BAMSOET JUALAN NARASI PERPECAHAN IRAK, IRAN & SURIAH, UNTUK TUTUPI DUIT CUCI UANG 300 TRILIUN DI KEMENKEU DAN KASUS IJAZAH PALSU JOKOWI?
"Saya ingin saudara sadar pentingnya kita menjaga nilai persatuan dan kesatuan kita, menjaga agar terus dalam bingkai Indonesia, kita tidak ingin seperti Suriah, Iran, Irak, dan sebagainya,”
[Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, 19/3]
Tinta Media - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan bahaya perang saudara yang dipicu oleh perpecahan kecil. Untuk itu, Bamsoet mengingatkan para massa yang mayoritas merupakan perangkat desa untuk selalu menjaga kerukunan di wilayah masing-masing.
Menurut Bamsoet, jika masyarakat Indonesia masih mudah terpecah belah hanya karena perbedaan pendapat, maka perang saudara bukan suatu hal yang mustahil. Politikus Partai Golkar itu mengambil contoh konflik yang terjadi di Irak, Suriah dan Iran. Karena perang saudara, negaranya menjadi lemah dan gampang diserang oleh bangsa lain.
Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet menyebut hingga kini belum ada yang mengalahkan keberhasilan Jokowi dalam memimpin Indonesia. Hal tersebut disampaikan Bamsoet dalam acara Desa Bersatu memperingati HUT ke-9 Undang-Undang Desa yang digelar di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (19/3/2023) hari ini.
Acara ini, patut diduga adalah rangkaian acara lanjutan untuk konsolidasi politik dalam rangka untuk mempertahankan kekuasaan Jokowi. Setelah gagal jualan narasi tunda Pemilu melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, nampaknya Rezim Jokowi tidak putus asa dan melemah.
Sebelumnya, sejumlah kepala desa perangkat desa dikumpulkan, hingga Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) dicatut namanya. Masih berbasis warga desa, acara memperingati HUT ke-9 Undang-Undang Desa digelar, padahal acara semacam ini sebelumnya tidak pernah di glorifikasi.
Bamsoet mempersoalkan perbedaan pendapat, padahal katanya bangsa ini tegak diatas pilar bhineka tunggal ika. Belum ada preseden, suatu bangsa bubar karena perbedaan pendapat.
Apa yang terjadi di Irak dan Suriah, kerusakan di Irak dan Suriah bukan karena perbedaan pendapat. Melainkan, karena penjajahan Amerika, Barat dan negara negara kafir imperialis.
Bukti kongkritnya, di Irak tidak pernah ada senjata pemusnah massal. Padahal, karena dalih itu Amerika menyerang Irak, dan menumbalkan jutaan warga Irak. Apakah Bamsoet pernah mengkritik kebrutalan Amerika, negara agressor, teroris nomor satu dunia?
Bamsoet sibuk dengan narasi Suriah, Irak hingga Iran. Tapi ketua MPR ini lidahnya seperti kelu, tidak berkomentar sedikitpun tentang duit cuci uang Rp 300 triliun di Kemenkeu, yang jelas-jelas menyengsengrayakan rakyat (baca: menyengsarakan).
Bamsoet selaku ketua MPR RI, yang punya tugas dan tanggungjawab memastikan Presiden yang menjabat adalah presiden yang konstitusional, juga mingkem pada kasus ijazah palsu Jokowi. Semestinya, MPR mendorong DPR untuk melakukan penyelidikan, karena inkonstitusionalitas jabatan Presiden berujung pada Sidang Istimewa Pemakzulan Presiden yang diselenggarakan oleh MPR RI, setelah melalui proses di DPR dan MK.
Presiden berijazah palsu, jelas tidak memenuhi syarat. Presiden menggunakan ijazah palsu, jelas perbuatan tercela. Presiden seharusnya segera dimakzulkan karena tidak memenuhi syarat dan telah melakukan perbuatan tercela.
Bamsoet justru dibuk puja puji Jokowi, menjilat pada kekuasaan. Padahal, sebagai ketua MPR tidak ada satupun tupoksi Bamsoet untuk menjadi Buzzer, menjilat pada eksekutif.
Justru sebaliknya, sebagai ketua MPR Bamsoet semestinya mengontrol dan mengkritik eksekurif yang telah melenceng dari konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan. Statement Bamsoet yang puja puji Jokowi ini, justru meyakinkan publik bahwa Jokowi belum benar-benar akan lengser di tahun 2024, Pemilu belum tentu akan diselenggarakan.
Jika nanti pada akhirnya semua jalan buntu, narasi tiga periode atau tunda Pemilu skenarionya gagal dijalankan, bukan mustahil rezim ini juga akan jualan narasi Irak, Iran dan Suriah, jualan isu radikal radikul dan terorisme, dan dengan dalih menjaga stabilitas politik, keamanan negara dari ancaman radikalisme terorisme, untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman akan disuriahkan, maka Presiden akan menerbitkan Dekrit untuk memperpanjang usia kekuasaannya, dalam jangka waktu yang tidak terbatas. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/