Tinta Media: Deteksi
Tampilkan postingan dengan label Deteksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Deteksi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 November 2022

Deteksi Dini Radikalisme, Pentingkah?

Tinta Media - Dalam sebuah acara Sosialisasi Peningkatan Deteksi Dini Pencegahan Radikalisme di Riung Panyaungan Jln. Raya Soreang-Banjaran, Selasa 8 November 2022, Kepala Bidang Kewaspadaan Daerah Badan Kesbangpol, Aam Rahmat, S.Sos., M.Si. menyatakan bahwa upaya kewaspadaan dini untuk pencegahan radikalisme bukan hanya tugas pemerintah, dalam hal ini Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), tetapi merupakan kewajiban semua stakeholder, termasuk 467 ormas Islam yang tersebar di 31 kecamatan di Kabupaten Bandung.

Aam pun mengajak ormas-ormas tersebut untuk ikut dalam deteksi dini dan cegah radikalisme, apalagi menjelang pemilu 2024 yang sudah muncul riak-riak.  

"Kami mohon ormas maupun masyarakat bisa bekerja sama dan melaporkan apabila ada dugaan tindakan yang mengarah kepada terorisme maupun radikalisme, kepada aparat desa/kelurahan, Babinsa, Babinkamtibmas, maupun aparat kewilayahan lainnya," ujarnya.

Imbauan dan ajakan ini tentu menjadi sebuah tanda tanya besar, sedemikian membahayakankah radikalisme ini? Apa indikasi bahaya radikalisme ini jika dikaitkan dengan riak-riak menjelang pemilu hingga harus  ada upaya pendeteksian dini terkait radikalisme dan terorisme? 

Ketidakjelasan fakta keberadaan radikalisme dan bahaya yang diungkapkan oleh jajaran aparatur pemerintah tentu sangat disayangkan, karena dapat menimbulkan sikap saling curiga di tengah kehidupan masyarakat.

Seperti yang kita ketahui, sudah sejak lama nyanyian radikalisme terus digulirkan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Kepala BNPT, Suhardi Alius  mendefinisikan kata radikalisme terorisme sebagai paham yang sudah mengarah kepada intoleransi, anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia, anti-Pancasila, dan paham yang mengandung takfiri (mengkafirkan orang). 

Dari makna radikalisme ini tampak tendensius mengarah kepada kelompok elemen kaum muslimin. Fakta pun menunjukkan bahwa isu radikalisme memang diarahkan kepada pemahaman Islam dan kaum muslimin, yang memahami bahwa Islam satu-satunya agama yang benar dan diridai oleh Allah. Bahwasanya Islam harus diterapkan secara kaffah dan mendakwahkan khilafah, serta pemahaman Islam sebagai solusi kehidupan. 

Di sisi yang lain, ada kelompok yang jelas-jelas menentang pemerintahan seperti KKB (OPM) di Papua, dan juga pemahaman yang berbahaya semisal paham atheis (anti Tuhan), bahkan komunisme yang dibiarkan begitu saja, padahal simbol-simbolnya jelas tampak di tengah masyarakat. 

Maka, ketika ada seruan kepada  ormas Islam untuk bersama-sama mendeteksi secara dini paham radikalisme, sama artinya menyulut bibit perpecahan di tubuh umat Islam karena rasa saling curiga, dan juga rasa takut (phobia) masyarakat terhadap ajaran Islam. Padahal, negeri ini adalah negeri muslim dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Namun, Islam dan kaum muslimin justru dicitrakan sebagai berbahaya bagi negeri ini.

  
Jika kita telaah secara mendalam, apa sebenarnya yang membahayakan negeri ini? Sesuatu yang membahayakan tentulah yang dapat menimbulkan kebahayaan terhadap masyarakat secara luas, semisal kemiskinan dalam aspek ekonomi, kebodohan dalam aspek pendidikan, kriminalitas dan penyakit masyarakat lainnya dalam bidang sosial, narkoba dan miras, serta korupsi yang merajalela, mafia hukum dalam bidak hukum, dan lain sebagainya, yang seluruh permasalahan tersebut menimpa negeri ini. Apa penyebabnya? Semua itu diakibatkan oleh penerapan sistem hidup kapitalisme-demokrasi liberal, yang melahirkan kebijakan-kebijakan atau undang-undang yang tidak prorakyat, tapi prokapitalis (pemilik modal).

Isu radikalisme yang dinyanyikan di tengah keterpurukan negeri ini, hanyalah untuk memalingkan masyarakat dari kebobrokan sistem kapitalisme-demokrasi liberal yang diterapkan oleh rezim. Isu radikalisme yang ditiupkan kembali menjelang pemilu 2024 tampak sangat dipaksakan dan bernuansa politis, sama sekali tidak relevan dan tidak penting bagi kehidupan masyarakat.

Motif politis tersebut adalah untuk memperkokoh kedudukan rezim kapitalis, dengan melemahkan suara-suara Islam  yang kritis terhadap kebobrokan sistem kapitalisme-demokrasi liberal ini seraya memberikan Islam sebagai solusi tuntas dalam pemecahan masalah kehidupan, dengan sebutan radikal, intoleran, anti keberagaman, dan sebagainya.

Di tengah penyebaran isu radikalisme, rezim pun menyebarkan paham Islam moderat sebagai ajaran Islam yang toleran, cinta damai, dan menjunjung tinggi HAM, serta demokrasi. Paham Islam moderat yang hakikatnya merupakan sekularisasi Islam, akan semakin menjauhkan umat dari ajaran Islam yang hakiki. Moderasi merupakan bagian dari makar yang dibuat oleh musuh Islam (negara-negara kafir penjajah) untuk mencegah penegakan Islam di muka bumi ini, termasuk di Indonesia. Inilah strategi mereka, menekan kelompok yang satu (yang mereka cap radikal), dan memblow-up kelompok yang lain (Islam moderat).

Mereka memojokan ajaran Islam dan simbol-simbolnya. Umat Islam didudukkan dalam posisi tertuduh. Kelompok atau tokoh Islam yang dicap radikal, hanya gara-gara kritis terhadap rezim, mereka dibiarkan dipersekusi, bahkan dikriminalisasi, dan tidak jarang berujung pemenjaraan. Kelompok Islam ideologis dan nonkekerasan juga dibubarkan karena dianggap radikal, tanpa mendapatkan perlakuan yang adil.

Tampak jelas bahwa isu radikalisme sesungguhnya untuk menjauhkan pemahaman  Islam sebagi ideologi. Bagaimana mungkin kaum muslimin dipisahkan dari ideologi Islam yang merupakan konsekuensi mereka beriman terhadap Islam? Oleh karena itu, kaum muslimin termasuk ormas-ormas Islam, tidak butuh proyek melawan radikalisme, karena bukan radikalisme problem mendasar negeri ini, tetapi penerapan sistem kapitalisme-demokrasi liberal. Kaum muslimin juga tidak butuh moderasi, yang digadang-gadang menjadi solusi tuntas atas berbagai problem negeri ini, tetapi yang dibutuhkan adalah penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah. 

Maka dari itu, kaum muslimin tidak boleh takut dan diam dalam memahami Islam kaffah dan berjuang untuk penerapannya dalam kehidupan. Kaum muslimin harus menghidupkan  amar maruf nahi mungkar dalam kondisi apa pun, termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam dan kaum muslimin.

Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman."  (HR. Muslim).

Allah SWT pun berfirman, yang artinya:
"Hendaklah ada segolongan umat di antara kalian yang menyeru kepada kebajikan, mengajak kepada kebenaran dan mencegah dari kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." 
(TQS. Ali-Imran;104)

Inilah hakikat dari tugas jama'ah (organisasi) dalam Islam, yaitu berdakwah. Mendakwahkan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, melalui tahapan-tahapan dakwah yang akan menghantarkan kepada tujuan dakwah, yakni melanjutkan kehidupan Islam melalui penerapan Islam kaffah dalam naungan institusi negara khilafah. 

Insyaallah, keberkahan akan meliputi kehidupan kita sebagaimana yang telah Allah Swt. janjikan:

"Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan limpahi berkah dari langit dan bumi..."
(TQS. Al-'Araf;96)

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhamidah
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab