Tinta Media: Demokrasi
Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Desember 2023

Butet Dilarang Mementaskan Teater Satir Politik, Ahmad Sastra: Andai Benar, Ini Kemunafikan Demokrasi



Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad sastra menilai bahwa dugaan adanya larangan Butet Kartaredjasa untuk mementaskan teater satir politik merupakan paradoks atau kemunafikan demokrasi dalam membungkam kebebasan berpendapat. 

”Andaikan benar yang alami oleh Butet, seperti itulah sesungguhnya wajah paradoks atau kemunafikan demokrasi dalam membungkam kebebasan berpendapat,” ungkapnya dalam Kabar Petang: Loh! Butet “Dibungkam” Bicara Politik di Pentas Teater? Melalui Khilafah News Youtube Channel, Senin (11/12/2023). 

Menurut Ahmad, wajah paradoks atau kemunafikan demokrasi menjadikan ungkapan berbeda dengan kenyataan. 

“Wajah paradoks demokrasi yang selama ini selalu dibangga-banggakan, diperbincangkan di mana-mana bahkan juga diharapkan akan memperbaiki negeri tapi fakta sebenarnya adalah kebalikannya. Berbeda gitu antara apa yang diungkapkan dengan kenyataan," ujarnya. 

"Misalnya di dalam pemilu itu kampanyenya kesejahteraan nanti faktanya justru kemiskinan, teriaknya itu tentang kebebasan berpendapat faktanya justru pembungkaman, khususnya ketika mulai mengkritik rezim. Dari dulu juga sudah seperti itu, kemudian salah satu kompetensi abad 21 dalam bidang pendidikan yang  diprogramkan negara adalah membangun critical thinking, tapi justru sekarang malah dilarang,” jelasnya. 

Menurutnya, berbagai kebijakan dibuat untuk membungkam kebebasan berpendapat. “Faktanya di lapangan setelah lahir undang-undang ITE, ruang digital atau ruang publik jadi dibatasi,” bebernya. 

Menurut Ahmad, semua terjadi karena demokrasi dikendalikan oleh kepentingan oligarki. “Itulah masalahnya sehingga kritik-kritik politis dianggap mengancam kedudukan dan status quo,” ungkapnya. 

Ahmad mengutip perkataan Plato, bahwa “Demokrasi bisa melahirkan oligarki bahkan anarki,” tuturnya. 

“Sebenarnya memang gen bawaan kekuasaannya seperti itu, demokrasi sekalipun yang namanya kekuasaan itu pengen berlama-lama, kalau perlu ya berkuasa sampai mati. Kalau perlu, mati pun bisa berkuasa melalui anaknya atau siapa gitu,” jelasnya. 

Ahmad mencontohkan bahwa dirinya, HTI dan FPI di antara beberapa pihak yang menjadi korban rezim karena melakukan kritik terhadap kebijakan rezim. 

“Saya sendiri adalah salah satu korban rezim orde baru,  saya dipenjara tahun 98 atau 99 hanya karena menyuarakan kritik kenaikan minyak goreng. HTI dan FPI  dicabut BHP-nya atau dibubarkan, itu kan sebenarnya dua ormas Islam yang memang selama ini kritis, tapi kritisnya sangat ilmiah bahkan kalau dipelajari itu bisa membantu pemerintah sebenarnya," bebernya. 

"Bagaimana HTI dan FP itu misalnya anti kapitalisme, anti komunisme, anti oligarki, pro kepada kesejahteraan rakyat, bagaimana sumber daya alam itu dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk rakyat serta tidak dikuasai oleh segelintir orang, kemudian bagaimana Islam itu harus menjadi standar hukum halal dan haram bukan seperti hari ini, semua berorientasi kepada materialisme,” tandasnya. 

Pandangan Islam 

Menurutnya, Islam memberikan ruang begitu luas dan penghargaan tinggi kepada para ulama, para ilmuwan, para seniman dan berbagai profesi lainnya dengan berkontribusi positif untuk  membangun dan mengisi kesempurnaan peradaban Islam.

“Islam memberikan ruang begitu luas dan penghargaan tinggi kepada para ulama, para ilmuwan, para seniman untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Para seniman mengembangkan seni-seni yang meningkatkan iman, ilmuan mengembangkan sains yang mengisi peradaban Islam, ulama mengisi studi Islam dan ini sudah jelas di dalam lembaran sejarah peradaban Islam,” pungkasnya. [] Evi

Selasa, 12 Desember 2023

Politik Demokrasi Hanya untuk Kekuasaan, Perubahan Hakiki Hanya dengan Islam


Tinta Media - Bertebaran makna politik di sepanjang jalan yang memaknai politik hanya bersenang-senang untuk meraih kekuasaan. Politik riang gembira, politik jalan ninja kita atau pernyataan lainnya yang tidak memahami politik sebagai aktivitas untuk mengurusi umat. Berjoget riang gembira dengan bagi-bagi amplop atau bingkisan sembako menjelang pemilu dianggap langkah pragmatis untuk meraih simpati rakyat agar mau menjatuhkan pilihannya. Aturan dibuat untuk dilanggar, money politik dianggap sedekah yang dilakukan caleg atau capres-cawapres untuk mendapatkan dukungan. Blusukan dan janji-janji manis ditebar dengan memberikan harapan palsu pada rakyat yang menginginkan perubahan dan bisa hidup srjahtera. Namun, pergantian aktor politik atau rezim tidak membawa angin perubahan ke arah yang lebih baik, malah ambisi untuk terus berkuasa ditampakkan secara vulgar  oleh mereka yang sudah menikmati kue kekuasaan. Koalisi dilakukan hanya untuk menggalang kekuatan.

 

 

 

Kedaulatan ditangan rakyat adalah ide utopis, janji demokrasi yang tidak pernah terbukti, faktanya kedaulatan ditangan oligarki. Rakyat diberi angan-angan semu untuk menentukan nasib mereka sendiri. Nyatanya, atas nama rakyat banyak aturan dibuat hanya menguntungkan oligarki, tapi merugikan rakyat. Suara buruh yang menyuarakan perbaikan nasib mereka tidak ditanggapi. Suara oligarki lebih didengar dan diberi jalan untuk menguasai negeri yang memiliki kejayaan dan keindahan yang luar biasa. Masihkah sistem demokrasi layak dipertahankan jika ingin sebuah perubahan hakiki.

Sejarah membuktikan demokrasi sistem yang tidak manusiawi. Pergantian rezim tidak membawa perubahan hakiki. Setiap rezim menginginkan politik dinasti yang menjadikan anak keturunannya terus berkuasa, meskipun menghalalkan segala cara bahkan melanggar prinsip-prinsip dalam berdemokrasi. Ambisi kuat untuk mempertahankan kekuasaan ditunjukkan dengan menyalahgunakan kekuasaan, bahkan dengan mengubah aturan yang mereka buat sendiri.

Tentunya hanya dengan Islam kita berharap untuk melakukan perubahan hakiki, yang memaknai politik tidak hanya berebut kekuasaan, tapi lebih pada usaha untuk mengurusi rakyat agar terpenuhi hak dan kebutuhan mereka untuk bisa hidup aman dan sejahtera. Keadilan akan dirasakan oleh semua rakyat dengan menerapkan hukum dari Sang Pencipta manusia, hidup dan alam semesta. Sebuah sistem yang menjaga jiwa, keamanan, kehormatan manusia. Menjaga rakyat dan juga pemimpinnya dari keburukan, bujukan setan yang terkutuk dengan selalu mengaitkan setiap perbuatan dengan semua perintah dan larangan-Nya agar Allah SWT. Ridho pada mereka. Pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat akan mampu membawa gerbong perubahan menuju Indonesia maju.

Sementara, politik demokrasi hanya jalan di tempat, Indonesia maju hanya janji semu yang jauh dari kenyataan. Bagaimana bisa Indonesia maju ditopang oleh hutang riba yang terus menggunung tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya. Biaya politik yang tinggi membuat para pejabat yang terpilih menyalahgunakan kekuasaan dengan mencuri uang rakyat. Korupsi menggurita karena hikum buatan manusia telah menyuburkannya. Hukum tidak tegas dan memberi celah bagi koruptor, pencuri uang rakyat terbebas dari hukuman. Kehidupan sekuler membuat hidup semakin sulit karena pintu berkah dari langit dan bumi tertutup bagi penduduk suatu negeri yang lebih memilih diatur dengan hukum peninggalan kolonial penjajah.

Politik kotor hanya demi kekuasaan harus diganti dengan politik bersih dan mulia dalam sistem Islam agar kehidupan Islami bisa terwujud untuk menciptakan penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa. Allah SWT. Membuka pintu berkah langit dan bumi, karena penduduknya yang beriman dan bertakwa.  “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Surat Al-A’raf Ayat 96). Saatnya beralih ke politik Islam untuk perubahan hakiki dengan meninggalkan politik demokrasi yang hanya untuk ambisi merebut kekuasaan. Politik dalam sistem Islam yang menghasilkan pemimpin amanah untuk mengurusi rakyat karena dorongan iman dan takwa. Begitu pula rakyat peduli dan mencintai pemimpinnya dengan terus melakukan muhasabah agar pemimpinya bisa tetap lurus menjalankan tugasnya dengan menerapkan Islam secara kaffah.

Seorang muslim yakin bahwa penerapan Islam secara kaffah akan membawa kebaikan. Sebaliknya meninggalkan dan mendustakan syariat-Nya, hanya akan mendatangkan keburukan dan azab yang pedih. Kehidupan dunia yang hanya sementara tidak layak dijadikan tujuan, karena semua ini akan segera tinggalkan. Semua yang ada di dunia akan menjadi cerita pada waktunya nanti saat kita harus kembali kepada-Nya. Sementara, kehidupan akhirat akan menjadi nyata dan kita akan tinggal selama-lamanya. Lalu bagaimana bisa kita meninggalkan Islam saat berpolitik dan mati-matian mengejar kekuasaan dan nikmat dunia yang segera kita tinggalkan. Sudah saatnya kita berpikir cerdas untuk mengatur hidup kita dengan Islam termasuk juga saat kita berpolitik agar Allah SWT. Ridho dengan apa yang kita kerjakan sehingga kita akan mendapatkan kebaikan di dunia terlebih di akhirat nanti.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media

Jumat, 08 Desember 2023

Ridwan Kamil Sebut Demokrasi Tidak Memilih Orang Cerdas, Om Joy: Inilah Kelemahan Sistem Kufur Jebakan Kafir Penjajah

Tinta Media - Merespon pernyataan Ridwan Kamil yang kini menjadi tim sukses salah satu paslon capres-cawapres yang menyebut, "Demokrasi tidak selalu memilih orang pintar, cerdas. Demokrasi yang kita pilih adalah memilih orang yang disukai", Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) menilai ini merupakan pengakuan jujur dari praktisi demokrasinya sendiri akan kelemahan sistem kufur jebakan kafir penjajah tersebut.

"Pengakuan jujur dari praktisi demokrasinya sendiri akan kelemahan sistem kufur jebakan kafir penjajah tersebut," ujarnya kepada Tinta Media, Kamis (7/12/2023).

Om Joy menegaskan bahwa dalam Demokrasi adalah memilih orang yang disukai, itulah kelemahan fatal dari sistem pemerintahan kufur demokrasi dalam memilih kepala negaranya. 

"Orang yang tidak memiliki kapasitas bisa terpilih menjadi kepala negara dan wakilnya, karena yang penting populer dan disukai," ulasnya.

Lebih parahnya lagi, ungkapnya, setelah menjabat kepala negara tersebut umumnya membuat kebijakan yang lebih disukai oligarki, asing, dan aseng.

 "Meski merugikan rakyat yang telah memilihnya atas dasar rasa suka itu," terangnya.

Berbeda dengan demokrasi, menurut Om Joy, calon kepala negara (khalifah) dalam sistem pemerintahan Islam khilafah, harus memenuhi tujuh syarat bai'at in'iqad (baiat pengangkatan).

"Syarat in'iqad itu, yakni: lelaki, Muslim, baligh, berakal, merdeka (bukan budak/tidak didikte oligarki, asing, dan aseng), adil (menempatkan segala sesuatu sesuai syariat Islam), dan mampu mengemban amanah kepemimpinan," imbuhnya.
.
Walhasil katanya, hanya yang memenuhi syarat bai'at in'iqad sajalah yang berhak ikut pemilu dan dipilih oleh rakyat. 

"Jadi, bisa dipastikan siapa saja yang disenangi rakyat sehingga diba'iat adalah benar-benar pemimpin yang bukan hanya populer dan disukai," simpulnya.

Lebih lanjut, Om Joy menjelaskan bahwa pemimpin dalam Islam itu benar- benar memenuhi standar kelayakan sebagai orang yang berkewajiban mengurus urusan rakyat.

 "Dengan syariat Islam secara kaffah di dalam negeri dan menjadikan dakwah dan jihad sebagai asas politik luar negerinya," pungkasnya.[] Muhammad Nur

𝐏𝐄𝐍𝐆𝐀𝐊𝐔𝐀𝐍 𝐉𝐔𝐉𝐔𝐑 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐏𝐑𝐀𝐊𝐓𝐈𝐒𝐈 𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐋𝐄𝐌𝐀𝐇𝐀𝐍 𝐃𝐄𝐌𝐎𝐊𝐑𝐀𝐒𝐈

Tinta Media - Pernyataan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang kini menjadi tim sukses salah satu paslon capres-cawapres yang menyebut, "Demokrasi tidak selalu memilih orang pintar, cerdas. Demokrasi yang kita pilih adalah memilih orang yang disukai," merupakan pengakuan jujur dari praktisi demokrasinya sendiri akan kelemahan sistem kufur jebakan kafir penjajah tersebut. 
.
Sekali lagi saya tegaskan, itulah kelemahan fatal dari sistem pemerintahan kufur demokrasi dalam memilih kepala negaranya. Sehingga orang yang tidak memiliki kapasitas bisa terpilih menjadi kepala negara dan wakilnya, karena yang penting populer dan disukai. Lebih parahnya lagi, setelah menjabat umumnya membuat kebijakan yang lebih disukai oligarki, asing, dan aseng meski merugikan rakyat yang telah memilihnya atas dasar rasa suka itu.
.
Berbeda dengan demokrasi, semua calon kepala negara (khalifah) dalam sistem pemerintahan Islam khilafah harus memenuhi tujuh syarat bai'at in'iqad (baiat pengangkatan), yakni: lelaki, Muslim, baligh, berakal, merdeka (bukan budak/tidak didikte oligarki, asing, dan aseng), adil (menempatkan segala sesuatu sesuai syariat Islam), dan mampu mengemban amanah kepemimpinan.
.
Walhasil, hanya yang memenuhi syarat bai'at in'iqad saja yang berhak ikut pemilu dan dipilih oleh rakyat. Jadi, dapat dipastikan siapa saja yang disenangi rakyat sehingga diba'iat adalah benar-benar pemimpin yang bukan hanya populer dan disukai tetapi juga memenuhi standar kelayakan sebagai orang yang berkewajiban mengurus urusan rakyat dengan syariat Islam secara kaffah di dalam negeri dan menjadikan dakwah dan jihad sebagai asas politik luar negerinya.[]
.
Depok, 24 Jumadil Awal 1445 H | 7 Desember 2023 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Minggu, 03 Desember 2023

Drama Politik Demokrasi




Tinta Media - Di Kampung Cibeureum Empe RT 004/020, Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, relawan Ganjar Pranowo yang tergabung dalam Santri Dukung Ganjar (SDG) Jawa Barat, membantu pembangunan gedung organisasi keagamaan. Pada hari Sabtu (11/11/2023) lalu, dilaksanakan Pemberian bantuan dan kerja bakti.

Menurut Koordinator wilayah SDG, sosok Ganjar Pranowo-Mahfud telah menginspirasi kegiatan ini. Misi dari pasangan calon presiden-calon wakil presiden ini adalah mempercepat pembangunan manusia Indonesia unggul, berkualitas, produktif, dan berkepribadian. Pembangunan gedung organisasi keagamaan di Pangalengan ini akan dijadikan tempat kegiatan kemasyarakatan dan pendidikan keagamaan. 

Material bangunan diberikan oleh Santri Dukung Ganjar. Menurut Koordinator Wilayah SDG Jabar, pemberian bantuan ini adalah sesuai dengan misi Ganjar-Mahfud, bahwa perubahan masyarakat dilakukan melalui pendidikan untuk membangun Indonesia Emas di 2045."

Warga Asahan begitu antusias menyambut kadatangan Capres Ganjar Pranowo. Menurut Ach Hakiki, mereka membangun bersama masyarakat dari sektor keagamaan terlebih dahulu, untuk menopang kemajuan Pangalengan. 

Sektor pendidikan dan keagamaan akan dikembangkan oleh SDG. Oleh sebab itu, SDG akan ikut terlibat langsung dalam pembangunan di Pangalengan. Hal ini karena Pangalengan adalah kecamatan yang cukup besar, tetapi belum ada perguruan tinggi di sana. Mereka menyosialisasikan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di sela kegiatan gotong royong membangun gedung organisasi keagamaan. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi bukti nyata tentang visi misi Ganjar-Mahfud. 

Mereka juga turun memberikan bantuan konkret ke masyarakat, tidak sebatas gagasan saja. Atang Sukmajaya sebagai tokoh masyarakat, menyambut baik bantuan yang diberikan para pendukung Ganjar-Pranowo. Menurut nya bantuan tersebut adalah positif.

Sebenarnya, fenomena drama dari calon presiden dan calon wakil presiden menjelang pemilu sudah menjadi  hal biasa. Sudah menjadi tradisi juga ketika menjelang pemilu, para calon presiden dan calon wakil presiden mendekati dan berinteraksi dengan warga, seperti memberikan bantuan-bantuan, memberi janji-janji manis agar mereka dipilih oleh masyarakat. Akan tetapi, ketika sudah terpilih, mereka lupa akan janji-janji tersebut. 

Drama politik menjelang pemilu adalah bukti dari sistem politik demokrasi yang telah menjadi panggung perpolitikan. Berbagai drama politik akan kita temui di setiap tahun politik  yang dilakoni oleh para politisi kita.  Pertarungan antara kontestan politik memberikan dampak kepada rakyat, bahkan tidak jarang mengorbankan nyawa rakyat. 

Drama politik adalah salah satu produk dari penerapan sistem politik demokrasi. Sistem politik inilah yang menjadi panggung utama arena pertarungan politik yang hanya bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan. Sistem ini seakan-akan berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi pada prakteknya justru rakyat terabaikan dari periayahan negara. 

Ada alasan mengapa sistem politik demokrasi dikatakan sebagai panggung terwujudnya drama politik, yaitu karena sistem ini berlandaskan pada sekuler liberal yang menentang agama sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan, juga dalam mekanisme pemilu. Aturan agama yang diabaikan oleh para politisi menjadikan politik uang, kecurangan, dan penipuan akan selalu ada dan mewarnai drama politik ini. 

Sistem politik demokrasi ini sama halnya dengan model negara korporatokrasi, yaitu negara yang dipimpin oleh sejumlah korporasi, sementara posisi pejabat semacam regulator untuk para pengusaha kakap, agar bisa memuluskan kepentingan mereka.

Sistem politik Islam tentunya berbeda dengan sistem politik demokrasi yang hanya berbicara masalah kekuasaan dan menghalalkan segala cara dalam kontestasinya. Politik dalam Islam bermakna ri'ayah su'unil ummah (mengurusi urusan umat), baik di dalam maupun di luar negri. Dalam sistem Islam, rakyat dan pemerintah bersama-sama melakukan aktivitas politik. Urusan rakyat diatur oleh pemerintah secara praktis, sedangkan rakyat mengontrol sekaligus mengoreksi pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya. 

Fungsi pemimpin negara adalah bertanggung jawab terhadap urusan rakyat, sekaligus melindungi dari segala macam bahaya. Sehingga, fokus utama kerja penguasa adalah mengurusi urusan umat, bukan sekadar janji-janji manis belaka. 

Inilah salah salah satu urgensi adanya kepemimpinan dalam Islam, agar masyarakat benar-benar diriayah semua kepentingannya. Hal ini karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. di akhirat kelak.
Wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 November 2023

MMC: Khilafah Berbeda dengan Demokrasi



Tinta Media - Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan Islam yang berbeda dengan demokrasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) dalam tayangan program All About Khilafah: Benarkah Semua Sistem Modern Diterima Syariah Islam? Di kanal YouTube MMC, Rabu (15/11/2023).

Pasalnya, Narator menjelaskan, kedaulatan atau penetapan hukum dalam khilafah berada di tangan syariah. "Bukan di tangan rakyat (manusia) sebagaimana dalam demokrasi," ucapnya.

Ia juga menyatakan, di dalam demokrasi, rakyat atau manusialah yang membuat hukum dan perundang-undangan (berdasarkan akalnya semata).

"Sebaliknya, Islam  menetapkan bahwa hukum dan perundang-undangan itu bukan buatan manusia. Tetapi (berdasarkan) hukum yang Allah turunkan," ulasnya.

Narator pun menegaskan bahwa demokrasi bukan berasal dari ajaran Islam.

"Demokrasi tidak dibangun berdasarkan akidah Islam. Tapi dibangun berdasarkan akidah sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan," tegasnya memungkasi. [] Muhar

Benturan Antarkubu Jelang Pemilu, Potret Rusaknya Parpol pada Sistem Demokrasi Kapitalisme



Tinta Media - Partai merupakan wadah dan simbol pergerakan kelompok yang menginginkan perubahan di tengah-tengah masyarakat atas kondisi yang telah menjerat mereka. Namun, apa jadinya ketika wadah yang diopinikan kenyataannya tidak sebagaimana yang digambarkan? Terlebih, adanya fanatisme golongan oleh para simpatisan yang menjadikan citra partai mulai dipertanyakan keberadaan dan tujuannya. Sungguh miris ketika keberadaan partai hanya dijadikan untuk mengungguli kelompok satu dengan yang lain atau malah saling melemahkan satu dengan yang lainnya.

Seperti halnya kasus yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah, dikabarkan bahwa ada sebanyak 11 sepeda motor dan tiga rumah warga mengalami kerusakan akibat bentrok antar simpatisan PDIP dengan GPK. Ruruh menyatakan bahwa kejadian itu bermula ketika salah satu kelompok yang terlibat bentrok mengadakan kegiatan di Lapangan Soepardi, Sawitan, Magelang. Setelah berakhirnya kegiatan tersebut, kelompok ini terlibat gesekan dengan kelompok lain di Jalan Batikan, Mungkid, Magelang, kemudian berlanjut di simpang tiga Tape Ketan Muntilan.

Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya partai tak cukup menjelaskan tujuan keberadaan dan lahirnya partai sehingga terjadi kerusuhan yang diakibatkan oleh para simpatisan. Benturan ini menunjukkan bahwa perbedaan kelompok maupun partai memiliki kesenjangan yang tidak mampu untuk diajak berjalan bersama. Jika bukan karena alasan kepentingan dan ikatan tertentu, maka apa yang melatarbelakangi perseteruan tersebut?

Kepercayaan rakyat pada partai hari ini hanya karena adanya faktor emosional, simbol dan tokoh, tanpa pemahaman yang benar akan arah dan tujuan partai. Keterikatan demikian memudahkan terjadinya gesekan antarindividu/kelompok lantaran kuatnya sentimen/ego kelompok dengan pemicu yang sangat sepele.

Mirisnya, perselisihan lazim terjadi di akar rumput, padahal para elit partai justru bekerja sama  demi tercapainya tujuan. Hal ini selaras dengan pernyataan ‘tidak ada teman sejati,  yang ada adalah kepentingan abadi’.

Perlu di garis bawahi, masyarakat harus memahami bahwa realitas parpol dalam demokrasi kebanyakan bersifat dan bersikap realistis/pragmatis ketimbang idealis. Bukan idealisme yang menjadi pertimbangan atas setiap kebijakan yang dibuat oleh parpol, melainkan lebih kepada manfaat apa yang bisa diterima parpol dari setiap keputusan politik yang akan mereka buat. 

Fenomena bentrok antarkubu adalah hal biasa dalam politik demokrasi. Pandangan parpol tentang politik memang lebih condong pada upaya meraih kekuasaan setinggi-tingginya, baik saat pilkada, pileg, ataupun pilpres. 

Jika masyarakat mengamati secara betul, benturan antarkelompok hanya terjadi untuk mempertahankan eksistensi dari keberadaan partai itu sendiri. Ini dilakukan demi menunjukkan eksistensi yang muncul setiap jelang kontes pemilu yang pasti berwajah dinamis.

Ada kalanya benturan terjadi di satu wilayah untuk saling bersaing, tetapi di wilayah lain bersatu. Artinya, upaya untuk saling dukung paslon hanya dinilai dari seberapa besar peluang mereka untuk menang dan seberapa besar keuntungan yanga akan mereka dapatkan. Prinsip “tidak ada kawan dan lawan abadi” seolah menjadi jargon bagi parpol demokrasi.

Jadi, sungguh merugi jika kita sebagai masyarakat terlalu mengutamakan fanatisme terhadap golongan/partai, apalagi hingga terjadi bentrokan yang tidak memperhatikan ikatan persaudaraan dan persatuan. Dalam hal ini, kita harus peka bahwa akan banyak pihak tertentu yang akan memanfaatkan suara rakyat demi meraih dukungan sebanyak-banyaknya dengan cara yang beraneka ragam. Oleh karenanya, umat harus tahu kenyataan tentang politik demokrasi yang berkaitan saat ini agar tidak terjebak polarisasi yang memunculkan perselisihan.

Berbeda ketika Islam memandang makna sebuah parpol. Dalam Islam, parpol berdiri bukan sekadar ada untuk memuaskan nafsu berkuasa dan memenangkan suara semata. Lebih dari itu, parpol memiliki peran strategis dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat, yakni membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar kepada khalayak luas. Dalam hal ini, politik memiliki  makna mengurus urusan rakyat.

Tujuan berdirinya parpol dalam Islam adalah untuk membina dan mendidik umat dengan pemahaman yang lurus sesuai pandangan Islam, bukan sekadar sebagai wadah yang menampung aspirasi dan suara rakyat. Mereka juga harus melakukan koreksi terhadap kebijakan penguasa, tidak membela kezaliman, dan tidak bersikap manis hanya untuk mendapat perhatian penguasa. Sudah menjadi keharusan bagi parpol untuk hadir dan membela urusan-urusan rakyat, baik menyangkut kepentingan ataupun kemaslahatan rakyat. Itulah peran parpol yang dijelaskan dalam Islam.

Islam membolehkan banyaknya pembentukan parpol dalam rangka mewujudkan kritik penyadaran kepada penguasa. Dalam Islam, berpolitik merupakan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Artinya, peran parpol adalah sebagai penyalur aspirasi masyarakat dalam rangka membangun kesadaran penguasa ketika menjalankan tugas dan amanahnya dalam bernegara yang bermuara pada kemaslahatan hidup bersama berdasarkan standar keimanan.

Dengan kata lain, napas perjuangan parpol haruslah sejalan dengan aturan Islam, bukan kepentingan individu atau golongan. Dengan begitu, parpol tidak akan mudah berbelok arah karena bersandar pada ikatan yang benar, yakni akidah Islam.  Wallahualam.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis

Rabu, 15 November 2023

1600 Koruptor Ditangkap, MMC: Bukti Bobroknya Sistem Politik Demokrasi


 
Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, ditangkapnya 1600 koruptor menunjukkan bobroknya sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini.
 
"Angka itu menunjukkan betapa bobrok sistem politik negeri ini," ujarnya dalam Serba-Serbi: 1600 Koruptor dalam 20 Tahun, Bukti Bobroknya Sistem Politik Demokrasi, Ahad (12/11/2023) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.
 
Sistem batil dan rusak (bobrok), ujarnya,  akan semakin menyuburkan kecurangan. "Maka keburukan akan terus-menerus ada dengan berbagai gayanya.  Korupsi, misalnya, kejahatan ini menjadi kejahatan kronis, karena efek penerapan sistem politik demokrasi kapitalisme," jelasnya.
 
Ia beralasan, legalitas kekuasaan dalam sistem demokrasi yang ditentukan dengan jumlah suara, inilah pangkal dari bibit-bibit korupsi. 
 
“Pasalnya kekuasaan dalam sistem demokrasi berorientasi pada pemanfaatan jabatan. Dalam sistem demokrasi rakyatlah yang  justru mengurus pejabat bukan pejabat mengurus rakyat," terangnya.

Para pejabat, lanjutnya, mendapat  fasilitas dan kesempatan memperkaya diri. Akhirnya para pejabat akan berlomba untuk meraup suara rakyat.
 
“Perlombaan ini membutuhkan modal besar, untuk kampanye, pencalonan, membeli kursi kekuasaan dan lainnya. Modal ini tidak akan cukup jika berasal dari kantong pribadi. Dari celah ini para pemilik modal diberi pintu masuk untuk berpartisipasi. Sebagai timbal baliknya ketika kekuasaan itu bisa diraih, kepentingan para kapital harus dipermudah, meskipun kepentingan tersebut justru merugikan rakyat,” ulasnya.
 
Akibatnya, ia melanjutkan, kekuasaan digunakan untuk mengembalikan modal dan memperkaya diri para pejabat sehingga wajar kasus korupsi terus berlanjut.
 
Politik Islam
 
Narator membandingkan, ini sangat berbeda dengan sistem politik Islam bernama Khilafah, dalam mengusut tuntas kejahatan korupsi.
 
“Secara fikih, fakta korupsi dihukumi sebagai bentuk pengkhianatan. Para pelaku melakukan penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada mereka,” ulasnya.
 
Narator menjelaskan, agar pengkhianatan ini tidak terus menerus terjadi, Islam memiliki sanksi tegas yang harus dijalankan negara tanpa pandang bulu.
 
Selain itu, Khilafah juga memiliki tindakan preventif yaitu, pertama, rekrutmen aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.
 
“Sumber daya manusia tersebut harus memenuhi kriteria kifayah atau kapabilitas dan berkepribadian Islam atau syakhsiyah Islamiyah,” imbuhnya.
 
Ia mengutip hadist, riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran itu.”
 
“Kedua, Khilafah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pejabat negaranya. Ketiga, Khilafah wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparat pejabat negara. Upaya ini dilakukan agar mereka fokus dan totalitas membantu Khalifah mengurus urusan rakyat,” bebernya.
 
Keempat, sebutnya, para pejabat negara haram menerima suap dan hadiah.
 
“Kelima, Khilafah akan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara secara berkala," tutupnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 05 November 2023

ANTROPOSENTRISME DEMOKRASI DAN DISORIENTASI POLITIK



Tinta Media - Ketika seorang pemimpin negara telah mulai memasukkan anggota keluarganya masuk dalam dunia politik. Apakah masyarakat khususnya generasi milenial dan generasi z secara tidak langsung, sedang 'dipaksa' menyaksikan praktik politik dinasti ? Saat ini, apakah indonesia sedang baik-baik saja?

Tentu saja iya, pertama, sebab terlihat gamblang mulai dinamika di MK soal batas usia capres dan cawapres hingga pencalonan cawapres Gibran. Kedua, Sebagaimana pengakuan Prabowo, dia sendiri mengatakan saat pidato di depan partai PSI bahwa politik dinasti itu hal yang wajar dengan menyinggung partai-partai lain yang juga mempraktekkan politik dinasti.

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres dan cawapres berusia 40 tahun atau memiliki pengalaman menjadi kepala daerah. Putusan 90 mempunyai kecacatan konstitusional yang mendasar, dan karenanya dinilai tidak sah.

Denny menjelaskan, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur, "seorang hakim... wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa."

Selain pelanggaran benturan kepentingan, putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga dinilai mempunyai cacat konstitusional lain. Salah satunya terkait legal standing pemohon "Pemohonnya sebenarnya tidak mempunya legal standing, dan karenanya, permohonan wajarnya dinyatakan tidak diterima, sebagaimana dengan baik dijelaskan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo," pungkasnya.

Dari dua faktor ini sebenarnya tengah terjadi sebuah praktek politik yang tidak sehat yang akan ditonton oleh generasi z, tentu saja hal ini tidaklah merupakan pendidikan politik, sebagaimana disampaikan oleh Prabowo. Apa yang dimaksud pendidikan politik ketika yang terjadi adalah dinasti politik. Dalam filsafat, pernyataan Prabowo bisa disebut sebagai apologi.

Indonesia, jelas tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja. Sebab demokrasi yang telah dikenal dalam kendali oligarki, kini malah ditambah seolah politik hukum itu dikendalikan oleh keluarga. Keputusan MK terbukti memunculkan berbagai polemik di masyarakat. Indonesai sedang tidak baik-baik saja, sebab masa depan hukum di negeri ini semakin suram.

Apakah hukum demokrasi tidak melarang, bahkan menyatakan sah-sah saja terhadap ada dinasti politik? Apa dampak dan ancaman dinasti politik jika terjadi di Indonesia? Demokrasi itu kan bersifat antroposentrisme di mana manusia menjadi penentu segalanya, sementara manusia dipenuhi oleh kepentingan pragmatis. Inilah yang sesungguhnya menjadikan demokrasi dalam prakteksnya mengalami disorientasi politik, karena salah sejak dari paradigmanya.

Karena itu politik dinasti yang akan dianggap bukan masalah selama masih sejalan dengan kepentingan pragmatisnya. Kuliatas dan kualifikasi calon pemimpin menjadi no dua, inilah awal kerusakan politik demokrasi.

Politik dinasti ini tentu saja akan berdampak buruk bagi kemajuan bangsa ini. Sebab kriteria pemimpin yang berkualitas menjadi tidak berlaku di negeri ini. Generasi muda bangsa ini juga akan putus asa untuk meningkatkan kualitas diri, jika para pemimpin hanya diambil dari orang-orang dekat, meski secara kualitas masih dipertanyakan.

Politik dinasti yang hanya mengutamakan kedekatan keluarga, bukan karena kualifikasi personal akan berdampak buruk pada kemajuan negeri ini dalam jangka panjang. Sebab kompleksitas masalah bangsa ini bukan hanya harus diselesasikan oleh pemimpin yang punya kualifikasi, namun juga soal sistem yang harus diperbaiki.

Ada beberapa watak antroposentrisme demokrasi kapitalisme sekuler. Karena hasrat yang selalu tidak terpuaskan, manusia melalui akal pengetahuannya berusaha memenuhi hasratnya dengan berbagai gagasan yang mengindikasikan eksploitasi kapitalis.

Karakter antroposentrisme kapitalis yakni opresif/eksploitatif, reduksionis, kuasa-menguasai (kolonialisme), berwawasan ilmu pengetahuan modern dan berteknologi. Antroposentrisme kapitalis melihat alam sebagai objek, alat, komoditas, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia.

Antroposentrisme kapitalis hadir sebagai ideologi untuk menggerakkan kaki tangan proyek-proyek pembangunan yang bermisikan ‘pembangunan peradaban’. Antroposentrisme berkonspirasi dengan ilmu pengetahuan modern dengan mengabaikan cara-cara pengetahuan ekologi dan pendekatan holistik, serta mengebirikan kaum perempuan sebagai ahli.

Apakah dinasti politik membuat orang yang tidak kompeten bahkan kemaruk akan berkuasa? Iya jelas, sudah saya tekankan di awal tadi, bahwa dinasti politik ini tidak mengutamakan kualifikasi kepemimpinan, namun hanya karena kedekatan keluarga. Hal ini tentu saja mengkonfirmasi adanya kerakusan atas kekuasaan. Dinasti politik juga sangat mengabaikan kompetensi, maka hal ini menunjukkan rasa kemaruk dan tak peduli kepada masa depan bangsa dan Negara.

Apakah jika dibiarkan, gurita kekuasaan keluarga akan menjalar ke semua bidang kenegaraan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? Dan jika gurita kekuasaan terjadi, yang akan muncul kemudian adalah gurita korupsi, jamaah keluarga berkorupsi, hingga berlanjut munculnya industri hukum, mafia hukum, dan mafia peradilan? Dan apakah ini bisa dicegah?

Benar sekali, sebab mereka yang hari ini punya kuasa akan bisa mengatur dengan kekuasaan dan uangnya untuk sebanyak-banyaknya mengajak anggota keluarga untuk ikut berkuasa. Sementara kekuasaan itu sangat dekat dengan kerakusan dan rasa kemaruk karena pragmatism, sehingga berpotensi akan terjadi tindak korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pencegahannya tentu saja menjadikan hukum sebagai panglima dimana hukum dirumuskan berdasarkan kepentingan bangsa yang lebih besar, bukan bisa dipermainkan sesuai kepentingan segelintir orang. Antroposentrisme demokrasi berpotensi terjadinya disorientasi politik. Dalam Islam, syariat Islam adalah hukum yang didasarkan oleh firman Allah, tak bisa diubah oleh manusia.

Pencegahan kedua tentu saja kembali kepada individu yang harus memiliki orientasi yang lurus dan benar. Setiap individu pemimpin harus menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan akhirat. Jika paham ini, maka seorang pemimpin akan takut berebut jabatan, apalagi mewariskan jawaban kepada keluarganya.

Pencegahan ketiga adalah dengan adanya kendali dari masyarakat dengan terus melakukan proses kontroling dan pengawasan. Masyarakat harus memiliki kesadaran politik agar para pemimpin di negeri ini tidak melakukan penyimpangan. Terlebih pada intelektual dan ulama yang harus terus memberikan arah dan pencerahan bagi perjalanan bangsa ini.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 28/10/23 : 08.40 WIB) 

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

Jumat, 03 November 2023

Pengamat: Demokrasi Berbiaya Mahal


 
Tinta Media - Menanggapi kasus pemeriksaan ketua KPK Firli Bahuri dalam dugaan pemerasan yang melibatkan  mantan Menteri Pertanian  Syahrul Yasin Limpo, pengamat politik Islam Dr. Riyan mengatakan ini mempertegas bahwa demokrasi berbiaya mahal.
 
 “Ini mempertegas, bahwa demokrasi adalah sistem yang berbiaya mahal, sehingga para pelaku mengeluarkan banyak biaya yang ditebus dengan pencarian dana pengganti dengan cara-cara yang tidak dibenarkan,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (2/11/2023).
 
Ini, lanjutnya, juga merupakan bukti nyata bahwa di antara elite penyelenggara negara (eksekutif, menteri) dan KPK terindikasi diisi oleh orang-orang yang diduga kuat bermasalah. Terlepas dari berbagai pembelaan dari para pihak yang terlibat.
 
Cicak vs Buaya?
 
Dalam pengamatan Riyan, ketika korupsi menyangkut ketua KPK potensi terjadi kasus Cicak vs Buaya jilid kesekian tetap terbuka.
 
“Dalam catatan, bila ketua KPK jadi tersangka, akan menjadi kasus pertama di dunia. Ini tentu secara kelembagaan akan menciderai kepercayaan publik hingga titik paling nadir. Sehingga ada potensi "perlawanan" dari KPK untuk menyelamatkan marwah institusi. Karena ketua dalam organisasi adalah sekaligus sebagai simbol,” ulasnya.  
 
Meski  demikian, menurut Riyan, ini patut didalami, karena  ada kesan awal sosok ketua KPK sekarang ini dinilai publik kontroversial. “Dapat pula terjadi semacam ada "kepuasan" bila yang bersangkutan menjadi tersangka. Artinya tidak ada jilid baru Cicak vs Buaya,” tambahnya.
 
Oleh karena itu, Riyan menerangkan, ini momen yang penting bagi KPK sendiri untuk membuktikan kredibiltas person dan institusi apakah akan bisa dipertahankan atau tidak. Jangan sampai ada perlawanan dari para koruptor  bahwa , "Ngapain nangkap kami, anda sendiri juga layak untuk ditangkap."
 
“Hal ini akan tergantung dari komitmen para pimpinan KPK yang lain (di luar ketua yang sedang bermasalah) dan juga ekologi politik dari kekuatan elite di luar KPK untuk mendukung terbentuknya kelembagaan KPK yang tetap dipercaya. Bukan malah "menggoda" KPK dalam bentuk pelemahan baik secara UU atau perilaku dari para pimpinannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 
 
 
 

Senin, 09 Oktober 2023

MMC: Kedaulatan dalam Demokrasi Bukan di Tangan Rakyat

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menilai, bahwa kedaulatan dalam sistem demokrasi yang semestinya berada di tangan rakyat, justru dilanggar sendiri oleh demokrasi.

"Kedaulatan bukan di tangan rakyat, tetapi di tangan segelintir orang. Yakni, para kapitalis," ujarnya dalam tayangan Serba-serbi: Rakyat Rempang Menolak Relokasi, Ironi Kedaulatan Rakyat, di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Sabtu (7/10/2023).

Salah satu contohnya dalam kasus sengketa kepemilikan lahan Pulau Rempang ini, Narator menjelaskan, sistem ekonomi kapitalisme di bawah sistem demokrasi telah melegalkan kebebasan kepemilikan. 

"Artinya, siapa saja berhak memiliki tanah selama mereka mampu membelinya. Sekalipun, tanah tersebut mengandung kepemilikan umum, yang harusnya bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat," jelasnya.

Hanya saja, sambung Narator, kebebasan tersebut pada faktanya tidak berlaku bagi orang miskin atau lemah.

Narator mengungkapkan, demokrasi sejatinya telah terbukti membuka jalan bagi segelintir orang atau pemilik modal besar (kapitalis) untuk mempengaruhi aturan-aturan negara. 

"Dan hal ini mutlak terjadi dalam sistem demokrasi," ungkapnya.

Narator pun menerangkan, penguasa atau pemimpin yang terpilih dalam sistem demokrasi dipilih untuk membuat hukum.

"Alhasil, penguasa tersebut dipastikan akan condong kepada pihak yang memberikan modal," terangnya.

Pasalnya, Narator menandaskan, untuk menjadi pemimpin dalam demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Di sinilah muncul utang budi 
politik yang meniscayakan para penguasa terpilih untuk membuat aturan yang pro terhadap kepentingan para pemilik modal.

"Jadi, ketika terjadi perebutan kepentingan antara rakyat dan pemilik modal, maka penguasa akan memenangkan pihak pemilik modal. Apapun dan bagaimanapun caranya," tandasnya.

Sistem Islam

Narator kemudian mengatakan, berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi khilafah.

"Islam telah menetapkan kedaulatan di tangan syara', bukan di tangan umat (rakyat). Sedangkan, kekuasaan dalam Islam berada di tangan umat," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa rakyat tidak memiliki wewenang sama sekali membuat hukum, meskipun seseorang itu adalah pemimpin.

"Siapapun pemimpin yang terpilih dalam khilafah, wajib menerapkan syariat Islam, bukan yang lain. Sebab sejatinya pemimpin dalam Islam dibai'at (diangkat dan disumpah) umat untuk mengurusi urusan umat dengan syariat Islam saja," pungkasnya. [] Muhar

Jumat, 22 September 2023

Bacaleg Napi Korupsi, Bukti Rusaknya Sistem Demokrasi




Tinta Media- Seperti yang kita tahu, tahun 2024 akan diadakan pesta demokrasi di Indonesia. Seluruh partai politik dari jauh-jauh hari sudah melakukan persiapan, salah satunya dengan mengadakan kampanye yang dilakukan dari wilayah perkotaan hingga ke desa. Para anggota parpol juga mempersiapkan diri untuk ikut bertarung di 2024 mendatang demi bisa menduduki jabatan sesuai yang mereka inginkan. 

Akan tetapi,  ada yang perlu dikritisi pada pemilu tahun ini.  Pasalnya, dalam penyelidikan Indonesian Corruption Watch (ICW) ditemukan setidaknya 15 mantan terpidana korupsi dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon legislatif (bacaleg) yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Agustus 2023. Hal ini sangat memprihatinkan. Bahkan, Komisi pemilihan umum republik Indonesia (KPU) pun tidak bertindak tegas dalam menangani kasus ini. KPU terkesan menutupi dengan tidak mengumumkan status hukum dari para bacaleg yang akan bertarung di pesta demokrasi 2024 mendatang. 

Para bakal calon legislatif (bacaleg) ini terlalu rakus dan tamak akan jabatan sehingga rela melakukan berbagai cara untuk bisa kembali menduduki jabatan yang mereka inginkan. Bahkan, ketika mereka berhasil mendapatkan jabatan tersebut,  tidak ada jaminan bahwa mereka tidak melakukan korupsi seperti yang dulu mereka lakukan. Hal ini karena orang-orang seperti ini tidak akan memikirkan kepentingan masyarakat, bahkan bisa merugikan masyarakat dengan segala perlakuan yang hanya akan mencari keuntungan semata. 

Inilah bukti rusaknya sistem demokrasi yang dibuat hanya untuk memuaskan kepentingan para penguasa semata, tanpa memikirkan kesejahteraan orang-orang yang ada di dalamnya.  

Amanah yang seharusnya menjadi tugas besar dianggap hal sepele dan bisa dimainkan demi keuntungan dunia semata. Bahkan, orang yang sudah terbukti tidak bertanggung jawab atas amanah yang diberikan, masih saja bisa ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi. 

Berbeda dengan sistem Islam. Di dalam Islam, para pemimpinnya memiliki sifat yang amanah ketika menjalankan segala tugas yang diberikan. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa pemimpin adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. 

Pada masa kepemimpinan Khalifah  Umar,  sebagai bentuk tanggung jawabnya menjaga harta umat,  beliau menghitung harta kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat untuk mencegah terjadinya korupsi. Jika Umar mendapati ada pejabat yang berlaku curang, maka hukumannya adalah ta'zir (disita hartanya), dicambuk, dipenjara, bahkan hukuman mati. Hukuman yang diberikan sebanding dengan perbuatan yang telah dilakukan dan pastinya pejabat tersebut tidak diperbolehkan lagi untuk menjabat dalam daulah.

Sistem Islam menjalankan semua aturan sesuai syariat Islam, termasuk dalam memilih pemimpin. Jika ada para pemimpin yang tidak amanah,  maka tidak segan untuk dihukum sesuai dengan hukum Islam. Kepemimpinan merupakan tugas dan tanggung jawab yang sangat besar dan akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, hanya sistem Islamlah yang mampu melahirkan para pemimpin yang amanah dan bisa menyejahterakan rakyat. Wallahualam.

Oleh: Siti Suryani,  S. Pd. 
(Sahabat Tinta Media)

Kamis, 14 September 2023

DEMOKRASI, WATAK ANTI KRITIK DAN OTORITER


Tinta Media - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza ingin tempat ibadah dikontrol pemerintah. Rycko menjelaskan pandangan utuh terkait usulan tersebut demi mencegah radikalisme.

 

"Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat," kata Rycko, dalam keterangan tertulis seperti dilansir Antara, Rabu (6/9/2023).

 

Serta berharap Masyarakat dan tokoh sekitar untuk ikut berperan dalam menanggulangi paham radikalisme. Dari pembicaraan kritik terhadap pemerintah, anti moderasi agama.

Bentuk usulan itu disampaikan Rycko dalam merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Safaruddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (4/9). Safaruddin menyampaikan informasi ada masjid di wilayah Kalimantan Timur yang kerap digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah.

 

"Kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat lapangan Merdeka itu," kata Safaruddin.

 

Jelas sekali dengan fakta terjadi, membuat opini sinis terhadap ikon masjid. Seolah-olah sarang penyebaran radikalisme adalah masjid. Membuktikan framing di khalayak tentang makna radikalisme adalah sebuah perbuatan negatif atau sebuah kejahatan yang menjadi sumber utama membuat negeri ini penuh dengan masalah. seperti, Angka kemiskinan terus melonjak, pengangguran yang terus meningkat cepat, korupsi yang meraja lela serta kerusakan yang mengarah kepada kehancuran negeri yang katanya barusan memperingati kemerdekaan yang ke-78.

 

Dan radikalisme yang dimaksud hari ini mengarah pada Islam saja. Mengapa bisa begitu? Karena disimpulkan pernyataan tentang masjid di Kalimantan Timur yang setiap harinya mengkritik pemerintah. Menjadi sorotan publik terkait hal itu. Padahal, mengkritik itu hal biasa yang bila mana pemerintah salah dalam memberi periayahan terhadap umat. Namun, di sini malah dicap radikalisme. Bahkan BNPT berdalih telah melaksanakan study banding seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah seperti mengontrol para khatibnya yang memberi taushiyah.

 

Lantas, pantaskah negeri ini meniru, padahal yang ditiru adalah negara pembenci Islam serta otoriter? Jelas sudah negeri ini akan dibawa menuju otoriter yang terus menyudutkan Islam selamanya. Hingga berdampak akan agama yang menjadi yang ditakutkan oleh Masyarakat.

 

Beginilah watak sistem demokrasi, yang terus menjauhkan agama dari kehidupan demi kenikmatan segelintir pemodal yang takut hilang harta kekayaan. Karena kebangkitan umat Islam nantinya. Padahal hari ini, di tengah krisis moral membutuhkan sebuah pembinaan sebagaimana para sahabat di tengah kesyirikan penduduk jahiliyah, yang berhasil membentuk insan yang berpengaruh dalam membangun sebuah negara. Serta menjadikan tolak ukur hanya dari Allah

 

Berbeda dengan zaman khilafah yang menjadikan standar hukum adalah syara’, terus menjaga hak-hak rakyatnya tanpa ada kedzaliman, namun jika terjadi kedzaliman akan ada terus pengoreksian sebagaimana amar ma’ruf nahi mungkar yang hidup di tengah Masyarakat. Seperti halnya dimasa Umar bin Khatab yang dikoreksi oleh seorang Wanita tua atas penetapan batas mahar.

 

 Dari permasalahan ini hanya Islam yang berani menuntaskan islamofobia ditengah Masyarakat. Dan terus membina Masyarakat hingga menjadi manusia terbaik dihadapan Allah dan berjuang keras dalam kontribusi membangun negara yang menjadi Rahmatal lil Alamin.

 

Oleh: Fariha Mulidatul Kamila 

Alumni IBS AL-AMRI

 

 

Senin, 04 September 2023

Demokrasi Itu Tidak Ada, yang Ada Korporatokrasi


 
Tinta Media - KH. Heru Laode Elyasa dari Forum Komunikasi Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah (FKU Aswaja) menyatakan, demokrasi itu tidak ada, yang ada adalah korporatokrasi atau kekuasaan perusahaan-perusahaan besar.
 
"Sebenarnya demokrasi itu sudah tidak ada, yang ada adalah korporatokrasi," ujarnya dalam acara Majelis Al Buhuts Al Islamiyah FKU Aswaja Jawa Timur (Jatim): Kemerdekaan yang Hakiki, dengan Demokrasi atau Khilafah? Di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Ahad (27/8/2023).
 
Ia lantas menerangkan, demokrasi itu kedaulatan di tangan rakyat. Sedangkan, korporatokrasi adalah kedaulatan atau kekuasaan di tangan korporat, kedaulatan di tangan kompeni (sebutan perusahaan pada masa penjajahan Belanda) atau kedaulatan di tangan perusahaan dan pengusaha.
 
"Mereka mempunyai keinginan untuk mengeruk kekayaan negeri, mengontrol pasar serta mengontrol kekuasaan," terangnya.
 
Ia mencontohkan, di antaranya adalah dicabutnya subsidi kereta api ekonomi, tapi yang kereta cepat mau dikasih subsidi.
 
"Ini kira-kira yang berdaulat itu rakyat apa perusahaan atau kompeni-kompeni?" tanyanya.
 
KH. Heru menyampaikan, ternyata yang menjajah Indonesia sekian abad  bukanlah Belanda, tetapi sebuah perusahaan besar VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), singkatan dari bahasa Belanda. Di Indonesia orang Jawa cukup menyebut dengan kompeni.
 
"Jadi, kalau panjenengan mendengar sandiwara di radio zaman dulu yang ngelawan kompeni Londo ternyata memang yang dilawan itu adalah VOC," kilasnya.
 
Ia melanjutkan, VOC merupakan kongsi dagang dari 4 perusahaan besar pada saat itu. Yakni Compagnie, Compagnie van Verre, Compagnie can De Moucheron, dan Veerse Compagnie. Keempat perusahaan itu dijadikan satu untuk menghindari persaingan antar perusahaan Belanda di kawasan Hindia Timur.
 
"Semuanya adalah kompeni, sehingga wajar kalau kemudian para pejuang menyampaikan perjuangannya adalah melawan kompeni. Begitu besarnya perusahaan raksasa ini. Dan ini (VOC) adalah perusahaan raksasa paling besar di dunia (pada masa itu)," lanjutnya.
 
KH. Heru pun membeberkan, saat ini juga sama, kekayaan di negeri ini juga dikuasai oleh perusahaan.
 
“Ada tiga perusahaan besar asing yang bercokol di Indonesia, yaitu PT China Communications Construction Indonesia (CCCI)  yang membangun jembatan Suramadu. Kemudian Petro China International Jabung Ltd, dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC).  Sekarang kompeninya ganti (dari Cina). Kalau dulu kompeni Londo (dari Belanda)," ungkapnya.
 
Ia kemudian mempertanyakan, Apakah ini sudah merdeka, sedangkan banyak sekali perusahaan asing Cina yang beroperasi di Indonesia.
 
"Kalau panjenengan ke kawasan industri di Mojokerto, dari mulai paling utara sampai paling barat ke selatan, itu saya tidak menemukan perusahaan dari Indonesia, semuanya kebanyakan dari Cina," bebernya.
 
Selaku shahibul hajah (pelaksana acara) ia pun menerangkan, untuk apa  tema kemerdekaan ini diambil?
 
"Ini untuk mengingatkan kembali sebagai satu pertanyaan besar, apakah sebenarnya kita ini sudah merdeka atau belum? Jangan-jangan kita belum merdeka tetapi menganggap sudah merdeka, ini namanya musibah," terangnya memungkasi penyampaian. [] Muhar

Ada Anomali pada Sistem Demokrasi


 
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengungkapkan ada anomali (keanehan) pada sistem demokrasi.
 
“Dalam demokrasi ada anomali (keanehan), di satu sisi mereka selalu mengatakan bahwa salah satu prinsip penting dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, tapi di sisi lain mereka membuat satu aturan  presidential threshold 20%,” tuturnya dalam acara Focus To The Point: Bongkar Pasang Koalisi, Kepentingan Siapa? Sabtu (2/9/2023) Dikanal Youtube UIY Oficcial.
 
Dengan presidential threshold ini, lanjutnya, kedaulatan rakyat tidak bisa berjalan. “Jangan lagi kedaulatan rakyat, kedaulatan partai pun tidak, mereka yang punya suara atau jumlah suara  tidak sampai 20% tidak mungkin dia melakukan atau bisa mengambil langkah sendiri mencalonkan calon presiden,” ujarnya.
 
Bahkan, sambungnya,  gabungan partai yang tidak  sampai 20% pun juga tidak  bisa. “Jadi dimana letak kedaulatan rakyat itu wong kedaulatan partai pun tidak bisa,” katanya.
 
Dengan presidential threshold 20% ini, lanjutnya, rakyat memilih presiden yang sudah dipilihkan oleh partai politik. “Dan ini berarti rakyat tidak berdaulat,” pungkasnya. [] Setiyawan

Sabtu, 12 Agustus 2023

MENANTANG PDIP DEBAT DEMOKRASI VS KHILAFAH

Tinta Media - Adalah wajar jika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusung Demokrasi. Sebuah sistem pemerintahan yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Namanya juga Partai Demokrasi, jadi wajar mengusung Demokrasi.

Yang aneh, ada partai Islam mengusung Demokrasi. Apalagi, partai Islam mengusung Demokrasi sekaligus menentang Khilafah.

Ini jelas jahil murokab, kebodohan yang kuadrat. Partai Islam kok menentang Khilafah ? Partai Islam kok mengusung Demokrasi?

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam, yang meletakkan kedaulatan ditangan Syara'. Meskipun sama-sama menjadikan rakyat sebagai sumber kekuasaan (authority), namun sistem Khilafah (Islam) tidak meletakkan kedaulatan (sovereignty) ditangan rakyat, melainkan ditangan Syara'.

Maksudnya, dalam demokrasi maupun khilafah, pemimpin sama-sama dipilih oleh rakyat. Namun setelah berkuasa, Presiden dalam demokrasi menjalankan UU rakyat, sementara Khalifah setelah terpilih dan dibaiat berkewajiban menjalankan UU Allah SWT, menjalankan hukum Syara', menjalankan Al Qur'an dan as Sunnah. Bukan menjalankan UU rakyat.

Sistem Khilafah juga meliputi sistem hukum, ekonomi, sosial, budaya, menjalankan kebijakan fiskal dan moneter, menjalankan politik ekonomi, politik luar negeri, politik anggaran, dan sebagainya. Prinsipnya, sebagai sistem pemerintahan Khilafah punya konsep dalam mengelola negara.

Khilafah bukan sistem teokrasi yang menganut prinsip 'The King Can Do Not Wrong". Khilafah adalah negara manusiawi, yang pemimpinnya juga bisa salah. Karena itu, rakyat berhak sekaligus berkewajiban mengontrol kekuasaan Khilafah dengan aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar.

Sementara demokrasi, adalah sistem pemerintahan yang menjadikan hawa nafsu sebagai sumber norma. Hawa nafsu itu berkumpul di lembaga DPR, berdebat, dan melahirkan UU dari hawa nafsu yang mengikat bagi segenap rakyat.

Demokrasi mengabaikan halal dan haram, mengabaikan suara Al Qur'an dan as Sunnah. Demokrasi menuhankan suara nafsu dan mengabaikan Wahyu, dengan dalih kedaulatan rakyat.

Sebagai contoh, demokrasi menghalalkan zina, riba, hingga minuman keras (khamr). Demokrasi hanya mengaturnya, bukan melarangnya. Dalam sistem Khilafah, zina, riba dan khamr jelas haram dan diberantas.

Untuk adu konsep, demokrasi vs Khilafah, beberapa tahun lalu penulis telah menantang aktivis PDIP untuk berdebat. Rasanya, tantangan debat itu masih relevan diajukan ulang hari ini.

Video tantangan debat tersebut, penulis unggah kembali pada akun tiktok penulis. Semoga saja, ada respons dari PDIP sehingga rakyat bisa menilai, apakah negeri ini akan baik dengan demokrasi atau bahkan akan menjadi lebih baik dan menjadi negara adidaya dengan sistem Khilafah. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Syariah & Khilafah 
https://vt.tiktok.com/ZSLPN1UVh/

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab