Tinta Media: Dana
Tampilkan postingan dengan label Dana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dana. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 September 2024

Dana Pendidikan Diotak-atik, Nasib Rakyat Kian Terusik

Tinta Media - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengusulkan agar rasio anggaran pendidikan mengacu pada pendapatan bukan pada APBN secara keseluruhan. Usulan tersebut secara langsung akan mengubah kebijakan dana pendidikan sebesar 20 persen (cnbcindonesia.com, 10-9-2024). Kebijakan tersebut akan mengaburkan penggunaan anggaran pendidikan tahun depan guna membiayai program makan siang, yang digadang-gadang sebagai program andalan presiden terpilih.

Menyoal wacana kebijakan tersebut, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai kebijakan mandatory spending tersebut penting untuk jangka panjang dan seharusnya tidak diubah (ekonomi.bisnis.com, 6-9-2024). Dana pendidikan yang sudah diplotkan sebesar 20 persen dari APBN, mestinya tidak diotak-atik. Bhima pun memaparkan, walaupun anggaran pendidikan sering dievaluasi karena dianggap tidak tepat sasaran, dan bahkan ada yang menilai terdapat indikasi korupsi, bukan berarti anggaran pendidikan harus dikurangi. Alasan pengurangan dana pendidikan pun dinilai tidak tepat. Mestinya, efektivitas program pendidikan diperbaiki, bukan malah mengurangi anggarannya. Tentu kebijakan tersebut bukanlah keputusan bijak.

Pendidikan dalam Tata Kelola Kapitalisme

Kontan, usulan Menteri Keuangan tersebut mendapatkan berbagai tanggapan kontroversi. Agenda politis menjadi sumber masalah yang mengacak-acak anggaran pendidikan. Pemerintah menganggap sebagian besar anggaran belanja dana pendidikan selama ini, tidak tepat sasaran. Klaim ini menciptakan kebijakan bahwa anggaran pendidikan perlu dipangkas.

Pernyataan Menteri Keuangan yang mengungkapkan perlu adanya tafsir ulang atas mandatory spending 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN menunjukkan abainya negara terhadap nasib pendidikan rakyat. Di tengah masifnya masalah pendidikan yang terus muncul di negeri ini, kebijakan tersebut tentu bersifat kontraproduktif dengan fakta yang ada. Begitu banyak rakyat yang masih kesulitan mengenyam pendidikan dasar yang sebetulnya menjadi kewajiban negara dalam pemenuhannya. Kenyataannya, skema anggaran yang kini telah ditetapkan negara pun masih jauh dari kategori layak bagi standar pendidikan. Semua ini terbukti dengan banyaknya generasi putus sekolah, banyak juga yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi karena sandungan masalah biaya. Lantas, dengan alasan apa negara memutuskan untuk memangkas anggaran pendidikan untuk generasi?

Sayang sekali jika anggaran pendidikan harus dipangkas. Padahal investasi pendidikan  merupakan tabungan jangka panjang dan sangat dibutuhkan rakyat.

Semua fakta ini membuktikan bahwa negara telah abai pada pendidikan rakyat. Negara ini telah sesat pikir saat menganggap anggaran pendidikan yang ada tidak tepat sasaran. Kebijakan terkait pendidikan rakyat terus “dioprek” demi memenuhi program ambisius penguasa.

Inilah tata kelola pendidikan dalam kendali sistem rusak. Sistem kapitalisme sekularistik. Sistem yang menyandarkan segala bentuk kebijakannya hanya pada manfaat dan keuntungan materi. Lagi-lagi, penguasa selalu menjadikan kewenangannya sebagai senjata untuk mewujudkan program ambisiusnya. Tanpa memandang dampak yang dilahirkan dari kebijakan tersebut. Kepentingan rakyat terlalu sering dilalaikan. Karena dalam sistem ini rakyat tidak diposisikan sebagai prioritas yang harus dijaga. Wajar saja, kebijakan yang ada pun tidak pernah diorientasikan untuk memenuhi kepentingan rakyat.

Jelaslah, sistem kapitalisme sekularistik ini sama sekali tidak mampu mengurusi rakyat. Kebijakannya yang menzalimi rakyat telah cukup mengategorikan sistem rusak ini sebagai sistem yang tidak manusiawi mengurusi manusia.

Pendidikan dalam Islam

Islam menekankan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer rakyat yang wajib dipenuhi negara. Islam yang diterapkan sebagai konsep ideologi akan menempatkan umat sebagai satu-satunya tujuan pelayanan yang optimal oleh negara.

Negara senantiasa mengutamakan perannya sebagai pengurus (ra’in) sekaligus perisai (junnah) bagi seluruh urusan umat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”

(HR. Al Bukhori).

Konsep tersebut hanya mampu terwujud dalam satu tatanan yang amanah dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menempatkan pendidikan umat sebagai kekuatan peradaban. Terkait hal ini, khilafah akan menetapkan beragam kebijakan untuk mencerdaskan generasi demi menggapai peradaban gemilang. Diantaranya, menetapkan anggaran pendidikan yang efektif dan optimal melalui sistem ekonomi Islam yang tangguh mengurusi. Sehingga setiap individu rakyat dapat terpenuhi haknya untuk mendapatkan pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi yang merata bagi seluruh umat. Biaya pendidikan ditetapkan murah bahkan gratis untuk seluruh rakyat. Tidak hanya masalah anggaran, khilafah pun akan menetapkan kebijakan yang memudahkan proses pendidikan sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi rakyat. Pendidikan ditetapkan dengan basis akidah Islam yang mengutamakan penerapan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh sehingga mampu melahirkan individu berkepribadian Islam yang tangguh dan mampu memimpin negeri dengan amanah dan bijaksana.

Dengan demikian, tujuan pendidikan akan diraih sempurna dalam tuntunan hukum syarak yang membina. Sempurnanya paradigma Islam yang menjaga kemuliaan dan kekuatan generasi. Hanya dengan Islam, kepentingan rakyat senantiasa terlindungi dalam sistem yang mumpuni.

Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Minggu, 25 Februari 2024

Menyoal Dana Insentif Kinerja untuk Pembagian Sembako



Tinta Media - Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menyalurkan bantuan sebanyak 10.881 paket sembako dan BPJS ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan yang tersebar di seluruh kecamatan di daerah itu. Pembagian sembako ini adalah kedua kalinya yang diberikan oleh Pemkab Bandung. Anggaran tersebut hasil dari insentif kinerja Pemkab Bandung yang diterima dari pemerintah pusat. (ANTARA)

Bupati Bandung Dadang Supriatna menjelaskan bahwa dana insentif kinerja itu sebagai bentuk perhatian Pemkab kepada para pekerja yang rentan dan menjadi prioritas untuk mendapatkan bantuan paket sembako. Ia juga mengatakan bahwa bantuan paket sembako  tersebut merupakan langkah pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi yang menyasar masyarakat yang rawan pangan. 

Selain itu, Pemkab Bandung juga memberikan jaminan sosial melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan apabila mereka mengalami kecelakaan atau kejadian yang tidak diharapkan. Berapa pun biayanya akan ditanggung oleh BPJS. Apabila meninggal dunia, ahli warisnya akan mendapatkan santunan sebesar Rp42 juta, sehingga bisa membahagiakan keluarga masing-masing.

Pemkab Bandung merasa bangga dengan pemberiannya tersebut, karena anggarannya berasal dari kualitas kerjanya. Padahal, pemberian bantuan paket sembako seharusnya sudah menjadi kewajibannya. Apalagi, kualitas kerja seseorang terutama dalam pemerintahan seharusnya tidak mendapatkan penilaian. Akan tetapi, pemerintah pusat wajib mengontrol kinerja bawahannya. 

Dalam sistem kapitalisme, kinerja seseorang selalu diberi penilaian, setelah itu diberikan dana insentif kinerja. Meskipun dana insentif itu bisa memberikan semangat kepada pemerintah daerah, tetapi bukankah sudah seharusnya pemerintah daerah tersebut menunaikan kewajibannya sebagai pengurus urusan rakyat yang ada di daerahnya tersebut? Kemungkinan hal tersebut bisa menimbulkan ketidakikhlasan  dalam menjalankan tugasnya dan ingin meraih penilaian dari pemerintah pusat.

Dalam sistem kapitalisme, pemberian paket sembako yang diberikan pun tidak merata. Misalnya, bantuan dari Pemda Bandung hanya diberikan kepada para pengemudi ojek pangkalan saja, sementara yang membutuhkannya bukan hanya mereka, tetapi seluruh rakyat. Ketidakadilan ini senantiasa terjadi dalam sistem kapitalisme.

Sebagaimana dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah sebagai pemimpin tertinggi wajib mengontrol kinerja bawahannya, apakah sudah melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh khalifah atau belum. 

Sebagai seorang pemimpin, sudah seharusnya khalifah mengurusi urusan rakyat dengan adil tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin, karena sudah menjadi kewajibannya. Negara memosisikan dirinya sebagai pengatur urusan umat, bukan sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Di dalam sistem Islam, negara menjamin kebutuhan rakyat, bukan hanya sekadar pemberian sembako, tetapi juga kebutuhan lain, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan juga keamanan. Wallahu'alam bishshawab


Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 19 November 2022

DANA INSENTIF BUKAN SOLUSI

Tinta Media - Dalam sebuah acara pembukaan Sosialisasi Penyelenggaraan Cadangan Pangan di Grand Shunshin Soreang, Senin (13/10/2022), sekretaris Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menjelaskan bahwa Pemerintah memberikan dana insentif daerah kepada pemerintah daerah Kabupaten Bandung sebesar Rp8,9 miliar dari kementerian keuangan pemerintah pusat. (TIMESINDONESIA, BANDUNG)

Dana ini diberikan karena Kabupaten Bandung dinilai berhasil dalam mengendalikan inflasi daerah. Ini dilihat dari kepedulian Pemkab Bandung dengan membuka (menggelar) pasar murah dan pemberian subsidi BBM kepada supir angkutan umum, serta Bantuan Langsung Tunai ( BLT) atas arahan Bupati Bandung, Dadang Supriatna. 

Amy menyatakan bahwa cadangan pangan pemerintah daerah juga tak luput dari perhatiannya, karena memang sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah. Itu sebagai antisipasi  jika suatu saat terjadi bencana alam. 

Dana insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat Kabupaten Bandung adalah sebuah apresiasi pemerintah pusat yang diberikan sebagai bentuk penghargaan atas kinerja yang dianggap mampu menekan inflasi. Ini karena pemerintah daerah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan-bantuan yang lain.  

Bantuan itu mungkin sedikit membantu masyarakat, tetapi itu hanya bersifat jangka pendek saja, bukan solusi yang mendasar. Sedangkan ekonomi rakyat semakin sulit karena dampak kenaikan BBM. Hal itu berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan pokok lainnya.   Apalagi, dalam pembagian bantuan sering kali terjadi tidak tepat sasaran sehingga menimbulkan gesekan di  masyarakat bawah ataupun aparat desa yang mengurus dana untuk warga. 

Faktanya, kecemburuan sosial pun sering terjadi di masyarakat karena terkadang mereka merasa kurang mendapat keadilan. Seringnya yang mendapat bantuan justru orang yang tidak miskin-miskin amat.  Begitulah fakta yang sering terjadi di masyarakat. 

Inilah buah dari penerapan sistem yang salah dan rusak, yaitu sistem kapitalis sekuler yang berasaskan manfaat, tidak betul-betul mengurusi rakyatnya. Buktinya adalah seringkali terjadi ketidaktransparanan oleh pihak aparat desa atau jajarannya. 

Negara hanya sebagai regulator saja dan selalu tunduk pada oligarki. Karena itu, semua solusi yang diberikan tidak menyentuh akar masalah. Karena itu, dalam sistem ini akan sangat rawan terjadi penyimpangan-penyimpangan dan korupsi yang semakin menggurita. 
Ujung-ujungnya rakyat jugalah yang menderita karena rasa ketidakadilan yang dirasakan. 

Sementara, Islam menjamin semua kebutuhan pokok individu rakyat. Hal itu wajib dipenuhi dan direalisasikan oleh seorang pemimpin (Khalifah). Pemenuhannya bisa secara langsung atau tidak langsung.

Ketika seseorang individu atau kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan, maka pemimpin atau Khalifah akan langsung bertindak dengan dengan cara memberi atau menyediakan lapangan pekerjaan. Itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin dalam sistem Islam. 

Negara juga menjamin dan sangat bertanggung jawab mengenai masalah pangan.  Seorang Khalifah sangat khawatir jika sampai ada rakyatnya yang kelaparan karena tidak adanya makanan yang bisa dikonsumsi.  

Ketahanan pangan dalam Islam sangat mandiri dan kuat karena sistem pengelolaan lahan yang bagus dan selalu produktif  sehingga kelangkaan bahan pokok sangat jarang terjadi. Sumber daya alam yang sangat banyak akan dikelola oleh negara dan hasilnya di kembalikan kepada rakyat. 

Manusia berserikat dengan air, api, dan padang rumput yang kesemuanya itu akan dikelola sesuai dengan aturan yang ada. 
Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum  akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat.

Begitu juga dengan masalah pendidikan dan kesehatan, semua itu akan dijamin  oleh negara khilafah secara gratis. Kalaupun ada biaya, tidaklah mahal. 

Pelayanan kesehatan yang baik selalu menjadi prioritas demi kesejahteraan rakyat. Begitu juga dengan keamanan, negara pasti akan menjamin, karena hal itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin, yaitu harus selalu memberi rasa aman bagi rakyatnya. 

Seorang pemimpin (khalifah) pada saat itu pernah mengutus dokter untuk mengobati Ubah bin Kaab r.a. ( HR. Muslim )

Masalah papan pun dijamin. Negara memastikan bahwa setiap setiap individu memiliki tempat tinggal yang layak. Semua itu adalah bentuk dari kesempurnaan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Hal ini karena seorang Khalifah adalah pengurus rakyat yang semua itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

Begitulah sempurnanya sistem Islam dalam mengatur kehidupan bernegara. Kesempurnaan itu terlihat dalam sejarah kekhilafahan Islam dan pada masa Rasulullah saw. Tidakkah kita menginginkan sistem itu kembali hadir mengatur kehidupan saat ini? Karena kesejahteraan dan semua kemaslahatan hidup tidak akan terwujud jika aturan Islam tidak  bisa diterapkan secara sempurna dalam naungan KHILAFAH.

Wallahu a'lam.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Madia

Senin, 07 November 2022

Ironis, Rakyat Dilanda Krisis Kenapa Dana Parpol Justru Naik?

Tinta Media - Pemerintah melalui Menteri Dalam, Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp1.000 per suara menjadi Rp3.000 per suara. Sebagaimana dipahami bahwa sumber pendanaan partai ada tiga, yakni iuran anggota, bantuan pemerintah, dan sumbangan dari perorangan maupun perusahaan yang tidak pernah disebut asal dana itu.

Anggota Dewan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyebut bahwa dana bantuan partai politik (parpol) perlu ditambah. Subsidi dari negara untuk bantuan keuangan partai tidak signifikan atau hanya memenuhi sekitar 1% dari kebutuhan partai. Ia mengusulkan 50 persen dari kebutuhan partai politik sehingga membuka peluang parpol untuk memiliki otonomi secara finansial.

Namun, usulan tersebut mendapat komentar dari Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Hadar melihat bahwa kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasan lain, yaitu di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Karena itu, kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, dirasa kurang pantas.

Sungguh ironis, pemerintah mendorong kenaikan dana partai agar segera direalisasikan, sementara saat ini rakyat sedang mengalami kondisi ekonomi sulit akibat kenaikan harga BBM dan bahan-bahan pokok.

Parpol dalam Sistem Demokrasi

Parpol dalam sistem demokrasi, baik bercorak Islam maupun umum, pasti tidak terlepas dari transaksi politik. Selain itu, dalam pelaksanaan pemilu, partai politik harus memiliki dana yang tinggi yang digunakan untuk melakukan kampanye. 

Biaya politik yang mahal menjadikan partai-partai politik dalam sistem demokrasi menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana partai. Salah satunya menuntut pemerintah menaikkan bantuan dana parpol yang diatur dalam UU. Bantuan tersebut harus ditanggung oleh APBN yang tidak lain adalah uang rakyat.

Sayangnya, biaya politik yang mahal tidak sebanding dengan hasil yang diraih setelah memenangkan pemilu, yakni terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Ironisnya, pemimpin yang merupakan kader partai terpilih justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Belum lagi UU yang mereka hasilkan saat menduduki kursi kekuasaan justru malah menyengsarakan rakyat.

Lalu, apakah partai yang berdana besar akan memberi perhatian besar pada perbaikan nasib rakyat? Jawabannya tentu tidak. 

Partai politik dalam sistem demokrasi tidak akan membawa pada kebaikan pada rakyat. Sebab, parpol-parpol di atas berdiri dengan landasan sistem demokrasi.

Parpol dalam sistem demokrasi sangat erat kaitannya dengan politik uang dan banyak kecurangan. Kekuasaan dan uang merupakan kunci kemenangan, bukan pada kapabilitas parpol dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial. Suara rakyat mudah dibeli dengan iming-iming sekian rupiah saja, sungguh ironis.

Jargon demokrasi 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat', tetapi tampak hanya isapan jempol semata. Kenyataannya, kekuasaan hanya berpusat pada segelintir orang saja yang memiliki kepentingan, kekuasaan, dan uang, bukan berada di tangan rakyat. Semua yang mereka lakukan demi asas manfaat saja.

Parpol Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, politik tidak sepicik demokrasi yang berasaskan kepentingan dan manfaat. Politik dalam Islam bermakna riayah suunil umat. Artinya, melakukan pengurusan, perbaikan, dan pelurusan atas seluruh urusan rakyat.

Pada dasarnya, keberadaan parpol Islam dalam sistem Islam didirikan untuk melakukan kontrol dan muhasabah terhadap penguasa, terutama terkait dengan penerapan syariat Islam di dalam negeri, serta berbagai kebijakan luar negeri.

Oleh karena itu, berpolitik sangat penting. Tanpa adanya politik, maka urusan rakyat akan terabaikan. Sebab, salah satu fungsi utama parpol dalam Islam adalah muhasabah lil hukam, yakni parpol akan mengawasi berjalannya pemerintah.

Jika penguasa melakukan penyimpangan, maka parpol Islam akan melakukan koreksi dan muhasabah terhadap penguasa. Selain itu, tugas utama parpol Islam yaitu mendidik kesadaran politik umat.

Pada prinsipnya, parpol akan melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan penguasa. Namun, parpol akan memberikan dukungan penuh terhadap Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah selagi sejalan dengan syariat Islam.

Oleh sebab itu, parpol dalam sistem Islam tidak akan pernah berpihak kepada kepetingan penguasa maupun kepentingan rakyat. Parpol berdiri untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika penguasa melakukan kesalahan, maka tugas parpol adalah mengoreksi penguasa. Begitu juga dengan rakyat yang melakukan kesalahan, maka parpol juga akan mengoreksi dan mendidik rakyat agar memiliki kesadaran.
Wallahualam.

Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 18 Oktober 2022

Dana Parpol Naik di Tengah Ancaman Resesi?

Tinta Media - Presiden Joko Widodo, Menko Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kompak mengatakan bahwa perekonomian tahun depan makin gelap. 

Dikutip dari CNN Indonesia pada Selasa (27/09/2022), Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Perkiraan itu ia buat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti AS dan Inggris demi meredam lonjakan inflasi. Ia memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari. 

Ancaman resesi terjadi hampir di seluruh penjuru dunia. Anehnya, Indonesia justru meningkatkan dana bantuan untuk parpol. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat dari Rp1.000,- menjadi Rp3.000,- per suara. 

Sunggung sebuah paradoks yang menunjukkan secara nyata bobroknya sistem kapitalis demokrasi, yang menjadikan penguasa lebih berpihak kepada parpol dibanding rakyat. Sistem politik demokrasi telah menjadikan negara ini abai terhadap nasib rakyat yang terancam hidup sulit, tetapi peduli pada parpol yang akan  menjadi kendaraan politik meraih kursi. 

Dalam sistem politik demokrasi, hal ini mutlak terjadi. Pasalnya, penguasa yang terpilih dalam sistem ini merupakan orang anggota partai. Sementara, partai sendiri tidak mengeluarkan dana yang sedikit untuk memenangkan kontestasi pemilu. Hasilnya, penguasa yang berhasil meraih kursi kekuasaan berutang besar pada partai. Sebagai timbal baliknya, penguasa tentu saja harus berpihak kepada partai. 

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme ini telah menjadi penyebab utama terjadinya resesi. Resesi adalah suatu keadaan di saat ekonomi negara negatif dalam dua kuartal atau lebih secara berturut-turut. Resesi bisa membuat perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran karena ekonomi tidak bergerak. Akibatnya, jumlah orang miskin akan bertambah, jumlah penganguran akan meningkat, dan daya beli masyarakat pun akan semakin melemah. 

Sistem ekonomi kapitalisme ini dibangun dari pondasi struktur ekonomi yang semu, yaitu sektor ekonomi yang non-riil, bukan sektor ekonomi yang sesungguhnya (sektor riil). Sektor non-riil ini dikembangkan oleh negara-negara kapitalis untuk melakukan investasi secara tidak langsung, yaitu melalui pasar modal dengan membeli saham-saham yang ada di pasar modal. Yang terjadi, nilai ekonomi non-riil, seperti transaksi di lantai bursa saham melebihi nilai transaksi barang dan jasa, sehingga sistem ekonomi ini sangat mungkin menjadikan ekonomi ini bisa meledak sewaktu-waktu. 

Di tengan kehidupan yang sulit saat ini, ditambah ancaman resesi global, umat benar-benar membutuhkan penguasa yang peduli dan mengurus kebutuhannya. Umat juga membutuhkan sistem politik-ekonomi yang menjamin kesejahteraan mereka. Jawabannya ada pada sistem Islam. 

Dalam Islam, seorang penguasa atau pemimpin adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya, dan kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat atas amanah kepemiminannya itu.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw: “Imam adalah raain (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnnya.” (HR Bukhari) 

Kepemimpinan dalam Islam sendiri dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat, artinya seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Dia wajib menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam tauhid dan ketakwaan kepada Allah Swt. serta wajib memenuhi kebutuhan dasar mereka. 

Dalam menjalankan tanggung jawabnya, seorang khalifah (pemimpin) akan merujuk pada politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam merupakan kebijakan negara yang fokus pada kesejahteraan setiap individu masyarakat, bukan sekadar kesejahteraan negara secara makro, yang tertulis dalam angka namun nyatanya banyak rakyat hidup miskin dan mati kelaparan. 

Dalam upaya menjamin kebutuhan primer setiap individu yang hidup di dalam sistem Islam, negara akan menempuh tiga strategi kebijakan. 

Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok individu berupa sandang, pangan, dan papan kepada individu. Hal itu dilakukan dengan cara mewajibkan setiap pria yang baligh, berakal, dan mampu untuk bekerja. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang halal seluas-luasnnya, juga membangun iklim kondusif untuk usaha dan investasi yang juga halal. 

Kedua, jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri serta orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli waris dan kerabatnya. 

Ketiga, jika dengan strategi kedua kebutuhan pokok belum juga terpenuhi, maka beban tersebut beralih pada negara. Artinya negara menanggungnya dengan menggunakan harta yang ada di kas baitul mal, termasuk harta zakat. Sementara untuk jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung yang diambil dari harta baitul mal dari pos kepemilikan umum. 

Sistem ekonomi Islam memiliki pertahanan yang kuat dalam menghadapi resesi. Ada beberapa mekanisme yang akan dijalankan khilafah untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Pertama, melarang penimbunan harta (kanzul mal) yang akan menarik perputaran uang di masyarakat, termasuk harta yang disimpan atau ditahan dalam berbagai bentuk surat berharga. 

Kedua, mengatur kepemilikan. Islam melarang privatisasi sehingga aset seperti sumber daya alam dalam deposit melimpah tidak boleh dikuasi korporasi. 

Ketiga, Islam menerapkan mata uang yang tidak palsu, yaitu mata uang berbasis emas dan perak. Ketika mata uang berganti, transaksi akan memiliki nilai yang sama antara peredaran jumlah uang dengan barang dan jasa. Sehingga ekonomi pun stabil dan produktif. 

Keempat, menghentikan transaksi ribawi yang menjadi pangkal masalah ini dan juga untung-untungan (spekulatif). 

Kelima, penerapan zakat mal dalam regulasi negara. Zakat mal akan digarap serius bukan untuk infrastruktur, melainkan disalurkan kepada delapan kelompok yang telah diatur dalam Islam. 

Hal inilah yang menjadi rahasia bagaimana Khilafah Islam mampu memiliki perekonomian yang kuat, produktif dan anti resesi selama 13 abad.

Oleh: Gusti Nurhizaziah 
Aktivis Muslimah


Minggu, 04 September 2022

Benarkah Dana Pensiun PNS Itu Beban Negara?

Tinta Media - Pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sri Mulyani terkait dana pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi perhatian publik. Eks pejabat Bank Dunia itu menganggap dana pensiunan PNS menjadi beban negara karena menghabiskan Rp2.800 triliyun dari APBN. Ia menginginkan adanya perubahan yang signifikan terhadap skema pensiunan pegawai pelat merah.  

Pemerintah mempertimbangkan perubahan skema dari yang sebelumnya pay as you go menjadi fully funded. Skema fully funded ini berarti pemerintah menyisihkan dana pensiun bagi setiap PNS secara sistematis tiap bulannya semenjak PNS itu mulai bekerja.

Pernyataan Menkeu ini membuat publik meradang. Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan pun menyesalkan anggapan pemerintah yang menyatakan bahwa dana pensiunan PNS membebani negara. Menurutnya, hal ini sangat janggal dan memberi kesan bahwa pemerintah tidak menghargai pengabdian PNS untuk negara.

Syarief menerangkan bahwa PNS merupakan unsur penyelenggara negara yang berjasa dalam memberikan pelayanan publik agar berjalan dengan baik. Pengabdian mereka ini sangat layak mendapatkan apresiasi, terlebih di hari tuanya. Ia menegaskan bahwa pensiunan PNS bukanlah beban negara sebagaimana tendensi yang berulang kali disampaikan pemerintah.

Merujuk pada ketentuan Pasal 6 ayat (1) PP 25/1981 yang kemudian telah diubah dengan PP 20/2013 tentang Asuransi Sosial PNS, PNS diwajibkan membayar iuran sebesar 8 persen dari penghasilan per bulan selama mengabdi menjadi PNS. Syarief menyebut iuran ini nantinya akan digunakan sebagai dana pensiun dan jaminan hari tua setelah PNS pensiun. Sehingga, sebagian dari dana pensiun PNS adalah potongan penghasilan setiap bulan yang memang merupakan hak para pensiunan (detikfinance, 28/8/2022).

Pandangan Kapitalistik

Setiap orang pasti menginginkan jaminan pemenuhan kebutuhan dalam hidupnya. Tak sedikit yang menganggap bahwa karir PNS dinilai menjanjikan kesejahteraan. Oleh karena itu, posisi tersebut selalu diidam-idamkan oleh masyarakat saat ini. Selain setiap bulan PNS mendapat kepastian gaji, begitu datang masa purna kerja, ia akan mendapat jaminan hari tua dari uang pensiun.

Uang pensiun merupakan dana atau uang yang diberikan pada seseorang setelah purna kerja atau pensiun. Batas usia pensiun PNS minimal 58 tahun dan maksimal 65 tahun. Undang-Undang (UU) yang mengatur uang untuk pensiunan ini diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang dana pensiun. Pada umumnya, dana ini disetor dengan sistem cicilan setiap bulan atau setiap pegawai gajian. 

Sistem pensiun sudah ada sejak dulu mengikuti UU No.11 Tahun 1969. Pensiunan yang sudah habis masa bakti kerjanya tetap akan mendapat gaji (pension). Ini adalah haknya karena telah mengabdi pada negara dan bangsa dengan dana yang sebenarnya diambil dari pemotongan gaji setiap bulan. 

Maka sungguh aneh jika pemerintah mengelak memberikan hak pensiunan secara layak karena dianggap membebani. Padahal sebagian dana pension tersebut adalah simpanan pensiunan saat masih bekerja dan dana tersebut diinvestasikan oleh pemerintah. 

Inilah pandangan negara yang menerapkan sistem kapitalis neoliberal. Negara memosisikan rakyat sebagai beban. Setiap bentuk pelayanan negara terhadap rakyat, misalnya subsidi, dana pensiun, dan sebagainya dianggap membebani APBN. Padahal, dana APBN pun sebagian besar berasal dari rakyat melalui penarikan pajak.

Dalam sistem kapitalis, rakyat dipaksa harus mandiri, berjuang menjamin pemenuhan kebutuhannya sendiri. Rakyat berusaha meraih kesejahteraan hidup dengan usahanya masing-masing. Negara tak benar-benar berpihak pada rakyat, tak serius mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Pandangan Islam 

Sebaliknya, Islam memiliki cara pandang yang khas. Islam memandang bahwa rakyat adalah amanah. Pemimpin dalam Islam harus bisa menjalankan fungsi pelayanan kepada rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw., 

"Penguasa adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus" (HR. Bukhari).

Maka, negara wajib memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan dan menjamin kesejahteraannya. Haram hukumnya jika negara sampai menelantarkan mereka. Negara wajib hadir untuk meringankan beban rakyat karena itu adalah amanahnya. Kelak, penguasa akan mempertanggungjawabkan amanah tersebut di hadapan Allah Swt.

Islam Memuliakan Pensiunan (orang tua/lansia)

Adapun terhadap pensiunan (orang tua/lanjut usia), negara akan memberikan perhatian pada mereka. Terlebih jika mereka telah berjasa besar terhadap Islam dan umat, negara akan sangat memuliakannya. Jika mereka tidak memiliki nafkah karena sudah tak sanggup bekerja, maka mekanisme pemenuhan nafkah mereka diserahkan kepada anggota keluarga, terutama anak laki-lakinya.

Negara akan menanamkan paradigma berpikir pada umat akan pentingnya memuliakan orang tua. Negara mendorong setiap anak untuk berbakti pada orang tuanya atas dasar keimanan dan mengharap rida Allah Swt. Ini yang akan mendorong umat untuk benar-benar mengamalkannya,

"Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya" (HR. Ahmad, Turmudzi, dan Ibn Majah).

Jika anak atau keluarganya tidak memiliki kecukupan materi untuk menanggung nafkah kedua orang tua dan tidak mampu merawat karena sakit-sakitan misalnya, maka negaralah yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan merawat orang tua tersebut dengan layak.

Negara akan membangun rumah sakit untuk merawat warga yang lanjut usia. Pun, menyediakan rumah-rumah panti jompo yang dikhususkan bagi warga lanjut usia yang tidak memiliki anak atau keluarga yang menanggung mereka.

Bila pensiunan memiliki tanggungan, maka negara akan memberikan sokongan untuk menunaikan tanggung jawabnya. Jika ia meninggal dalam keadaan memiliki utang dan tidak memiliki ahli waris, maka negara wajib membayarnya. Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) dari Nabi saw bersabda,

"Barang siapa meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan tanggungan, maka kami yang menjaminnya" (HR. Bukhari).

Begitulah periayahan negara terhadap pensiunan (orang tua/lanjut usia). Kesejahteraan akan dirasakan oleh para pensiunan (orang tua/lansia) juga oleh seluruh rakyat dalam sistem Islam karena negara serius mewujudkannya. 
Wallahualam bishawab

Oleh: Lussy Deshanti Wulandari 
Pemerhati Umat

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab