Tinta Media: Digital
Tampilkan postingan dengan label Digital. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Digital. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Februari 2024

KTP Digital Rentan Alami Kebocoran Data


Tinta Media - Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Yudi  Abdurrahman mengatakan bahwa penggunaan Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kab. Bandung masih sedikit.  Dari 2,6  juta warga wajib punya KTP,  baru sekitar 50.000 warga saja yang menggunakan KTP digital (IKD). Hal ini masih jauh dari target 600.000 pengguna IKD. Yudi mengemukakan bahwa rendahnya pengguna IKD dikarenakan pemahaman masyarakat akan manfaat IKD dan kepemilikan handphone yang sesuai untuk aplikasi IKD masih kurang. Selain itu, sarana dan prasarana juga mungkin menjadi kendala. Banyak wilayah di Kabupaten Bandung yang belum terakses internet yang stabil. (AYOBANDUNG.COM, 24/01/2024),
  
Manfaat IKD dikemukakan oleh Dirjen Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, bahwa dengan menggunakan IKD, masyarakat tidak harus menggunakan KTP fisik untuk banyak keperluan karena dalam IKD sudah terangkum Kartu Keluarga, Sertifikat Covid-19, NPWP,  BPJS hingga Daftar Peserta Pemilu 2024. Tidak perlu lagi KTP fisik memenuhi dompet kita, cukup di ponsel saja. Proses pembuatannya pun mudah dan cepat karena bisa secara online.  Ini menghemat biaya, waktu, dan mencegah terjadinya pemalsuan serta penyalahgunaan data kependudukan.

Yang perlu dicermati adalah pernyataan bahwa penggunaan IKD dapat mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan data. Benarkah demikian?
Ini pernyataan yang tidak relevan dengan kenyataan. 

Seperti yang dilansir dari situs Muslimah News tanggal 30/1/2024, dilaporkan bahwa Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat mencatat ada dugaan pelanggaran hukum berupa kebocoran 666 juta data pribadi. Salah satunya dari Sistem Informasi Daftar Pemilih pada bulan November 2023. Kasus lain terjadi kebocoran  44 juta data pribadi dari aplikasi My Pertamina (November 2022), 35.9 juta data pengguna My Indihome. Ibaratnya, bila data pribadi kita sudah masuk sistem digital, seperti menyimpan motor di halaman rumah, mudah dicuri maling, rentan disalahgunakan.
  
Pada era digitalisasi saat ini, data pribadi bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang pintar teknologi komputer, tetapi tidak bermoral untuk, diperjualbelikan sesuai kepentingan mereka. Di sinilah seharusnya negara berperan dalam melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya. Bukankah salah satu fungsi negara ialah memberi kenyamanan bagi setiap warga dari kejahatan didunia maya?  

Negara punya wewenang untuk melakukan hal itu. Namun, dalam sistem  kapitalis, negara tidak menggunakan wewenang dan tanggung jawabnya secara optimal karena mereka hanya bertindak sebagai regulator, bahkan ada oknum penguasa ikut berperan sebagai pelaku bisnis digital. Rakyat dijadikan obyek konsumen bisnis mereka.
 
Berlainan dengan sistem Islam. Di dalam Islam, khilafah sebagai sistem paripurna akan mengemban tugas dan amanah sebagai junnah (pelindung) kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Pengurusan umat menjadi prioritas dan  tanggung jawab negara. Amanah ini akan diemban dengan sungguh-sungguh karena didasari oleh akidah bahwa semua tindakan tersebut akan dihisab oleh Sang Pencipta, yaitu Allah Swt.  Peran sebagai pemerintah dipertanggungjawabkan dunia akhirat sehingga  data pribadi pun  akan terjamin keamanan dan kenyamanannya.  

Khilafah akan membangun sistem keamanan data yang  canggih, mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana yang memadai dan terbaik.  Khilafah akan membangun fasilitas teknologi digital yang dibutuhkan dengan sumber dana dari baitul maal sehingga tidak akan kesulitan mencari dana untuk mewujudkan sistem keamanan data. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh:  Heni Lamajang
Sahabat Tinta Media

Rabu, 01 November 2023

Kapitalisme Menjegal Transformasi Digital




 Tinta Media - Transformasi digital menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Mengingat saat ini, teknologi informasi menjadi sandaran setiap aktivitas masyarakat secara umum. Namun, apa jadinya jika kemajuan transformasi digital tersandung komersialisasi?

Kapitalisme Makin Gawat, Transformasi Digital Terhambat

Proyek HBS (Hot Backup Satellite) dihentikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) (tirto.id, 20/10/2023). Hal ini disampaikan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi di Kantor Kominfo, Jumat (20/10/2023). 

Proyek senilai Rp 5,2 Trilliun ini dinyatakan sebagai proyek yang statusnya terminasi dan dihentikan. Keputusan tersebut ditetapkan setelah tim dari Satgas BAKTI Kominfo mengkaji secara teknis pengerjaan satelit HBS. Proyek satelit HBS dinilai tidak layak untuk dibereskan meskipun hampir selesai pengerjaannya, yaitu mencapai 80 persen. Nyaris rampung. 

Proyek pengadaan Hot Backup Satellite (HBS) telah dikerjakan pada tahun 2022 oleh Kominfo melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI). Proyek HBS diproyeksikan sebagai cadangan satelit Satria-1. Jika terjadi anomali peluncuran Satria-1 dan untuk menambah kecepatan internet di Indonesia. Pendanaan langsung berasal dari BAKTI Kominfo dan proyeknya dikerjakan oleh Badan Layanan Umum (BLU).

HBS ini sedianya diperuntukkan pada 20 ribu titik fasilitas layanan publik seluruh Indonesia. Dan hasilnya akan langsung dirasakan oleh 3.700 pusat layanan kesehatan masyarakat, seperti puskesmas dan rumah sakit, 3.000 pos layanan keamanan TNI/Polri untuk mendukung administrasi, dan 47.900 kantor pemerintah di tingkat desa, kelurahan, dan kecamatan. (Katadata.com,  20/10/2023).

Begitu banyak pihak yang menyayangkan kebijakan yang ditetapkan terkait pelaksanaan HBS. Mengapa semua terkendala saat proyek telah hampir beres? Terlebih alasan yang mengemuka adalah alasan komersial. HBS yang identik dengan pelayanan publik justru tersendat kepentingan yang faktanya bukan prioritas pelayanan rakyat. 

Pengkajian secara cermat semestinya dilakukan sebelum proyek besar dilakukan. Apalagi hal ini menyangkut kepentingan dan maslahat rakyat. 

Pembatalan proyek HBS pun semakin dipertanyakan saat ada proyek jaringan lain yang direncanakan masuk ke Indonesia. Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan, Elon Musk datang ke Indonesia untuk membahas proyek satelit internet Starlink (CNBCIndonesia.com, 24/10/2023). 

Layanan satelit Low Earth Orbit (LEO) Starlink milik Elon Musk sedang bernegosiasi dengan Pemerintah RI dalam rangka menyediakan akses internet ke wilayah terpencil, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia. Di saat yang sama, pemerintah telah meluncurkan Satelit Satria 1 Juni lalu. Dan membatalkan proyek HBS sebagai sistem penyediaan internet di kantor-kantor pemerintahan, seperti sekolah, puskesmas, dan rumah sakit di lokasi yang tidak terjangkau jaringan fiber optik. Disebutkan juga bahwa layanan starlink memiliki banyak keuntungan dalam pelayanannya. Yaitu kecepatan yang optimal dan stabil, serta harganya yang relatif murah. Tak menutup kemungkinan, Starlink pun ditargetkan akan menggaet banyak pelanggan. Dan akan menggilas perusahaan jaringan lokal. 

Fakta ini menunjukkan kekuatan asing mencengkeram setiap detil kebijakan dalam negeri. Kekuatan modal yang luar biasa yang dimiliki swasta asing terbukti mengeliminasi perusahaan jaringan lokal. Negara tak mampu berkutik sedikitpun. Bahkan, negara yang awalnya menyiapkan jaringan internet untuk kemaslahatan rakyat, justru tergeser kepentingan komersial para kapitalis. 

Orientasi utama sistem kapitalisme tidak pernah menilik kepentingan rakyat. Hanya keuntungan materilah yang utama. Sementara, kepentingan rakyat selalu dipaksa mengalah. Akhirnya, transformasi digital pun tersandung kebijakan-kebijakan yang tak mengutamakan rakyat. 

Parahnya lagi, sistem informasi yang dikendalikan pihak swasta asing tentu akan mengancam keamanan digitalisasi dalam negeri. Bagaimana tidak? Semua data yang ada dalam jaringan tak mampu sepenuhnya dalam penjagaan negara. Tentu saja, hal ini menjadi ancaman luar biasa bagi rakyat. Dengan mudahnya sistem informasi diretas. Data-data penting dengan mudahnya diperjualbelikan pihak tak bertanggung jawab. 

Islam Menjaga Utuhnya Pelayanan terhadap Rakyat

Pembangunan transformasi digital termasuk salah satu jenis pembangunan infrastruktur yang wajib disiapkan negara. Demi memenuhi setiap kebutuhan rakyat. Dan hal tersebut menjadi salah satu kebutuhan utama umat di era digital seperti saat ini.

 Rasulullah saw. bersabda, 

 “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” 

(HR Bukhari).

Pemimpin negara adalah pemelihara setiap kepentingan umat. Kebijakan-kebijakannya mampu menjadi perisai kuat untuk penjagaan kehidupan. Menyoal transformasi digital, pemimpin dalam sistem Islam akan mengedepankan kekuatan dan kemajuan demi urusan hidup seluruh umat. Negara menyediakan layanan jaringan internet terbaik untuk setiap wilayah, bahkan wilayah terpencil sekalipun. Demi kualitas pelayanan yang optimal. 

Setiap kebijakannya disiapkan secara mandiri dengan sistem ekonomi Islam yang tangguh. Melalui konsep Baitul Maal, seluruh kepentingan mampu terpenuhi maksimal. Semua rakyat dilayani dengan amanah. Inilah pelayanan yang semestinya diperoleh setiap rakyat. 

Seluruh konsep ini hanya mampu terwujud dalam sistem khil4fah. Satu-satunya institusi yang melahirkan kesejahteraan bagi setiap umat. 
Wallahu alam bisshowwab

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Kamis, 17 November 2022

Siaran TV Digital, Siapakah yang Diuntungkan?

Tinta Media - Media sosial merupakan salah satu sarana informasi yang banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat di negeri ini, tak terkecuali media televisi. Mayoritas masyarakat masih sangat bergantung pada media ini untuk mendapatkan informasi dan juga hiburan termudah yang mampu dijangkau hampir seluruh kalangan masyarakat, baik di kota maupun desa. 

Namun, tampaknya belakangan ini masyarakat harus terusik dengan kebijakan pemerintah, yang mengubah siaran TV analog ke TV digital, dengan alasan siaran TV digital ini lebih luas jangkauannya dan kebal terhadap gangguan frekuensi. 

Meski hal ini bukanlah kebijakan baru, tetapi cukup mengejutkan masyarakat, sebab dilaksanakan serentak mulai dari Jabodetabek per 02 November 2022. Warganet pun sontak mengkritisi kebijakan ini, sebab tak semua masyarakat mampu membeli set-top-box untuk mengakses TV digital. Namun apalah daya, kebijakan tetaplah kebijakan yang harus dijalankan, tak peduli jika itu mempersulit rakyat untuk mendapatkan haknya.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, bahwa ASO merupakan amanat Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Dalam UU itu disebutkan bahwa migrasi penyiaran televisi dari analog ke digital harus diselesaikan pada 2 November 2022. 

Menurut Mahfud, migrasi siaran TV analog ke digital ini merupakan program pemerintah dalam mewujudkan transformasi digital. Kebijakan ini merupakan ketentuan dari International Telecommunication Union (ITU). Jadi, peralihan siaran televisi analog ke digital adalah keharusan, (06/11/2022, nasional.okezone.com).

Peralihan secara serentak ini tentu saja berdampak pada meningkatnya permintaan set-top-box (STB). Panen untung dari membanjirnya order STB merupakan hal yang pasti. Jelas, para pengusaha inilah yang meraup banyak keuntungan dari kebijakan ini. 

Sedangkan rakyat hanya sebagai pihak yang menerima pelaksanaan kebijakan, sekaligus yang paling diperas isi dompetnya. Meskipun koar-koar adanya pembagian STB gratis, tetap saja pada faktanya banyak yang tidak mendapatkan. Selain itu, TV tabung yang menjadi instrumen TV analog juga tidak bisa digunakan untuk menyaksikan TV digital, bahkan TV layar datar pun juga tidak semuanya bisa ditransformasikan menjadi instrumen TV digital. 

Apakah ini berarti masyarakat juga harus membeli TV baru demi siaran TV digital? Harusnya ini juga dijadikan pertimbangan sebelum memaksakan kebijakan kepada hak rakyat.

Di dalam sistem kapitalisme, kebijakan seperti ini merupakan hal wajar, sebab segala sesuatunya dianggap sebagai komoditas ekonomi. Demikian jugaperihal media, yang dewasa ini merupakan instrumen paling berdaya ekonomis dan menguntungkan untuk dijadikan lahan mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Terlebih, masyarakat saat ini hampir tidak bisa terlepas dari media digital pasca pandemi. Sehingga, hal ini pun menjadi celah bagi para kapitalis untuk meraup banyak keuntungan. Sungguh hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem Islam.

Setiap individu yang berkewarganegaraan Daulah Islam (khilafah), boleh mendirikan suatu media informasi, baik cetak, audio, audio visual, analog, maupun digital. Negaralah yang memegang kendali media informasi, khususnya dari aspek infrastruktur media dan konten media tersebut. Negara khilafah akan menindak tegas apabila ada pemilik lembaga media yang melanggar kebijakan yang telah ditetapkan. 

Tak hanya itu, khilafah juga bertanggung jawab menyediakan instrumen penyedia layanan siaran media. Khilafah hanya menyediakan konten-konten siaran/tayangan yang edukatif sesuai aturan Islam dan juga sebagai sarana dakwah Islam. Negara tidak akan membiarkan para kapitalis menjadi pengendali media seperti saat ini, apalagi sampai menjadikan media sebagai lahan bisnis dengan rakyat.

Perlu disadari betul oleh masyarakat, bahwa sistem kapitalisme saat ini telah merenggut kesejahteraan rakyat. Bahkan, banyak kerusakan moral juga disebabkan oleh sistem tersebut. Negara yang seharusnya mengurusi kebutuhan umat, faktanya justru berbisnis dengan rakyat. Sistem inilah yang menjadi akar masalahnya. Namun, di sisi lain, tawaran solusi dari sistem Islam justru dikriminalisasi. 

Sudah saatnya umat Islam melek akan aturan Islam, menjadikan Islam sebagai solusi terbaik dalam kehidupan dan bernegara. Jangan biarkan liberalisasi ekonomi dan budaya kian merusak generasi muslim. Jadikan generasi kita kritis dengan terus mendakwahkan kebenaran yang berasal dari Pencipta manusia. Wallahu a'lam bish shawab.

Oleh: Nur Faktul
Pemerhati Sosial dan Generasi

Kamis, 22 September 2022

Tips Cerdas Menggunakan Ruang Digital

Tinta Media - Mudir Ma'had Khodimus Sunnah  Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) memberikan tips cerdas menggunakan  ruang digital.
 
"Pertama, interaksi di ruang digital harus terikat dengan hukum syariah, baik dalam posting, like, share maupun comment," bebernya di akun telegram pribadinya, Ahad (18/9/2022).
 
Menurutnya, tidak boleh ada dzu wajhain pada diri orang yang sama karena yang bertanggung jawab di hadapan Allah adalah pemilik akun bukan akunnya.
 
“Misal punya dua akun, satu akun menampilkan diri sebagai orang yang santun, dan satu akun lagi menampilkan diri yang penuh caci maki dan fitnah," ucap YRT menjelaskan dzu wajhain.
 
Misal lagi, sambungnya, ketika pada akun nama asli terlihat berwibawa, namun ketika pakai akun nama samaran, gemar godain para akhawat.
 
"Jadi bukan masalah dua akunnya. Tapi dua akun yang menampilkan dua wajah yg saling bertentangan dalam timbangan syara’," tandasnya.
 
Kedua, lanjut YRT, menggunakan ruang digital untuk mengamplifikasi (buzzing) kebaikan.
 
"Ketiga, selalu melakukan verifikasi (tabayyun) terhadap setiap berita yang diterima sebelum menyebarkannya kembali," ingatnya.
 
Keempat, sebutnya, boleh menggunakan ruang digital sebagai sarana dalam melakukan muamalah yang mubah. Dan Kelima, selalu berhati-hati dan tidak ceroboh dalam memberikan data personal dan organisasi yang dapat membahayakan diri dan kelompok.
 
“Keenam, diantara umat Islam harus ada yang mampu membuat sistem dengan keamanan di ruang digital yang paling tinggi tingkat sekuritasnya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Selasa, 10 Mei 2022

Ajengan Yuana Jelaskan Kaidah Umum Hubungan di Ruang Digital


Tinta Media - Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung Ajengan Yuana Ryan Tresna  memberikan penjelasan terkait kaidah-kaidah umum hubungan di ruang digital.

“Ruang digital dengan ruang nyata memiliki titik perbedaan dan persamaan,”  tuturnya kepada Tinta Media, Senin (9/5/2022).

Kaidah pertama, jelas Ajengan Yuana, apa yang haram di ruang nyata, maka haram pula dilakukan di ruang digital. Ia mencontohkan semisal aktivitas buzzer yang melakukan kebohongan, ghibah, membuka aib, fitnah, namimah, membenarkan kezhaliman, dan lain lain di ruang digital adalah haram. “Termasuk haramnya menyebarkan semua berita yang didengar dimana belum pasti kebenarannya. Selain itu, haram juga interaksi dengan lawan jenis dengan pembicaraan yang khusus," ungkapnya.

Kaidah kedua, apa yang boleh di ruang nyata, maka boleh pula di ruang digital. Misalnya, jual beli dan berbagai akad muamalah sah dilakukan secara digital dengan syarat live. "Bahkan talaqqi dan periwayatan ilmu juga dianggap sah selama dilakukan secara live,” jelasnya.

Kaidah ketiga, lanjutnya, apa yang mengharuskan pertemuan langsung, serah terima langsung, dan bukti langsung, maka tidak sah dilakukan secara online. Misal, konsep “yaddan bi yaddin” dalam pertukaran barang-barang ribawi mengharuskan serah terima langsung. Konsep “taqabudh” dalam serah terima dalam jual-beli barang yang bisa dilakukan dalam aqad salam (barang yang ditakar, ditimbang, dan dihitung). Konsep “bayyinat” dalam pengadilan tidak bisa dengan bukti elektronik, kecuali hanya alat untuk mendapatkan pengakuan.

Kaidah keempat, apa yang haram karena sebab interaksi langsung, maka tidak berlaku pada ruang digital. "Semisal konsep  ikhtilath (campur baur) dan khalwat (berdua-duaan) tidak bisa diterapkan dalam ruang digital.

Ia menambahkan penjelasan tentang hukum interaksi laki-laki perempuan non mahram di DM/inbox atau whatsApp, dilihat kepentingannya dan pembicaraannya. “Jika tidak ada kepentingan syar’i  seperti pembelajaran, jual beli, dan lain-lain, maka haram. Namun haramnya bukan karena hukum khalwat. Kalau khalwat dilihat dari pertemuannya saja sudah haram jika tanpa mahram walau yang dibahas tentang pelajaran,” paparnya.

Kaidah kelima, ruang digital tidak mengenal tempat umum dan tempat khusus sebagaimana yang ada pada ruang nyata. Semua yang ada dalam ruang digital terbuka adalah tempat umum. “Oleh karenanya terkait dengan hukum-hukum dalam kehidupan umum, seperti menutup aurat sempurna, tidak membicarakan masalah pribadi, dan lain-lain,” jelasnya.

Kaidah keenam, ruang digital yang diproteksi dari akses publik, maka publik tidak boleh memasuki atau menggunakannya tanpa izin.

"Oleh karena itu, pembajakan, pembobolan atau hacking untuk tujuan akses tanpa izin adalah aktivitas yang diharamkan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

 
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab