Rabu, 13 Desember 2023
Selasa, 12 Desember 2023
Politik Demokrasi Hanya untuk Kekuasaan, Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam
Tinta Media - Bertebaran makna politik di sepanjang jalan yang memaknai politik hanya bersenang-senang untuk meraih kekuasaan. Politik riang gembira, politik jalan ninja kita atau pernyataan lainnya yang tidak memahami politik sebagai aktivitas untuk mengurusi umat. Berjoget riang gembira dengan bagi-bagi amplop atau bingkisan sembako menjelang pemilu dianggap langkah pragmatis untuk meraih simpati rakyat agar mau menjatuhkan pilihannya. Aturan dibuat untuk dilanggar, money politik dianggap sedekah yang dilakukan caleg atau capres-cawapres untuk mendapatkan dukungan. Blusukan dan janji-janji manis ditebar dengan memberikan harapan palsu pada rakyat yang menginginkan perubahan dan bisa hidup srjahtera. Namun, pergantian aktor politik atau rezim tidak membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik, malah ambisi untuk terus berkuasa ditampakkan secara vulgar oleh mereka yang sudah menikmati kue kekuasaan. Koalisi dilakukan hanya untuk menggalang kekuatan.
Kedaulatan ditangan rakyat adalah ide utopis, janji demokrasi yang tidak pernah terbukti, faktanya kedaulatan ditangan oligarki. Rakyat diberi angan-angan semu untuk menentukan nasib mereka sendiri. Nyatanya, atas nama rakyat banyak aturan dibuat hanya menguntungkan oligarki, tapi merugikan rakyat. Suara buruh yang menyuarakan perbaikan nasib mereka tidak ditanggapi. Suara oligarki lebih didengar dan diberi jalan untuk menguasai negeri yang memiliki kejayaan dan keindahan yang luar biasa. Masihkah sistem demokrasi layak dipertahankan jika ingin sebuah perubahan hakiki.
Sejarah membuktikan demokrasi sistem yang tidak manusiawi. Pergantian rezim tidak membawa perubahan hakiki. Setiap rezim menginginkan politik dinasti yang menjadikan anak keturunannya terus berkuasa, meskipun menghalalkan segala cara bahkan melanggar prinsip-prinsip dalam berdemokrasi. Ambisi kuat untuk mempertahankan kekuasaan ditunjukkan dengan menyalahgunakan kekuasaan, bahkan dengan mengubah aturan yang mereka buat sendiri.
Tentunya hanya dengan Islam kita berharap untuk melakukan perubahan hakiki, yang memaknai politik tidak hanya berebut kekuasaan, tapi lebih pada usaha untuk mengurusi rakyat agar terpenuhi hak dan kebutuhan mereka untuk bisa hidup aman dan sejahtera. Keadilan akan dirasakan oleh semua rakyat dengan menerapkan hukum dari Sang Pencipta manusia, hidup dan alam semesta. Sebuah sistem yang menjaga jiwa, keamanan, kehormatan manusia. Menjaga rakyat dan juga pemimpinnya dari keburukan, bujukan setan yang terkutuk dengan selalu mengaitkan setiap perbuatan dengan semua perintah dan larangan-Nya agar Allah SWT. Ridho pada mereka. Pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat akan mampu membawa gerbong perubahan menuju Indonesia maju.
Sementara, politik demokrasi hanya jalan di tempat, Indonesia maju hanya janji semu yang jauh dari kenyataan. Bagaimana bisa Indonesia maju ditopang oleh hutang riba yang terus menggunung tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya. Biaya politik yang tinggi membuat para pejabat yang terpilih menyalahgunakan kekuasaan dengan mencuri uang rakyat. Korupsi menggurita karena hikum buatan manusia telah menyuburkannya. Hukum tidak tegas dan memberi celah bagi koruptor, pencuri uang rakyat terbebas dari hukuman. Kehidupan sekuler membuat hidup semakin sulit karena pintu berkah dari langit dan bumi tertutup bagi penduduk suatu negeri yang lebih memilih diatur dengan hukum peninggalan kolonial penjajah.
Politik kotor hanya demi kekuasaan harus diganti dengan politik bersih dan mulia dalam sistem Islam agar kehidupan Islami bisa terwujud untuk menciptakan penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa. Allah SWT. Membuka pintu berkah langit dan bumi, karena penduduknya yang beriman dan bertakwa. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Surat Al-A’raf Ayat 96). Saatnya beralih ke politik Islam untuk perubahan hakiki dengan meninggalkan politik demokrasi yang hanya untuk ambisi merebut kekuasaan. Politik dalam sistem Islam yang menghasilkan pemimpin amanah untuk mengurusi rakyat karena dorongan iman dan takwa. Begitu pula rakyat peduli dan mencintai pemimpinnya dengan terus melakukan muhasabah agar pemimpinya bisa tetap lurus menjalankan tugasnya dengan menerapkan Islam secara kaffah.
Seorang muslim yakin bahwa penerapan Islam secara kaffah akan membawa kebaikan. Sebaliknya meninggalkan dan mendustakan syariat-Nya, hanya akan mendatangkan keburukan dan azab yang pedih. Kehidupan dunia yang hanya sementara tidak layak dijadikan tujuan, karena semua ini akan segera tinggalkan. Semua yang ada di dunia akan menjadi cerita pada waktunya nanti saat kita harus kembali kepada-Nya. Sementara, kehidupan akhirat akan menjadi nyata dan kita akan tinggal selama-lamanya. Lalu bagaimana bisa kita meninggalkan Islam saat berpolitik dan mati-matian mengejar kekuasaan dan nikmat dunia yang segera kita tinggalkan. Sudah saatnya kita berpikir cerdas untuk mengatur hidup kita dengan Islam termasuk juga saat kita berpolitik agar Allah SWT. Ridho dengan apa yang kita kerjakan sehingga kita akan mendapatkan kebaikan di dunia terlebih di akhirat nanti.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media
Jumat, 08 Desember 2023
Ridwan Kamil Sebut Demokrasi Tidak Memilih Orang Cerdas, Om Joy: Inilah Kelemahan Sistem Kufur Jebakan Kafir Penjajah
𝐏𝐄𝐍𝐆𝐀𝐊𝐔𝐀𝐍 𝐉𝐔𝐉𝐔𝐑 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐏𝐑𝐀𝐊𝐓𝐈𝐒𝐈 𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐋𝐄𝐌𝐀𝐇𝐀𝐍 𝐃𝐄𝐌𝐎𝐊𝐑𝐀𝐒𝐈
Minggu, 03 Desember 2023
Drama Politik Demokrasi
Sabtu, 18 November 2023
MMC: Khilafah Berbeda dengan Demokrasi
Benturan Antarkubu Jelang Pemilu, Potret Rusaknya Parpol pada Sistem Demokrasi Kapitalisme
Rabu, 15 November 2023
1600 Koruptor Ditangkap, MMC: Bukti Bobroknya Sistem Politik Demokrasi
Minggu, 05 November 2023
ANTROPOSENTRISME DEMOKRASI DAN DISORIENTASI POLITIK
Jumat, 03 November 2023
Pengamat: Demokrasi Berbiaya Mahal
Senin, 09 Oktober 2023
MMC: Kedaulatan dalam Demokrasi Bukan di Tangan Rakyat
Jumat, 22 September 2023
Bacaleg Napi Korupsi, Bukti Rusaknya Sistem Demokrasi
Kamis, 14 September 2023
DEMOKRASI, WATAK ANTI KRITIK DAN OTORITER
Tinta Media - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza ingin tempat ibadah dikontrol pemerintah. Rycko menjelaskan pandangan utuh terkait usulan tersebut demi mencegah radikalisme.
"Terhadap
penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan,
mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme
kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat," kata Rycko,
dalam keterangan tertulis seperti dilansir Antara, Rabu (6/9/2023).
Serta
berharap Masyarakat dan tokoh sekitar untuk ikut berperan dalam menanggulangi
paham radikalisme. Dari pembicaraan kritik terhadap pemerintah, anti moderasi
agama.
Bentuk
usulan itu disampaikan Rycko dalam merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari
Fraksi PDIP Safaruddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (4/9).
Safaruddin menyampaikan informasi ada masjid di wilayah Kalimantan Timur yang
kerap digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah.
"Kami
di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan, tapi tiap hari mengkritik
pemerintah di situ Pak, di dekat lapangan Merdeka itu," kata Safaruddin.
Jelas
sekali dengan fakta terjadi, membuat opini sinis terhadap ikon masjid.
Seolah-olah sarang penyebaran radikalisme adalah masjid. Membuktikan framing di
khalayak tentang makna radikalisme adalah sebuah perbuatan negatif atau sebuah
kejahatan yang menjadi sumber utama membuat negeri ini penuh dengan masalah.
seperti, Angka kemiskinan terus melonjak, pengangguran yang terus meningkat
cepat, korupsi yang meraja lela serta kerusakan yang mengarah kepada kehancuran
negeri yang katanya barusan memperingati kemerdekaan yang ke-78.
Dan
radikalisme yang dimaksud hari ini mengarah pada Islam saja. Mengapa bisa
begitu? Karena disimpulkan pernyataan tentang masjid di Kalimantan Timur yang
setiap harinya mengkritik pemerintah. Menjadi sorotan publik terkait hal itu.
Padahal, mengkritik itu hal biasa yang bila mana pemerintah salah dalam memberi
periayahan terhadap umat. Namun, di sini malah dicap radikalisme. Bahkan BNPT
berdalih telah melaksanakan study banding seperti Singapura, Malaysia, Oman,
Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah
terhadap tempat ibadah seperti mengontrol para khatibnya yang memberi taushiyah.
Lantas,
pantaskah negeri ini meniru, padahal yang ditiru adalah negara pembenci Islam
serta otoriter? Jelas sudah negeri ini akan dibawa menuju otoriter yang terus
menyudutkan Islam selamanya. Hingga berdampak akan agama yang menjadi yang ditakutkan
oleh Masyarakat.
Beginilah
watak sistem demokrasi, yang terus menjauhkan agama dari kehidupan demi
kenikmatan segelintir pemodal yang takut hilang harta kekayaan. Karena
kebangkitan umat Islam nantinya. Padahal hari ini, di tengah krisis moral
membutuhkan sebuah pembinaan sebagaimana para sahabat di tengah kesyirikan
penduduk jahiliyah, yang berhasil membentuk insan yang berpengaruh dalam
membangun sebuah negara. Serta menjadikan tolak ukur hanya dari Allah
Berbeda
dengan zaman khilafah yang menjadikan standar hukum adalah syara’, terus
menjaga hak-hak rakyatnya tanpa ada kedzaliman, namun jika terjadi kedzaliman
akan ada terus pengoreksian sebagaimana amar ma’ruf nahi mungkar yang hidup di
tengah Masyarakat. Seperti halnya dimasa Umar bin Khatab yang dikoreksi oleh
seorang Wanita tua atas penetapan batas mahar.
Dari
permasalahan ini hanya Islam yang berani menuntaskan islamofobia ditengah
Masyarakat. Dan terus membina Masyarakat hingga menjadi manusia terbaik
dihadapan Allah dan berjuang keras dalam kontribusi membangun negara yang
menjadi Rahmatal lil Alamin.
Oleh:
Fariha Mulidatul Kamila
Alumni
IBS AL-AMRI