Tinta Media: Depo Plumpang Terbakar
Tampilkan postingan dengan label Depo Plumpang Terbakar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Depo Plumpang Terbakar. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Maret 2023

Kebakaran Depo Plumpang, Potret Abainya Negara terhadap Keselamatan Rakyat

Tinta Media - Kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang Jumat malam, 3 Maret lalu menyisakan duka. Sedikitnya 17 orang meninggal dan puluhan lainnya mengalami luka bakar dalam insiden ini, sedangkan ratusan lainnya mengungsi akibat rumah mereka terbakar habis (bbc.com).

Menurut pengakuan salah satu korban selamat dalam insiden tersebut, sebelumnya telah tercium bau gas yang sangat menyengat hingga tampak adanya asap putih menyerupai kabut. Tak lama terjadi ledakan dahsyat yang melahap perumahan warga. Korban jiwa yang cukup banyak, menurutnya, diakibatkan tubuh warga yang telah terselimuti gas terlebih dahulu, sehingga begitu api menjalar akan mengejar asap gas yang telah tertiup angin menuju pemukiman warga dan langsung membakar tubuh dan rumah warga yang terselimuti kabut gas tersebut.

Peristiwa kebakaran ini bukan pertama kalinya, sebelumnya pada tahun 2009 telah terjadi kebakaran serupa di depo 24 yang menampung 5.000 kiloliter BBM jenis premium. Bahkan saat itu  wapres Jusuf Kalla  sudah mengingatkan agar kawasan tersebut bebas pemukiman guna meminimalisir jumlah korban. Pertamina harus segera melakukan pembebasan lahan agar kawasan sekitar Pertamina bebas pemukiman penduduk. Sehingga, jika terjadi musibah semacam ini tidak akan banyak memakan korban (kumparan .com).

Mirisnya, penduduk yang menjadi korban tidak hanya yang ada di area pemukiman liar (tanpa surat izin). Namun juga kawasan yang mereka memiliki bukti resmi Surat Hak Guna Bangunan. Artinya keberadaan penduduk di wilayah tersebut adalah sesuatu yang dilegalkan secara hukum dan diketahui oleh pengurus wilayah setempat baik RT maupun RW.

Objek vital negara semacam Pertamina, PLN ataupun yang lainnya seharusnya memiliki zona penyangga (buffer zone) yang cukup lebar dengan pemukiman rakyat. Tujuannya agar tidak terjadi bahaya pada masyarakat manakala terjadi kecelakaan yang tak diinginkan semacam ini. Menurut pengakuan warga korban kebakaran ini, sekitar tahun 1990an kawasan tersebut masih kosong, namun  setelah tahun 2000an pembangunan pemukiman warga makin pesat hingga menjadi pemukiman padat penduduk seperti saat ini.

Massifnya pembangunan pemukiman di zona penyangga lengkap dengan pengaturan kependudukan seperti RT RW dan pemberian Sertifikat Hak Guna Bangunan menunjukkan abainya peran pemerintah dalam menjaga keselamatan rakyat. Pasalnya, negaralah yang seharusnya memiliki standarisasi keamanan terhadap pengelolaan aset-aset vital negara sekaligus bisa melindungi masyarakat dari bahaya yang mengancam jiwa. Negara dengan pengaturannya bisa membuat peraturan jelas dan tegas agar rakyat terhindar dari musibah.

Di sisi lain, padatnya kawasan Ibukota merupakan dampak timpangnya pembangunan di berbagai wilayah negeri ini. Silaunya mereka dengan kehidupan metropolis, berikut harapan mendapat lapangan pekerjaan yang lebih layak membuat mereka berbondong-bondong mendatangi Ibukota. Akibatnya lahan hunian makin sempit, belum lagi kemiskinan dan kesulitan hidup memaksa mereka untuk tinggal ala kadarnya di tempat yang beresiko bahaya tinggi semacam bantalan rel kereta api, bantaran sungai, hingga kawasan buffer obyek vital negara. Akibatnya, jika terjadi musibah semacam ini pastilah rakyat yang kembali menjadi korban.

Dalam Islam, keselamatan rakyat adalah hal utama. Sedangkan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat. Maka penguasa akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya. Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

"Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Juga dalam sabda NabiNya:

“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. An Nasai dan Turmudzi).

Negara dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga, dengan berbagai kebijakan. Prinsip pelayanan terhadap kebutuhan rakyat ini akan dilakukan dengan 3 prinsip, yaitu aturan yang sederhana, cepat dalam pelayanan dan dilakukan oleh orang-orang yang kapabel di bidangnya. Ditambah dengan pengaturan ekonomi Islam tentang kepemilikan barang. 

Barang tambang disini merupakan barang kepemilikan umum, sehingga industri yang mengelolanya juga masuk dalam kategori kepemilikan umum. Hasil dari pengelolaan kepemilikan umum ini salah satunya bisa digunakan untuk membangun fasilitas umum yang diperlukan oleh masyarakat semisal jalan raya, rumah sakit dan fasilitas publik lainnya.

Dalam membangun pemukiman warga, selain memperhatikan keindahan bangunan juga memperhatikan aspek sanitasi atau kebersihan lingkungan, kenyamanan dan keamanannya. Tersedianya ruang terbuka untuk sirkulasi udara yang baik, wilayah pembangunan yang aman dari banjir juga kualitas bangunan yang tahan goncangan. Gambaran arsitektur peninggalan Islam tersebut  masih tampak keindahan dan kekuatannya dalam pusat-pusat kota peradapan Islam semacam Granada, Baghdad dan Andalusia  dengan istana Al Hambranya.

Sistem tata kelola pemukiman rakyat ini hanyalah salah satu mekanisme syariat Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Maka untuk menerapkannya hanya bisa terwujud  dengan penerapan sistem Islam secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat.

Wallahu a’lam

Oleh : Desi Dwi A

Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab