Tinta Media: Curang
Tampilkan postingan dengan label Curang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Curang. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Maret 2024

Lebih Baik Menang Curang daripada Kalah Terhormat?



Tinta Media - Dalam politik yang berbasis demokrasi yang menjadikan akidahnya adalah sekularisme (Pemisahan agama dengan kehidupan) maka istilah “lebih baik menang curang dari pada kalah terhormat” adalah hal yang biasa, bukan sesuatu yang istimewa atau baru. Kita masih ingat agenda besar Indonesia 2024 beberapa hari yang lalu, berapa biaya caleg DPRD, DPD, DPR ataupun calon presiden? Murahkah? tentu sudah menjadi rahasia umum tidak ada makan siang gratis di dunia ini. Untuk sekedar buang air ke toilet saja butuh biaya, apalagi perkara yang mengurusi hajat hidup orang banyak mustahil disistem Demokrasi gratis. Prajna Research Indonesia juga pernah melakukan penelitian soal modal menjadi caleg. Berikut rinciannya  calon anggota DPR RI: Rp 1 miliar – Rp 2 miliar. Calon anggota DPRD Provinsi : Rp 500 juta – Rp 1 miliar. Calon anggota DPRD kabupaten/kota : Rp 250 juta – Rp 300 juta. Mahal bukan? Apalagi nyalon Presiden? 

Kemenangan dalam meraih kekuasaan adalah sifat alami dari manusia bagian dari naluri mempertahankan diri (ghorizatun baqo’) yang melekat dalam diri manusia. Sekalipun dia punya harta dan wanita, tetapi ada yang membuat dia terpuaskan ketika seorang manusia itu mendapat penghormatan dari manusia. Di Indonesia banyak sekali artis memanfaatkan momentum meraih kekuasaan untuk melanggengkan sifat penghormatan dari manusia walaupun sudah terkenal ataupun punya harta yang melimpah. Sebut saja salah satu artis kawakan Indonesia “Komeng”, dari hasil pemilihan anggota DPD beliau mendapat kepercayaan rakyat untuk menjalankan mandat mengurusi kepentingan umat, efektifkah? bisa dipercayakah? Ini merupakan PR terbesar kaum muslim ketika mengamanahkan kepentingan umat hanya kepada orang yang terkenal ditengah-tengah mereka. Karena modal mereka terpilih adalah hanya keterkenalan mereka di tengah-tengah kaum muslimin. 

Kemenangan dalam meraih kekuasaan juga menjadi ambisi pengusaha untuk melanggengkan jaringan kerajaan bisnisnya. Sebut saja calon presiden 01,02 dan 03. Sudah menjadi rahasia umum Kerajaan oligarki Tambang dan Energi menjadi dalang dibalik calon Presiden ketiga-tiganya. Misalkan dalam kajian Jatam (Jaringan Advokasi Tambang), setidaknya ada delapan orang pengusaha berada di kubu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Raka Buming, tercatat paling banyak berjejaring dengan pengusaha tambang, ada 21 orang, termasuk keduanya punya bisnis di sektor ekstraktif. Sementara, di kubu nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, ada Sembilan pengusaha tambang dan energi. Maka kemenangan adalah hal mutlak yang harus diperoleh bagi pengusaha untuk menjalankan praktik usahanya lewat tangan penguasa. Karena Kemenangan dalam Pemilu adalah jaminan usaha yang langgeng bagi mereka yang merangkap penguasa sekaligus pengusaha. 

Islam mengajarkan bahwa setiap aktivitas manusia memiliki konsekuensi hukum yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Aktivitas manusia apa pun itu akan dihisab oleh Allah Swt. Apalagi dalam hal kepemimpinan, bukan hanya dirinya yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt, Namun yang dipimpinnya juga akan meminta pertanggung jawaban kepada yang memimpin. Bahkan kelak akan menuntut di hadapan Allah Swt terkait kezaliman penguasa yang memimpinya. 

Dalam pemilihan anggota dewan ataupun Presiden adalah aktivitas mandat kekuasaan untuk menjalan syariah Islam dalam kehidupan Masyarakat. Setiap anggota yang terpilih bukan suatu pilihan untuk menerapkan syariah Islam atau tidak, melainkan kewajiban seorang anggota dewan ataupun penguasa yang terpilih untuk menjalankan syariah Islam secara paripurna dalam level kehidupan Masyarakat. Maka Setiap kebijakannya harus didasari pada ketetapan di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Tidak ada kaitannya dengan bisnis ataupun ghorizah (Kecenderungan) yang melekat dalam diri manusia. Karena itu kepemimpinan dalam Islam erat kaitannya dengan manusia dengan sang Pencipta yaitu Allah Swt. 

Maka dalam Islam kemenangan kepemimpinan adalah musibah. Allah Swt menyampaikan “Ada empat golongan yang paling Allah benci. Penjaga yang banyak bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina dan seorang pemimpin (penguasa) yang zalim” (HR-An-Nasai). Maka inilah yang membuat Khalifah (Pemimpin kaum muslim ) Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada dinasti Bani Umayyah tepat pada hari Jumat, 10 Shafar 99 Hijriyah, memasukkan kepalanya ke dalam dua lututnya dan menangis sesegukan seraya berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun.” . Kemudian ia berujar, “Demi Allah, sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikit pun, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan.”

Kemenangan kepemimpinan dalam Islam adalah perkara yang dipertanggungjawabkan dalam Islam. Maka sudah sepantasnya kemenangan kepemimpinan bukan untuk dirayakan apalagi menjadi pesta kemenangan. Dalam sistem Demokrasi hal itu hal yang biasa, bahwa kemenangan dalam pemilihan umum adalah hal yang perlu disyukuri karena kemenangan dalam pemilu saat ini adalah jaminan harta yang melimpah. Maka kepemimpinan dalam Islam harusnya menjadi ajang untuk menerapkan syariah Islam secara paripurna. Buat apa berkuasa tapi justru tidak menerapkan syariah Islam?

Kaum muslimin harusnya sadar bahwa kemenangan dalam sistem demokrasi tidak akan mampu menjalankan syariah Islam secara kaffah (Totalitas). Karena suara mayoritas adalah hukum tunggal yang tidak bisa diganggu gugat dalam sistem Demokrasi. Karena dalam Islam walaupun suara satu orang jika itu adalah dari Al-Qur’an dan As-sunnah maka wajib untuk diterapkan ditengah-tengah kaum muslimin tanpa melihat suara mayoritas. Maka kemenangan dalam sistem Demokrasi ibarat keluar mulut lubang mulut Singa, masuk Kembali ke mulut lubang Buaya. Harusnya sikap Kaum muslimin “Lebih baik menerapkan syariah Islam dari pada kalah curang” 

Oleh : Aris Mayhendra
Aktifis Islam Karawang

Senin, 03 Oktober 2022

KECURANGAN PEMILU ITU NYATA, PDIP TAK PERLU SIBUK MEMBANTAH SBY

"Setahu saya, Beliau tidak pernah lagi naik gunung. Jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali. Monggo turun gunung. Tetapi kalau turun gunungnya itu mau menyebarkan fitnah kepada Pak Jokowi, maka PDI Perjuangan akan naik gunung agar bisa melihat dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh Pak SBY,"
*[Hasto Kristiyanto, 17/9/2022]*

Tinta Media - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal adanya upaya agar Pilpres 2024 hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres yang dikehendaki. Hasto menegaskan SBY mendapatkan informasi tidak benar.

Awalnya, Hasto merespons terkait rencana SBY untuk turun gunung menangani dugaan adanya ketidakadilan dan ketidakjujuran pada Pemilu 2024. Dia menekankan PDIP akan naik gunung dan mengawasi langkah SBY.

Hasto menuduh SBY menyampaikan hal itu lantaran khawatir terhadap anaknya yang juga Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak mendapatkan tiket maju Pilpres. Lalu, Hasto meminta agar SBY tidak membuat tudingan-tudingan Jokowi akan berbuat jahat dan batil dalam Pemilu 2024 hanya karena khawatir dengan AHY.

Pernyataan Hasto ini justru mengkonfirmasi keluhan SBY akan ada Pemilu curang bukan isapan jempol. Pernyataan Hasto ini juga menunjukan, PDIP sebagai salah satu kontestan Pemilu dan partai penguasa akan memiliki andil untuk menciptakan Pemilu curang, baik dalam tahapan pencapresan, pemungutan suara, penghitungan suara hingga penetapan pemenang Pemilu/Pilpres.

SBY tidak pernah sebut merk, kenapa PDIP nyolot?

Soal potensi PDIP curang, itu sangat terbuka. Posisinya sebagai partai penguasa, memberikan peluang bagi PDIP untuk curang.

PDIP dapat mengeksploitasi kekuasaan untuk curang. Partai yang berkuasa, jelas memiliki peluang lebih besar untuk berlaku curang.

Soal Pemilu curang? Siapa yang percaya ada Pemilu jujur? Bukti Pemilu curang yang paling sederhana adalah adanya Money Politic. 

Pemilihan tingkat kepala desa saja sudah harus pake uang, apalagi penilihan tingkat RI-1 ? siapa yang percaya tidak ada pemilu curang ?

Bukti Pemilu curang juga terkonfirmasi banyaknya gugatan Pemilu di MK. Kalau ada yang berdalih di MK tidak terbukti, itu salah. Karena banyak gugatan yang terbukti curang, hanya MK melihat tidak memenuhi kualifikasi TSM, sehingga dikalahkan.

Dalam konteks penghadangan capres, ngototnya MK menolak PT 0 % adalah bukti penjegalan anak bangsa untuk maju Pilpres, ya termasuk AHY. Dan semua Mafhum, ketua MK siapa, dan hubungannya dengan petugas partai PDIP apa.

Ketimbang Hasto sibuk membantah akan ada Pemilu curang, sebaiknya Hasto koreksi sikap politik partainya yang pro PT 20 %. Belum lagi, PDIP  saat ini berkuasa dan banyak masalah bangsa indonesia sejak dipimpin PDIP. Lalu, Hasto mau berdalih apa lagi?[].


Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://youtu.be/IgaMwMqp6PM
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab