Tinta Media: China
Tampilkan postingan dengan label China. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label China. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Agustus 2023

PROKSI & ANTEK AS VS CHINA DALAM LAGA PILPRES 2024



Tinta Media - Sebelum membaca tulisan ini, penulis mohon agar pembaca tidak baper, terutama yang saat ini terlibat dalam Pilpres baik aktor, partisan hingga relawan. Mengingat, mungkin saja analisa dan kesimpulan dari tulisan ini tidak sejalan dengan pikiran dan suasana batin mayoritas rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan.

Ya, perubahan yang menjadikan negeri dengan kekayaan alam melimpah, SDM unggul, mayoritas muslim, letak geo strategis yang menguntungkan, dan berbagai keunggulan lainnya, menjadi lebih baik, menjadi negeri yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur. Bukan sekedar perubahan untuk menyatukan cebong dan kadrun, atau menyatukan politisi untuk bersatu dan berbagi kue kekuasaan.

Sebagai pengantar, penulis akan mengawalinya dengan memberikan batasan terminologi tentang apa itu proksi. Dalam konteks korporasi, Proksi adalah Pihak lain yang oleh seorang pemegang saham ditunjuk dan diberi wewenang untuk mewakilinya dan untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan atau diminta dalam rapat umum pemegang saham.

Dalam konteks politik, khususnya Pilpres, proksi dapat didefinisikan sebagai pihak lain yang ditunjuk oleh otoritas kekuasaan yang lebih tinggi, untuk menjalankan agenda politik sesuai perintah pemberi agenda, dimana proksi seolah-olah bertindak merdeka dan mandiri, padahal sejatinya proksi sedang menjalankan agenda tuannya. Dalam konteks konstelasi politik global, proksi bisa menjadi agen kapitalisme global, agen negara tertentu, atau agen kelompok kapitalis global.

Yang agak mirip dengan proksi adalah antek. Namun, antek seolah-olah tidak memiliki kemerdekaan dalam menjalankan agenda tuannya.

Antek adalah orang yang menjalankan agenda orang lain, atau suatu pihak yang menjalankan agenda pihak lainnya, baik dengan kesadaran dirinya menjadi antek yang mematuhi tuannya, atau secara tidak sadar dirinya menjadi bagian dari antek dari agenda global. 

Misalnya saja, orang-orang yang berteriak demokrasi dan HAM, yang berjuang demi keadilan dan kesejahteraan negerinya, secara tidak sadar telah menjadi antek Amerika dan kapitalisme global. Sebab, diantara modus operandi Amerika dan kapitalisme global melakukan dan melanggengkan penjajahan (imperialisme) adalah dengan menjajakan demokrasi dan HAM.

Sementara itu politisi yang sowan ke Amerika, atau ke China, untuk mendapatkan dukungan politik, baik secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi, maka jelas politisi yang seperti ini adalah antek. Karena secara sadar mereka meminta dukungan Amerika atau China, yang konsekuensinya tentu saja kebijakan mengelola pemerintahan harus sejalan dengan agenda dan kepentingan Amerika atau China.

Dalam Pilpres 2024 ini, penulis dapat menegaskan bahwa semua kubu yang bertarung tidak lepas menjalankan peran antek, atau setidaknya peran proksi, baik bagi Amerika maupun China, dengan pertimbangan sebagai berikut:

Pertama, dari sisi narasi ada pertarungan narasi yang mengkonfirmasi pertarungan pengaruh China dan Amerika. Sehingga, proksi China tidak mungkin mengedarkan narasi anti China, sebaliknya proksi Amerika juga tak akan mempromosikan narasi anti Amerika.

Pada isu kebangkitan komunisme PKI misalnya. Proksi China begitu anti pada narasi potensi kebangkitan PKI. Mereka selalu mengedarkan kounter narasi dengan menyatakan PKI sudah dibubarkan, tak mungkin bangkit kembali dan kalau ada silahkan tunjukan, maka pasti akan digebuk.

Proksi China tak ingin isu komunisme PKI dibesarkan, karena hal ini akan memicu sentiman anti komunis, yang dampak derivatnya adalah berimplikasi pada kebijakan anti China. Padahal, di era rezim Jokowi saat ini, begitu banyak kebijakan yang melayani dan menguntungkan China, khususnya dibidang investasi dan pertambangan yang digawangi oleh Luhut Binsar Panjaitan.

Sementara proksi Amerika terlalu sibuk dengan narasi ancaman PKI, setiap bulan September selalu menggelorakan narasi kebangkitan PKI, namun pada saat yang sama tidak pernah mempersoalkan (permisif) pada dampak kerusakan dan ancaman aktual dari penerapan ideologi Kapitalisme sekuler.

Proksi Amerika yang berteriak-teriak tentang bahaya PKI, tak pernah secuilpun menyinggung bahaya Amerika, bahaya liberalisme yang menyebabkan Freeport berpuluh tahun merampok emas di Papua, bahaya liberalisme yang merusak generasi bangsa dengan nilai kebebasan, LGBT, sekulerisme, penistaan agama, dan lain sebagainya.

Baik sadar maupun tanpa sadar, narasi komunisme PKI dimanfaatkan oleh Amerika untuk menggebuk pengaruh China yang mulai merengsek memasuki sendi-sendi politik dan ekonomi di Indonesia, dan hal ini membahayakan bagi kepentingan ekonomi dan politik Amerika yang sejak era Orde Baru menguasai Indonesia secara prerogratif, nyaris tanpa pesaing.

Kedua, dari sisi endorsement politik, nampak sekali mana saja proksi politik China maupun Amerika. Proksi China yang saat ini berkuasa, tidak pernah memberikan peluang sedikitpun bagi proksi Amerika untuk mengakses legacy pembangunan di era rezim sebagai legacy politiknya. Kasus Jakarta International Stadium (JIS) adalah konfirmasinya.

Fokus rezim adalah memberikan ruang dukungan untuk kampanye proksi China agar dinilai berhasil dan baik di mata rakyat, sambil terus memanfaatkan kekuasaan untuk menekan proksi Amerika yang sedang berusaha mengambil alih kekuasaan. Dipersoalkannya proyek Formula E dan diabaikannya kerugian negara dalam kasus Mandalika adalah bukti kongkritnya.

Sementara Amerika, memberikan ruang endorsement bagi proksinya dengan membuatkan panggung parade elektabilitas dalam forum-forum internasional, baik di tingkat Eropa, atau pertemuan lembaga-lembaga dunia. Amerika memaksimalkan panggung yang dikuasainya, untuk memoles proksinya agar dipandang baik dan diterima rakyat Indonesia.

Ketiga, terjadi perseteruan dan perang tidak langsung antara Amerika dan China melalui proksinya, baik secara ekonomi maupun politik. Dan pada akhirnya, baik Amerika maupun China menyadari kunci kemenangan pertarungan Ekomoni dan politik ini adalah ketika Amerika maupun China mampu mendudukkan proksinya ke tampuk kekuasaan R.I. 1.

Kasus kebijakan hilirisasi nikel, misalnya. Kebijakan ini sangat menguntungkan China, Karena mayoritas pemain tambang nikel asing adalah china, bukan Amerika dan Eropa.

Dampaknya, pasar global Eropa dan Amerika kekurangan pasokan nikel murah, kalaupun ada harus melalui transit China dengan harga yang lebih mahal. Karena pada akhirnya, kebijakan hilirisasi ini hanyalah modus operandi China melalui proksinya, untuk mengamankan pasokan bahan baku nikel bagi industri China, terutama di era konversi energi dari bahan bakar fosil menuju energi listrik.

Buktinya, meski ada larangan eksport, meski ada kebijakan hilirisasi, ternyata sepanjang 2021 hingga 2022, ada 5 juta ton nikel yang dieksport langsung dari Indonesia ke China. Hal ini jelas-jelas merugikan kepentingan ekonomi Amerika dan Eropa, untuk mendapatkan bahan baku nikel murah dari Indonesia.

Secara politik, Amerika menggunakan kekuatan proksinya dengan memanfaatkan perlindungan Sheriff Amerika di Asia Tenggara (Australia), agar proksi Amerika dapat menyerang dengan kekuatan penuh proksi China, tanpa resiko kriminalisasi karena berada dibawah suaka politik Amerika melalui Sheriffnya.

Serangan ini akan terus dilakukan, dan akan semakin besar mendekati Pilpres 2024. Target serangan adalah menjatuhkan rezim proksi China, atau setidaknya mendelegitimasinya, agar tidak melakukan atau melanjutkan rencana proksi China untuk menghalangi proksi Amerika untuk naik ke tampuk kekuasaan.

Keempat, kedua kubu baik proksi China maupun Amerika saat ini sedang saling mengintai dan siap memangsa. Apalagi proksi China, merasa diatas angin disebabkan dua alasan:

1. Proksi China saat ini berkuasa, sehingga dapat memanfaatkan seluruh instrumen kekuasaan untuk menekan lawan sekaligus meningkatkan dukungan elektabilitas bagi capres yang didukungnya.

2. Proksi China sadar, proksi Amerika tidak akan terlalu mendapat dukungan penuh dari Amerika karena secara global Amerika konsentrasinya sedang terpecah karena krisis Rusia VS Ukraina. Ada adagium yang menyatakan "terlalu sulit untuk memenangkan dua pertarungan dalam waktu yang bersamaan'.

Sementara proksi Amerika menyadari dengan kesadaran utuh dan menyeluruh, bahwa proksi China saat ini sedang bangkrut, tidak memiliki legitimasi politik berupa dukungan rakyat dalam memimpin rakyat. Karena rakyat memahami, semua kerusakan yang saat ini dialami Indonesia adalah karena ulah rezim proksi China.

Meskipun demikian, setelah kontestasi Pilpres 2024 usai maka Amerika dan China tetap akan berbagi peran dan kapling jajahan di Indonesia. Pertarungan yang mereka lakukan baik secara langsung maupun melalui proksinya, hanyalah untuk memperluas batas wilayah jajahan, bukan untuk saling menyerang dan mematikan.

Pada akhirnya, siapa yang mampu mendudukan proksinya ke tampuk kekuasaan, maka dialah yang akan memiliki saham mayoritas untuk menjajah negeri ini. Sementara kubu yang lain, tetap memiliki andil dan selalu akan mendapatkan bagian dari deviden penjajahan. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Kamis, 24 November 2022

JOKO WIDODO MENJADIKAN INDONESIA SEBAGAI BENTENG PERTAHANAN EKONOMI CHINA?

Tinta Media - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggalang dukungan China untuk menghadapi ketidakpastian global karena 'badai sempurna' (the perfect storm). Upaya itu diklaim untuk mencegah krisis ekonomi global agar tak menjalar ke kawasan ASEAN.

"Sebagai mitra komprehensif strategis, ASEAN dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) harus pastikan hal tersebut tidak terjadi," 

Demikian, ungkap Jokowi saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-RRT ke-25 yang digelar secara langsung di Phnom Penh, Kamboja, seperti dikutip dari keterangan resmi pada Jumat (11/11).

Pernyataan Joko Widodo ini justru akan memastikan, Indonesia akan menjadi pemasok bahan baku industri China sekaligus menjadi pasar bagi produk-produk China. Dalam situasi sulit seperti ini, China tidak saja berusaha mengembalikan kapasitas produksi industri China agar pertumbuhan ekonomi China bangkit. China juga butuh pasokan bahan baku dan pasar untuk membuang produknya.

Indonesia dengan SDA yang melimpah, akan menjadi supplier bahan baku industri China yang murah. 280 juta penduduk Indonesia, juga menjadi market penting bagi produk China.

Sebagaimana diketahui, Nilai Perdagangan Bilateral China-Indonesia Tembus Rp 16,97 Triliun. Nilai perdagangan bilateral antara China dan Indonesia mencapai USD 1,1 miliar atau tembus Rp 16,97 triliun (asumsi kurs Rp15.432 ,5 per dolar AS) pada sembilan bulan di tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat 29 persen secara tahunan (yoy). 

Pada tahun 2021, Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun mengatakan transaksi perdagangan antara Indonesia dengan China menembus hingga US$90 miliar atau setara Rp1.278 triliun (kurs Rp14.207 per dolar). 

Penurunan nilai perdagangan China di tahun 2022 tidak lepas dari kondisi perlambatan ekonomi yang melanda China.

Mengutip Trading Economics pada Rabu (5/10/2022), pertumbuhan ekonomi China melambat atau hanya tumbuh sebesar 0,4 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal II/2022. Angka tersebut jauh dibandingkan kuartal I/2022 yang tercatat sebesar 4,8 persen.

Untuk kembali memulihkan Ekonomi, China membutuhkan Indonesia. Baik untuk dukungan sumber daya alam, bahan baku industri dan pasar bagi produk China. Komitmen Joko Widodo menjadikan Indonesia mitra China tentu akan sangat membantu perekonomian China. Namun, bagaimana dampaknya bagi Ekonomi Indonesia? terutama dampak eksploitasi SDA secara brutal dan banjirnya pasar Indonesia oleh produk-produk China?

Entahlah, selama ini kehadiran eksploitasi SDA oleh perusahaan China yang memboyong TKA China hanya menimbulkan kesenjangan dan konflik sosial. Banjirnya produk China, juga memaksa sejumlah industri lokal gulung tikar dan terpaksa melakukan PHK. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Minggu, 14 Agustus 2022

TAIWAN TUMBAL AS UNTUK HADAPI CHINA?

Tinta Media - Meski kunjungan resmi ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi di Taiwan telah berakhir, militer China masih melanjutkan latihan di laut dan udara sekitar Taiwan. Pada Senin (8/8/2022) Komando Teater Timur China mengatakan, akan menggelar latihan gabungan yang fokus pada operasi anti-kapal selam dan serangan laut.

Pengumuman ini mengkonfirmasi kekhawatiran pengamat keamanan dan diplomat bahwa Beijing akan melanjutkan tekanannya pada pertahanan Taiwan. Kunjungan Pelosi membuat China yang mengklaim Taiwan bagian dari wilayahnya menjadi geram.

Beijing sempat merespons kunjungan Pelosi dengan meluncurkan rudal balistik di Taiwan untuk pertama kalinya. China juga memutuskan sejumlah saluran dialog dengan Washington.

Kementerian Pertahanan Taiwan mendeteksi 66 pesawat Angkatan Udara dan 14 kapal Angkatan Laut China. Sebelumnya dilaporkan stasiun televisi pemerintah China mengatakan mulai saat ini militer China akan menggelar latihan "rutin" di bagian timur garis tengah Selat Taiwan. Laporan itu mengutip seorang komentator.

AS dan juga media-media Barat turut mewarnai framing media global dengan terus mem-blow up narasi-narasi invasi China yang akan datang ke Taiwan. Narasi ini juga digunakan untuk membenarkan penjualan senjata AS kepada militer Taiwan termasuk kesepakatan senjata baru-baru ini senilai beberapa miliar dolar AS.

Hal ini sebagaimana dimuat dalam Business Insider dalam artikelnya berjudul, “Invasi China ke Taiwan tidak akan mudah, dan 400 rudal anti-kapal yang direncanakan AS untuk dijual ke Taiwan akan membuatnya semakin sulit.”

Kurang dari seminggu setelah resmi menjual senjata senilai $ 1,8 miliar ke Taiwan, Departemen Luar Negeri AS memberikan laporan kepada Kongres tentang kemungkinan Penjualan Militer Asing ke Taiwan sebesar $ 2,4 miliar yang mencakup ratusan rudal dan peluncur anti-kapal Harpoon.

Penjualan besar tersebut, jika disetujui oleh Kongres, akan memberi Taiwan 100 Harpoon Coastal Defense Systems (HCDS) dan 400 RGM-84L-4 Harpoon Block II Surface-Launched Missiles, senjata yang sangat mumpuni untuk segala cuaca yang dapat mencari dan mengambil kapal sejauh setengah jalan melintasi Selat Taiwan. Penjualan rudal tambahan tersebut nantinya akan disetujui.

Selain jaringan “soft power” AS di kawasan, Taiwan sekarang berfungsi sebagai pangkalannya, mengingat AS masih kekurangan sarana untuk menghadapi atau menahan pengaruh China – baik dalam hal Taiwan dan wilayah yang lebih luas.

Kebutuhan akan “invasi China” atas wilayah yang telah diakui sebagai bagian dari China oleh PBB dinilai tidak masuk akal, terutama pada level yang paling jelas secara ekonomi di mana China daratan sekarang berdiri sebagai mitra dagang dan investor terbesar Taiwan.

China Daratan telah menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Taiwan selama beberapa tahun terakhir dan telah membantu meredakan ketegangan lintas Selat.

Karena hubungan ekonomi Taiwan dengan China daratan, upaya terbaru AS untuk memperkenalkan kembali perpecahan di antara keduanya telah merugikan ekonomi Taiwan. Pemerintah yang memenuhi keinginan Washington untuk membatasi investasi daratan dan menentang keputusan Beijing mengenai wilayah China telah memutus aliran masuk ekonomi Taiwan – dan bahkan Barat yang lebih luas – tidak dapat mengkompensasinya.

Peninjauan terhadap investasi dan perdagangan asing Taiwan selama dua dekade terakhir menunjukkan tren yang jelas dan tidak dapat dihindari terkait masa depan Taiwan. Yaitu adanya tren yang ditandai dengan menyusutnya peran Barat dalam bidang ekonomi Taiwan dan digantikan oleh peningkatan tren China daratan, yang secara nyata berdampak pada Taiwan secara geopolitik.

Upaya AS untuk membangun gerakan kemerdekaan Taiwan dimaksudkan untuk dengan sengaja mengganggu tren ini – dan hal itu dilakukan bukan dengan memberi Taiwan alternatif ekonomi tetapi malah memancing wilayah itu ke dalam pertikaian politik dan bahkan militer dengan China daratan dan sekutu regionalnya. Ini dilakukan secara khusus dengan mengorbankan hubungan ekonomi Taiwan dengan keduanya.

Sama seperti Australia dan lainnya yang ditarik ke dalam kebijakan luar negeri anti-China Washington – sikap seperti itu tidak berkelanjutan. Selama ini China dapat menghindari provokasi dan konflik dan terus menawarkan manfaat kemakmuran ekonomi dan perdamaian sebagai alternatif dari strategi ketegangan Washington. Sementara gaya hegemoni Indo-Pasifik Washington terus melemah dan berdampak pada kepentingan negara-negara pendukungnya di kawasan. Hal ini tentu akan menjadi pintu masuk bagi negara-negara lain yang tertarik pada arsitektur kawasan yang lebih konstruktif.

China saat ini bukanlah ancaman langsung bagi Amerika saat ini. Tetapi Amerika tidak dapat mentolerir kebangkitan negara yang mungkin menjadi ancaman bagi China di masa depan. Oleh karena itu AS berkomitmen penuh saat ini untuk menahan kebangkitan China. Amerika, menggunakan berbagai tipudaya politik untuk menipu China agar sibuk dengan urusan internal dan regionalnya agar selaras mengikuti kebijakan Amerika.

Realitas ini membuat Cina terlalu fokus pada wilayah regional dan tidak memiliki ambisi untuk lebih dari itu. Hal ini akan berubah apabila Cina mengubah ambisi regionalnya menuju ambisi global. Tanpa adanya perubahan ambisi, maka Cina tidak akan menjadi kekuatan global. Dengan pandangan regional yang sempit, Cina tidak akan mampu menandingi AS. Apa yang dilakukan Cina di Afrika sebenarnya tidak untuk menantang AS tapi sekedar usaha mendapatkan akses kepada energi minyak, dimana Cina akan semakin tergantung kepadanya. Di sinilah Cina menghadapi isu penting yang akan menentukan status masa depannya.

China juga menghadapi berbagai masalah yang memerlukan solusi, dan tanpa ideologi yang jelas maka China tidak akan menyelesaikan masalahnya secara konsisten pula. Tanpa ideologi, China akan terus didikte isu sebagai akibat tidak terselesaikannya isu yang lain. Pembangunan ekonomi China yang semakin tergantung kepada pasokan minyak membuat Cina harus membangun kerjasama yang koheren yang memiliki minyak. Tanpa ideologi, China sudah menghadapi masalah integrasi Tibet dan Xinjiang. Pertanyaannya, tanpa ideologi, bagaimana China akan mengintegrasikan Tibet dan Xinjiang, dan dengan ideologi apa penduduk tersebut akan diintegrasikan?

Secara domestik China memang diperintah oleh Komunisme, karena memang China masih dipimpin oleh sistem 1 partai. Akan tetapi China mulai beranjak ke sistem pasar bebas. Di saat yang sama, China juga bersikap nasionalistik yang memancing seruan disintegrasi dari beberapa wilayah, dimana AS berperan dalam memberikan dukungan diam-diam secara terus menerus. Sampai pada satu titik Cina memutuskan apa jati dirinya, negeri ini akan terus ditarik ulur ke arah yang berbeda-beda dan China pun tidak akan mampu bangkit untuk menandingi adidaya manapun.

Dan kita berharap semoga dunia muslim segera bangkit dan dan akan kembali bersatu di atas sistem yang mengadopsi manhaj Nabi (Saw) yang akan menyatukan semua negeri Muslim, membebaskan wilayah pendudukannya, menerapkan syariah Islam, memulihkan cara hidup Islam dan membawa cahaya Islam ke seluruh dunia, menjadi barisan kekuatan besar, dan bergerak untuk membawa keamanan dan stabilitas ke urusan dunia dengan menghadapi, menahan dan menenangkan intrik kekuatan besar dari Amerika Serikat, Inggris, Eropa, China dan lainnya dan mengembalikan dunia ke keadaan damai dan kemakmuran serta menjadi kekuatan nomor satu dunia.

Umar Syarifudin
Pengamat Politik Internasional

Selasa, 09 Agustus 2022

Indonesia Pindah ke Lain Hati, Mungkinkah?

Tinta Media - Pemerintah Indonesia bertolak ke Beijing, China untuk menemui presiden Xi Jinping guna membahas kerja sama ekonomi  pada bidang perdagangan dan investasi. (katadata.com, 24/07)
 
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa China adalah mitra strategis Indonesia dan ASEAN. Pada 2021, nilai perdagangan antara keduanya mencapai Rp1.644 triliun. Sedangkan, investasi China di negeri ini menempati urutan ketiga dengan nilai 47,8 triliun. (katadata.com)
 
China adalah musuh nomor satu Amerika. Dengan demikian, China menjadi negara nomor dua di dunia setelah Amerika. Keduanya bersaing untuk menguasai dunia, terutama dalam bidang ekonomi dan politik.
 
Selama ini, Amerikalah yang menguasai dunia. Indonesia pun menjadi salah satu negara bawahan Amerika secara tidak langsung. Maka, satu persatu kebijakan yang ada selalu mengikuti keinginan Amerika sebagai tuan. Sebab, dunia hari ini tidak hanya berkiblat pada Amerika di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial dan yang lainnya. 
 
Amerika merupakan negara adidaya dunia. Dia memegang kapitalisme sebagai pilar negaranya. Kapitalisme inilah yang disebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan ideologi inilah, Amerika menjerat hampir seluruh negeri, bisa dengan dalih utang ataupun menggertak dengan militer dan power.
 
Beberapa waktu yang lalu, dunia maya heboh dengan munculnya sebuah SMS yang berisi rencana pembangunan kiblat baru di China. Beredar setelahnya, info bahwasanya SMS tersebut merupakan kabar burung.
 
Tidak ada yang bisa memastikan bahwa isi dari pesan tersebut akan benar-benar terealisasi di masa depan. Kiblat di pesan tersebut boleh jadi bukan bermakna kiblat secara harfiah, tetapi bermakna kiasan, yaitu
Kiblat yang bermakna bergantinya kecenderungan Indonesia, dari Amerika ke China. Kemungkinan ini diperkuat dengan kunjungan-kunjungan pemerintah Indonesia ke China, kerjasama keduanya dalam bidang ekonomi, pembentukan One Bolt One Road (OBOR), kerjasama milier, membludaknya tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia, dan sebagainya.
 
Beberapa bulan yang lalu, saat rakyat Indonesia diminta untuk karantina mandiri di rumah karena naiknya angka positif Covid-19, warga Indonesia memanas dengan viralnya kedatangan ratusan pekerja China di beberapa bandara.
 
Pada 21 Desember 2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis, terdapat 5.355 orang tenaga kerja asing (TKA) di sektor pertambangan mineral dan batu bara, termasuk di smelter.
 
Jumlah ini adalah yang terdaftar di lembaga negara. Nyatanya, masih banyak di luar sana yang tidak terdaftar, terbukti dari banyaknya tenaga kerja China yang tiba-tiba muncul ketika Palu mengalami tsunami. Juga kedatangan TKA asal Tiongkok yang tidak hanya sekali selama pandemi.
 
Asumsi ini diperkuat lagi dengan kunjungan presiden China satu tahun yang lalu. Dalam kunjungan tersebut, pemerintah Indonesia menyambutnya dengan sangat baik, bahkan di saat dunia sedang gempar dengan berita penyiksaan muslim Uighur.
 
Kiranya pemerintah Indonesia telah berpindah hati. Awalnya mereka memihak pada Amerika. Namun, perlahan mereka mulai berpindah haluan kepada China. Akan tetapi, perlu kita pahami, dukungan Indonesia kepada China ini merupakan pengkhianatan terhadap muslim. Apalagi, Indonesia notabene negeri mayoritas muslim.
 
Politik luar negeri China memang menggunakan kapitalisme, sebagaimana Amerika. Akan tetapi, pengaturan dalam negeri berpijak pada komunisme.
 
Oleh sebab itu, mereka membenci umat beragama, terutama muslim. Uighur, etnis muslim terbesar di China dimasukkan ke dalam kamp-kamp penyiksaan. Anak-anak dipisahkan dari orang tua, dibawa ke tempat lain, dicuci otaknya, dan dihilangkan identitas muslimnya.
 
Kalaupun ada yang tidak masuk kamp-kamp ini, mereka dilarang salat, membaca Al-Qur'an, memakai kerudung, bahkan jika pakaian mereka panjang akan dipotong. Di bulan Ramadan, muslim Uighur dilarang untuk berpuasa. Apabila ada yang nekat berpuasa, akan dipaksa untuk berbuka. Bahkan berbuka dengan makanan-makanan yang haram.
 
Maka, kaum muslimin di seluruh dunia sudah sepantasnya waspada terhadap pemerintahan China ini. Tindakan seorang penguasa muslim yang mendukung pemerintahan China bisa termasuk sebagai tindakan pengkhianatan bagi kaum muslimin. Karena hal itu berarti kaum muslimin dan Islam di negeri itu sedang diremehkan.

Mereka muslim, tetapi tidak membenci orang yang menyiksa kaum muslimin, bahkan malah mendukungnya. Ini karena mereka mengimani Islam hanya sebatas di atas kertas. Mereka juga tidak menerapkan Islam di seluruh aspek kehidupan mereka. Padahal, mereka sendiri adalah muslim dan kepala negara mayoritas muslim.

Jika mereka berislam secara kaffah, maka mereka tidak akan mengkhianati kaum muslimin. Dalam Islam, haram hukumnya bersikap khianat bagi seorang penguasa karena termasuk dosa besar yang pelakunya sangat dibenci Allah Swt.
 
Dalam sebuah hadis disebutkan:

Ma'qil bin Yasār -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū': "Tidaklah seorang hamba dibebani amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat lalu mati dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya; melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya."  (Muttafaq 'alaih)

Dalam surat Al-Anfal, Allah Swt. juga berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat."
(QS. Al-Anfal: 58)

Dalam negara Islam pun, status kafir dibagi menjadi 3, yaitu kafir harbi, mu'ahad, dan dzimmi.
 
Pertama, kafir harbi. Kafir harbi adalah negara kafir yang menunjukkan secara terang-terangan bahwa mereka membenci Islam dan umatnya. Negara seperti ini wajib untuk diperangi. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: 
 
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan salat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, berarti mereka telah menjaga jiwa dan harta mereka dariku (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan (alasan) hak Islam serta hisab mereka diserahkan kepada Allah.” [HR al-Bukhâri]
 

Kedua, kafir mu'ahad. Kafir mu'ahad adalah kafir yang terikat perjanjian dengan khilafah (negara Islam), atau penduduk negara kafir harbi yang meminta perlindungan kepada khilafah.
 
Atas orang-orang kafir ini, Allah Swt. berfirman yang artinya:
 
“Dan jika salah seorang kaum musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.” [at-Taubah/9:6]
 
Dan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
 
“Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya” [at-Taubah/9:12] [6]
 
Tentang pemberian keamanan ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
“Perlindungan kaum muslimin (terhadap orang kafir) adalah sama walaupun jaminan itu diberikan oleh kaum muslimin yang paling rendah."

Ketiga, kafir dzimmah (ahli dzimmah). Kafir jenis ini tinggal di dalam khilafah dan wajib dilindungi darah dan hartanya sebagaimana seorang muslim.
 
Seperti itulah seharusnya seorang kepala negara muslim memperlakukan orang-orang kafir, bukan malah berkhianat kepada umat Islam dengan mendukung negara kafir yang jelas-jelas membenci umat Islam dan menyiksanya.

Sayangnya hanya seorang khalifahlah yang mampu berbuat adil seperti itu. Maka, jika kita mengharapkan pemimpin yang benar-benar berpihak kepada kaum muslimin, caranya hanya satu, yaitu dengan menegakkan khilafah di muka bumi ini.

Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Wafi Mu'tashimah
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab