GUSTI ALLAH MBOTEN SARE, REKTOR ITK WAJIB DICOPOT DARI JABATANNYA!
Tinta Media - Budi Susanto Purwokartiko (BSP) berlagak sebagai seorang korban, setelah sebelumnya secara sadis dengan bahasa implisit menyerang ajaran menutup aurat (tutup kepala manusia gurun), yang merupakan ajaran Islam. Selain anti Islam (anti ajaran menutup aurat/berhijab) profesor satu ini juga rasis. Mengaitkan ajaran Islam yang agung dengan tempat yang identik dengan Arab, sebagai tempat asal agama Islam sebelum akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Harusnya, kalau dia menginsyafi kesalahan cukuplah dia diam. Lantas, bermuhasabah atas kesalahan diri, kenapa semua bisa terjadi. Secara kausalitas, apa yang menimpa pada dirinya dari klaim dituduh rasis, intoleran, dicopot dari reviewer IISMA, reviewer LPDP, itu semua adalah akibat bukan sebab.
Andai saja dia bisa menjaga lisannya, tidak gegabah mengunggah curhatan yang sebenarnya itu juga tidak layak diunggah diruang publik, semua yang dia alami tidak terjadi. Sekarang dia merasa berat, meradang pribadinya diserang banyak orang. Dia lupa, betapa meradangnya umat Islam yang ajaran agamanya diserang dan dituduh hanya 'taklid' pada budaya manusia gurun (arab) ?
Naif, melalui tulisannya dia mengeluh gaji rektor yang kecil ditengah jutaan rakyat bertarung untuk melanjutkan kehidupan tanpa kejelasan gaji sebagai rakyat biasa. Tak penting pula, dia menolak parcel atau menjadi kontraktor bangun rumah. Wong dia menjadi kuli bangunan pun, masih lebih beradab dan mulia asalkan bisa menjaga lisannya, ketimbang dengan gelar profesor tapi tak dapat mengatur tutur, tak cakap menjaga lidah, dan tak sensitif pada empati ruang batin umat Islam.
Janganlah mengalihkan serangan pada dirinya, sebagai serangan kepada institusi dan yang lainnya. Fokus saja pada kesalahannya. Urusan lembaga, biar lembaga yang menangani.
Kalau memang punya wibawa, mundur sebelum dicopot dari Rektor ITK. Tak usah bermanis kata dengan mengatakan siap mundur, apalagi dikaitkan dengan potensi pendapatan jika fokus mengajar di ITS.
Memangnya, visi mendidik itu dihitung dari jumlah pendapatan ? bahaya sekali, jika visi mendidik dikalkulasi dengan potensi pendapatan ? selain itu, betapa rendahnya moral anak bangsa jika dididik oleh pendidik bermental sekuler dengan orientasi materi ?
Lagipula, yang benar itu Gusti Allah mboten sare. seketika umat Islam mengkritisi profesor kacau ini, adalah bukti bahwa Allah SWT tidak tinggal diam ajaran agama Islam direndahkan.
Apa yang menimpa BSP juga bukti Allah SWT tidak tidur.
Sekarang, BSP melalui tulisannya berujar 'Gusti Mboten Sare' sebagai ajaran nenek moyang. Gusti yang mana yang tidak tidur ? agama BSP ini apa, sehingga berat sekali dia mengungkap 'Allah SWT' sebagai bagian dari gusti yang dianggap akan menolongnya dan menuntut balas atas keadaan yang menumpa BSP, padahal itu adalah dampak dari kelakuannya sendiri ?
Sudahlah, negara tidak butuh profesor seperti ini. Masih banyak, kader bangsa yang punya ikatan kuat untuk merajut kain tenun kebangsaan, bukan malah mengoyak dan merobeknya dengan ujaran rasis dan anti Islam. Copot jabatan BSP sebagai rektor ITK ! [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Harusnya, kalau dia menginsyafi kesalahan cukuplah dia diam. Lantas, bermuhasabah atas kesalahan diri, kenapa semua bisa terjadi. Secara kausalitas, apa yang menimpa pada dirinya dari klaim dituduh rasis, intoleran, dicopot dari reviewer IISMA, reviewer LPDP, itu semua adalah akibat bukan sebab.
Andai saja dia bisa menjaga lisannya, tidak gegabah mengunggah curhatan yang sebenarnya itu juga tidak layak diunggah diruang publik, semua yang dia alami tidak terjadi. Sekarang dia merasa berat, meradang pribadinya diserang banyak orang. Dia lupa, betapa meradangnya umat Islam yang ajaran agamanya diserang dan dituduh hanya 'taklid' pada budaya manusia gurun (arab) ?
Naif, melalui tulisannya dia mengeluh gaji rektor yang kecil ditengah jutaan rakyat bertarung untuk melanjutkan kehidupan tanpa kejelasan gaji sebagai rakyat biasa. Tak penting pula, dia menolak parcel atau menjadi kontraktor bangun rumah. Wong dia menjadi kuli bangunan pun, masih lebih beradab dan mulia asalkan bisa menjaga lisannya, ketimbang dengan gelar profesor tapi tak dapat mengatur tutur, tak cakap menjaga lidah, dan tak sensitif pada empati ruang batin umat Islam.
Janganlah mengalihkan serangan pada dirinya, sebagai serangan kepada institusi dan yang lainnya. Fokus saja pada kesalahannya. Urusan lembaga, biar lembaga yang menangani.
Kalau memang punya wibawa, mundur sebelum dicopot dari Rektor ITK. Tak usah bermanis kata dengan mengatakan siap mundur, apalagi dikaitkan dengan potensi pendapatan jika fokus mengajar di ITS.
Memangnya, visi mendidik itu dihitung dari jumlah pendapatan ? bahaya sekali, jika visi mendidik dikalkulasi dengan potensi pendapatan ? selain itu, betapa rendahnya moral anak bangsa jika dididik oleh pendidik bermental sekuler dengan orientasi materi ?
Lagipula, yang benar itu Gusti Allah mboten sare. seketika umat Islam mengkritisi profesor kacau ini, adalah bukti bahwa Allah SWT tidak tinggal diam ajaran agama Islam direndahkan.
Apa yang menimpa BSP juga bukti Allah SWT tidak tidur.
Sekarang, BSP melalui tulisannya berujar 'Gusti Mboten Sare' sebagai ajaran nenek moyang. Gusti yang mana yang tidak tidur ? agama BSP ini apa, sehingga berat sekali dia mengungkap 'Allah SWT' sebagai bagian dari gusti yang dianggap akan menolongnya dan menuntut balas atas keadaan yang menumpa BSP, padahal itu adalah dampak dari kelakuannya sendiri ?
Sudahlah, negara tidak butuh profesor seperti ini. Masih banyak, kader bangsa yang punya ikatan kuat untuk merajut kain tenun kebangsaan, bukan malah mengoyak dan merobeknya dengan ujaran rasis dan anti Islam. Copot jabatan BSP sebagai rektor ITK ! [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik