Tinta Media: Data
Tampilkan postingan dengan label Data. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Data. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Februari 2024

Kebocoran Data Terus Berulang, di Mana Proteksi Negara?


Tinta Media - Kasus kebocoran data menunjukkan rendahnya atensi pengendalian data yang berasal dari badan publik. Seperti yang disampaikan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi.

Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain, dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2023, dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023, dugaan kebocoran 35,9 juta data dari insiden MyIndihome pada Juni 2023, dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023, dugaan kebocoran 337 juta data dari Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023, dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada November 2023.

ELSAM mengatakan bahwa badan publik, terutama institusi pemerintah memang menekankan inovasi untuk transformasi pelayanan publik ke arah digital, tetapi tidak dibarengi dengan pengamanan dalam memproses data. (katadata.co.id, 28 Januari 2024). 

Sistem Keamanan Kapitalisme-Sekularisme

Kebocoran data akan memunculkan tingginya kejahatan siber. Data masyarakat sangat berharga bagi mereka dalam memperoleh keuntungan. Selain keuntungan materi yang diperoleh pengusaha yang membeli data pribadi tersebut, kebocoran data juga menambah risiko terjadinya tindak kriminal.

Meskipun dampaknya tidak langsung terlihat, kebocoran data bisa juga digunakan untuk melakukan pinjaman online yang tidak sah, pembobolan rekening bank dan dompet digital, penipuan online, bahkan untuk tujuan politik seperti mengambil suara dengan identitas KTP seseorang.

UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi telah dirancang dan pemerintah berjanji akan menerapkan sanksi yang keras untuk mencegah kebocoran data. Namun, dalam penerapannya malah menimbulkan masalah yang baru.

Masalah-masalah ini menyangkut bagaimana penjagaan data dilakukan, siapa yang bertanggung jawab dalam menjaga data, serta permasalahan politik yang berkaitan dengan data untuk berlangsungnya pesta demokrasi pada bulan Februari. Selain itu, masyarakat juga masih meragukan UU tersebut dari segi penerapannya.

Dengan kata lain, belum ada kepastian bagi masyarakat pada penjagaan data pribadi mereka. Maka dari itu, masyarakat akan tetap menghadapi risiko jika data pribadi mereka bocor ke pihak lain. 

Inilah bukti kelemahan negara dalam memberikan jaminan keamanan data rakyat. Oleh karena itu, sistem kapitalisme tidak mampu memberikan solusi yang hakiki terkait kasus ini. Sebab, pada dasarnya kapitalisme berasaskan sekularisme, yaitu paham pemisahan agama dari kehidupan dengan manfaat sebagai standar perbuatannya.

Sistem Keamanan Islam

Kebijakan khilafah didasarkan pada kemandirian dan kepemimpinan yang bersih. Khilafah memiliki visi melindungi umat dari berbagai ancaman, termasuk kebocoran data. Khilafah akan berkomitmen untuk menjaga data pribadi warga negara dengan menggunakan sistem teknologi informasi terbaik. Dana yang besar akan dialokasikan untuk penelitian dalam bidang teknologi informasi sehingga perlindungan data akan menjadi canggih dan maksimal.

Selain itu, pengaturan teknologi membutuhkan individu yang bertanggung jawab, dan dapat dipercaya atas pengelolaan data. Negara tidak akan mengorbankan data warga negara demi keuntungan semata. Jika terjadi kebocoran data, pemerintah khilafah akan menerapkan sanksi yang tegas kepada siapa pun yang terlibat. Sanksi yang diberlakukan akan memberikan efek penyesalan terhadap pelaku. 

Khilafah akan melahirkan para pengusaha dan penguasa yang amanah dan jujur, sistem sanksi yang tegas, serta berbagai kebijakan lain untuk melindungi data warga negara. Namun, semua ini hanya terjadi dalam sistem kehidupan yang berdasarkan ajaran Islam kaffah dan diterapkan dalam wujud khilafah.

Dalam sistem pemerintahan Islam, ada departemen keamanan dalam negeri yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri bagi negara, termasuk menjaga kerahasiaan data pribadi rakyat. Negara akan memiliki sistem informasi yang canggih dan mekanisme yang andal untuk menjaga keamanan data elektronik agar aman dan sulit untuk dibajak.

Membocorkan data pribadi rakyat tergolong pencurian yang merupakan perbuatan melanggar syariat dan menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Apalagi jika data yang bocor disalahgunakan untuk menyerang dan merampas harta milik orang lain, bahkan bisa membahayakan nyawa orang lain. 

Maka, pelaku yang membocorkan data pribadi rakyat, apalagi sampai menjualnya kepada publik adalah perbuatan yang bisa menimbulkan mudarat dan bahaya. Oleh karenanya, akan ada treatment (perlakuan) terhadap pelaku dalam rangka menghilangkan bahaya dan mudarat tersebut. Kemudian, qadhi akan bertugas untuk memutuskan hukuman terhadap pelaku sesuai dengan fakta yang terjadi sebenarnya.
Wallahualam.

Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd., 
Sahabat Tinta Media

Jumat, 16 Februari 2024

KTP Digital Rentan Alami Kebocoran Data


Tinta Media - Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung Yudi  Abdurrahman mengatakan bahwa penggunaan Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Kab. Bandung masih sedikit.  Dari 2,6  juta warga wajib punya KTP,  baru sekitar 50.000 warga saja yang menggunakan KTP digital (IKD). Hal ini masih jauh dari target 600.000 pengguna IKD. Yudi mengemukakan bahwa rendahnya pengguna IKD dikarenakan pemahaman masyarakat akan manfaat IKD dan kepemilikan handphone yang sesuai untuk aplikasi IKD masih kurang. Selain itu, sarana dan prasarana juga mungkin menjadi kendala. Banyak wilayah di Kabupaten Bandung yang belum terakses internet yang stabil. (AYOBANDUNG.COM, 24/01/2024),
  
Manfaat IKD dikemukakan oleh Dirjen Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, bahwa dengan menggunakan IKD, masyarakat tidak harus menggunakan KTP fisik untuk banyak keperluan karena dalam IKD sudah terangkum Kartu Keluarga, Sertifikat Covid-19, NPWP,  BPJS hingga Daftar Peserta Pemilu 2024. Tidak perlu lagi KTP fisik memenuhi dompet kita, cukup di ponsel saja. Proses pembuatannya pun mudah dan cepat karena bisa secara online.  Ini menghemat biaya, waktu, dan mencegah terjadinya pemalsuan serta penyalahgunaan data kependudukan.

Yang perlu dicermati adalah pernyataan bahwa penggunaan IKD dapat mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan data. Benarkah demikian?
Ini pernyataan yang tidak relevan dengan kenyataan. 

Seperti yang dilansir dari situs Muslimah News tanggal 30/1/2024, dilaporkan bahwa Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat mencatat ada dugaan pelanggaran hukum berupa kebocoran 666 juta data pribadi. Salah satunya dari Sistem Informasi Daftar Pemilih pada bulan November 2023. Kasus lain terjadi kebocoran  44 juta data pribadi dari aplikasi My Pertamina (November 2022), 35.9 juta data pengguna My Indihome. Ibaratnya, bila data pribadi kita sudah masuk sistem digital, seperti menyimpan motor di halaman rumah, mudah dicuri maling, rentan disalahgunakan.
  
Pada era digitalisasi saat ini, data pribadi bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang pintar teknologi komputer, tetapi tidak bermoral untuk, diperjualbelikan sesuai kepentingan mereka. Di sinilah seharusnya negara berperan dalam melindungi dan menjaga data pribadi warga negaranya. Bukankah salah satu fungsi negara ialah memberi kenyamanan bagi setiap warga dari kejahatan didunia maya?  

Negara punya wewenang untuk melakukan hal itu. Namun, dalam sistem  kapitalis, negara tidak menggunakan wewenang dan tanggung jawabnya secara optimal karena mereka hanya bertindak sebagai regulator, bahkan ada oknum penguasa ikut berperan sebagai pelaku bisnis digital. Rakyat dijadikan obyek konsumen bisnis mereka.
 
Berlainan dengan sistem Islam. Di dalam Islam, khilafah sebagai sistem paripurna akan mengemban tugas dan amanah sebagai junnah (pelindung) kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Pengurusan umat menjadi prioritas dan  tanggung jawab negara. Amanah ini akan diemban dengan sungguh-sungguh karena didasari oleh akidah bahwa semua tindakan tersebut akan dihisab oleh Sang Pencipta, yaitu Allah Swt.  Peran sebagai pemerintah dipertanggungjawabkan dunia akhirat sehingga  data pribadi pun  akan terjamin keamanan dan kenyamanannya.  

Khilafah akan membangun sistem keamanan data yang  canggih, mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana yang memadai dan terbaik.  Khilafah akan membangun fasilitas teknologi digital yang dibutuhkan dengan sumber dana dari baitul maal sehingga tidak akan kesulitan mencari dana untuk mewujudkan sistem keamanan data. Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh:  Heni Lamajang
Sahabat Tinta Media

Rabu, 21 September 2022

Rizqi Awal: Negara Ini Bangun Teknologi tapi Tak Bangun Keamanannya

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Rizqi Awal mengkritisi terkait serangan hacker bahwa negara ini membangun teknologi tapi tidak membangun keamanannya.

“Mudahnya hacker menyedot data, artinya kita (negeri ini) membangun teknologi tapi tidak membangun keamanannya,” kritiknya dalam Program Fokus Reguler: Hacker, Ancaman Untuk Siapa? Sabtu (18/9/2022) di kanal Youtube UIY Channel.

Menurutnya, kemudahan para hacker mengambil data sedetail mungkin merupakan bentuk kritikan tajam dari para hacker dengan bentuk perlawanan cyber terbaru terkait isu-isu tertentu.

“Dan ini bisa menjadi salah satu bentuk perlawanan terbaru terkait isu-isu tertentu, mereka dengan mudah menyerang, menghentikan akses segala macam suatu wilayah tertentu. Meskipun dilakukan oleh person atau kelompok tertentu, kelompok kecil bukan negara,” tuturnya.

Awal menilai serangan dari hacker Bjorka yang memberikan bocoran-bocoran data umum ke publik menunjukkan belum begitu aman kualitas keamanan data di negara ini.

“Sebenarnya menurut saya menarik, Bjorka memberikan bocoran-bocoran data ini karena ini menunjukkan betapa kualitas keamanan data kita belum begitu aman,” nilainya.
Ia menuturkan bahwa serangan Bjorka menunjukkan betapa keamanan di dunia nyata maupun di dunia maya digital, tidak aman 100 persen.

“Saya tidak tahu motif yang dilakukan Bjorka, data itu disampaikan ke hadapan publik dengan lemparan isu sedemikian rupa, ini tergantung dari motif apa yang dibangun oleh Bjorka sendiri,” tuturnya.

Apabila digambarkan terkait keamanan data, ia mengungkapkan perlu adanya peninjauan ulang kebijakan-kebijakan terkait itu semua dari akar sampai ke daun.

“Ini baru Bjorka, kita belum sampai ke case tertentu yang lebih canggih bahkan bisa jadi mengatur semua aplikasi kita. Terbayang tiba-tiba hacker menghapus semua data. Kita tidak tahu kecanggihan teknologi,” ungkapnya.

Ia mengatakan pentingnya menyiapkan orang-orang ahli teknologi terbaik karena teknologi selalu berubah bahkan bisa berganti.

“Dan apabila kita masih menggunakan teknologi lama sementara yang di luar sudah menggunakan teknologi yang baru maka bisa menimbulkan fenomena-fenomena yang berikutnya,” katanya.

Tentu hal tersebut menunjukkan apabila negara tidak sigap, tidak siaga maka bisa saja ke depannya bukan Bjorka saja tapi banyak hacker lain yang akan melakukan pembobolan.

“Kalau mau melawan negara besar, kita lawan dulu tipikal Asia Tenggara, misalkan Indonesia yang mudah dibobol, kita jadi pintu gerbang dari para hacker,” ujarnya.

Ia mengemukakan kekhawatiran akan kualitas keamanan data jika e-voting dalam pemilu dilaksanakan dan akhirnya terjadi kebocoran data.

“Maka pengambilan data bahkan pengubahan data itu bisa sangat terjadi, apalagi kalau nanti dikaitkan dengan politik. Bagaimana rakyat bisa memberikan rasa aman suara mereka, tidak diotak-atik ketika sampai di level Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti,” ujarnya.

Awal mengatakan data itu penting meskipun hanya sekedar angka-angka saja. Demikian dengan data yang ditampilkan Bjorka walaupun berupa data umum.

“Ketika Bjorka membocorkan data salah satu provider internet maka bagi pelaku pegiat sosial media atau seorang digital marketer, data tersebut dapat mengakses apa saja lalu ia dapat melakukan filling, sebab kemungkinan besar dia akan menjadi sasaran di dalam hal penjualan produk tertentu,” katanya.

Ia mengingatkan pada tahun 2018, pemerintah mengharuskan pendaftaran sim card menggunakan NIK dan no KTP dengan tujuan terhindar dari tindakan penipuan. Tapi faktanya berbanding terbalik.

“Tapi yang terjadi malahan lebih banyak sms penipuan masuk. Hal ini menunjukkan, tidak menjamin data kita aman,” ucapnya.

Pemerintah sedang mencanangkan e-KTP, artinya semua daya kita terekam di e-KTP dengan jalan di tap saja. Menurutnya selama e-KTP difotokopi, juga adanya pengisian data di berbagai tempat pendaftaran berbagai instansi termasuk BPJS, dan samsat yang memiliki gerai di berbagai daerah. Maka e-KTP tidak berfungsi.“Ini menunjukkan data kita belum terpusat, belum rapi,” ujarnya.

Ia mengingatkan pemerintah dan siapa pun yang mempunyai akses ke dunia teknologi, yang menguasai teknologi, artinya dia mempunyai kebijakan penguasaan terkait teknologi (ahli teknologi) berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan-pernyataan yang bisa memancing para hacker.

“Jangan sampai hacker itu terpancing karena ulah pernyataan-pernyataan yang tidak simpatik terkait peristiwa itu (Bjorka), 'hacker jangan melakukan hack ya',” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Selasa, 20 September 2022

Peretasan Data Diperbincangkan, UIY: Islam Sangat Menjaga Privasi

Tinta Media - Menyoroti ramainya publik dalam memperbincangkan peretasan data oleh Hacker, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan bahwa Islam sangat menjaga privasi.
 
“Dalam Islam itu, kalau kita perhatikan penjagaan terhadap privasi seseorang sangat diperhatikan,” ungkapnya di acara Fokus Spesial UIY: Hacker, Ancaman untuk Siapa? Ahad (18/9/2022) melalui kanal Youtube UIY Official.
 
UIY memberikan contoh, kalau masuk rumah harus memberikan salam, kalau tuan rumah meminta pergi harus pergi, hak memberikan salam hanya tiga kali, tidak boleh ngintip, kalau ngintip boleh dicolok matanya. “Ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh sembarangan kepo, ngulik cari tahu apa yang ada dibalik sana,” tegasnya.
 
UIY menjelaskan bahwa privasi itu kaitannya dengan kehormatan. “Jadi inti dari privasi itu kehormatan, apalagi kalau menyangkut hal-hal yang sensitif itu wajib dijaga. Bahkan kalau kita tahu harus melindungi bukan mengumbarnya,” tandasnya seraya menyampaikan sabda Nabi, siapa yang menutupi aib seorang muslim maka nanti di akhirat dia akan ditutupi aibnya oleh Allah SWT.
 
Era Digital
 
Kata UIY di era digitalisasi terjadi  banyak celah, satu sisi memang sangat memudahkan organisasi data,koleksi data, mengolah data menjadi mudah serta memberikan manfaat yang luar biasa. Tapi di sisi lain semakin tinggi teknologi  semakin menuntut security, safety.
 
“Usaha mewujudkan security, safety pasti ada titik kelemahan. Ketika kelemahan itu terkait dengan safety resikonya mungkin kecelakaan. Tapi kalau kaitannya dengan security (keamanan data)  rahasia negara atau terkait dengan informasi-informasi yang sensitif bila terungkap ke publik pasti menimbulkan masalah. Apalagi kalau ke ambil pihak musuh,” urainya.
 
Fenomena Bjorka ini, lanjut UIY menunjukkan bahwa tuntutan safety, security itu mutlak adanya. “Kita tidak tahu seberapa gawat Bjorka itu karena sampai sekarang data yang dirilis kan gitu-gitu saja, belum ada yang betul-betul  bikin geger, “ sambungnya.
 
Mestinya, ucap UIY sebagai sebuah negara itu harus dilawan, dikejar , karena data itu nyawa dari semuanya. “Kalau kita bicara bisnis data, mau bicara politik data, mau bicara pembentukan opini data mau mainin opini data. Mau apa saja sekarang semua data,” terangnya.  
 
UIY  menilai Bjorka ini lawannya rezim. Publik menempatkan diri dalam bentuk harapan terhadap Bjorka. Apalagi menjelang perhelatan 2024 pasti security meningkat. “ Ada pihak-pihat tertentu yang  mencoba menaikan pamor atau citra dari calon tertentu. Sebaliknya ada pihak yang menjatuhkan. Nah ini kan bisa menjadi sangat brutal, sangat liar pertarungan politik itu,” khawatirnya.
 
Dalam konteks Islam, jelas UIY, kita mesti punya kemampuan-kemampuan  digital seperti itu,  tapi digunakan untuk kebenaran, digunakan untuk  amar makruh nahi mungkar.
 
“Amar makruf nahi munkar dengan cara-cara  konvensional ini hari kan tidak cukup. Oleh karena itu  anak-anak muda yang punya talenta harus muncul harus betul-betul ekspert  untuk bisa memanfaatkan teknologi ini untuk kebaikan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
 

Senin, 19 September 2022

BJORKA Meretas Data: Pemerintah Tanggung Jawab

Tinta Media - Publik Indonesia kembali geger lantaran sebuah akun hacker bernama Bjorka mengaku telah meretas jutaan data pribadi warga Indonesia lalu menjualnya kepihak tidak bertanggungjawab. Tidak tanggung-tanggung Bjorka juga mengaku sukses meretas sejumlah data rahasia milik lembaga negara termasuk berhasil menerobos dokumen presiden dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Banyak warga net penasaran siapa sesungguhnya dibalik Bjorka yang masih misterius hingga kini. Bahkan beberapa pejabat tinggi Indonesia dibuat ketar-ketir ulah Bjorka. Konon salah seorang menteri harus mengganti nomor dengan akses nomor Amerika (+1).

Ulah Bjorka yang membuat khawatir warga Indonesia sebab akun data pribadi warga sudah tidak aman. Dampaknya, privasi warga dipreteli secara tidak bertanggungjawab oleh oknum tertentu. Sukses Bjorka meretas data menunjukkan kerapuhan sistem pengamanan big data berbasis internet di Indonesia. Ini sebuah kelalaian. Negara mestinya bertanggungjawab, sebab persoalan kebocoran data pribadi berbasis internet bukan persoalan kewaspadaan individual. Ini persoalan publik yang terkait dengan pengamanan server yang seharusnya negara punya domain otoritas pengendali semua sistem server di negara ini. Sehingga sangat mustahil negara berlepas diri dari tanggungjawab mengontrol perangkat server yang ada. Aneh jika kementerian informasi dan komunikasi sebagai representasi negara, tidak bisa berbuat banyak. Apalagi ahli IT sudah berjibun di Indonesia. Tak masuk akal, tidak berdaya menghadapi hacker semacam Bjorka yang barangkali cuma level kaleng-kaleng.

Isu kebocoran data pribadi oleh ulah Bjorka pada perspektif lain merupakan bukti abainya pemerintah terhadap pelayanan publik di negara ini. Sengkarut kapitalisme sekulerisme yang mengkerat, menjadikan pelayanan publik bertumpu pada asas manfaat dengan mewniscayakan negara berjual beli dengan rakyatnya. Negara sejatinya hanya tersudut kepentingan pasar bebas bukan demi kepentingan pelayanan publik. Akibatnya, sudah bisa ditebak, semua pelayanan termasuk perlindungan segala tumpah darah bangsa Indonesia, tidak akan dianggap jika tidak ada nilai ke-ekonomian. Mungkin perspektif pemerintah, perlindungan data pribadi warga berbasis internet, tidak begitu penting, sebab tidak ada untungnya. 

Sebetulnya bukan persoalan tidak ada untung yang didapat, namun mestinya pemerintah berpikir bahwa perlindungan data pribadi rakyat apalagi menyangkut dokumen rahasia negara adalah super penting. Ini adalah soal pertahanan dan keamanan negara. Pihak luar (asing) yang mencoba meruntuhkan NKRI akan dapat memanfaatkan sejumlah data pribadi rakyat yang diretas guna melakukan infiltrasi. Disinilah bahayanya.

Pada perspektif lain, fenomena Bjorka boleh jadi merupakan salah satu bentuk aksi protes terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang selama ini abai dalam pelayanan publik, seperti masalah pendidikan, kesehatan, maraknya praktik korupsi para penyelenggara negara, yang paling anyar adalah kenaikan harga dasar listrik, gas elpiji, dan BBM. Masyarakat saat ini sedang frustasi dengan kelakuan pemerintah yang tidak peka dengan nasib ekonomi rakyatnya. Bjorka boleh jadi juga merupakan luapan bentuk kekecewaan warga masyarakat terhadap sengkarut ekonomi yang mencekik apalagi dibarengi gelagat pemerintah yang semakin represif yang membungkam kebebasan rakyat menyampaikan pendapat ditambah dengan aparat penegak hukum yang drastis turun kepercayaan masyarakat akibat praktik mafia peradilan, putusan pengadilan yang tidak berpihak keadilan rakyat. Deretan ketidakpercayaan masyarakat itu semakin diperpanjang dengan kasus polisi bunuh polisi.

Kalau mau jujur sebetulnya, hanya sistem kehidupan Islam dalam tatanan politik pemerintahan berbasis syariah Islam, yang mampu memberikan perlindungan lebih baik bagi warganya, sebab baginda Rasulullah telah membebankan kewajiban bagi para pemimpin umat tidak hanya untuk kepentingan pelayanan kesejahteraan rakyat tetapi menjaga marwah warganya. Sebuah kisah masyhur menunjukkan kepedulian Khalifah Al Mu’tashim kepada kehormatan seorang muslimah. Peristiwa itu tercatat dalam kisah Penaklukan Kota Ammuriah di tahun 223 Hijriah. Di tahun 837 Masehi, seorang budak muslimah dilecehkan orang Romawi. Dia adalah keturunan Bani Hasyim, yang saat kejadian sedang berbelanja di pasar. Bagian bawah pakaiannya dikaitkan ke paku, sehingga terlihat sebagian auratnya ketika ia berdiri. Dia lalu berteriak-teriak, “Waa Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”. Berita ini sampai kepada Khalifah. Dikisahkan saat itu ia sedang memegang gelas, ketika didengarnya kabar tentang seorang wanita yang dilecehkan dan meminta tolong dengan menyebut namanya. Beliau segera menerjunkan pasukannya. Tidak tanggung-tanggung, ia menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Ammuriah (yang berada di wilayah Turki saat ini). Pertempuran itu berhasil membebaskan kota Ammuriah dari kuasa Romawi. Tiga puluh ribu tentara Romawi terbunuh, sementara tiga puluh ribu lainnya ditawan.

Dr. Muh. Sjaiful, S.H., M.H.
Indonesia Justice Monitor

Minggu, 28 Agustus 2022

Data Pribadi Bocor (Lagi), MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Lindungi Sekuritas Warga

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan berulangnya kasus kebocoran data pribadi menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme dalam melindungi sekuritas warga sehingga mudah dimanfaatkan oleh para kapital.

“Berulangnya kasus kebocoran data menunjukkan sekuritas warga begitu lemah dan mudah dimanfaatkan oleh para kapital,” tegasnya dalam Program Serba-Serbi MMC: 26 Juta Data Pribadi Diretas, Negara Gagal Menjaga Privasi Rakyat, Selasa (23/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Kasus kebocoran data terjadi sejak perkembangan teknologi kian pesat. Ia tidak memungkiri penggunaan internet untuk kebutuhan bisnis maupun transaksi semakin meningkat. “Salah satu buktinya adalah catatan NielsenIQ yang menyebutkan jumlah konsumen belanja online di Indonesia yang menggunakan E-commerce mencapai 32 juta orang pada tahun 2021, jumlahnya melesat 88 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya 17 juta orang,” ujarnya.
 
Dalam paradigma kapitalisme, ia mengungkapkan angka-angka tersebut bisa dimanfaatkan. “Pasalnya orientasi kapitalisme dalam menjalankan sesuatu harus meraih keuntungan materi semaksimal mungkin, memanfaatkan celah sekecil apa pun,” ungkapnya.  

Hal ini berkaitan dengan dunia marketing, di mana menurutnya angka pengguna E-commerce tersebut dapat direpresentasikan menjadi dua hal, yakni peluang dan persaingan. “Karena di sini akan terjadi pasar besar digital maka peluang itulah yang dimanfaatkan oleh pasar peretas untuk meraup keuntungan,” ucapnya.
 
Ia memaparkan bahwa ada hubungan mutualisme simbiosis antara para peretas dan pebisnis digital. Dari data yang bocor itu, pebisnis digital dapat menentukan produk dan strategi pasar.

“Mereka (peretas) dapat menambang data pribadi pelanggan, kemudian menjualnya kepada para pebisnis digital. Sementara keuntungan para pebisnis digital ketika membeli data, mereka mendapat peluang keuntungan bisnis yang lebih besar,” paparnya.

Kapitalisme terbukti membuat negara begitu lemah perannya. Para kapital mendominasi daripada negara dengan bebas mengeksplorasi dan mengeksploitasi data pengguna.

“Karena kapitalisme membuat dominasi para kapital lebih besar dibanding negara sehingga negara kehilangan kedaulatan untuk menjaga keamanan masyarakatnya termasuk data digital mereka,” tuturnya.

“Padahal data pelanggan adalah data pribadi bukan milik umum sehingga mengambilnya tanpa izin dengan cara meretasnya, lalu memperjualbelikan, dan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu, jelas melanggar privasi pelanggan,” bebernya.

Ia mengatakan negara akan mudah memberi penjagaan, perlindungan, dan sanksi untuk pelaku kejahatan jika sekuritas sebuah negara itu independen.

“Maka publik seharusnya meningkatkan pemahaman bahwa kasus demikian merupakan problem sistemik yang diakibatkan oleh kapitalisme,” katanya.

Solusi Sistemik 

Narator menegaskan bahwa penyelesaian problem sistemik membutuhkan solusi sistemik. “Adapun solusi sistemik tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang disebut Khilafah. Keberadaan Khilafah di tengah umat merupakan perisai atau junnah umat,” tegasnya.  

Sabda Rasulullah SAW, bersabda:
Sesungguhnya seorang Imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang dibelakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza Wa Jalla dan adil maka dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa atau azab karenanya, (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam sistem Islam ia menyatakan bahwa melindungi data warga termasuk dari bagian tugas ini (perisai atau junnah umat).

“Maka dengan memahami sifat dunia digital yang seolah tanpa batas. Khilafah akan memberikan perlindungan dan keamanan akan data-data warga negaranya,” ujarnya.
Ia menjelaskan prinsip dasar yang dibangun oleh Khilafah, yakni:

Pertama, Khilafah akan proaktif tidak reaktif.
“Artinya Khilafah akan fokus pada langkah pencegahan bukan baru bergerak ketika timbul masalah,” tuturnya.

Kedua, Khilafah akan benar-benar menjaga data pribadi warga secara maksimal menggunakan sistem IT terhebat.

Ketiga, Khilafah akan memastikan regulasi dan sinergi antar lembaga yang berhubungan dengan data privasi warga. “Sehingga dapat saling bekerja sama memberi perlindungan,” lanjutnya. 

Keempat, Khilafah akan menerapkan sanksi hukum ta'zir kepada siapapun yang melakukan tindak kecurangan, penipuan, peretasan dan sejenisnya. “Sebab tindakan mereka mengganggu keamanan negara Khilafah,” ucapnya. 

Ia mengatakan untuk yang kelima, yaitu Khilafah akan mendukung kemandirian teknologi perlindungan keamanan data pribadi penduduk.

“Khilafah tidak melibatkan pihak luar (swasta/asing) sehingga negara akan berdaya mengurusi keamanan rakyatnya,” katanya.

Ia mengungkapkan, Khilafah memiliki infrastruktur, instrumen hukum, dan tata kelola yang terintegrasi dengan baik.
“Sehingga Khilafah akan mampu memberikan jaminan keamanan data pribadi warga negaranya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab