Tinta Media: Cianjur
Tampilkan postingan dengan label Cianjur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cianjur. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Desember 2022

Nasib Cianjur Tak Pasti, Kebijakan Negara Setengah Hati

Tinta Media - Setelah lebih dari satu bulan gempa besar Cianjur yang meluluhlantakkan wilayah tersebut, warga masih tak tahu dengan nasibnya. Para warga masih tetap bertahan di pengungsian. Masih bersabar menanti, kapan bisa hidup normal kembali?

Salah satunya penduduk wilayah Cibeureum, Kecamatan Cugenang, yang masih belum menerima dana stimulan perbaikan bangunan karena alasan proses pendataan yang tak akurat dan harus diproses ulang (bbc.com, 22/12/2022). Masih banyak juga warga yang galau, akan mendapatkan bantuan dana stimulus atau tidak terkait lokasinya di patahan sesar Cugenang. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengungkapkan lebih dari 8.300 warga telah menerima dana stimulan untuk membenahi rumah mereka. Semenjak 21 Desember 2022 lalu, BNPB menyatakan, proses penanganan bencana Cianjur memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, setelah ditetapkan masa darurat berakhir 20 Desember 2022. 

Keadaan para pengungsi kian memprihatinkan. Apalagi kondisi musim hujan kian ekstrim menyapa setiap hari. Pengungsi pun semakin rapuh dan mudah terserang penyakit. Karena kondisi kesehatan yang terus menurun.

Keadaan ini diperburuk dengan berhembusnya kabar korupsi Bupati Cianjur yang diduga menyelewengkan dana bantuan gempa (kompas.com, 28/12/2022). Memprihatinkan.

Segala fakta di lapangan menunjukkan bahwa negara lamban dalam penanganan bencana gempa. Terutama masalah tempat tinggal. Selayaknya negara dapat bergerak cepat dalam penyelesaian segala masalah korban gempa. Mengingat Cianjur adalah wilayah sesar gempa. Pemerintah merupakan pihak utama yang bertanggung jawab atas segala yang menimpa rakyatnya. 

Sistem sekularisme, sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, terbiasa lalai akan setiap kebutuhan rakyatnya. Karakter buruk sekularisme menjadikan demokrasi sebagai nafas kehidupan, yang tak menjadikan rakyat sebagai tujuan utama. Inilah yang menjadi sumber kezaliman yang terus menimpa rakyat. Kebijakan yang ditetapkan hanya kebijakan setengah hati, yang tak sajikan solusi pasti.

Jika bukan bersandar pada pemimpin, lantas rakyat harus bersandar pada siapa?

Islam mensyariatkan bahwa pemimpin adalah pengurus seluruh masalah umat. Ibnu Umar ra. berkata saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya," (HR. Bukhori dan Muslim).

Rasulullah SAW mengutamakan setiap kepentingan umat di atas segala-galanya, termasuk kepentingan Beliau SAW, berdasarkan pondasi syariat Islam. Karena dalam sistem Islam, kebutuhan rakyat adalah prioritas utama pelayanan negara. 

Penanganan bencana semestinya merujuk pada manajemen bencana yang telah ditetapkan. Demi kembalinya kestabilan keadaan pasca bencana. Sistem Islam menetapkan penanganan bencana dengan cermat, cepat, tepat dan terukur. Semuanya ditetapkan dalam peraturan negara yang jelas. Termaktub di dalamnya penanganan pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.

Semua ini tergambar saat paceklik terjadi di jazirah Arab masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al Khaththab. Saat itu, warga Daulah mendatangi Madinah untuk meminta bantuan makanan. Umar bin Al Khaththab segera membentuk tim, yang terdiri dari beberapa orang sahabat untuk penanggulangan bencana kelaparan. Setiap pengungsi didata untuk mendapatkan bantuan terbaik dari negara. Segala kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, papan dipenuhi oleh negara. Jika kondisi telah kondusif, para pengungsi diperkenankan kembali ke wilayah asal seraya dibekali kebutuhan hidupnya. Penanganan yang luar biasa. Inilah wajah sistem Islam dalam penanganan bencana. Cepat dan tepat sasaran.

Wallahu a'lam.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Selasa, 13 Desember 2022

Musibah Harusnya Mendorong untuk Muhasabah Diri

Tinta Media - Senin, 21 November lalu, kita dikejutkan dengan kabar terjadinya gempa bumi di Cianjur dengan kekuatan 5.6 SR. Gempa itu menimbulkan korban meninggal dunia 331 orang, 14 orang belum ditemukan, ratusan orang terluka, dan ribuan rumah serta bangunan hancur.  Berbagai fasilitas publik, termasuk jalan dan jembatan rusak sehingga banyak tempat terisolasi dan warga tinggal di pengungsian. 

Gempa Cianjur terasa getarannya sampai di Jakarta, Sukabumi,  Bandung, dan sekitarnya, sehingga bantuan banyak berdatangan untuk membantu korban gempa. Hanya sayang, banyak bantuan yang tidak bisa didistribusikan ke seluruh korban karena akses ke posko-posko sulit. 

Secara keilmuan, gempa bumi Cianjur terjadi karena adanya pergeseran lempeng bumi. Negara Indonesia berada di wilayah pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yang dikenal dengan sebutan Cincin Api Pasifik. Ciri khas wilayah ini adalah banyaknya gunung berapi aktif dan rawan gempa bumi. 

Gempa Cianjur pun tidak selesai hari itu saja. Gempa susulan dengan kekuatan lebih kecil terus terjadi. Bahkan sampai tgl 4 Desember 2022, telah tercatat di BMKG sebanyak 232 kali gempa. 

Selain di Cianjur, di hari yang sama juga terjadi gempa di kepulauan  Aru, Maluku,  Jayapura Papua, Sulawesi Utara,  Sulawesi Selatan, Lampung, dan Tasikmalaya dengan kekuatan di bawah 5.0 SR. Di Garut terdeteksi gempa dengan kekuatan 6.4 SR. 

Secara teologis, kaum mukminin wajib mengimani bahwa tidak ada satu pun musibah terjadi tanpa izin atau kehendak Allah Yang Mahakuasa atas langit dan bumi, termasuk menggeser lempeng bumi.

Seperti firman Allah QS At-Taghabun ayat11, yang artinya:

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin (kehendak) Allah."

Berarti musibah adalah bagian dari Qadha Allah Swt. (Qs Al Hadid: 22).

Sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. terhadap qadha Allah adalah rida (menerima). 
Menurut para ulama, musibah gempa bumi mempunyai dua arti, yaitu sebagai ujian atau sebagai bentuk peringatan dari Allah Swt. 

Sebagai ujian, maka Allah memberi apresiasi bagi mukmin yang sabar, seperti firman-Nya: 

"Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan,  kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.  Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 155).

Jadi, sikap seorang muslim saat ditimpa musibah adalah harus sabar dan tawakal kepada Allah Swt. 

Selain sabar, saat terjadi musibah, seorang muslim juga diperintahkan untuk segera bertobat kepada Allah Swt. dan melakukan muhasabah. Ini karena Allah mengingatkan bahwa musibah terjadi bukan karena Allah kejam, tetapi karena perbuatan dosa manusia seperti yang tercantum dalam QS. Asy-Syura ayat 30, yang artinya:

 "Musibah (bencana)  apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan (dosa) kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan - kesalahan kalian). 

Sungguh negeri ini sekarang sedang dilanda musibah yang bertubi-tubi. Sudah seharusnya kita bermuhasabah. Sekarang waktunya kita bertobat kepada Allah Swt. baik secara personal maupun kolektif. Itu karena tidak bisa dimungkiri bahwa negeri ini mayoritas muslim, tetapi banyak terjadi pelanggaran pada hukum- hukum Allah.  Di negeri ini banyak terjadi korupsi (pejabat tidak amanah), LGBT, penistaan agama Islam,  beragam kezaliman, adu domba antar golongan, dll. 

Kaum muslimin Indonesia harus melakukan taubatan nasuha,  kembali kepada Allah Swt. dengan menaati semua aturan-Nya. Kita harus menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk, sebab pangkal dari segala musibah adalah berpalingnya manusia dari Al-Qur'an. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Thaha ayat 124, yang artinya: 

"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al Qur'an),  sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari Kiamat nanti dalam keadaan buta. 

Kondisi kehidupan yang sulit tidak boleh berlangsung seterusnya. Kaum muslimin harus segera mewujudkan ketaatan penuh kepada Allah Swt. dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah. 

Wallahu 'alam bisawab.

Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media

Rabu, 07 Desember 2022

Penyebab Ancaman Bencana Alam Gempa

Tinta Media - Gempa Cianjur pada 21 November 2022 yang menewaskan 271 korban jiwa, diduga terjadi akibat  aktivitas dari pergeseran sesar Cimandiri. Ini membuat masyarakat menjadi lebih waspada. Di Jawa Barat sendiri terdapat 5 sesar yang aktif, yaitu sesar Cileunyi, Tanjung Sari, sesar Jati, sesar Cicalengka, sesar Legok Kole, dan sesar Lembang. Kelima sesar tersebut tentu dapat memicu gempa Jawa Barat.

Bencana alam seperti gempa adalah musibah yang tidak bisa diduga atau diprediksi terjadinya karena ini merupakan qadha Allah,  bagian dari kekuasaan-Nya. Bencana gempa yang telah terjadi di Cianjur, Jawa Barat telah mengakibatkan berbagai kerusakan, mulai dari harta benda, korban jiwa, dan korban luka-luka. 

Ada dua faktor penyebab bencana alam gempa yang sering terjadi. Pertama akibat fenomena alam, seperti pergerakan sesar yang dapat menyebabkan terjadinya gempa. Faktor yang  kedua adalah akibat perbuatan tangan manusia, yang mengundang kemurkaan  Allah, sehingga  menyebabkan bencana dan malapetaka  bagi umat manusia. Seperti firman Allah Swt. dalam Q.S Ar-Rum ayat 41 yang artinya:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." 

Gempa yang terjadi merupakan bukti  kekuasaan Allah, akibat ulah manusia yang melakukan berbagai kemaksiatan yang merajalela di muka bumi, seperti merebaknya perzinaan, riba, kemusyrikan, L6BT, berbagai kezaliman yang terjadi akibat kebijakan penguasa, serta terjadinya penistaan agama  terhadap ajaran Islam yang dilakukan oleh orang yang tidak suka kepada Islam, dan bebagai kemaksiatan lainnya. 

Ini menjadi salah satu sebab turunnya azab Allah, agar manusia sadar serta bertobat dan  kembali ke jalan yang diridai Allah. 

Manusia harus berdo'a, sabar, dan ikhlas dalam menghadapi bencana yang datang dari Allah, karena ini merupakan ujian yang akan mendatangkan pahala. 

Musibah yang terjadi adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya agar manusia bersyukur dan bertobat. Selain itu, manusia diwajibkan untuk berusaha mencegah bencana, termasuk gempa. 

Pertama, dengan kecanggihan teknologi saat ini yang bisa dimitigasi oleh para pakar geologi geodesi yang mampu memetakan potensi gempa. 

Kedua, dengan aktivitas amar makruf nahi munkar, saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Akan tetapi, sistem yang dianut sekarang adalah kapitalisme sekuler yang lahir dari hawa nafsu manusia. Sistem ini telah melahirkan manusia yang miskin iman, tidak peduli dengan keadaan sekitar, hidup bebas dengan dalih HAM. Ini  karena agama dijauhkan dari kehidupan. Agama tidak dijadikan sebagai aturan untuk mengurusi kehidupan manusia. 

Penguasa dalam sistem kapitalis menilai sesuatu  berdasarkan materi, yang meniscayakan untung rugi, sehingga penanganan bencana gempa lamban, dan hanya seadanya saja. Ini karena rakyat dianggap sebagai beban sehingga akan merugikan penguasa. 

Berbeda dengan sistem Islam, yaitu khilafah yang menjadikan  kekuasaan adalah sebuah amanah berat. Penguasa akan dimintai  pertanggungjawabkan oleh Allah Swt. kelak di akhirat atas kepemimpinan mereka dalam mengurus rakyatnya. 

Karena itu, penguasa dalam sistem Islam yang dipimpin oleh Khalifah akan cepat tanggap dalam menangani setiap bencana yang terjadi secara optimal, dan mencegah apa pun yang menjadi sebab turunnya kemurkaan Allah. Di antaranya, yaitu fengan aktivitas amar makruf nahi munkar yang dilakukan penguasa dan rakyat. 

Penerapan syari'at Islam secara kaffah oleh Khalifah akan mencegah timbulnya berbagai kemaksiatan dan kezaliman karena hukum Islam bersifat baku, tegas, dan memberikan efek jera sekaligus sebagai penebus dosa di akhirat. Dengan demikian, umat akan terjaga dari aktivitas yang mengundang murka Allah.

Dahulu, ketika khilafah tegak, pada masa khilafah Umar bin Khattab pernah terjadi gempa. Beliau segera menghentakkan tangannya ke tanah, seraya berseru. 

"Apa yang terjadi denganmu? Ingatlah, jika terjadi kiamat, pasti bumi akan menceritakan beritanya. Sebab, aku pernah mendengar rasulullah saw. bersabda: "Jika terjadi hari kiamat, maka tidak ada sehasta dan sejengkal tanah pun melainkan ia (bumi) akan memberitakannya". Lalu setelah kejadian itu Umar berkata, "Wahai sekalian manusia, tidaklah gempa ini terjadi melainkan perbuatan kalian. Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika peristiwa ini kembali terulang, niscaya aku tidak ingin tinggal lagi bersama kalian di tempat ini." 

Khalifah Umar benar-benar menjaga rakyatnya. Ketika gempa terjadi, Umar memberikan peringatan yang tegas  kepada rakyat agar tidak melakukan kemaksiatan yang akan mengundang kemurkaan Allah Swt.

Wallahu alam bishawab

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Kamis, 01 Desember 2022

Gempa Cianjur, IJM: Otoritas Mitigasi Bencana Tidak Melaksanakan Tupoksi dengan Baik

Tinta Media - Terkait gempa Cianjur, Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai otoritas mitigasi bencana tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik.

"Kejadian gempa Cianjur Senin kemarin menunjukkan bagaimana otoritas mitigasi bencana seperti BMKG, BNPB, PPMBG tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik," tuturnya dalam Aspirasi Rakyat: Ada Acara Relawan Jokowi di GBK, Ditengah Cianjur Berduka? Di kanal YouTube Justice Monitor, Ahad (27/11/2022). 

Menurutnya, kinerja otoritas mitigasi bencana yang sudah dibekali dengan dana APBN belum menggembirakan dalam menghindari korban jiwa dan kerugian ekonomi. Karena selain dibekali APBN, otoritas mitigasi bencana Indonesia seperti BMKG juga banyak mendapat bantuan teknologi dan bantuan teknik teknis dari internasional. "Namun BMKG belum sesuai harapan yaitu memberikan peringatan dini bencana terutama di daerah rawan bencana," ujarnya.

Berkenaan dengan musibah ini, IJM menyatakan turut berbelasungkawa dan prihatin yang mendalam atas musibah ini. 

Ia mengingatkan, meski musibah ini menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan rida dengan qada yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Maka atas dorongan iman, musibah harus kita sikapi dengan lapang dada, bersabar, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan semuanya kepada Allah zat yang Mahakuasa," tukasnya.

Jadi, lanjutnya, semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong umat untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariat-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan yang diwajibkannya. "Penolakan terhadap Allah dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam segala aspek kehidupan adalah bukti sikap durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya.

Ia juga menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya untuk menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan. Termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada. "Pemerintah harus bertanggung jawab dengan kelalaian ini dan melakukan langkah-langkah kongkret terkait pencegahan kemungkinan terjadinya bencana serupa di masa yang akan datang," paparnya.

Ia juga menyerukan agar umat Islam peduli terhadap penderitaan saudaranya dan mengulurkan bantuan apa saja yang bisa diberikan. 

Ia juga berharap semoga musibah ini bisa menghapus dosa para korban, menghantarkan pada derajat syahid untuk yang meninggal. "Dan memberi hikmah kepada kita untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, zat yang menciptakan alam semesta ini, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara," tandasnya.[] Ajira

Gempa adalah Musibah, Harus Diterima dengan Ikhlas

Tinta Media - Berkenaan dengan gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa gempa adalah musibah yang harus diterima dengan ikhlas.
 
“Gempa di Cianjur kemarin jelas itu adalah musibah dan harus diterima dengan ikhlas,” tuturnya di Focus UIY: Gempa, Apa Hikmahnya? Senin (28/11/2022) melalui kanal UIY Official.
 
UIY  menegaskan bahwa setiap bencana yang terjadi di muka bumi sudat tercatat di Lauhul Mahfudz, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Hadid ayat 22, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah,” ucapnya membacakan terjemahnya.
 
Artinya, sambung UIY, gempa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan dari Allah Swt. Mudah bagi Allah untuk menggerakkan sedikit saja lempeng dan dampaknya sangat dahsyat. Tapi Allah mengingatkan agar tidak terlalu bersedih terhadap apa yang luput dari kamu.
 
Besar Pahalanya
 
Berdasarkan hadis riwayat Imam Tirmizi, jelas UIY besarnya pahala itu beriring dengan besarnya ujian. Makin besar ujian makin besar pahala.
 
“Kalau menggunakan perspektif Islam sebenarnya makin besar musibah itu mestinya senang karena pahalanya besar kalau bisa menghadapi dengan sabar,” tukasnya.
 
Dalam hadis lain lanjutnya, dikatakan musibah itu sesungguhnya adalah bentuk cinta Allah kepada suatu kaum. “Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji,” ucapnya membacakan hadis riwayat Ath-Thabrani.
 
UIY juga mengutip Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 155-157 yang intinya menegaskan bahwa Allah Swt. akan menguji hamba-Nya dengan sedikit rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan.
 
“Nah yang terjadi dengan gempa itu berkurang harta, rumah ambruk, isi rumahnya juga rusak lalu mengakibatkan kematian.Tapi menariknya ayat ini mengatakan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Dalam ayat selanjutnya  disebut bagi orang yang sabar akan mendapatkan tiga hal, salawat (ampunan)  dari Tuhan mereka, mendapat rahmat dan mendapat petunjuk. Jadi perolehannya luar biasa kalau bisa menghadapi musibah dengan  sabar,” bebernya.
 
Sabar, jelas UIY, kalau merujuk pada tafsir Jalalain dikatakan di sana  adalah menahan terhadap apa yang dibenci, tidak disukai. “Inilah yang dikatakan oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Muslim, menakjubkan sekali urusan orang yang beriman itu karena semua urusan itu baik bagi dia. Jika dia tertimpa sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur,  tapi jika sesuatu yang menyulitkan yang tidak menyenangkan dia sabar dan itu baik juga,” ungkapnya.
 
Jadi, tegasnya,  kalau mendapatkan kebaikan dia bersyukur itu baik buat dia tapi kalau mendapatkan yang tidak menyenangkan dia sabar itu baik juga, karena dia dapat pahala. “Makin besar ujiannya makin  besar pahalanya,” tandasnya.  
 
Menghapus Dosa

Dalam hadis shahih Bukhari Muslim, kata UIY, dikatakan tidaklah seorang muslim tertimpa  musibah  atau tertusuk duri atau lebih daripada itu kecuali Allah dengan musibah itu, menghapus sebagian dosanya. “Jadi kalau semakin banyak musibah dosanya makin berkurang. Menjadi senang sebenarnya kan,” lugasnya.
 
Bagi yang meninggal dalam musibah itu, imbuhnya, berdasarkan keterangan dari Nabi Saw. ia syahid akhirat. “Kita prihatin dengan musibah yang terjadi, tapi dengan penjelasan diatas ternyata sangat banyak kebaikan di balik musibah,” yakinnya.
 
UIY mengingatkan bagi yang tidak terkena musibah untuk membantu saudara-saudara yang  terkena musibah.
 
“Mereka jelas memerlukan banyak bantuan, dan kita harus menyadari bahwa tidak ada orang yang tidak butuh bantuan sebagaimana juga kita. Allah akan selalu membantu hamba-Nya sepanjang hamba-Nya itu membantu saudaranya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 

Senin, 28 November 2022

Gempa Cianjur, MMC: Negeri Ini Rawan Bencana Namun Minim Mitigasi dan Tata Kelola Bencana

Tinta Media - Menanggapi peristiwa gempa Cianjur, Muslimah Media Center (MMC) merasa cukup miris melihat realitas mitigasi bencana dan tata kelola bencana di Indonesia yang masih ala kadarnya padahal sudah diketahui secara pasti bahwa Indonesia adalah negeri rawan bencana. 

"Mitigasi bencana yang seadanya dan tata kelola yang ala kadarnya disebabkan karena ketiadaan atau sulitnya koordinasi di antara pejabat dan instansi terkait serta minimnya prioritas anggaran negara untuk antisipasi,” beber narator dalam rubrik Serba-Serbi MMC : Gempa Cianjur: Gempa Dangkal dengan Kerusakan Parah, Mitigasi Seadanya? pada Rabu (23/11/2022) di kanal youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, sudah menjadi fakta bahwa Indonesia berada di wilayah tiga patahan lempeng bumi membuat negeri ini rawan bencana seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Ini, karena tata kelola urusan rakyat belum menjadi visi utama para pemangku kebijakan tak terkecuali dalam menangani bencana baik secara preventif maupun kuratif. Pembangunan fasilitas publik masih berorientasi pada keuntungan dan pasar.  

“Tata kelola urusan rakyat yang ala kadarnya adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Sistem yang telah memposisikan penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi pengurus kepentingan korporasi,” urainya.

Yang memprihatinkan lagi, menurut narator, dalam sistem kapitalisme ini rakyat dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba.  Yang kuat adalah yang mampu bertahan hidup sementara yang lemah akan tumbang. 

“Bagi rakyat yang kaya, mereka bisa membangun bangunan yang tahan gempa, sementara yang miskin hanya pasrah dengan tempat tinggal yang bisa roboh hanya dengan guncangan kecil,” tuturnya prihatin.

Narator menyampaikan bahwa keberadaan potensi bencana alam di suatu tempat merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari, akan tetapi ada upaya atau ikhtiar yang harusnya dilakukan manusia untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan.  

Kebijakan Khilafah 

Dalam penanganan musibah, menurut narator, Islam atau khilafah telah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak di atas aqidah Islam serta prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam. 

“Khilafah sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyat  wajib mengatasi potensi terjadinya bencana alam sehingga tujuan kemaslahatan untuk rakyat pun tercapai,” tegasnya.

Narator menguraikan Khilafah akan menempuh dua langkah strategi sekaligus yaitu preventif dan kuratif.  “Kebijakan preventif dilakukan sebelum terjadinya bencana atau pra bencana. Tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Sedangkan kebijakan kuratif dilakukan setelah terjadinya bencana,” bebernya.

Lebih lanjut, narator menjabarkan kegiatan preventif meliputi pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana dan pemetaan pemanfaatan lahan serta penyediaan alokasi dana. 

“Semua hal terkait pencegahan bencana, khalifah  akan mempersiapkannya dengan baik dan memadai dalam menghadapi bencana,” sambungnya.

Narator menguraikan untuk kebijakan kuratif meliputi  recovery korban  bencana dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stres, ataupun dampak-dampak psikologis kurang baik lainnya.

“Keberhasilan penanganan bencana dalam Khilafah disebabkan berpegang teguhnya Khilafah pada syariat Islam dalam menyelesaikan seluruh urusan rakyatnya,” pungkasnya.[] Erlina YD

Sabtu, 26 November 2022

IJM Turut Belasungkawa Atas Musibah Gempa Cianjur

Tinta Media - Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menyatakan turut berbelasungkawa atas musibah gempa di Cianjur.
 
“Indonesia Justice Monitor (IJM) menyatakan turut berbelasungkawa dan keprihatinan yang amat dalam atas terjadinya musibah ini,” tuturnya dalam acara Aspirasi Rakyat: Gerak Cepat! Jangan 'Rem Blong' Atasi Musibah Cianjur, melalui kanal You Tube Indonesia Justice Monitor, Senin (21/11/2022).
 
Erwin melanjutkan, meski musibah ini akan menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya kita bisa menghadapi dengan penuh kesabaran dan rida dengan qada yang datang dari Allah Swt.
 
“Hanya dengan cara ini saja kita dapat menghadapi musibah ini dengan tenang sehingga tidak menimbulkan masalah baru,” tandasnya.  
 
Menurut Erwin, pelajaran yang bisa diambil adalah betapa pun manusia tetaplah makhluk yang lemah, karena itu tidak pada tempatnya bertindak durhaka kepada Allah Swt. Zat yang menciptakan alam semesta manusia dan kehidupan ini.
 
“Semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong kita untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariah-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan semua yang diwajibkan-Nya,”
 
 Penolakan terhadap syariat Allah, ujar Erwin, yaitu dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam berbagai aspek kehidupan semacam L68T, ekonomi ribawi, budaya pornografi, korupsi dan sebagainya adalah bukti nyata dari sikap durhaka yang dimaksud .
 
“Menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada agar musibah serupa tidak memberikan dampak terlalu besar di masa yang akan datang,” serunya.
 
Erwin juga berharap kepada umat Islam untuk mengulurkan  bantuan apa saja yang bisa diberikan. “Islam menganjurkan kepada umatnya untuk peduli terhadap penderitaan saudaranya dan dilarang berpangku tangan,” tandasnya.
 
Ia berharap, musibah ini bisa menghapus dosa para korban, mengantarkan kepada derajat syahid untuk yang meninggal.
 
“Dan memberikan hikmah kepada kita semuanya untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Swt. Zat yang menciptakan alam semesta ini baik dalam kehidupan berbasis  keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Jumat, 25 November 2022

Prof. Fahmi Amhar: Cianjur Daerah Rawan Gempa

Tinta Media - Peneliti Pusat Riset Geospasial  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar mengatakan bahwa daerah Cianjur rawan gempa.
 
“Cianjur memang sudah lama dikenal sebagai daerah rawan gempa.  Cianjur dilalui sesar Cimandiri, yaitu patahan geser aktif sepanjang 100 kilometer. Sesar ini memanjang dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi, hingga ke timur laut melewati Kab. Cianjur, Kab. Bandung Barat, hingga Kab. Subang,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (22/11/2022).

Menurut Fahmi,  sekitar seabad terakhir, ada tujuh gempa besar di sepanjang Sesar Cimandiri, yaitu gempa Pelabuhan Ratu (1900), gempa Padalarang (1910), gempa Conggeang (1948), gempa Tanjungsari (1972), gempa Cibadak (1973), gempa Gandasoli (1982), dan gempa Sukabumi (2001).
 
“Daerah rawan gempa dapat dipetakan, namun gempa itu sendiri tidak dapat diprediksi kapan datangnya, apalagi dicegah atau dihalangi.  Manusia di daerah rawan gempa harus hidup dengan gempa.  Namun mereka dapat mengurangi risiko dengan membangun infrastruktur dan bangunan yang tahan gempa,” ujarnya.
 
Ini, sambung Fahmi, karena gempa sebenarnya tidak membunuh, selama tidak  ada jembatan patah, tebing longsor atau bangunan ambruk yang melibatkan manusia di sekitarnya.  “Oleh karena itu, aturan bangunan di daerah rawan gempa wajib diperketat.  Dinas PU bersama BPBD perlu lebih proaktif memeriksa kekuatan bangunan di daerah rawan gempa,” sarannya.   
Meski demikian Fahmi menyayangkan kondisi ekonomi sering memaksa warga miskin membangun rumah ala kadarnya. “Mereka juga yang kini banyak menjadi korban. Mungkinkah ada subsidi perbaikan rumah agar tahan gempa?” tanyanya.
 
Menurut Fahmi, salah satu tugas pemerintah adalah memastikan seluruh infrastruktur dan bangunan publik (kantor pemerintahan, rumah sakit, sekolah) memenuhi spesifikasi tahan gempa.  “Setidaknya tidak justru menjadi penghambat ambulance datang untuk menolong karena adanya longsor atau jembatan patah.  Dan setidaknya bangunan publik ini pada saat bencana dapat menjadi tempat pengungsian sementara,”ungkapnya.
 
Mental Spiritual
 
Fahmi mengatakan infrastruktur sosial dan mental spiritual juga harus disiapkan.  “Kita ini sering menyadari hidup di daerah rawan bencana, namun amat jarang ada latihan tanggap darurat bencana.  Walhasil pada saat terjadi bencana seperti ini, respon pertama warga sering tidak tepat,” kritiknya.  
 
Fahmi mengisahkan, dulu pasca bencana gempa dan tsunami Aceh 2004, banyak daerah melakukan tsunami drill.  Namun kegiatan ini terkesan asal jalan.  Ketika proyek selesai, masyarakat dan pemerintah setempat tak merasa perlu melakukannya lagi.  Seolah-olah seluruh latihan itu adalah kebutuhan negara donor, bukan masyarakat di sini.
 
“Selain memperkuat kesigapan masyarakat, membangun sikap mental saling menjaga juga penting.  Di Jepang, sewaktu gempa 9 SR dan tsunami melanda Sendai tahun 2011 dulu, infrastruktur dan dunia usaha praktis lumpuh.  Banyak warga mengambil sendiri sembako di Supermarket.  Dan ketika kondisi pulih, warga tersebut kembali ke supermarket, melaporkan barang yang diambilnya saat kondisi darurat, dan mereka antri untuk membayarnya,” ujarnya mengisahkan.
 
Meski demikian, kata Fahmi, masih sulit membayangkan seperti ini di Indonesia. Meski sulit namun menurutnya  kita mesti membangun sumberdaya manusia kearah sana. 

Fahmi juga mengajak untuk mengembangkan sikap mental spiritual yang positif bahwa gempa ini bukan azab tapi ujian dari Allah untuk menilai siapa yang lebih baik amalnya.
 
“Yang kena musibah diuji kesabarannya. Yang tidak kena musibah diuji solidaritasnya.  Dan semuanya diuji agar ke depan makin bertakwa.  Yang azab itu hanyalah jika ahli maksiat tewas saat bencana tanpa sempat bertobat.  Adapun ahli taat, mereka mati syahid,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab