Tinta Media: DPR
Tampilkan postingan dengan label DPR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DPR. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Juli 2023

Ini Penyebab Munculnya Ketidakpercayaan Publik terhadap Parpol dan DPR

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengurai sebab munculnya ketidakpercayaan publik terhadap partai politik (parpol) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Munculnya ketidak percayaan terhadap parpol dan DPR sudah menjadi konsekuensi logis. Sebab, realita parpol maupun DPR yang digadang-gadang sebagai wakil aspirasi rakyat, justru tidak membela kepentingan rakyat," urainya dalam program Serba-Serbi: Kepercayaan Publik pada DPR dan Parpol Rendah, Buah dari Sistem Kapitalisme, di kanal YouTube MMC, Kamis (6/7/2023).

Ia menjelaskan, sudah banyak bukti terkait hal ini, diantaranya kebijakan Undang-undang Ciptaker yang begitu kontroversial. Rakyat telah bertahun-tahun melakukan penolakan sejak masih menjadi RUU. 

RUU ini pun mendapat banyak kritik terkait substansi dan proses pengajuannya, namun faktanya DPR tetap melegalkan RUU ini menjadi Undang-undang," jelasnya.

Bahkan menurutnya lagi, sangat terlihat anggota dewan yang diklaim sebagai wakil rakyat, justru hanya menjalankan amanah partai sebagai petugas partai.

"Belum lagi parpol saat ini, tidak lebih hanya pendulang suara saat Pemilu. Padahal tugas mereka seharusnya adalah mendidik kesadaran politik umat," ucapnya.

Narator mengungkapkan, publik bisa melihat betapa banyak parpol yang masih melakukan rekrutmen dengan kaderisasi politikus instan agar partai politiknya masuk kualifikasi KPU.

"Alhasil, politikus yang ada bukan karena kapabilitasnya, melainkan karena modal dan popularitasnya," ungkapnya.

Ia pun menyatakan, inilah konsekuensi dari penerapan sistem sekularisme demokrasi sebuah sistem yang menegasikan (menyangkal) aturan Allah SWT dalam kehidupan manusia.

"Dan justru memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia," pungkasnya. [] Muhar

Minggu, 02 April 2023

DPR: DEWAN PERWAKILAN PARTAI, MASIH PERLUKAH KITA IKUT PEMILU?

Tinta Media - Kita patut apresiasi pernyataan jujur dari Bambang Pacul (Bambang Wuryanto), yang menyatakan bahwa dirinya sebagai anggota DPR tidak punya otoritas untuk mewakili rakyat. Entah lugu atau keceplosan, Bambang Pacul secara eksplisit menyatakan, dirinya termasuk juga 'korea' kolega lainnya (baca: badut-badut Senayan), hanya garang didepan publik, namun takut pada pimpinan partainya masing-masing.

Hal itu disampaikan Bambang Pacul saat menjawab permintaan Mahfud MD agar DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Prinsipnya, Bambang justru mendorong Mahfud MD untuk melobi pimpinan partai, karena hakekatnya anggota DPR di senayan adalah kepanjangan tangan partai.

Tanpa pengakuan Bambang Pacul, sebenarnya publik sudah paham bahwa politisi di DPR itu hanya menjadi Wakil Rakyat saat kampanye Pemilu. Saat kampanye itulah, rakyat benar-benar dimanjakan oleh politisi.

Ada yang berkunjung, bagi-bagi kaos, hingga amplop merah berisi duit dengan cover 'Harta Zakat'. Rakyat, juga selalu menjadi materi ulasan dalam setiap pidato kampanye politik.

Namun setelah politisi mendapatkan suara, menjadi anggota DPR, maka sepenuhnya anggota DPR menjadi milik partai, kepanjangan tangan partai. Meminjam istilah yang dipopulerkan PDIP, seluruh anggota DPR pada hakekatnya adalah petugas partai.

Yang punya kedaulatan terhadap DPR adalah partai, bukan rakyat. Maka, wajar saja UU Cipta Kerja yang ditolak rakyat malah disahkan oleh DPR. Kenapa demikian? Karena perintah pimpinan partai mengesahkan UU Cipta Kerja.

Kalau sudah demikian, masih relevan-kah kita ikut Pemilu? Memilih wakil rakyat, yang selanjutnya menjadi petugas partai?

Masih mungkinkah, akan ada perubahan jika karakter badut-badut di Senayan, seperti yang diceritakan Bambang Pacul?

Pada kenyataanya, kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi sejatinya hanya mitos, hanya utopia. Yang berdaulat, sejatinya adalah kapital. Dan partai, bisa dikendalikan dengan kapital, selanjutnya anggota DPR tinggal dikendalikan via partai.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pernah menyebut pemodal cukup merogoh ongkos Rp 1 Triliun untuk menguasai partai politik di Indonesia. Menurut Bamsoet nominal itu berdasarkan pengalamannya selama berkiprah di dunia politik di Indonesia.

Kalau ada 11 Partai Politik, berarti hanya cukup Rp. 11 triliun untuk menguasai APBN Indonesia yang nilainya Rp3000 triliun per tahun. Jika bisa mendapatkan untung 10 % saja dari nilai APBN, maka oligarki dengan kekuatan kapitalnya bisa memperoleh kocek Rp300 triliun per tahun. Padahal, modalnya hanya Rp11 triliun.

Jika Rp11 triliun ini bisa mengendalikan partai selama 5 tahun, maka oligarki akan mendapatkan keuntungan totalnya Rp1500 triliun, dengan memerintahkan anggota DPR lewat partai, untuk mengelola APBN dengan corak yang menguntungkan oligarki.

Misalnya, bikin proyek biodiesel, yang main oligarki. Bikin proyek IKN, yang untung oligarki. Bikin kebijakan hilirisasi, yang main perusahaan oligarki. Dst.

Begitulah sistem politik demokrasi, masih mau bertahan? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Sabtu, 25 Maret 2023

SUDAHLAH ARTERIA DAHLAN, PENJARAKAN SAJA MAHFUD MD DAN SELURUH ANGGOTA DPR, TERMASUK ANDA!




"Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator) ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,"

[Arteria Dahlan, Selasa 22/3]

Tinta Media - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyebut seorang pejabat negara berkewajiban merahasiakan dokumen terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jika melanggar, maka mengacu Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, bisa diancam pidana paling lama 4 tahun penjara. Dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU 8 tahun 2010 wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut.

Seperti diketahui, rapat Komisi III DPR bersama PPTAK untuk mendalami data yang disampaikan Menko Mahfud MD soal adanya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan. Bahkan kemarin, dia menyebut kembali setelah diteliti transaksi lebih dari Rp300 triliun yakni mencapai Rp349 triliun.

Mahfud menyebut transaksi ratusan triliun itu bukan berkaitan dengan korupsi. Melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang yang disebutnya lebih berbahaya dari korupsi. Transaksi mencurigakan itu paling banyak di Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.

Melalui rapat DPR inilah, masyarakat juga makin tahu fakta transaksi cuci uang Rp349 triliun itu. Jadi, DPR mengamplifikasi temuan Mahfud MD melalui sidang yang dilakukan DPR, disiarkan dan diketahui oleh publik.

Arteria tak perlu menggunakan inisial Menko, sebut saja Mahfud MD yang membocorkan. Katakan saja, Mahdud MD terancam 4 tahun penjara karena membocorkan data cuci uang di Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun.

Agar fair, penjarakan juga anggota DPR yang ikut menyebarkan info tersebut, termasuk Arteria Dahlan yang ikut mengabarkannya kepada publik. Kalau anggota DPR masuk penjara, semoga agak berkurang masalah di negeri ini.

Kami rakyat sakit hati, ada Rp 349 triliun dana cuci uang di Kemenkeu. Kami tambah sakit hati, atas parodi jahat iblis di Senayan yang bertindak layaknya malaikat. 

Kami terus dipungut pajak, tapi harga BBM naik, listrik naik, kebutuhan hidup naik, semua serba naik. Setelah pajak dikumpulkan, ternyata hanya untuk memperkaya Rafael Alun Trisambodo.

Tidak cukup itu, makin sakit hati kami memdengar kabar Rp 349 triliun dana cuci uang berseliweran di Kemenkeu. Kami cari duit seperak dua perak banting tulang peras keringat, pejabat seenaknya cuci uang, dari maling uang rakyat dan kejahatan lainnya.

Astaghfirullah, hidup di negeri sendiri tetapi seperti dibawah kungkungan penjajah. Dahulu, dijajah belanda. Sekarang, dijajah bangsa sendiri.

Tangkap saja Mahfud MD yang bikin gaduh. Tangkap juga PPATK yang membocorkan data itu, karena sumbernya dari PPATK. Tangkap juga semua anggota DPR yang bikin gaduh. Mungkin, setelah itu negeri ini sedikit reda masalahnya. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Senin, 14 November 2022

RKUHP: HINA POLISI, JAKSA & DPR, BISA DIPENJARA 1,5 TAHUN, REZIM ZALIM ANTI DEMOKRASI?

Pemerintahan yang baik akan diapresiasi bahkan akan dipuji rakyatnya. Tak perlu takut akan dihina rakyat.

Tinta Media - Lagi, publik dibuat Gaduh. Rakyat kembali dibuat resah dan gelisah. Pasalnya, Awal November ini Rejim Jokowi mengajukan RKUHP yang salah satu pasalnya kembali mengancam rakyat. Siapa saja yang hina polisi, jaksa, DPR, dll. bisa dipenjara 1,5 tahun. Jelas ini spiritnya mengancam rakyat dan ingin memenjarakan rakyat. Padahal di banyak negara semangatnya membebaskan rakyat dan mengosongkan penjara. Termasuk negeri Belanda yang dulu menjajah negeri ini dan dijadikan kiblat dalam soal hukum negeri ini. Bahkan KUHP warisan penjajah Belanda itu masih kita pakai.

Rancangan tersebut sudah dimasukkan ke DPRRi untuk dibahas dan di sahkan. Banyak pihak menyayangkan munculnya pasa tersebut. padahal dahulu pasal tentang penghinaan kepala negara sudah dihapus. Kenapa justru muncul lagi pasal seperti itu? 

Lantas mengapa pemerintahan Jokowi mengajukan pasal tersebut? apakah layak didukung dan diberlakukan di negeri ini? Dalam masalah tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:

PERTAMA, Tak boleh menghina. Menghina siapa pun adalah perbuatan hina. Orang yang berbudaya dan beragama tak akan berbuat hina. Menghina orang atau aparat negara Jelas tidak sesuai dengan budaya kita yang sangat religius. Tak ada satu agama pun yang menyuruh kita melakukan perbuatan hina. Apalagi menghina orang lain maupun aparat dan lembaga negara. 

Oleh karenanya, Jika ada orang melakukan perbuatan hina itu hanya ada dua kemungkinan, pertama; orang tersebut sedang khilaf dan melanggar ajaran agama. Atau kondisi yang kedua, orang tersebut tak beragama sehingga melakukan perbuatan hina itu. Maka menjadi kewajiban negara untuk membuat orang makin taat kepada ajaran agamannya sehingga negara tak perlu kerja keras mengajari rakyat untuk tak melakukan perbuatan hina. Bahkan tak perlu menakuti rakyatnya dan mengancam dengan penjara.

KEDUA, Tugas negara melindungi rakyat bukan mengancam memenjarakan rakyat. Pasal yang terkait ancaman akan memenjarakan hingga 1,5 tahun bagi yang menghina aparat menunjukkan semangat memenjarakan rakyat. Padahal dalam konstitusi tegas disebutkan tugas negara itu melindungi segenap rakyat. Bukan malah hendak memenjarakan rakyat. 

Di sisi lain penjara sudah kelebihan kapasitas. Sangat berbeda dengan di negeri Belanda yang jadi kiblat hukum negeri ini. Bahkan KUHP itu warisan penjajah Belanda dan kita gunakan di negeri ini. Di Belanda penjara sudah banyak yang kosong bahkan di sewakan karena pendekatannya semangat membebaskan rakyat. Namun kita malah sebaliknya punya semangat memenjarakan rakyat. Ini tentu sudah melenceng dari konstitusi. 

KETIGA, Tugas negara mencerdaskan bukan memenjarakan rakyat. jika rakyat cerdas maka yang keluar dari ucapannya adalah ujaran yang baik dan penuh adab alias beradab. Rakyat yang cerdas tidak akan melakukan perbuatan hina atau menghina orang lain.

Kewajiban negara bekerja keras dan fokus menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan rakyatnya. Pemerintah yang baik mestinya Merancang regulasi dan menjalankannya dengan baik. Bukan malah membuat rancangan aturan yang mengancam rakyatnya. Bahkan hendak memenjarakan rakyatnya ditengah sesaknya Lapas karena kelebihan kapasitas.

KEEMPAT, Pemerintah yang baik membuat rakyat sulit mengkritik. Hendak mengkritik saja sulit karena tak ada celah dan saking baiknya. Apalagi hendak menghina. Kalaulah ada rakyat yang coba menghina pemerintahan yang baik maka rakyat yang lain tentu akan mengoreksinya. 
Maka rezim hendaknya sibuk memperbaiki kinerja sehingga menjadi pemerintahan yang baik. bukan malah punya semangat memusuhi rakyat bahkan punya semangat menghukum dan memenjarakan rakyat. 

Perlu kita beri nasihat & dorong agar rezim ini memahami tugasnya terhadap rakyat. Juga memahami kewajibannya sesuai konstitusi. 
Semoga negeri ini diberikan pemimpin yang baik dan menjalankan sistem pemerintahan yang baik sehingga terlimpah barokah dari langit dan bumi… aamiin. 

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. Pamong Institute

Referensi:
https://pamongreaders.com/rkuhp-hina-polisi-jaksa-dan-dpr-bisa-dipenjara-15-tahun-rezim-zalim-anti-demokrasi

Minggu, 06 November 2022

YANG MELEMAHKAN KPK ITU PRESIDEN JOKO WIDODO, DPR RI ATAU KEDUANYA?


Tinta Media - Mahfud MD tiba-tiba buka suara di channel Rocky Gerung (20/10). Mahfud menuding, DPR menghalangi Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu pembatalan UU KPK (UU No. 19/2019). Bahkan, menurut Mahfud Asrul Sani DKK di DPR RI mengancam akan menolak Perppu yang diterbitkan Presiden.

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat akan mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Mahfud menyebut Perppu tak jadi dikeluarkan karena adanya ancaman penolakan dari DPR.

"Ketika Presiden mau membuat Perppu tentang KPK, Presiden, 'Udah-lah, buat KPK ini, buat kita Perppu, batalkan undang-undang', tapi Anda bayangkan kalau Perppu itu dibuat, lalu KPK masih yang lama sesuai dengan yang Perppu, sementara DPR mengancam 'kalau Perppu dikeluarkan, kami tolak'," kata Mahfud dalam bincang-bincang bersama Rocky Gerung di YouTube RGTV Channel, seperti dilihat Kamis (20/10/2022).

Namun, klaim Mahfud MD ini dibantah DPR. Menurut Asrul Sani, Mahfud hanya berpersepsi, saat itu Mahfud MD belum masuk kabinet menjadi menteri Joko Widodo. 

Arsul Sani menyebut ancaman penolakan Perppu KPK itu adalah pemahaman Mahfud Md saja.

"Yang disampaikan oleh Mahfud Md itu kan pemahaman dia atas situasi yang ada terkait dengan ribut-ribut soal UU KPK yang merevisi UU KPK sebelumnya. Tidak semua hal yang dikutip dalam pemberitaan di atas dan disebut sebagai dikatakan Pak Mahfud Md itu mencerminkan dengan persis proses tarik-menariknya antara keinginan sejumlah kalangan agar Presiden menerbitkan Perppu KPK dengan fraksi-fraksi di DPR yang baru saja menyetujui UU revisi atas UU KPK," kata Arsul saat dihubungi awak media, Kamis (20/10).

Sebenarnya, soal pemberantasan korupsi menjadi 'babelieut' pasca UU KPK direvisi, memang benar. KPK dilemahkan sejak terbitnya UU No 19 Tahun 2019.

Tapi soal klaim Mahfud MD DPR menghalangi Presiden untuk terbitkan Perpu, saya kira itu halusinasi. Perppu itu produk eksekutif, hak prerogratif Presiden. Justru, kalau Presiden terbitkan Perppu kemudian ditolak DPR, baru kita bisa salahkan DPR.

Faktanya Presiden Joko Widodo tidak terbitkan Perppu. Lalu menyalahkan DPR, dengan dalih DPR akan menolak dan akhirnya produk kebijakan dan tindakan berdasarkan Perppu menjadi tidak bernilai.

Namun, apakah DPR suci? justru biang keroknya ada di DPR. UU No 19/2019 yang melemahkan KPK itu produk DPR. Kesimpulannya, Presiden dan DPR sama-sama bertanggungjawab atas pelemahan KPK.

Tapi, sekaligus diuntungkan. Kaesang dan Gibran kasusnya dihentikan KPK, presiden untung. Ini hasil revisi UU KPK. Sejumlah politisi di Senayan juga lepas dari jerat KPK, ini juga berkah bagi DPR. Dan Syamsul Nur Salim ikut ngalap berkah, kasusnya di SP3 oleh KPK, tidak lama setelah revisi UU KPK.

Udah, akui saja pelemahan KPK itu desain Presiden dan DPR. Tidak usah saling menyalahkan. Wong faktanya, semua saling diuntungkan? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 04 Oktober 2022

LBH Pelita Umat: Keputusan DPR Pecat Hakim MK, Tidak Sah

Tinta Media - Menyorot pemecatan  Hakim Mahkamah Konstitusi  (MK) Aswanto oleh DPR dinilai oleh Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan SH MH sebagai pemecatan  tidak sah.
 
“Keputusan DPR memecat Hakim MK tidak sah. Karena tidak sesuai dengan ketentuan UU Mahkamah Konstitusi, masa jabatan hakim MK ditambah. Hakim MK Aswanto yang sedianya berakhir pada 2024 ditambah menjadi 2029 dengan UU MK masa tugasnya di Mahkamah Konstitusi itu sampai Maret 2029. Oleh karenanya, tambah lima tahun. Dengan tindakan dari DPR kemarin melanggar prosedur hukum. Maka itu tidak sah,” tuturnya kepada Tinta Media Sabtu (1/10/2022).
 
Menurut Chandra,  keputusan DPR RI tersebut tidak sah kecuali Presiden mengeluarkan Surat Keputusan atau Keputusan Presiden pemberhentian tersebut. Sehingga "bola ini" selanjutnya berada di tangan Presiden untuk memberikan atau tidak memberikan tanggapan atas keputusan DPR tersebut.
 
“Jika Presiden menyetujui tindakan DPR RI maka ini merupakan perbuatan melawan prinsip non-intervensi. Terlalu vulgar menunjukkan intervensi kekuasaan kepada proses hukum,” ujarnya.  
 
Intervensi kekuasaan, sambung Chandra,  dalam berbagai kasus yang bersinggungan dengan kepentingan penguasa, pengaruh kekuasaan terhadap kekuasaan kehakiman berpotensi melahirkan berbagai putusan yang tidak mampu memberi rasa keadilan.
 
“Tindakan intervensi tersebut dapat disebut ancaman kepada hakim MK. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Dengan adagium-nya yang  terkenal ia menyatakan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut),” paparnya.
 
Kekuasaan yang dominan tanpa pengawasan hukum yang efektif, ucap Chandra, tentu akan menimbulkan kekuasaan yang otoriter.
 
“Oleh karena itu intervensi kekuasaan terhadap hukum, harus dihentikan,” tandasnya.[] Irianti Aminatun

Jumat, 02 September 2022

DPR SETUJU BBM NAIK 30 %, INI SUARA WAKIL RAKYAT ATAU WAKIL PENJAHAT?

Tinta Media - Namanya Dewan Perwakilan Rakyat, semestinya aspirasinya mewakili rakyat. Lain soal, kalau Dewan Perwakilan Penjahat, ya silahkan menampung dan menyuarakan aspirasi penjahat.

Namun faktanya kenaikan harga BBB yang dikeluarkan pemerintah disetujui DPR. Bila pemerintah benar-benar ingin menaikkan harga BBM subsidi, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengusulkan kenaikan harga BBM Pertalite sebesar 30% menjadi Rp 10.000 per liter.

Lah, ini DPR sudah bertanya belum kepada rakyat ? Kalau suara rakyat, jangankan 30 %, 1 % pun rakyat ogah BBM dinaikan. Beban rakyat sudah berat, jangan ditambah lagi dengan kenaikan BBM jenis Pertalite dan Solar.

Dalih DPR, harga keekonomian Pertalite bisa mencapai Rp 17.000 per liter saat ini. Ga sekalian saja, harga keekonomian (baca : harga untung beliung) per liter Rp 30.000, disamakan dengan Singapura. Agar sejalan dengan curhatan Jokowi.

Enak saja DPR menyetujui kenaikan BBM, bahkan menyebut angka 30 %. Bukannya menolak, dan memberikan alternatif solusi, ini DPR seperti tukang stempel, hanya menjadi alat legitimasi eksekutif.

Jangan hanya berbusa bicara asumsi harga minyak sudah naik dari US$ 65 per barel menjadi US$ 100 per barel. Sebab, saat pandemi harga minyak dunia jatuh dibawah US$ 20 per barel, DPR tidak pernah bersuara menuntut penurunan harga BBM ?

Kalau alasan kenaikan harga BBM tak terelakan, karena subsidi akan membebani negara, membebani APBN. Pertanyaannya, DPR itu wakil rakyat atau wakil pemerintah ? Harusnya DPR memikirkan beban rakyat, APBN biar diurus pemerintah.

Lagipula, kenapa logika APBN hanya dibaca atas kenaikan harga minyak dunia yang diklaim membebani APBN? Kenapa tidak membahas sejumlah komoditi lain yang justru menyumbang porsi penerimaan APBN, seperti komiditi Batubara, Nikel, Sawit, dll. Saat dunia kesulitan, Indonesia mendapat berkah dari kenaikan komoditi ini.

Misalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dilaporkan ikut menikmati kenaikan harga komoditas pertambangan. Setoran pajak dari sektor ini melonjak, naik paling tinggi di antara sektor-sektor lainnya.

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, melaporkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan pada Januari-Oktober 2021 tumbuh 43,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari-Oktober 2020, setoran pajak dari sektor ini anjlok 43,9%.

"Kinerja sektor pertambangan didorong oleh permintaan global dan meningkatnya harga komoditas tambang," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode November 2021, Kamis (25/11/2021).

Di bawah pertambangan, sektor perdagangan mengalami pertumbuhan tertinggi kedua yakni 25%. Tahun 2020, penerimaan pajak dari sektor ini sempat ambles 20%.

Kemudian ada sektor industri pengolahan yang setoran pajaknya naik 14,6%. Jauh membaik ketimbang tahun 2021 yang -18,1%.

Apakah angka-angka ini tidak dibaca oleh DPR ? Apakah, mata DPR hanya melotot pada kenaikan harga BBM, tapi tutup mata pada kenaikan komoditi terutama sektor pertambangan yang menyumbang pemasukan APBN tinggi ?

Kalau DPR kerjanya cuma mengaminkan rencana eksekutif, lebih baik DPR dibubarkan. Kalau DPR hanya mampu manggut-manggut atas rencana kenaikan BBM, jangan mengatasnamakan mewakili rakyat. Karena rakyat, ogah BBM naik.

Lagipula, sejumlah penghematan bisa dilakukan. Dari menunda proyek infrastruktur unfaedah, tunda IKN, tunda kereta cepat, periksa kebocoran alokasi subsidi energi, maksimalisasi sektor komoditi untuk menutup defisit APBN, dan masih banyak lagi. Masak rakyat memilih dan menggaji DPR hanya untuk ikut menambah derita rakyat ? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab