CSS 2023, Mampukah Berikan Akses Sanitasi Layak untuk Masyarakat?
Tinta Media - Air bersih adalah dambaan semua masyarakat. Sebagian orang ada yang mendapatkannya gratis langsung dari alam, tetapi sebagian besar harus membayarnya. Bahkan, di pedesaan pun air bersihnya tersedot oleh mesin raksasa perusahaan air minum.
Sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi salah satu capaian tujuan pembangunan berkelanjutan pemerintah pada sektor lingkungan hidup, untuk memastikan masyarakat mencapai akses sanitasi layak.
Akses air bersih dan sanitasi sebenarnya sudah menjadi fokus percepatan kebutuhan dasar di Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Melalui Musyawarah Nasional Akkopsi di Kabupaten Tangerang. Akhirnya Kabupaten Bandung terpilih sebagai tuan rumah City Sanitation Summit (CSS) ke-21 tahun 2023, dalam rangka mendukung pelaksanaan percepatan sanitasi di Kabupaten Bandung.
Melalui CSS ke-21 ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Cakra Amiyana berharap, manfaatnya dapat dirasakan tidak hanya oleh Kabupaten Bandung, tetapi juga kawasan Bandung Raya dan Jawa Barat secara regional.(timesindonesia.co.id, 2/12/2022 )
Pemerintah berharap Kabupaten Bandung tidak hanya sebagai penyelenggara CSS ke-21, tetapi juga menyandang misi nasional untuk percepatan capaian sanitasi aman. Pemerintah pun yakin event ini berdampak positif terhadap masyarakat. Menurutnya, sanitasi menyangkut peradaban. Salah satu ciri peradaban maju dapat dilihat dari kualitas sanitasi yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Namun, bagaimana kualitas sanitasi di negeri ini? Sanitasi yang tidak layak banyak dirasakan oleh kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, baik di lingkungan rumah, sekolah, pondok pesantren, maupun tempat umum lainnya.
Mengapa di lingkungan masyarakat bisa terdapat banyak akses santasi tidak layak? Bagaimana peran dan kepedulian negara dalam melestarikan kebersihan dan sanitasi air yang baik untuk masyarakat? Apakah program CSS ke-21 ini mampu mengubah kondisi lingkungan masyarakat menjadi lingkungan yang memiliki akses air bersih dan sanitasi layak?
Namun, program CSS ini nampaknya bukan solusi mendasar dari akar permasalahannya.
Faktanya, akses kebersihan dalam masyarakat kapitalisme selama ini hanya bisa dinikmati oleh sekelompok elit kapital.
Hanya yang memiliki uang sajalah yang bisa menikmati kebersihan dan kenyamanan yang nyata. Semuanya terjadi karena kebersihan dalam sistem kapitalisme tidak lahir dari akidah, melainkan karena dorongan materi.
Fakta dari krisis sanitasi air yang melanda dunia ini merupakan bukti bahwa di tangan peradaban Barat sekuler kapitalis, bumi menderita kerusakan lingkungan yang sangat parah. Krisis air bersih yang melanda dunia ini, sejatinya tidak dapat terlepas dari laju deforestasi yang begitu cepat.
Sistem ekonomi kapitalisme melaksanakan pembangunan jor-joran, meski harus melakukan pembukaan lahan yang luas. Kondisi ini makin diperparah dengan konsep liberalisasi sumber daya alam sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan sumber daya air legal dikelola oleh pihak swasta.
Alhasil, terjadilah eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan. Tidak heran jika puluhan juta jiwa tetap belum mendapat akses air bersih dan sanitasi yang baik. Kondisi ini bertambah parah dan semakin meluas setiap musim kemarau tiba.
Sementara saat kondisi ini terjadi, tak ada kebijakan yang dapat menyelesaikan ataupun menyentuh akar persoalan.
Negara semestinya membuat program dalam mengatasi problem kekeringan yang diakibatkan kondisi fisiologis tiap wilayah, juga mandiri dari beragam program untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan yang terjadi.
Negara tidak akan mampu melakukan hal tersebut selama masih berpijak pada sistem kapitalisme sekuler. Padahal, kekeringan ditambah dampak perubahan iklim yang terjadi tentu saja akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat. Secara ekonomi hal ini berdampak buruk dan menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Dalam kehidupan Islam, kebersihan dan keindahan telah lama menjadi budaya kaum muslimin yang tinggal dalam sistem Khilafah. Bahkan, saat bangsa Eropa masih dalam kondisi kegelapan tak mengenal kebersihan, bau, kasar, dan kotor, kebersihan dan keindahan telah melekat kuat dalam masyarakat Islam. Dalam peradaban Islam kebersihan itu bukan sekadar keindahan saja, melainkan lahir dari akidah Islam.
Disampaikan dalam sebuah hadis yang artinya: “Allah itu indah dan Dia mencintai keindahan.” (HR. Muslim nomor 131).
Karenanya, kebersihan sangat penting dalam Islam. Hal ini terlihat dari salah satu syariat Islam, yaitu wudhu sebelum salat. Sebelum melaksanakan kewajiban salat lima waktu, kaum muslimin wajib melakukan ritual wudhu.
Kebersihan sebenarnya sudah melekat pada pribadi kaum muslimin dengan batasan syariat. Kaum muslimin melakukan
macam inovasi agar kehidupan mereka senantiasa terjaga kebersihannya.
Persoalan krisis air bersih sejatinya hanya dapat terselesaikan dengan mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam pangkuan sistem kehidupan dari penciptanya yakni Allah Swt. Sistem kehidupan tersebut adalah sistem Khilafah Islamiyah.
Sejarah telah mencatat bahwa kota-kota Islam di abad pertengahan di bawah negara khilafah sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang begitu maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan. Hal ini ditandai dengan air di sungai, kanal, atau konat, yakni saluran bawah tanah mengalir ke seluruh wilayah khilafah.
Bagaimana mengatasi persoalan ini agar berjalan di atas prinsip-prinsip yang sahih? Di antaranya yakni pertama, faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang diperlukan jutaan orang di Indonesia, bahkan dunia.
Demikian juga sumber-sumber mata air yang berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Karena itu, pada hutan dan sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan lautan telah melekat karakter harta milik umum. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw. yang artinya kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput (hutan), air, dan api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Status hutan dan sumber-sumber mata air, danau, sungai dan laut sebagai harta milik umum menjadikannya tidak dibenarkan untuk dimiliki oleh individu. Akan tetapi, tiap individu masyarakat memiliki hak sama dalam pemanfaatannya.
Prinsip kedua adalah negara wajib hadir secara benar. Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi (pemanfaatan) secara khusus terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau, dan laut karena konsep ini tidak dikenal dalam Islam.
Negara wajib hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah Swt., yakni bertanggung jawab penuh dan langsung terhadap pengelolaan harta milik umum.
Rasulullah saw. menegaskan, yang artinya: “Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya atau rakyatnya.” (HR. Muslim).
Ketiga, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapan pun dan dimana pun berada.
Status kepemilikannya adalah harta milik umum atau milik negara, dikelola oleh pemerintah untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
Hal ini kembali pada kaidah, bahwa status hukum industri itu dikembalikan pada apa yang dihasilkannya.
Untuk itu negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi, juga memberdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut, seperti pakar ekologi, hidrologi, teknik kimia, teknik industri, dan ahli kesehatan lingkungan.
Sehingga terjamin akses setiap orang terhadap air bersih gratis atau murah secara memadai kapan pun dan dimana pun ia berada.
Inilah sejumlah prinsip tauhid sebagai upaya mengakhiri krisis air bersih dan darurat kekeringan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme.
Keseluruhan konsep ini merupakan aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam, yakni khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media