Kebocoran Data Terus Berulang, di Mana Proteksi Negara?
Tinta Media - Kasus kebocoran data menunjukkan rendahnya atensi pengendalian data yang berasal dari badan publik. Seperti yang disampaikan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi.
Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain, dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2023, dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023, dugaan kebocoran 35,9 juta data dari insiden MyIndihome pada Juni 2023, dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023, dugaan kebocoran 337 juta data dari Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023, dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada November 2023.
ELSAM mengatakan bahwa badan publik, terutama institusi pemerintah memang menekankan inovasi untuk transformasi pelayanan publik ke arah digital, tetapi tidak dibarengi dengan pengamanan dalam memproses data. (katadata.co.id, 28 Januari 2024).
Sistem Keamanan Kapitalisme-Sekularisme
Kebocoran data akan memunculkan tingginya kejahatan siber. Data masyarakat sangat berharga bagi mereka dalam memperoleh keuntungan. Selain keuntungan materi yang diperoleh pengusaha yang membeli data pribadi tersebut, kebocoran data juga menambah risiko terjadinya tindak kriminal.
Meskipun dampaknya tidak langsung terlihat, kebocoran data bisa juga digunakan untuk melakukan pinjaman online yang tidak sah, pembobolan rekening bank dan dompet digital, penipuan online, bahkan untuk tujuan politik seperti mengambil suara dengan identitas KTP seseorang.
UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi telah dirancang dan pemerintah berjanji akan menerapkan sanksi yang keras untuk mencegah kebocoran data. Namun, dalam penerapannya malah menimbulkan masalah yang baru.
Masalah-masalah ini menyangkut bagaimana penjagaan data dilakukan, siapa yang bertanggung jawab dalam menjaga data, serta permasalahan politik yang berkaitan dengan data untuk berlangsungnya pesta demokrasi pada bulan Februari. Selain itu, masyarakat juga masih meragukan UU tersebut dari segi penerapannya.
Dengan kata lain, belum ada kepastian bagi masyarakat pada penjagaan data pribadi mereka. Maka dari itu, masyarakat akan tetap menghadapi risiko jika data pribadi mereka bocor ke pihak lain.
Inilah bukti kelemahan negara dalam memberikan jaminan keamanan data rakyat. Oleh karena itu, sistem kapitalisme tidak mampu memberikan solusi yang hakiki terkait kasus ini. Sebab, pada dasarnya kapitalisme berasaskan sekularisme, yaitu paham pemisahan agama dari kehidupan dengan manfaat sebagai standar perbuatannya.
Sistem Keamanan Islam
Kebijakan khilafah didasarkan pada kemandirian dan kepemimpinan yang bersih. Khilafah memiliki visi melindungi umat dari berbagai ancaman, termasuk kebocoran data. Khilafah akan berkomitmen untuk menjaga data pribadi warga negara dengan menggunakan sistem teknologi informasi terbaik. Dana yang besar akan dialokasikan untuk penelitian dalam bidang teknologi informasi sehingga perlindungan data akan menjadi canggih dan maksimal.
Selain itu, pengaturan teknologi membutuhkan individu yang bertanggung jawab, dan dapat dipercaya atas pengelolaan data. Negara tidak akan mengorbankan data warga negara demi keuntungan semata. Jika terjadi kebocoran data, pemerintah khilafah akan menerapkan sanksi yang tegas kepada siapa pun yang terlibat. Sanksi yang diberlakukan akan memberikan efek penyesalan terhadap pelaku.
Khilafah akan melahirkan para pengusaha dan penguasa yang amanah dan jujur, sistem sanksi yang tegas, serta berbagai kebijakan lain untuk melindungi data warga negara. Namun, semua ini hanya terjadi dalam sistem kehidupan yang berdasarkan ajaran Islam kaffah dan diterapkan dalam wujud khilafah.
Dalam sistem pemerintahan Islam, ada departemen keamanan dalam negeri yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri bagi negara, termasuk menjaga kerahasiaan data pribadi rakyat. Negara akan memiliki sistem informasi yang canggih dan mekanisme yang andal untuk menjaga keamanan data elektronik agar aman dan sulit untuk dibajak.
Membocorkan data pribadi rakyat tergolong pencurian yang merupakan perbuatan melanggar syariat dan menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Apalagi jika data yang bocor disalahgunakan untuk menyerang dan merampas harta milik orang lain, bahkan bisa membahayakan nyawa orang lain.
Maka, pelaku yang membocorkan data pribadi rakyat, apalagi sampai menjualnya kepada publik adalah perbuatan yang bisa menimbulkan mudarat dan bahaya. Oleh karenanya, akan ada treatment (perlakuan) terhadap pelaku dalam rangka menghilangkan bahaya dan mudarat tersebut. Kemudian, qadhi akan bertugas untuk memutuskan hukuman terhadap pelaku sesuai dengan fakta yang terjadi sebenarnya.
Wallahualam.
Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd.,
Sahabat Tinta Media