Tinta Media: Devisa
Tampilkan postingan dengan label Devisa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Devisa. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Januari 2024

Pekerja Migran Dianggap Pahlawan Devisa



Tinta Media - Kata pahlawan devisa begitu melekat dalam diri perempuan Indonesia yang bekerja di luar negeri atau tenaga kerja wanita (TKW). Mereka seakan bangga menjadi pahlawan devisa, walaupun harus merasakan kepahitan karena tidak mendapatkan perhatian ketika berada di tempat penampungan. 

Menjadi tenaga kerja wanita (TKW) masih menjadi harapan para wanita Indonesia untuk mengubah nasib. Ketika kebutuhan keluarga semakin banyak dan lapangan pekerjaan untuk para suami juga semakin sulit, maka istri/ibu rumah tangga pun turun tangan untuk membantu ekonomi keluarga. Salah satunya dengan menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Tak jarang mereka rela meninggalkan anak dan suami bertahun-tahun, dengan harapan bisa memperbaiki keadaan ekonomi. 

Namun, kenyataan tak sesuai harapan. Komnas perempuan menemukan sejumlah balai latihan kerja luar negeri (BLKN) di Indonesia masih mengelola tempat penampungan dan pelatihan calon pekerja migran seperti layaknya rumah tahanan. Dikutip dari VOA.Com Sulawesi Tengah, komisi nasional antikekerasan terhadap perempuan (KOMNAS perempuan) mengatakan bahwa masih banyak balai latihan kerja luar negeri (BLKLN) swasta yang memiliki asrama penampungan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dengan kondisi yang jauh dari layak dan tidak manusiawi. 

Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pada 2022, para calon pekerja migran, terutama perempuan, kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat di tempat-tempat penampungan tersebut. Di sisi lain, absennya upaya pencegahan dan antisipasi terhadap kekerasan, pelecehan dan perundungan, menyebabkan korban tidak tahu harus melapor ke mana. Akibatnya, korban tidak mendapatkan penanganan dan pemulihan.

Itu semua jika dibiarkan akan menyebabkan banyak perempuan (pekerja migran Indonesia) yang kesulitan untuk tinggal di dalam tempat-tempat yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta, sebelum mereka berangkat keluar negeri. (Senin 18/12/2023)

Tak Manusiawi 

Beberapa temuan Komnas Perempuan saat melakukan pemantauan yang dilakukan di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat antara lain, asrama dengan fasilitas yang kurang layak, bekerja tanpa upah dan pembatasan komunikasi, juga di batasinya kunjungan keluarga.

Selain itu, tempat penampungan mirip tahanan. Tahanan tidak hanya didefinisikan sebagai ruangan yang disebut penjara. Namun, tahanan bisa menggambarkan situasi dan kondisi yang mengarah pada upaya penahanan seorang individu yang bebas, karena ketidaklayakan tempat penampungan tersebut. 

Sejumlah upaya dilakukan oleh Komnas perempuan dengan merekomendasikan kementerian ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan terhadap BLKLN dalam pelaksanaan pelatihan, termasuk memastikan BLKLN memiliki sarana dan prasarana pelatihan serta asrama perempuan yang layak dan terstandarisasi. 

Perempuan Tulang Punggung Keluarga 

Lagi dan lagi, perempuan  saat ini beralih fungsi. Yang seharusnya menjadi seorang ibu rumah tangga dan pengatur urusan keluarga, kini banyak di antara para istri/ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka mencari nafkah sendiri dan berjuang menghidupi diri dan keluarganya. Mereka tak peduli dengan keselamatan jiwa dan juga harus rela meninggalkan anak dan suami, demi memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, semua itu seharusnya tidak dibebankan kepada perempuan. Akan tetapi, karena minimnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki, maka perempuan harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi. 

Negara Menjadikan Perempuan sebagai Sumber Devisa 

Selain menjadi tulang punggung keluarga, perempuan juga dianggap sebagai devisa negara, karena sejumlah balai latihan kerja luar negeri memberangkatkan para tenaga kerja wanita berdasarkan pesanan dari calon majikan yang sudah menunggu dan dipastikan mereka akan mendapatkan keuntungan dari setiap calon tenaga kerja tersebut. Para pekerja diiming-imingi upah yang cukup dan juga julukan pahlawan devisa. Ini adalah kebijakan paradoks dalam sistem demokrasi kapitalisme, pekerja migran diagung-agungkan dan dimanfaatkan. 

Karena ketiadaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, maka perempuan bermodalkan nekat bekerja ke luar negeri. Pengelolaan sumber daya alam berada di tangan swasta sehingga rakyat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak demi menghidupi keluarga, terutama laki-laki yang wajib menafkahi keluarganya. 

Islam Menjadikan Negara sebagai Pengurus Rakyat

Islam menjamin kesejahteraan bagi rakyat melalui berbagai  mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Mereka mempunyai kewajiban untuk menafkahi, bukan dinafkahi. Maka, peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan penanggung jawab nafkah akan berfungsi dengan baik, sehingga perempuan sebagai istri menjalankan fungsinya sebagai ummun warabatul bait dan juga pengemban dakwah akan berjalan sebagaimana mestinya. 

Negara yang berfungsi sebagai pelindung rakyat akan melindungi rakyatnya dari berbagai hal yang tidak seharusnya, baik laki-laki maupun perempuan. Negara tidak akan membawa pada penderitaan dan tidak berbuat zalim. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Ummu Ghifa
Sahabat Tinta Media

Selasa, 31 Mei 2022

Skandal Cadangan Devisa: Dimana Oligarki Taipan SDA Menyimpan Uang Mereka?


Tinta Media - Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia makin masiv, hutan dihabisi, bahkan hutan lindung juga dimakan, lahan hutan telah habis untuk menanam sawit dan menambang Batubara. Sebelum menanam sawit terlebih dahulu telah ditebangi pohonnya, kayu bernilai ratusan triliun dibabat habis.

Tapi kemana uang hasil jual sawit, Batubara, minyak dan gas yang dieksploitasi habis habiskan dari bumi Indonesia ini? Kemana uang hasil ekspor ini mengalir? Kemana kekayaan hasil penjarahan bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ini dibawa kabur? Hingga tidak ada sepeserpun yang disimpan di Indonesia, di bank bank di dalam negeri.

Bayangkan saja cadangan devisa indonesia menurun disaat mabok SDA oligarki Indonesia. Cadangan devisa boro-boro turun. Sesuatu yang selalu diusahakan diperjuangkan oleh presiden Jokowi. Cadangan devisa alias  uang masuk hasil ekspor lah kok malah menurun.

*Data Bank Indonesia menunjukkan cadangan devisa april 2022 senilai 135,7 miliar dolar. Bandingkan dengan cadangan devisa april 2021 sebesar 138,8 miliar dollar AS.* Turun kakang Mas!

Seharusmya cadangan devisa bertambahlah barang _ceban_ atau _gopek_ ditengah hingar hingar kenaikan harga komoditas global, terutama kenaikan harga komoditas menjadi andalan Indonesia. Harga Batubara lompat ke 400 dolar per ton, yang dulu hanya 60 dolar per ton. Harga sawit melompat ke 6700 ringgit seton, yang tahun lalu hanya 4000 ringgit per ton.

Astaga! Uang dari dua komoditi itu saja yakni Batubara bisa senilai 240 miliar dolar dan dari sawit bisa mencapai 335 miliar ringit. Dari batubara bisa dapat cuan devisa 3480 triliun dan dari sawit bisa dapat kepeng 1115 triliun rupiah. Ini belum Nickel, Timah. Emas, perak, tembaga. Luar biasa besar uang hasil keruk SDA negeri ini.

Kita memang hanya bisa meneteskan air liur. Oleh karena SDA ini bukan punya negara tapi punya oligarki dan taipan maka uang hasil keruk SDA memang tidak ada hubungannya dengan negara. Uang hasil keruk SDA tidak dibagi pada negara. Walaupun demikian presiden bisa minta  tolong pada oligarki dan taipan untuk simpan uangnya di dalam negeri, ditaru di bank bank dalam negeri, ditaru di bank bank BUMN. Dengan demikian uang tidak terlalu kering seperti sekarang ini.

Nantinya kalau bank bank banyak uang, BUMN bisa minjam ke bank. Selain itu bank bisa menyisihkan untuk anak yatim. fakir miskin, janda janda tua. Jadi dengan demikian tidak ada satu anak Indonesia yang kelaparan pagi pagi mengais makanan dari sisa sisa. *Ayo lah negara bikin Kementerian Anak Yatim Fakir Miskin dan Janda Tua yang dananya disisihkan 10 persen dari hasil eksplotasi SDA.* Insha Allah kekayaan alam Indonesia akan tambah banyak dan tak habis habisnya.

Oleh: Salamuddin Daeng
Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab