Tinta Media: Cuci
Tampilkan postingan dengan label Cuci. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cuci. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Oktober 2022

KEPRES NO 17/2022 BERPOTENSI MENJADI SARANA 'CUCI DOSA' BAGI PELAKU PELANGGARAN HAM BERAT DIMASA LALU


Tinta Media - Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian & Analisis Data (PKAD), pada Rabu (28/9) penulis telah menyampaikan sejumlah pandangan sebagai berikut :

*Pertama,* Kepres ini memiliki substansi dan materi muatan yang dapat dimanfaatkan untuk alat pencitraan rezim, mengubur kejahatan HAM berat dimasa lalu melalui proses non yudisial, dan mengubah sejarah PKI sebagai pemberontak menjadi korban pelanggaran HAM berat yang berhak mendapatkan rehabilitasi dari negara.

*Kedua,* kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti kasus Munir, tragedi Semanggi, Tanjung priok hingga kejahatan kemanusiaan pada kasus pembantaian di Talangsari, yang tidak pernah selesai di masa lalu, dapat diselesaikan di era Jokowi, meskipun dengan pendekatan non yudisial. Penyelesaian ini, yang akan dijadikan alat pencitraan rezim Jokowi, bahwa Jokowi telah menyelesaikan kejahatan HAM berat di masa lalu, yang tidak bisa diselesaikan oleh rezim sebelumnya.

*Ketiga,* Kepres ini bisa dimanfaatkan sebagai stempel politik untuk membersihkan dosa (dijadikan alat cuci dosa), bagi pihak-pihak yang disebut terlibat pelanggaran HAM berat dimasa lalu, seperti pada kasus kasus Munir, tragedi Semanggi, Tanjung priok hingga kejahatan kemanusiaan pada kasus pembantaian di Talangsari, lampung.

Dengan penyelesaian non yudisial ini, Hendro Priyono misalnya bisa memanfaatkan tim ini untuk membersihkan namanya dari kasus Talangsari Lampung, dengan dalih telah diselesaikan dengan penyelesaian non yudisial dan telah dilegitimasi secara resmi oleh negara.

Mungkin ini juga yang menjadi alasan Usman Hamid dari TII yang enggan dilibatkan dalam tim, karena khawatir namanya akan digunakan untuk menutup kasus Munir dengan pendekatan non yudisial. Usman jelas tak mau berkhianat kepada Munir, pejuang HAM, sahabatnya yang mati karena menjadi korban pelanggaran HAM berat, dengan terlibat dalam Tim ini.

*Keempat,* orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan PKI tahun 1965-1966, akan diubah statusnya menjadi korban pelanggaran HAM peristiwa 1965-1966. Mereka yang selama ini sudah mendapatkan SKKPH (Surat Keterangan korban Pelanggaran HAM) dari Komnas HAM, telah mendapatkan sejumlah santunan dan fasilitas dari LPSK, akan meminta status resmi sebagai korban HAM melalui proses non yudisial ini, dan akan meminta sejumlah tuntutan rehabilitasi dari negara, baik fisik, sosial, psikologi, ekonomi dan bentuk rehabilitasi lainnya.

*Kelima,* Kepres ini sampai kiamat pun tidak akan pernah digunakan untuk mengusut kasus pelanggaran HAM berat pada peristiwa KM 50. Kepres ini hanya berlaku bagi pelanggaran HAM berat masa lalu dan yang telah diberikan rekomendasi komnas HAM sampai tahun 2020.

Apalagi, rekomendasi komnas HAM terhadap kasus KM 50 hanya dianggap pelanggaran HAM biasa, bukan pelanggaran HAM berat.

Kepres yang berlaku sejak 26 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2022. Dalam waktu sesingkat itu, apa yang bisa dilakukan oleh Tim ?

Jelas, sebenarnya berkas sudah lengkap di Komnas HAM. Tim ini cuma diminta tanda tangan dan diminta stempelnya, untuk memuluskan rencana jahat menutup kasus pelanggaran HAM berat dimasa lalu.

Kepres ini bertentangan dengan UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Amanat UU kejahatan HAM berat wajib diproses hukum ke pengadilan HAM berdasarkan UU No 26/2000. Kok ini malah mau diselesaikan secara politik dengan pendekatan non yudisial ? Ini negara mau membela korban pelanggaran HAM berat atau mau melindungi pelaku kejahatan HAM berat?

Di titik itulah, Kepres ini alih-alih akan mengungkap dan memberikan kepastian hukum atas sejumlah pelanggaran HAM berat dimasa lalu, Kepres justru akan mengubur kasus dan mencuci dosa para pelaku pelanggaran HAM berat dimasa lalu melalui mekanisme non yudisial yang hanya bertumpu pada unsur pemberian kompesasi & rehabilitasi. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Islam
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab