Tinta Media: Bunuh Diri
Tampilkan postingan dengan label Bunuh Diri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bunuh Diri. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 September 2024

Tren Mahasiswa Bunuh Diri, Potret Buram Pendidikan Sekularisme Kapitalisme

Tinta Media - Dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Begitu banyak kasus mengejutkan yang menunjukkan buramnya sistem sekularisme kapitalisme sebagai landasan fondasinya. Apa yang terjadi dengan dunia pendidikan saat ini? Sampai-sampai menggemparkan dunia.

Dilansir dari KOMPAS.com, Seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro berinisial ARL (30) ditemukan tewas di kamar kosnya beberapa waktu lalu. Kasus ini pun mendapat banyak perhatian, karena korban diduga tewas usai menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya sendiri.(18/08/2024).

Tepat satu hari setelah hari kemerdekaan Indonesia ke-79 tahun, dunia pendidikan mengalami duka yang begitu amat tragis. Dari kasus di atas salah satu kasus yang mengejutkan dari kasus kampus lainnya. Ada beberapa kasus serupa yang terjadi di beberapa kampus negeri maupun swasta di berbagai penjuru dunia salah satunya kampus di kota hujan.

Kasus mahasiswa IPB University meninggal dunia karena bunuh diri dengan cara gantung diri bukan kali pertama terjadi. Sejak 2015, setidaknya ada lima kasus mahasiswa IPB University yang mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. (REPUBLIKA.CO.ID)

Sebelumnya juga Sulthan Nabinghah Royyan (18tahun) ditemukan tidak bernyawa di dalam kamar mandi sebuah Hotel OYO di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Kasus bunuh diri mahasiswa IPB University di kota hujan sudah empat kali terjadi. Ada empat mahasiswa yang melakukan aksi serupa, satu di antaranya gagal. (09/08/2024).

Kasus-kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan yang semakin hari terus bertambah dan diperkirakan akan terus meningkat.  Penyebab kasus bunuh diri begitu beragam, mulai dari  perundungan, kekerasan, depresi , persoalan asmara, hutang pinjol, dan masih banyak tekanan yang dialami para pengenyam bangku pendidikan.  Kasus para pengenyam bangku pendidikan terjadi karena buramnya sistem pendidikan saat ini.

Nyatanya menjadi  mahasiswa sekarang dituntut hanya untuk mengejar materi sebanyak-banyaknya tanpa tahu arah dan tujuan yang tinggi untuk menjadi seorang manusia yang memiliki moral dan etika. Seharusnya dunia pendidikan menjadi aspek penting dalam hal membangun peradaban dengan mencetak generasi emas. Akan tetapi lingkungan pendidikan sekuler menciptakan pendidikan yang tidak manusiawi.

Inilah buah pendidikan sekularisme yang melahirkaan generasi rapuh yang tak kuat imannya. Tak memiliki sandaran ruhiyah sebagai pondasi dasarnya menjalani kehidupan dunia. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan telah berhasil membuat pemuda tersibukkan dengan kehidupan dunia, melupakan pengawasan Allah yang Maha Mengawasi. Sistem kapitalisme pula hanya terfokus pada pembangunan ekonomi yang hanya bertujuan pada materi semata. Fokus pendidikannya hanya sebatas meraup keuntungan dari biaya pendidikan, serta tujuan membentuk SDM penggerak roda ekonomi di masa mendatang. Alhasil, jiwa rapuh generasi pun tak mampu dielakkan. Mereka yang tak sanggup bersaing dengan yang lain akhirnya memilih mengeliminasi diri sendiri dengan cara mengakhiri hidupnya.

Sistem Pendidikan Islam

Jika diteliti dengan cermat, kegaduhan yang dialami dunia pendidikan tak pernah usai dan belum menemukan solusi yang tepat. Bagai benang kusut tanpa tahu solusinya. Sudah seharusnya sistem Islam dihadirkan sebagai solusi permasalahan di dunia saat ini terutama dunia pendidikan sebagai sistem yang menerapkan aturan haq (benar).

Dalam buku yang berjudul “Menggagas Sistem Pendidikan Islam” yang ditulis oleh M. Ismail Yusanto dijelaskan bahwa pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma Islam berupa pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan dikaitkan dengan kehidupan sebelum dunia dan kehidupan setelahnya.

Dikutip dari kitab Nizham Al-islam (Peraturan dalam Islam) pada bab Thariqul Iman (jalan menuju iman) bahwa Islam telah menuntaskan problematika pokok dan dipecahkan untuk manusia sesuai dengan fitrahnya, memuaskan akal, serta memberikan ketenangan jiwa.

Islam memiliki mekanisme sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) dalam diri peserta didik. Di mana hal itu dapat terwujud bila aspek ruhiyah dan aqliyah nya terpenuhi dengan mabda Islam. Ideologi haq ini tak pernah memisahkan aspek rohani dari pemikiran manusia, sehingga hal itu menghadirkan kesadaran akan hubungan manusia dengan penciptanya. Menghadirkan rasa takut dan iman, serta tunduk pada hukum-hukum syara'. Ketika syara' berkata bunuh diri adalah dosa, maka hal itu tak akan mereka jadikan solusi atas persoalan hidup yang pelik.

Dengan penerapan sistem Islam yang menyeluruh (kaffah), pemuda yang merupakan generasi emas penerus peradaban umat akan terselamatkan dari busuknya sistem sekuler yang telah merusak aqidah dari sendi kehidupan. Adapun semua itu hanya dapat terwujud bila Daulah Khilafah Islamiyah tegak di bumi ini.

Wallahu'alam bishawwab.[]

Oleh : Dian Wiliyah Ningsih, Mahasiswi & Aktivis Dakwah

Jumat, 02 Agustus 2024

Miris, Tingkat Bunuh Diri Semakin Tinggi

Tinta Media - Tingkat bunuh diri di Bali menurut data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (pusiknas) Polri sepanjang 2023 mencapai menjadi 3,07 atau 135 kasus. Angka ini paling tinggi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berkisar 4,3 juta jiwa, angka tersebut tergolong tinggi. 

Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi kedua, yaitu 1,53, disusul Aceh yang menempati posisi buncit dari seluruh provinsi di Indonesia.

Dokter Spesialis Kejiwaan RSUP Prof. Ngoerah Anak Ayu Sri Wahyuni membeberkan bahwa penyebab tingkat bunuh diri di Bali paling tinggi ada dua, yaitu faktor biologis dan psikososial. Secara biologis disebabkan karena memang ada kelainan mental pada seseorang, seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Kemudian, psikososial seperti terbelit utang, terutama karena pinjol. (detik, Kamis, 27/6).

Miris, maraknya kasus bunuh diri menunjukan lemahnya mental masyarakat dalam menghadapi problematika kehidupan.

Di tengah kehidupan ekonomi yang kapitalistik, tujuan hidup masyarakat adalah mengejar kesenangan dengan materi. Kebahagiaan dan kesuksesan diraih ketika mempunyai jabatan, harta, dan kedudukan dengan segala kemewahan hidup. Standarnya adalah untung dan rugi, tak peduli halal haram untuk mendapatkan semua itu. 

Dengam arus liberalisasi ekonomi, para pengusaha besar menjadikan apa pun sebagai ladang bisnis demi meraih keuntungan yang besar dengan modal kecil. 

Kondisi ini menjadikan kesenjangan ekonomi swmakin lebar. Pendidikan yang sekuler menjadikan masyarakat berprilaku materialistis, hedonis, konsumtif demi mengikuti tren, mode zaman now. Masyarakat rela melakukan apabpun demi meraih itu semua. 

Ditambah lagi biaya hidup yang semakin mahal, mulai dari harga bahan pokok yang serba naik, pendidikan yang sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Padahal, pendidikan dijadikan standar untuk meraih kemapanan hidup. Kesehatan pun sangat mahal.

Akibatnya, untuk memenuhi semua tuntutan hidup, masyarakat banyak yang mengambil jalan praktis seperti pinjaman online, judi online. Padahal, hal itu tidak memberikan solusi, tetapi malah semakin menambah rumit persoalan.

Ini mengakibatkan masyarakat terjerumus ke dalam kriminalitas yang makin marak. Masyarakat bermental lemah sehingga bunuh diri dijadikan sebagai jalan pintas untuk keluar dari masalah.

Ini semua diakibatkan sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme, yaitu menjauhkan agama dari kehidupan. Sistem ini melahirkan seseorang bermental lemah, jauh dari keimanan, menjadikan seseorang malas beribadah. Pemikiran mereka dikuasai oleh hawa nafsu yang mendorong mereka mencari jalan instan, tanpa usaha yang keras untuk mendapatkannya.

Sistem pendidikan yang sekuler gagal membentuk generasi unggul, berperilaku mulia, peduli pada sesama, dan bermental kuat.

Sistem kapitalisme juga melahirkan individu yang moral dan kemanusiaan sangat lemah, tidak mengenal persaudaraan, tak mengenal tolong-menolong, apalagi cinta kemurahan dan amanah. Mereka cenderung mementingkan diri sendiri. 

Negara yang seharusnya sebagai pengurus rakyat malah membebani rakyat dengan pajak yang mencekik. Rakyat harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Kesehatan pun dijadikan lahan bisnis. Negara dan rakyat ibarat pejual dan pembeli. 

Inilah faktor-faktor yang memengaruhi meningkatnya kasus bunuh diri  

Berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus, pelindung bagi rakyat, yang menerapkan pendidikan berasakan akidah Islam. 

Sistem Islam membentuk individu berkepribadian Islam, menjadikan standar hidup adalah halal dan haram berdasarkan syariat islam. Tujuan hidupnya adalah untuk meraih rida Allah, yang akan membawa keberkahan bagi manusia. 

Sistem pendidikan Islam akan menjadikan generasi unggul dan tangguh dengan keimanan yang kuat, cerdas.

Sistem pendidikan Islam melahirkan masyarakat yang peduli, menjadikan karakter individu yang mampu memecahkan permasalahan hidup, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Dalam sistem Islam, tidak akan ada individu bermental lemah yang mati karena bunuh diri.

Negara Islam, yaitu khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang standarnya adalah syariat Islam. Asas ekonomi Islam adalah kepemilikan, pengelolaan kepemilikan yang meliputi pemenuhan semua kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan yang terjangkau dan gratis bagi masyarakat, serta keamanan bagi seluruh rakyat. Dengan begitu semua kebutuhan rakyat akan terpenuhi. 

Negara juga akan mengawasi berjalannya pasar agar berjalan baik dan benar sesuai syariat Islam, melarang transaksi ribawi dan mencegah para mafia pangan, para kartel, penimbunan, dan para pedagang yang curang. 

Negara juga akan melarang praktik judi, pinjaman online, dan kemaksiatan lainnya yang dapat merusak mental. 

Negara tidak akan menjadikan utang sebagai pemasukan. Pemasukan kas negara yaitu baitul mal didapat dari jizyah, ghanimah, fai kharaj, dan harta yang diperoleh dari kepemiliman umum. 

Negara tidak akan menyerahkan harta kepemilikan umum kepada para pengusaha besar, sebagai lahan bisnis, tetapi dikelola oleh negara sehingga bisa membuka lapangan kerja yang luas dan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. 

Khalifah akan menyaring dan melarang tontonan, makanan yang tidak sesuai dengan syariat Islam, praktik-praktik lainnya yang tidak sesuai dengan syariat Islam. 

Negara akan membentuk individu yang beriman dengan pendidikan berbasis akidah Islam, masyarakat yang peduli, yang melakukan amar makruf nahi munkar. 

Negara akan menerapkan syariat Islam secara kaffah. 

Negara menyuasanakan pergaulan besbasis Islam, seperti larangan berkhalwat, ihtilat, kewajiban menutup aurat, menundukkan pandangan, dll. 

Khalifah akan menerapkan sanksi Islam yaitu sebagai zawajir dan jawabir, yaitu sebagai efek jera dan penebus dosa di akhirat. Dengan demikian, berbagai kriminalitas, perjudian, pergaulan bebas, dan kasus bunuh diri tidak akan tumbuh subur akibat beban hidup yang merusak mental. 

Hal ini karena rakyatnya disuasanakan dengan keimanan yang kuat, kebutuhan hidup yang dijamin oleh negara. Semua ini akan terwujud jika syariat Islam diterapkan melalui institusi negara khilafah yang dipimpin oleh khalifah, yang akan membawa kesejahteraan dan keberkahan langit dan bumi. Wallahu alam bis shawab.

Oleh: Dela, Sahabat Tinta Media

Tingkat Bundir Mengkhawatirkan, Sekularisme-Kapitalisme Biangnya


Tinta Media - Kasus bunuh diri di berbagai wilayah di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Dari wilayah-wilayah tersebut, Bali menempati urutan pertama.  

Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri melaporkan bahwa tingkat bunuh diri atau _suicide rate_ di Bali mencapai 3,07 sepanjang tahun 2023. _Suicide rate_ dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. Artinya, pada tahun 2023, ada 135 kasus bunuh diri yang dilaporkan di Bali. 

Ini adalah jumlah yang signifikan jika dibandingkan dengan populasi sekitar 4,3 juta orang. (cnnindonesia.com, 02-07-2024).

Fenomena bunuh diri di masyarakat kini makin mengkhawatirkan. Hal itu pun sebenarnya juga disadari oleh pemerintah, seperti pernyataan Dewa Indra, selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali. Dewa Indra mengatakan bahwa Pemprov Bali berencana untuk menyediakan program konseling bagi masyarakat jika dirasa perlu. Namun, permasalahannya tidak ada yang dapat mengetahui kalau seseorang akan bunuh diri. 

Kemudian, ia mengakui bahwa tidak ada program khusus yang dibuat oleh Pemprov Bali untuk menangani masalah ini. 

Selain Bali, angka bunuh diri juga cukup tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu menempati peringkat kedua dengan tingkat kasus bunuh diri sebesar 1,58. Disusul provinsi Bengkulu dengan tingkat bunuh diri sebesar 1,53.

Tren bunuh diri yang sudah menggejala di masyarakat jelas tidak bisa dikatakan problem individu saja. Tren bunuh diri ini telah menggambarkan betapa buruknya mentalitas masyarakat. 

Seorang cendekiawan muslim, Ustadz Ismail Yusanto pernah mengatakan bahwa mentalitas adalah ketahanan di dalam penderitaan, ketahanan di dalam menjalani kesulitan saat berusaha, dan ketahanan untuk menghadapi tantangan. Mentalitas adalah komponen internal yang memengaruhi seseorang dalam hidupnya. Mentalitas yang lemah didapatkan dari cara pandang yang salah atas kehidupan atau akidah. 

Saat ini, pandangan hidup yang dijadikan pedoman adalah akidah sekularisme, yaitu cara pandang yang memisahkan peran agama dari kehidupan. 

Oleh karena itu, wajar terjadi krisis keimanan, sehingga mental masyarakat sakit dan rendah. 

Sekularisme lahir dari ideologi kapitalisme yang menjadikan standar materialistis untuk mengatur kehidupan. Masyarakat yang sakit ini mau tidak mau harus menghadapi standar kemuliaan hidup dengan nilai materi, baik berupa prestise, jabatan, kemewahan, dan sebagainya.

Di satu sisi, negara justru abai terhadap kebutuhan rakyat. Sementara, lapangan pekerjaan sulit didapat, terjadi inflasi hingga menyebabkan kebutuhan pokok semakin mahal, PHK, dan masih banyak lagi. Akhirnya, masyarakat semakin sakit dan menjadikan bunuh diri sebagai solusi dari akhir kehidupan.

Penderitaan akibat sekularisme kapitalisme ini harus diakhiri, yakni dengan senantiasa mendakwahkan Islam sebagai akidah siyasiyah di tengah-tengah masyarakat. 

Perlu dipahami bahwa Islam bukan agama ritual yang hanya cukup dijalankan melalui ibadah personal seperti salat, puasa, zakat atau haji. Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam Kitab Nizhamul Islam menjelaskan bahwa Islam adalah mabda atau ideologi yang lahir dari akidah Islam. 

Akidah Islam menyatakan bahwa satu-satunya Al-Khaliq atau Pencipta dan Al-Mudabbir atau Pengatur hanyalah Allah Swt. Akidah ini harus dipahami dengan kerangka berpikir yang benar hingga manusia memahami bahwa dia harus taat kepada Allah dan harus menjalankan semua syariat-Nya. 

Di antara bentuk ketaatan itu ialah seseorang bisa bersabar, ikhlas, istikamah, dan qanaah menerima apa pun yang dia terima, karena dia sadar bagian dari hidup pasti ada ujian.

Dengan demikian, manusia akan memiliki mentalitas yang luar biasa kuat. Para sahabat Rasulullah saw. dalam menjalani hidup adalah bukti dan contoh terbaik. 

Bilal bin Rabbah begitu kuat menahan siksaan dari majikannya, yaitu Umayyah bin Khalaf ketika mempertahankan keimanannya. Keputusan tersebut tidak mudah bagi Bilal yang hanya seorang budak. 

Begitu juga Abdurrahman bin Auf, kekayaan yang dia miliki tidak menggelapkan hatinya untuk menerima cahaya Islam, padahal keputusan beliau untuk masuk Islam juga bukan perkara mudah. 

Inilah contoh nyata sosok-sosok manusia bermental tangguh karena memahami akidah Islam dengan benar. 

Dalam Islam, untuk menanamkan akidah yang benar seperti ini dibutuhkan peran negara. Ini karena negara memiliki kekuatan untuk mengatur rakyatnya. Daulah Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam untuk menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam. 

Sistem pendidikan Islam juga berlaku bagi warga Khilafah yang non-muslim atau kafir zimi. Tujuannya agar mereka memahami cara berpikir yang benar atas hakikat kehidupan. 

Negara harus menjamin kesejahteraan warga negara dari segi ekonomi. Jaminan ini wajib dilakukan berdasarkan perintah syariat. Salah satunya dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehinga masyarakat mudah mencari nafkah dan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 

Begitu pula kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan, akan disediakan gratis oleh negara. 

Dengan begitu, masyarakat akan terhindar dari kemiskinan struktural. 

Negara juga menjaga akidah warga negara. Media yang menyebarkan konsep selain Islam, seperti sekularisme dan turunannya, akan dihapus. 

Media berfungsi sebagai sarana edukator untuk meningkatkan taraf berpikir masyarakat. 

Jadi, tidak akan ditemukan konten-konten yang menjadi sarana atau inspirasi masyarakat untuk berbuat keji seperti bunuh diri, karena individu dan masyarakat memiliki akidah yang benar. 

Tidak hanya itu, negara juga berperan sebagai support system. Kondisi seperti ini serta merta akan menutup maraknya tren bunuh diri di masyarakat. 

Hanya saja, semua ini akan terwujud dengan menerapkan Islam di tengah-tengah kehidupan kita. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Amellia Putri, Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab