Tinta Media: DBD
Tampilkan postingan dengan label DBD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DBD. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Mei 2024

Si Belang Kembali Merenggut Nyawa


Tinta Media - Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 29 orang meninggal dunia di Kabupaten Bandung. Kabupaten Jepara sebanyak 21 orang, Bekasi 19 kematian, Subang 18 kematian dan Kabupaten Kendal 17 kematian, akibat Demam Berdarah Dengue (DBD).

Bupati Bandung Dadang Supriatna telah menginstruksikan Dinkes Kabupaten untuk bergerak menangani kasus ini agar segera melakukan fogging dan bersih-bersih lingkungan, detik.com, Selasa 7/5/2024. Data terbanyak terjadi di kota Bandung yakni sebanyak 3.468 kasus DBD.

Seharusnya ketika ada satu pasien DBD saja, pemerintah segera melakukan fogging di setiap wilayah. Selain itu pemerintah juga harus menyediakan perumahan yang sehat, saluran air kotor dan bersih yang teratur, sampah yang terurus, penyediaan fasilitas kesehatan yang bisa dijangkau seluruh masyarakat. Didukung pula oleh masyarakat yang terdidik yang mengerti pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, akan mampu meminimalisir melonjaknya kasus kematian karena terjangkit suatu penyakit.

Dalam sistem kapitalisme, nyawa rakyat sangatlah murah. Hingga para penguasa terkesan lamban dalam bertindak mengatasi berbagai kasus kesehatan yang menimpa rakyat. Lalu ke mana nyamuk Wolbachia yang katanya akan mampu menurunkan kasus DBD?

Malah sebaliknya, kasus ini semakin naik. Solusi yang tidak tepat dan tambal sulam hanya akan memperburuk situasi yang terjadi.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjamin kesehatan rakyatnya dengan cara yang efektif dalam mengatasi suatu wabah atau penyakit yang tersebar di tengah masyarakat. Begitu pun masyarakat yang terdidik dengan tsaqofah Islam dalam sistem pendidikan Islam yang unggul dan berkualitas berbasis akidah Islam, mampu mencetak manusia-manusia yang selain cerdas tapi juga berkepribadian Islam yang sangat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya sebagai bentuk keimanan kepada Rabb-nya. Karena dalam Islam kebersihan merupakan bagian dari iman.

Para penguasa Islam tidak akan membiarkan kasus kematian karena suatu penyakit terus bertambah. Negara akan memfasilitasi para ilmuwan dan tenaga medis dengan teknologi yang memadai di bidang kesehatan. Sehingga kesehatan dan keselamatan rakyat akan terjamin.

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Shakila, Sahabat Tinta Media 


Jumat, 16 Februari 2024

DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat



Tinta Media - Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia sendiri DBD menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat dan termasuk penyakit dengan penyebaran tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Indonesia, sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com, 04/02/24) 

Di awal tahun ini, kasus DBD kembali meningkat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan kasus tersebut sudah merenggut jiwa, termasuk anak-anak. Dilansir dari laman pikiran-rakyat.com (04/02/24), DBD di Cianjur melonjak. Dua anak dilaporkan meninggal. Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024, terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Hal ini dikarenakan musim hujan yang terjadi sehingga banyak genangan air yang menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk. 

Selain itu, DBD meningkat di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana dikutip dari rmolsumsel.id (30/01/24), data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian. 

Jaminan Kesehatan dalam Kapitalisme Hanyalah Ilusi Belaka

Jika DBD termasuk penyakit endemik, seharusnya  pemerintah bisa memprediksi dan mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut. Namun, faktanya kasus penularan DBD kembali meningkat, bahkan hingga merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menangani kasus penyakit endemik DBD belum efektif di tengah masyarakat. 

Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit DBD. Sementara, jika tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini bisa menyebabkan risiko kematian yang tinggi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin kesehatan bagi setiap warga negaranya.

Adapun penyebab tingginya angka kematian akibat DBD disebabkan adanya keterlambatan penanganan kasus tersebut. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena banyak faktor. Beberapa di antaranya bisa jadi karena tidak adanya biaya untuk berobat, atau tidak memiliki ilmu yang cukup tentang penyakit tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Di tengah impitan ekonomi seperti sekarang, bagi sebagian orang pergi ke Rumah Sakit tentu hanya menambah beban pengeluaran. Faktanya, fasilitas kesehatan saat ini sulit diakses oleh masyarakat. Layanan kesehatannya juga cenderung tidak lengkap dan kurang berkualitas. Fasilitas dan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayarnya.

Kesulitan hidup yang dialami masyarakat hari ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dibuat serba sulit, akibat kemiskinan ekstrem yang melanda. Alhasil, bukan saja tidak bisa berobat ketika sakit, faktanya banyak rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik berupa sandang, pangan, dan papan. 

Kemiskinan juga menjadikan sulitnya keluarga mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan. Selain itu, banyak masyarakat yang tinggal di tempat dan lingkungan yang tidak layak huni, jauh dari kata asri. Kurangnya akses air bersih, permasalahan sampah yang tak kunjung usai, hingga sanitasi yang bermasalah menjadi beberapa faktor rakyat rentan terpapar penyakit menular. 

Fakta di atas merupakan potret buram negara dengan sistem kapitalisme. Negara gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme sekulerlah yang menjadi akar masalahnya. Alih-alih mengurus urusan rakyat, pemerintah dalam sistem ini justru berperan seperti pedagang, yang menjadikan kebutuhan dasar masyarakat sebagai objek komersil layaknya barang dan jasa yang diperjualbelikan kepada rakyatnya.

Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator saja, bahkan tak jarang menyerahkan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pemerintah berdalih bahwa anggaran kesehatan dari APBN terbatas jumlahnya sehingga tak mampu mendanai. Alhasil, mahalnya biaya kesehatan yang ada justru berimplikasi pada sulitnya akses kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu. 

Maka, tak heran jika banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan merasa kecewa terhadap sistem kesehatan yang tak beres di negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan jaminan kesehatan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah ilusi belaka. 

Jaminan Kesehatan yang Unggul dalam Islam

Fakta di atas tentu sangat jauh berbeda dengan jaminan kesehatan dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga pandangan hidup yang memiliki aturan sempurna dan paripurna dalam setiap aspek kehidupan. 

Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Salah satu bentuk tanggung jawab khalifah terhadap rakyat adalah memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, “Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari) 

Untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, negara khilafah akan mendorong masyarakatnya untuk menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran masyarakat akan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Bagaimanapun, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan peningkatan kasus penyakit menular. Negara khilafah juga akan memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak huni, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan yang ideal. 

Masyarakat yang ada dalam negara khilafah merupakan masyarakat yang islami, yang memiliki karakteristik yang khas. Aktivitas amar makruf nahi munkar atau saling mengingatkan akan menjadi kebiasaan yang sangat berguna, khususnya dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar selalu terhindar dari penyakit-penyakit menular. Mereka menjaga kebersihan bukan hanya karena dorongan untuk sehat semata, melainkan juga ada dorongan dari sisi ruhiyah. Mereka memahami bahwa dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka bisa menjalankan aktivitas ibadah dengan maksimal. 

Di sisi lain, negara khilafah akan mengupayakan penyediaan layanan kesehatan yang unggul dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Jika diperlukan pembuatan vaksin atau obat khusus, maka akan dilakukan di laboratorium yang mumpuni dengan teknologi mutakhir. 

Visi yang dimiliki khilafah dalam bidang kesehatan adalah melayani kebutuhan rakyat secara totalitas dan menyeluruh, baik di kota-kota besar maupun di pelosok desa, bahkan di dalam penjara sekalipun. Itu semua demi terjaminnya layanan kesehatan bagi setiap masyarakat negara khilafah. 

Untuk merealisasikan itu semua pasti dibutuhkan dana yang cukup banyak. Karenanya, dana kesehatan rakyat akan ditanggung secara penuh oleh negara. Dana yang digunakan oleh negara berasal dari baitul mal, yang diambil dari anggaran pos kepemilikan umum, yakni dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara khilafah tanpa intervensi pihak mana pun. 

Pelayanan kesehatan berkualitas diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, tidak memandang status miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, muslim ataupun nonmuslim. Semuanya mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama. 

Birokrasi layanan kesehatan dalam Islam juga tidak dibuat berbelit-belit, sehingga memudahkan rakyat untuk mengakses. Sebab, prinsip sistem administrasi dalam negara khilafah bersifat mempermudah, bukan mempersulit. 

Begitulah mekanisme negara khilafah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, sekaligus mekanisme jaminan kesehatan dalam Islam. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya Islam saja yang mampu memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma dengan kualitas yang paripurna. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Rabu, 14 Februari 2024

Minim Antisipasi Kasus DBD Ancam Keselamatan Generasi



Tinta Media - Sebutan "musim hujan musim penyakit" seakan terbukti dengan meningkatnya kasus DBD di berbagai daerah, seperti di Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Sebagaimana dilansir oleh RMOL Sumsel, PJ Bupati Banyuasin Hani Syopiar Rustam saat meninjau stan PNS  menyatakan bahwa serangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Banyuasin cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, tercatat empat kasus selama Januari 2024 yang berakhir dengan kematian. (30/01/2024)

Kasus DBD kembali meningkat dan merenggut nyawa, termasuk anak-anak pada saat musim hujan. DBD adalah penyakit yang dapat dicegah penularannya dengan beberapa langkah yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat. 

Kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan harus ditingkatkan. Salah satunya dengan membersihkan sarang-sarang nyamuk, seperti tempat tergenang air yang secara tak langsung yang menjadi tempat nyamuk berkembang biak. Pola hidup bersih harus dipahami masyarakat sejak dini.

Selain kesadaran dini oleh masyarakat, pemerintah pun harus siap siaga, cepat dalam memproses kasus yang terjadi. Misalnya dengan menyiapkan rumah-rumah yang memadai, membuat regulasi pelayanan penanganan pasien secara baik, cepat, tepat, tidak berbelit, dan menomorsatukan perawatan, bukan membicarakan proses pembayaran, surat menyurat, dan lain sebagainya. 

Negara juga harus mengoptimalkan dan menyosialisasi, memberi edukasi ke masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat agar penularan DBD terputus. 

Begitu pun pencegahan secara teknologi. Negara harus menyiapkan para ahli kesehatan agar melakukan penelitian guna mencari tahu obat  yang tepat agar penularan DBD tidak terus berulang dan meningkat setiap musim hujan.

Negara tidak boleh berlepas tangan dan abai dalam hal ini. Negara harus hadir di garda terdepan sebagai bentuk konsekuensi jabatan yang telah diserahkan masyarakat kepadanya saat pemilihan pemimpin negara sebelumnya. 

Negara harus membersamai masyarakat, duduk bersama masyarakat memberikan solusi tuntas untuk setiap permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat. Negara harus mengedepankan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Sejatinya, dalam Islam keselamatan, kesehatan semua masyarakat adalah tanggung jawab negara. Dalilnya ada dalam sabda Rasulullah saw.

"Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR Al Bukhori) 

Jaminan pelayanan kesehatan adalah termasuk salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Karena itu, menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya. 

Kewajiban negara dalam kepengurusan umatnya bukan hanya di bidang kesehatan saja melainkan dalam segala aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, keamanan kenyamanan dan lainnya.

Islam telah memberikan kabar gembira kepada para pemimpin (imam) yang berpegang teguh pada syariat Islam dan menjalankan amanah jabatannya, bahwasanya mereka akan mendapat balasan surga seperti sabda Rasulullah, yang artinya, 

"Tidaklah seorang hamba yang telah diberikan wewenang untuk mengurus rakyat mati pada hari kematiannya, sementara dia dalam keadaan menipu rakyatnya melainkan Allah mengharamkan atasnya surga." (HR Al Buchori)

Wallahu alam.


Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media

Kamis, 07 Desember 2023

Pakar: Pencegahan DBD Tidak Cukup Hanya dengan Menyebar Nyamuk Wolbachia


 
Tinta Media -- Pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD),  menurut Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Utomo Ph. D. tidak hanya cukup dengan penyebaran nyamuk Wolbachia.
 
“Mencegah DBD tidak cukup hanya dengan penyebaran nyamuk Wolbachia , tapi juga dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat, rumah tertutup, edukasi jumantik, air bersih, saluran air got dan penjagaan kebersihan lingkungan,” tuturnya di Kabar Petang: Nyamuk Bionik, Konspirasi Bill Gates? melalui kanal Youtube Khilafah News, Ahad (19/11/2023).
 
Ia beralasan, berdasarkan studi terhadap dua kota kembar yakni Brownsville dan Matamoros yang hanya dipisahkan oleh sungai Rio Grande di benua Amerika, deman berdarah lebih banyak terjadi di kota Matamoros yang ada di Meksiko tapi tidak banyak di Brownsville Texas.
 
“Padahal yang namanya nyamuk kan enggak bisa milah-milah mana manusia Amerika mana manusia Meksiko. Daerahnya sama, kita semua homo sapien tapi kenapa kok bisa beda. Di sinilah pentingnya koordinasi,” terangnya.
 
Menurutnya, masyarakat Brownsville memiliki pendapatan yang cukup, rumahnya ber ac, selalu tertutup sehingga nyamuk tidak bisa masuk.
 
“Inovasi nyamuk Wolbachia  merupakan terobosan bagus, tapi program pelepasan nyamuk ini perlu dilakukan edukasi oleh pihak berwenang/otoritas dan peneliti terhadap masyarakat,” ucapnya.
 
Edukasi ini menurutnya, penting supaya masyarakat faham tujuannya serta resiko yang akan terjadi.
 
“Ini seperti yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) yang melakukan audiensi dan komunikasi ke desa-desa di Yogyakarta,” pungkasnya. [] Evi.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab