Tinta Media: Covid
Tampilkan postingan dengan label Covid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Covid. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Januari 2024

Covid-19 Kembali Menyebar, Vaksin Berbayar, Negara Tak Sadar?



Tinta Media - Berdasarkan data di situs Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus Covid-19 di Indonesia meningkat menjelang akhir 2023. Sepanjang November 2023, ada penambahan sekitar 7-40 kasus konfirmasi Covid-19 per hari secara nasional. Kemudian pada awal Desember 2023, angkanya naik ke kisaran 100 kasus per hari. (Katadata.co.id, 12/12/23) 

Covid-19 ternyata tidak sepenuhnya hilang dari tanah air ini. Kemenkes memberikan data bahwa ada peningkatan dari bulan sebelumnya hingga akhir tahun yang angkanya tak bisa dianggap sedikit. Di tengah maraknya kembali penyebaran virus Covid-19, pemerintah justru menetapkan kebijakan vaksin berbayar meski masih menyediakan vaksin gratis untuk yang belum pernah mendapatkan vaksin dan kelompok rentan.
  
Sebagaimana dilansir Kompas.com, 31/12/23, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa harga vaksin Covid-19 berbayar akan ditentukan oleh masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang menyediakan vaksin Covid-19 berbayar. Dengan begitu, rumah sakit (RS) hingga puskesmas dibebaskan untuk menentukan sendiri harga vaksin Covid-19 berbayar. 

Negara seharusnya memiliki tanggung jawab penuh dalam mencegah dan menangani virus Covid-19, termasuk memberikan vaksin gratis kepada semua rakyat, terkhusus virus tersebut merupakan penyakit menular. Di sisi lain, istilah kelompok rentan seolah menjadi alat pembungkam yang menghalangi pemberian vaksin pada yang tidak rentan. Padahal, sejatinya  semua rakyat rentan sehingga peningkatan kekebalan tubuh penting untuk semua lapisan masyarakat 

Potret Buram Kapitalisme 

Penetapan vaksin berbayar ini menggambarkan potret negara kapitalis, yang tidak meriayah rakyat dengan baik. Justru, negara menjadi pedagang yang mengharapkan untung dari pelayanan yang seharusnya diberikan pemerintah untuk rakyat. 

Kesehatan adalah kebutuhan pokok bagi manusia. Maka, sudah pasti semua manusia membutuhkan pelayanan kesehatan. Ketika pelayanan kesehatan ini dikomersialkan, maka sudah pasti ini adalah perdagangan yang tidak akan pernah rugi dengan keuntungan yang menjanjikan. 

Ironisnya, sistem kapitalisme meniscayakan adanya komersialisasi pelayanan negara. Salah satunya adalah kesehatan. Ini karena karakter pemimpin yang terbentuk bukanlah sebagai pelayan rakyat biasa, tetapi pelayan rakyat yang punya modal. Dengan modal tersebut, penguasa melayani setiap kepentingan si pemilik modal karena ada keuntungan bagi si penguasa. 

Karakter tersebut didorong oleh mahalnya biaya politik untuk mencapai kekuasaan. Sehingga, sulit di zaman sekarang menemukan sosok pemimpin yang mau habis-habisan mengeluarkan uang untuk mencapai kekuasaan demi memperjuangkan hak-hak rakyat. 

Ditambah pandangan tentang kebahagiaan yang terbentuk dan mengkristal pada benak semua manusia saat ini adalah terpenuhinya seluruh kebutuhan jasmani atau ketika memiliki materi yang melimpah ruah, sehingga apa yang diinginkan bisa terwujud. Inilah potret buram sistem kapitalisme, yaitu menjadikan rakyat seolah hanya sebagai tumbal kepentingan dan kekuasaan. Sementara, rakyat harus kembali berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan pokok. Salah satunya adalah kesehatan. 

Maka, dengan fakta abainya penguasa terhadap pelayanan kesehatan, terkhusus mengatasi virus Covid-19, sangat memungkinkan perluasan penyebaran virus tersebut bisa berkali-kali lipat karena minimnya pencegahan dan penanganan yang dilakukan pemerintah. 

Sungguh, berharap mendapatkan kesehatan dan perlindungan keselamatan rakyat pada sistem kapitalisme adalah khayalan semata, karena sistem tersebut didesain untuk oligarki yang menguasai seluruh kepentingan rakyat. 

Islam Penjaga Hakiki 

Islam telah menetapkan negara sebagai pelayan dan pelindung, termasuk dalam menjaga masyarakat menghadapi serangan penyakit menular.  Kesehatan termasuk dalam kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab negara. Maka, dengan fungsi tersebut, urusan umat akan selalu diprioritaskan, bahkan tak ada karakter pemimpin dalam Islam mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umat. 

Negara memiliki pendanaan memadai yang bersumber dari pengelolaan secara langsung dari sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum. Hasil pengelolaan tersebut diserahkan kembali kepada umat dalam bentuk pelayanan umum, seperti kesehatan. Maka, haram hukumnya membebankan biaya  kesehatan kepada rakyat karena rakyat memiliki hak pokok yang wajib difasilitasi negara. Salah satunya adalah kesehatan. 

Selain itu, negara Islam bukan saja memfasilitasi akses kesehatan yang mudah dan gratis. Namun, negara juga memfasilitasi para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi sendiri sehingga mampu mencukupi kebutuhan vaksin secara gratis. Dengan demikian, ketahanan dari sisi perlindungan kesehatan umat betul-betul terwujud. 

Inilah gambaran nyata dari penerapan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk penanganan kesehatan, terkhusus virus menular yang memiliki mekanisme yang konkret yang telah dibuktikan dalam sejarah peradaban IsIam berabad-abad lamanya. 

Maka, jika menginginkan kembali kesejahteraan tersebut, kita harus mengganti sistem yang ada saat ini dengan sistem IsIam, yaitu Khilafah Islamiyah. Dalam sistem tersebut, Al-Qur'an dan sunnah sebagai aturan seluruh  aspek kehidupan diterapkan secara keseluruhan. Wallahu a'lam.


Oleh: Heti Suhesti 
(Aktivis Dakwah) 

Kamis, 13 Oktober 2022

Hentikan Genosida Berkedok Kebijakan "Nol Covid"!

Tinta Media - Kelaparan yang melanda penduduk muslim Uighur di Turkistan Timur viral di media sosial. Ratusan video mengunggah bagaimana keluarga di seluruh Turkistan Timur menderita kelaparan akibat dikurung di rumah mereka selama berminggu-minggu. Bahkan, ada beberapa video yang menunjukkan permohonan orang-orang Uighur kepada pemerintah Cina untuk membiarkan mereka keluar dan membawakan makanan bagi anak-anak yang kelaparan. Kondisi ini mengundang banyak pihak melakukan aksi demonstrasi, berharap memberi solusi.  

Dikutip dari Aninews (15/09/2022) atas aksi demonstrasi yang dipimpin Presiden Diaspora Uighur di Austria, Mevlan Dilshat. Aksi ini mengutuk kebijakan genosida kelaparan Cina di Turkistan Timur dengan dalih mengendalikan pandemi Covid di bawah slogan “Nol Covid”. Aksi yang sama juga digelar di Masjid Hajibayram Ankara dan Masjid Fatih Istanbul, Turkiye. Mereka menyuarakan hal yang sama untuk segera membebaskan penduduk muslim yang terpenjarakan.

Sungguh ironis, jika mengatasi pandemi Covid dengan cara yang tragis, mengunci penduduk di rumah-rumah dengan mengelas pintu sehingga tidak bisa keluar. Bahkan, untuk mendapatkan makanan pun tidak bisa mereka lakukan selama berminggu-minggu. Jelas, ini sama artinya melakukan pembunuhan secara perlahan dan sengaja.  

Jika memang ada larangan untuk keluar rumah guna menghentikan Coronavirus, seharusnya pemerintah memenuhi semua kebutuhannya, tidak membiarkan, bahkan meninggalkan begitu saja. Mestinya hal ini termasuk pada pelanggaran HAM berat. Namun, HAM selalu mati rasa jika musibah terjadi pada kaum muslimin.  

Memang, sejak berada di bawah pendudukan Cina pada 1949, Turkistan Timur seolah menjadi seperti neraka di 6 sampai 7 tahun terakhir. Dengan dalih reformasi intelektual dan pemurnian ideologis, banyak muslim Uighur yang dijebloskan ke dalam penjara. Muslim laki-laki di penjara, sedangkan para wanita dan anak perempuannya dinodai kehormatan dan kesuciannya. Lagi-lagi HAM membisu tanpa mau tahu. 

Inilah upaya pemerintah Cina untuk menghancurkan muslim Uighur. Mereka membantai dan mengasimilasi umat Islam melalui genosida, penyiksaan dan kekejaman secara berkesinambungan. Mirisnya, bukan hanya HAM yang diam, para penguasa muslim pun menutup mata dan telinga.

Tangis dan teriakan muslim Uighur di Turkistan Timur diabaikan begitu saja oleh para penguasa negara-negara Islam. Mereka bagaikan tuli dan buta, tetap tenang, bersenang-senang menikmati kursi istana. Walau bisa dipastikan, sebenarnya mereka mendengar dan mengetahuinya lewat media yang semakin mendunia, tetapi justru memilih mengabaikannya. Astagfirullah ....

Mungkin para penguasa negara Islam sengaja mengabaikan muslim Uighur karena tidak mau hubungan dan perdagangan mereka dengan Cina rusak. Ironis, demi materi, mereka mati hati nurani, kemanusiaan dan iman, rela mengorbankan saudara sendiri. Kehormatan, darah, dan nyama muslim Uighur dikorbankan demi kepentingan semata. 

Hal tersebut bisa dilihat ketika para penguasa negara muslim sibuk berjabat tangan dengan para pemimpin Cina, Rusia, dan India pada pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai di Uzbekistan, 16 September lalu. Padahal, penduduk Turkistan Timur sedang meratap kelaparan di balik pintu rumah yang terkunci. Diperparah lagi, sebagian besar cendekiawan muslim yang seharusnya memberikan opini Islam, menentang dan menasihati penguasa, justru berjalan bersama dalam kezaliman. 

Padahal, Rasululullah saw. telah bersabda bahwasannya seorang muslim adalah bersaudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menganiayanya, dan tidak menyerahkannya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari kesusahan, maka Allah akan membebaskannya dari kesusahan di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi pula aibnya pada hari kiamat.

Untuk itulah, persaudaraan ini perlu diikat dengan ikatan yang kuat. Tidak ada ikatan yang lebih kuat selain ikatan akidah dan dilaksanakan oleh kekuasaan. Bagi umat Islam, satu-satunya kekuasaan yang mampu menjadi solusi hanyalah khilafah rasyidah dengan metode kenabian. Kekuasaan ini akan menakut-nakuti, menghalangi, bahkan memerangi negara-negara kafir yang menganiaya umat Islam, jika perlu. Dengan izin dan pertolongan Allah, umat Islam hidup damai terlindungi di bawah kekuasaan khilafah yang dipimpin oleh khalifah. Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Allahu a’lam.

Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab