Pekerja Migran Dianggap Pahlawan Devisa
Tinta Media - Kata pahlawan devisa begitu melekat dalam diri perempuan Indonesia yang bekerja di luar negeri atau tenaga kerja wanita (TKW). Mereka seakan bangga menjadi pahlawan devisa, walaupun harus merasakan kepahitan karena tidak mendapatkan perhatian ketika berada di tempat penampungan.
Menjadi tenaga kerja wanita (TKW) masih menjadi harapan para wanita Indonesia untuk mengubah nasib. Ketika kebutuhan keluarga semakin banyak dan lapangan pekerjaan untuk para suami juga semakin sulit, maka istri/ibu rumah tangga pun turun tangan untuk membantu ekonomi keluarga. Salah satunya dengan menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Tak jarang mereka rela meninggalkan anak dan suami bertahun-tahun, dengan harapan bisa memperbaiki keadaan ekonomi.
Namun, kenyataan tak sesuai harapan. Komnas perempuan menemukan sejumlah balai latihan kerja luar negeri (BLKN) di Indonesia masih mengelola tempat penampungan dan pelatihan calon pekerja migran seperti layaknya rumah tahanan. Dikutip dari VOA.Com Sulawesi Tengah, komisi nasional antikekerasan terhadap perempuan (KOMNAS perempuan) mengatakan bahwa masih banyak balai latihan kerja luar negeri (BLKLN) swasta yang memiliki asrama penampungan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dengan kondisi yang jauh dari layak dan tidak manusiawi.
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pada 2022, para calon pekerja migran, terutama perempuan, kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat di tempat-tempat penampungan tersebut. Di sisi lain, absennya upaya pencegahan dan antisipasi terhadap kekerasan, pelecehan dan perundungan, menyebabkan korban tidak tahu harus melapor ke mana. Akibatnya, korban tidak mendapatkan penanganan dan pemulihan.
Itu semua jika dibiarkan akan menyebabkan banyak perempuan (pekerja migran Indonesia) yang kesulitan untuk tinggal di dalam tempat-tempat yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta, sebelum mereka berangkat keluar negeri. (Senin 18/12/2023)
Tak Manusiawi
Beberapa temuan Komnas Perempuan saat melakukan pemantauan yang dilakukan di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat antara lain, asrama dengan fasilitas yang kurang layak, bekerja tanpa upah dan pembatasan komunikasi, juga di batasinya kunjungan keluarga.
Selain itu, tempat penampungan mirip tahanan. Tahanan tidak hanya didefinisikan sebagai ruangan yang disebut penjara. Namun, tahanan bisa menggambarkan situasi dan kondisi yang mengarah pada upaya penahanan seorang individu yang bebas, karena ketidaklayakan tempat penampungan tersebut.
Sejumlah upaya dilakukan oleh Komnas perempuan dengan merekomendasikan kementerian ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan terhadap BLKLN dalam pelaksanaan pelatihan, termasuk memastikan BLKLN memiliki sarana dan prasarana pelatihan serta asrama perempuan yang layak dan terstandarisasi.
Perempuan Tulang Punggung Keluarga
Lagi dan lagi, perempuan saat ini beralih fungsi. Yang seharusnya menjadi seorang ibu rumah tangga dan pengatur urusan keluarga, kini banyak di antara para istri/ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka mencari nafkah sendiri dan berjuang menghidupi diri dan keluarganya. Mereka tak peduli dengan keselamatan jiwa dan juga harus rela meninggalkan anak dan suami, demi memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, semua itu seharusnya tidak dibebankan kepada perempuan. Akan tetapi, karena minimnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki, maka perempuan harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi.
Negara Menjadikan Perempuan sebagai Sumber Devisa
Selain menjadi tulang punggung keluarga, perempuan juga dianggap sebagai devisa negara, karena sejumlah balai latihan kerja luar negeri memberangkatkan para tenaga kerja wanita berdasarkan pesanan dari calon majikan yang sudah menunggu dan dipastikan mereka akan mendapatkan keuntungan dari setiap calon tenaga kerja tersebut. Para pekerja diiming-imingi upah yang cukup dan juga julukan pahlawan devisa. Ini adalah kebijakan paradoks dalam sistem demokrasi kapitalisme, pekerja migran diagung-agungkan dan dimanfaatkan.
Karena ketiadaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, maka perempuan bermodalkan nekat bekerja ke luar negeri. Pengelolaan sumber daya alam berada di tangan swasta sehingga rakyat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi menghidupi keluarga, terutama laki-laki yang wajib menafkahi keluarganya.
Islam Menjadikan Negara sebagai Pengurus Rakyat
Islam menjamin kesejahteraan bagi rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Mereka mempunyai kewajiban untuk menafkahi, bukan dinafkahi. Maka, peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penanggung jawab nafkah akan berfungsi dengan baik, sehingga perempuan sebagai istri menjalankan fungsinya sebagai ummun warabatul bait dan juga pengemban dakwah akan berjalan sebagaimana mestinya.
Negara yang berfungsi sebagai pelindung rakyat akan melindungi rakyatnya dari berbagai hal yang tidak seharusnya, baik laki-laki maupun perempuan. Negara tidak akan membawa pada penderitaan dan tidak berbuat zalim. Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Ummu Ghifa
Sahabat Tinta Media