator memaparkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bahwa hanya ada sekitar 54.000 dokter spesialis di Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 275 juta jiwa penduduk Indonesia.

“Itu berarti, hanya ada dua dokter spesialis untuk setiap 10.000 warga Indonesia, belum lagi sebarannya yang tidak merata dan terpusat di kota-kota besar. Sebanyak 647 rumah sakit umum daerah di tingkat kabupaten atau kota, bahkan belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis, antara lain spesialis anak, obstetri dan ginekologi, bedah dan anestesi,” paparnya.

Menurutnya, polemik ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang hanya berorientasi pada keuntungan materi. "Kapitalisme memberi jalan komersialisasi di sektor pendidikan dan kesehatan, dua sektor ini masuk ke dalam 12 sektor investasi General Agreement on Trade in  Services (GATS) yang disahkan oleh WTO di bulan Januari 1995," ujarnya. 

Selain itu, ia melanjutkan, lembaga yang mencetaknya pun masih sangat terbatas dari 92 fakultas kedokteran di Indonesia, hanya 20 di antaranya yang memiliki prodi spesialis.
“Maka selama kapitalisme masih menjadi sistem yang mengatur pendidikan kehadiran dokter-dokter spesialis akan sulit diwujudkan,” tandasnya.

Sistem Kesehatan Islam 

Narator MMC menyatakan bahwa sistem khilafah mampu mencetak dengan mudah dokter-dokter spesialis yang jumlahnya mencukupi kebutuhan publik. Hal ini dikarenakan ada prinsip mendasar terkait asas kesehatan yang berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme.

“Kesehatan dalam kapitalisme dipandang sebagai sektor komersil, sementara kesehatan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik yang harus diberikan sebagai jasa sosial secara mutlak,” tuturnya.

Khilafah sebagai negara yang memiliki kewajiban memberi ri’ayah atau mengurus kebutuhan umat, berkewajiban menyediakan layanan kesehatan secara gratis kepada seluruh warga negaranya. 

“Layanan ini termasuk mencetak para dokter umum maupun dokter spesialis melalui sistem pendidikan Islam yang bebas biaya, sebab pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar publik,” ujarnya.

Konsep ini menurutnya akan menutup celah komersialisasi pendidikan kedokteran. “Sehingga siapa pun yang memiliki kompetensi sebagai seorang dokter bisa belajar,” ucapnya.

Hal ini dapat terwujud karena sistem pendidikan dikendalikan penuh oleh negara sehingga akan menghasilkan para dokter umum maupun spesialis yang berlimpah sesuai dengan kebutuhan umat dan berkualitas.

Konsep pendidikan kesehatan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit karenanya sistem ekonomi Islam berfungsi sebagai penopang pembiayaan tersebut.
“Anggaran tersebut berasal dari pos kepemilikan umum Baitul Mal. Pos ini berasal dari harta kepemilikan umum, yakni sumber daya alam yang dikelola khilafah secara mandiri tanpa intervensi pihak mana pun,” tegasnya.

Khilafah akan mencetak para dokter yang kompeten, di mana tujuan kurikulum pendidikan khilafah secara umum adalah mencetak generasi yang memiliki saksyiah Islam sehingga pola pikir dan pola sikap mereka terikat dengan syariat Islam.

“Di samping itu, kurikulum pendidikan khilafah juga harus mencetak orang-orang yang dibutuhkan untuk kemaslahatan umat, salah satunya seperti dokter. Karenanya pendidikan kedokteran khilafah akan berorientasi pada dua prinsip tersebut,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Rabu, 07 Desember 2022

Ustazah Rif'ah Kholidah Jelaskan Hukum Jual Beli dengan Apotek atau Dokter Swasta

Tinta Media - Konsultan dan Trainer Keluarga Sakinah Ustazah Rif'ah Kholidah mengatakan, hukum ijarah jasa dokter swasta dan membeli obat di apotek swasta adalah mubah.

“Adapun berkaitan dengan ijarah jasa dokter swasta, atau membeli obat kepada apotek swasta, maka hukumnya adalah boleh atau mubah,” ujarnya dalam tayangan Serba-serbi MMC: Bagaimana Jaminan Kesehatan dalam Islam? Ahad (4/12/2022)di laman YouTube Muslimah Media Center. 

Ia mengungkapkan hal ini berdasarkan dalil umum tentang kebolehan melakukan jual beli atau ijarah. Begitu juga dalil bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan ijarah dalam masalah kesehatan dengan tukang bekam dan memberinya upah sebanyak 2 sha' (1 sha' setara dengan 4 mud) makanan. Sebagaimana hadis dari Anas ra, yang artinya: 

“Rasulullah SAW, pernah meminta dibekam. Kemudian beliau dibekam oleh Abu Thayyibah. Lalu beliau memberinya 2 sha' makanan. Beliau kemudian memberitahu pada para sahabat beliau, lalu mereka merasa ringan penyakitnya karena diobati. (HR. Bukhari)

Hal Ini, tambahnya, juga merupakan gambaran jaminan kesehatan secara gratis dalam Islam. “Yang mana hal ini bisa dirasakan oleh seluruh rakyatnya ketika negara mengadopsi sistem pemerintah dalam Islam, yakni sistem khilafah,” pungkasnya.[] Wafi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab