Tinta Media: Debat
Tampilkan postingan dengan label Debat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Debat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Desember 2023

Renungan Usai Nonton Debat Calon Penguasa Demokrasi


.
Tinta Media - Kita semua mestilah dapat merasakan kualitas individu calon penguasa demokrasi dan calon wakil penguasa demokrasi dalam acara debat yang dipertontonkan. Namun jangan sampai hal itu membuat kita, kaum Muslim, lupa bahwa mereka semua adalah calon penguasa dan calon wakil penguasa sistem kufur demokrasi.
.
Maka, bila berhadapan dengan sistem kufur ini, yang dikedepankan haruslah ibadah nahyi mungkar (menolak kemungkaran) bukan maksiat amar mungkar (menyeru kemungkaran).
.
Kritik tajam atau sindir tipis-tipis hanyalah cara teknis dalam ibadah nahyi mungkar, keduanya sama baiknya selama sesuai dengan kondisinya masing-masing. Yang keliru itu, membenarkan kebatilan demi mendapatkan dukungan, simpatik, kerelaan lawan bicara ataupun publik. Karena itu sudah terkategori amar mungkar.
.
Mendukung salah satu calon penguasa demokrasi maupun wakil calon penguasa demokrasi termasuk amar mungkar, termasuk kebatilan. Karena, demokrasi itu sistem kufur. Haram mengamalkan/menerapkan, menjaga, dan menyebarluaskannya.
.
Bila terkesan menonjolkan keunggulan salah satu calon penguasa maupun calon wakil penguasa sistem kufur demokrasi tanpa menjelaskan kufurnya demokrasi, dikhawatirkan dianggap publik merekomendasikan salah satu calon penguasa maupun wakil calon penguasa demokrasi, sehingga mereka pun memilihnya.
.
Bila tidak berani menjelaskan kekufuran demokrasi, baiknya tidak perlu memuji salah satu calon penguasanya maupun salah satu calon wakil penguasanya, itu lebih selamat bagi kita di sisi Allah SWT.
.
Dan, bila bangsa ini ingin selamat dari kerusakan dunia dan siksa neraka, memang tidak ada pilihan lain selain mengganti sistem kufur demokrasi menjadi sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah yakni khilafah. Wallahu a'alam bish shawwab.[]
.
Depok, 11 Jumadil Akhir 1445 H | 24 Desember 2023 M
.
Joko Prasetyo
Jurnalis

Senin, 25 Desember 2023

Soal Debat Calon Penguasa, Jurnalis: Jangan Lupa Mereka Calon Penguasa Sistem Kufur



Tinta Media - Menyoroti soal debat calon dan wakil penguasa, jurnalis senior Joko Prasetyo (Om Joy) mengingatkan bahwa mereka (calon penguasa) itu adalah penguasa sistem kufur.

"Kita semua mestilah dapat merasakan kualitas individu calon penguasa demokrasi dan calon wakil penguasa demokrasi dalam acara debat yang dipertontonkan. Namun jangan sampai hal itu membuat kita, kaum Muslim, lupa bahwa mereka semua adalah calon penguasa dan calon wakil penguasa sistem kufur demokrasi," ujarnya kepada Tinta Media Ahad (24/12/2023).

Om Joy juga mengingatkan bahwasanya bila berhadapan dengan sistem kufur ini yang dikedepankan haruslah ibadah nahi mungkar (menolak kemungkaran) bukan maksiat amar mungkar (menyeru kemungkaran).

"Kritik tajam atau sindir tipis-tipis hanyalah cara teknis dalam ibadah nahyi mungkar, keduanya sama baiknya selama sesuai dengan kondisinya masing-masing. Yang keliru itu, membenarkan kebatilan demi mendapatkan dukungan, simpatik, kerelaan lawan bicara ataupun publik. Karena itu sudah terkategori amar mungkar," tegasnya.

Om Joy menegaskan bahwa mendukung salah satu calon penguasa demokrasi maupun wakil calon penguasa demokrasi termasuk amar mungkar, termasuk kebatilan. 

"Karena, demokrasi itu sistem kufur. Haram mengamalkan/menerapkan, menjaga, dan menyebarluaskannya," tegasnya.

Om Joy khawatir bila terkesan menonjolkan keunggulan salah satu calon penguasa maupun calon wakil penguasa sistem kufur demokrasi tanpa menjelaskan kufurnya demokrasi, dikhawatirkan dianggap publik merekomendasikan salah satu calon penguasa maupun wakil calon penguasa demokrasi, sehingga mereka pun memilihnya.

"Bila tidak berani menjelaskan kekufuran demokrasi, baiknya tidak perlu memuji salah satu calon penguasanya maupun salah satu calon wakil penguasanya, itu lebih selamat bagi kita di sisi Allah SWT," ungkapnya.
.
Dan bebernya, bila bangsa ini ingin selamat dari kerusakan dunia dan siksa neraka, memang tidak ada pilihan lain selain mengganti sistem kufur demokrasi. "Menjadi sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah yakni khilafah," tandasnya. [] Setiyawan Dwi.

Sabtu, 12 Agustus 2023

MENANTANG PDIP DEBAT DEMOKRASI VS KHILAFAH

Tinta Media - Adalah wajar jika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengusung Demokrasi. Sebuah sistem pemerintahan yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Namanya juga Partai Demokrasi, jadi wajar mengusung Demokrasi.

Yang aneh, ada partai Islam mengusung Demokrasi. Apalagi, partai Islam mengusung Demokrasi sekaligus menentang Khilafah.

Ini jelas jahil murokab, kebodohan yang kuadrat. Partai Islam kok menentang Khilafah ? Partai Islam kok mengusung Demokrasi?

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam, yang meletakkan kedaulatan ditangan Syara'. Meskipun sama-sama menjadikan rakyat sebagai sumber kekuasaan (authority), namun sistem Khilafah (Islam) tidak meletakkan kedaulatan (sovereignty) ditangan rakyat, melainkan ditangan Syara'.

Maksudnya, dalam demokrasi maupun khilafah, pemimpin sama-sama dipilih oleh rakyat. Namun setelah berkuasa, Presiden dalam demokrasi menjalankan UU rakyat, sementara Khalifah setelah terpilih dan dibaiat berkewajiban menjalankan UU Allah SWT, menjalankan hukum Syara', menjalankan Al Qur'an dan as Sunnah. Bukan menjalankan UU rakyat.

Sistem Khilafah juga meliputi sistem hukum, ekonomi, sosial, budaya, menjalankan kebijakan fiskal dan moneter, menjalankan politik ekonomi, politik luar negeri, politik anggaran, dan sebagainya. Prinsipnya, sebagai sistem pemerintahan Khilafah punya konsep dalam mengelola negara.

Khilafah bukan sistem teokrasi yang menganut prinsip 'The King Can Do Not Wrong". Khilafah adalah negara manusiawi, yang pemimpinnya juga bisa salah. Karena itu, rakyat berhak sekaligus berkewajiban mengontrol kekuasaan Khilafah dengan aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar.

Sementara demokrasi, adalah sistem pemerintahan yang menjadikan hawa nafsu sebagai sumber norma. Hawa nafsu itu berkumpul di lembaga DPR, berdebat, dan melahirkan UU dari hawa nafsu yang mengikat bagi segenap rakyat.

Demokrasi mengabaikan halal dan haram, mengabaikan suara Al Qur'an dan as Sunnah. Demokrasi menuhankan suara nafsu dan mengabaikan Wahyu, dengan dalih kedaulatan rakyat.

Sebagai contoh, demokrasi menghalalkan zina, riba, hingga minuman keras (khamr). Demokrasi hanya mengaturnya, bukan melarangnya. Dalam sistem Khilafah, zina, riba dan khamr jelas haram dan diberantas.

Untuk adu konsep, demokrasi vs Khilafah, beberapa tahun lalu penulis telah menantang aktivis PDIP untuk berdebat. Rasanya, tantangan debat itu masih relevan diajukan ulang hari ini.

Video tantangan debat tersebut, penulis unggah kembali pada akun tiktok penulis. Semoga saja, ada respons dari PDIP sehingga rakyat bisa menilai, apakah negeri ini akan baik dengan demokrasi atau bahkan akan menjadi lebih baik dan menjadi negara adidaya dengan sistem Khilafah. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Syariah & Khilafah 
https://vt.tiktok.com/ZSLPN1UVh/

Jumat, 11 Agustus 2023

MENUNGGU RESPONS MAHFUD MD SOAL 'TANTANGAN' DEBAT KHILAFAH

Tinta Media - Lagi-lagi, video Mahfud MD yang ngeyel soal mana dalil baku Khilafah dalam Al Qur'an beredar di beranda Sosial Media. Beberapa kali juga, sejumlah sahabat menanyakan tantangan itu pada penulis. 

Sebenarnya, penulis sudah lama melayani tantangan debat Khilafah yang diajukan oleh Mahfud MD. Saat itu, bersama sejumlah tokoh dan ulama Jabodetabek, penulis selaku ketua KPAU (Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat) mendatangi kantor Kemenkopolhukam.

Penulis menyerahkan surat permohonan audiensi terkait pernyataan Mahfud MD yang menyebut Khilafah tak baku dan haramnya mendirikan negara seperti negaranya Nabi Muhammad Saw, pada 15 April 2022. Saat itu dalam suasana Ramadhan, kami sempat membuat konferensi pers didepan kantor Kemenkopolhukam.

Sampai saat ini, surat kami belum direspons oleh Mahfud MD. Meskipun menantang debat Khilafah, mengklaim jumlah yang kecil, sampai menuding cuma main di medsos, nyatanya surat resmi yang kami serahkan langsung ke kantor Mahfud MD untuk 'debat' Khilafah tak direspons.

Akhirnya, karena terlalu sering beredar video tantangan Mahfud MD tersebut, maka penulis berinisiatif membuat video yang menggabungkan tantangan Mahfud MD dan kedatangan penulis dan tim ke Kemenkopolhukam. Sekaligus, keterangan penulis yang siap menjelaskan dalil wajibnya Khilafah berdasarkan Al Qur'an, as Sunnah dan Ijma' Sahabat.

Dalil al-Qur'an tentang Khilafah diantaranya bahwa Allah SWT telah
berfirman menyeru Rasul Saw:

"Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."

(TQS al-Maidah [5]: 48).

"Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu."

(TQS alMaidah [5]: 49).

Seruan Allah SWT kepada Rasul saw. untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan juga merupakan seruan bagi umat Beliau. Mafhûm-nya adalah hendaknya kaum Muslim mewujudkan seorang hakim (penguasa) setelah Rasulullah saw. untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan. 

Perintah dalam seruan ini bersifat tegas karena yang menjadi obyek seruan adalah wajib. Sebagaimana dalam ketentuan ushul, ini merupakan indikasi yang menunjukkan makna yang tegas. Hakim (penguasa) yang memutuskan perkara di tengah-tengah kaum Muslim setelah wafatnya Rasulullah saw. adalah Khalifah, sedangkan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah. 

Apalagi penegakan hukum-hukum hudûd dan seluruh ketentuan hukum syariah
adalah wajib. Kewajiban ini tidak akan terlaksana tanpa adanya penguasa/hakim, sedangkan kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka keberadaan sesuatu itu hukumnya menjadi wajib. 

Artinya, mewujudkan penguasa yang menegakkan syariah hukumnya adalah wajib. Dalam hal ini, penguasa yang dimaksud adalah Khalifah dan sistem pemerintahannya adalah sistem Khilafah.

Adapun dalil dari as-Sunnah, di antaranya adalah apa yang pernah diriwayatkan dari Nafi’. 

Ia berkata: Abdullah bin Umar telah berkata kepadaku: Aku mendengar Rasulullah saw. pernah bersabda:

"Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari Kiamat kelak tanpa memiliki
hujjah, dan siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya tidak terdapat baiat (kepada Khalifah), maka ia mati seperti kematian Jahiliah."

(HR Muslim).

Nabi saw. telah mewajibkan kepada setiap Muslim agar di pundaknya terdapat baiat. Beliau juga menyifati orang yang mati, yang di pundaknya tidak terdapat baiat, sebagai orang yang mati seperti kematian Jahiliah.

Baiat tidak akan terjadi setelah Rasulullah saw. kecuali kepada Khalifah, bukan kepada yang lain. Hadis tersebut mewajibkan adanya baiat di atas pundak setiap Muslim, yakni adanya Khalifah yang dengan eksistensinya itu terealisasi adanya baiat di atas pundak setiap Muslim. 

Adapun dalil berupa Ijmak Sahabat maka para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah bersepakat atas keharusan mengangkat seorang khalifah (pengganti) bagi Rasulullah saw. setelah Beliau wafat. Mereka telah bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu Umar bin al-Khaththab, sepeninggal Abu Bakar, dan kemudian Utsman bin Affan.

Sesungguhnya tampak jelas penegasan Ijmak Sahabat terhadap kewajiban pengangkatan khalifah dari sikap mereka yang menunda penguburan jenazah Rasulullah saw. saat Beliau wafat. Mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat khalifah (pengganti) Beliau, padahal menguburkan jenazah setelah kematiannya adalah wajib. 

Para Sahabat, yang berkewajiban mengurus jenazah Rasul saw. dan menguburnya, ternyata sebagian dari mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat khalifah dan menunda pemakaman jenazah Beliau; sebagian yang lain membiarkan penundaan itu; mereka sama-sama ikut serta dalam penundaan pengebumian jenazah Rasul saw. sampai dua malam. Padahal mereka mampu mengingkarinya dan mampu menguburkan jenazah Rasulullah saw. 

Rasul saw. wafat pada waktu dhuha hari Senin dan belum dikuburkan selama malam Selasa hingga Selasa siang saat Abu Bakar dibaiat. Kemudian jenazah Rasul dikuburkan pada tengah malam, malam Rabu. 

Jadi, penguburan jenazah Rasul saw. itu ditunda selama dua malam, dan Abu Bakar dibaiat terlebih dulu sebelum penguburan jenazah Rasul saw. 

Dengan demikian, realitas tersebut merupakan Ijmak Sahabat yang menunjukkan keharusan untuk lebih menyibukkan diri dalam mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tidak akan terjadi kecuali bahwa mengangkat khalifah lebih wajib daripada memakamkan jenazah. 

Para Sahabat seluruhnya juga telah berijmak sepanjang kehidupan mereka mengenai kewajiban mengangkat khalifah. Meski mereka berbeda pendapat mengenai seseorang yang dipilih sebagai khalifah, mereka tidak berbeda pendapat sama sekali
atas kewajiban mengangkat khalifah, baik ketika Rasul saw. wafat maupun saat Khulafaur Rasyidin wafat. 

Walhasil, Ijmak Sahabat ini merupakan dalil yang jelas dan kuat atas kewajiban mengangkat khalifah.

Rasanya, masih banyak yang bisa penulis sampaikan kepada Mahfud MD agar dia tidak salah kaprah soal dalil wajibnya Khilafah. Kalaupun tidak sependapat, semoga saja penjelasan itu tidak membuat Mahfud MD menghalangi dakwah menunaikan kewajiban Khilafah.

Namun sayang, tantangan debat Mahfud MD tidak serius. Setelah penulis layani, penulis datangi kantornya, sampai saat ini tidak ada respons atas surat yang penulis sampaikan kepada Mahfud MD. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Khilafah
https://vt.tiktok.com/ZSLP8d59E/


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab