Tinta Media: Bullying
Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Juni 2024

Generasi Makin Rusak, Pembullyan Disiarkan Live

Tinta Media - Kasus bullying di kalangan remaja kembali terjadi. Bahkan mereka berani melakukan aksi bullying secara live di akun media sosial. Seperti yang viral baru-baru ini di Bandung, perundungan disiarkan secara live di media sosial TikTok. Pelaku melakukan aksi bullying terhadap anak di bawah umur dengan cara memukul kepala korban dengan botol kaca hingga terluka dan menangis. Setelah menyiarkan video tersebut, pelaku membuat video lain yang dalam videonya itu menyatakan ia tidak takut dibui dan mengaku mempunyai saudara seorang jenderal (kompas.com 28/04/24).

Hal ini menggambarkan para pelaku bullying tidak menganggap kejahatan sebagai sesuatu yang buruk, bahkan menurut mereka tindakan itu adalah hal yang wajar dan keren. Sikap seperti ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan dan mengindikasikan adanya gangguan mental. Seperti kita tahu, bullying dapat berdampak buruk bagi korban, bukan hanya secara fisik tetapi juga mental, seperti mengalami trauma bahkan gangguan kejiwaan. Namun ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa pelaku bullying memiliki tiga kali lipat kemungkinan untuk mengalami gangguan kejiwaan.

Mengapa kasus bullying semakin marak terjadi? Sebenarnya ini merupakan buah buruk dari banyak hal. Di antaranya, karena sistem sekularisme di mana standar kehidupan dijauhkan dari aturan Islam. Dalam pendidikan, generasi hanya dijejali ilmu-ilmu dunia, sedangkan pembelajaran agama sangat minim, bahkan hanya formalitas belaka. Alhasil, sistem pendidikan seperti ini membentuk generasi yang rusak, seperti para pembully ini.

Masyarakat cenderung individualis dan tidak peduli terhadap orang lain sehingga peran mereka yang harusnya sebagai pengontrol aktivitas masyarakat tidak dilakukan. Demikian pula negara yang seharusnya menerapkan aturan, malah abai terhadap kerusakan generasi, dan membiarkan generasinya menerapkan gaya hidup bebas ala Barat.

Selain itu, media massa dan media sosial sangat bebas menyajikan konten-konten yang dapat memicu remaja dalam melakukan perilaku bullying. Termasuk lemahnya sistem sanksi terhadap pelaku bullying, terutama para pelaku yang dianggap masih di bawah umur (18 tahun) yang diancam dengan hukuman yang lebih ringan sehingga tidak membuat mereka jera, dan kasus bullying semakin menjamur di mana-mana.

Hanya negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni Khilafah, yang bisa membangun generasi mulia yang jauh dari pelaku bullying. Kepribadian yang terbentuk dalam sistem pendidikan Khilafah menjauhkan generasi dari perilaku bullying, sebab syariat Islam menjadi standar perbuatannya, sementara di dalam Islam bullying termasuk perbuatan yang zalim. Generasi berkepribadian Islam akan sibuk mengejar kebaikan di dunia dan bekal di akhirat. Mereka akan fokus mempelajari Islam sebagai ilmu kehidupan dan menciptakan karya-karya yang bermanfaat untuk umat, sekaligus berdakwah dan berjihad di jalan Allah.

Khilafah juga mengatur media massa ataupun media sosial untuk menyajikan konten-konten yang edukatif dan meningkatkan ketakwaan generasi, serta melarang konten-konten yang tidak bermanfaat apalagi yang berpotensi merusak umat.

Dalam sistem Islam, pelaku bullying tidak lepas dari sanksi yang tegas dan membuat jera, sehingga mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Generasi terbaik dan tangguh hanya dapat terwujud dalam sistem Islam kaffah, Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bishshawab.

Oleh: Irawati Utami, Aktivis Remaja Muslimah

Sabtu, 08 Juni 2024

Kasus Bullying, Apa Solusinya?


Tinta Media - Kasus bullying, sepertinya tidak pernah berhenti dari pemberitaan di media sosial. Banyak kasus yang terjadi secara berulang, yang bisa mengakibatkan jatuhnya mental anak, luka-luka bahkan sampai menghilangkan nyawa korban. Kondisi yang terus berulang seperti ini membuat  orang tua khawatir melepaskan anak mereka ke sekolah. Karena anggapan mereka, sekolah yang seharusnya menjadi tempat mengemban ilmu dan mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya. Namun, tidak sedikit sekolah yang didapati marak terjadi kasus bullying.

Seperti dikutip pada media tvOnenews – Seorang siswi SD di Padang Pariaman disiram bensin oleh temannya hingga terbakar saat sedang lakukan gotong royong di sekolah. Seorang siswi tersebut Bernama Adelia yang menjadi korban bully oleh temannya yang menyiram bensin ke tubuhnya hingga tewas terbakar. Adelia masih berusia 11 tahun, ia sempat dirawat di rumah sakit selama kurang lebih satu bulan untuk mengobati luka bakarnya, namun nyawanya tak tertolong. Adelia mengalami luka bakar 80 persen gara-gara perbuatan temannya itu.

Kalau dilacak dalam sejarah, perilaku bullying sebenarnya sudah ada sejak manusia mulai hidup berkelompok. Saat manusia berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Kenapa? Karena manusia menurut Imam Al-Gazali memiliki daya jiwa kebinatangan (bahimiyah), yang tercakup unsur ghadzab (marah) dan syahwat (birahi). Sejak zaman Nabi Adam, sifat itu sudah ada. Kisah Qabil dan Habil menjadi bukti akan hal ini. Mungkin lebih dekat disebut konflik daripada bullying. Pada era pra Islam begitu banyak perilaku bullying. Suku yang kuat bisa membully suku yang lemah. Demikian juga di lingkup sekolah, anak yang merasa dirinya kuat dan berkuasa akan membully anak yang lemah, apalagi adik kelasnya sendiri.

Tindakan bullying terhadap seseorang menunjukkan rusaknya moral yang terjadi di kalangan pelajar. Meski tak semua pelajar melakukan tindakan tersebut, fakta tentang bullying tampaknya juga banyak terjadi di berbagai wilayah negeri. Krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar merupakan buah dari sistem pendidikan yang berasaskan sekularisme. Agama tidak menjadi landasan prioritas kurikulum pendidikan. Bahkan, posisi pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan sangat sedikit yang diberikan kepada pelajar. Diperparah oleh hilangnya peran keluarga khususnya ibu sebagai pendidik generasi.

Selain itu, masyarakat sekuler yang terbentuk saat ini turut memperparah krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar. Akibatnya, tidak ada kontrol masyarakat yang dapat membendung kelakuan buruk para pelajar. Apalagi sistem sosial di dalam pemerintahan saat ini juga menggunakan adanya kebebasan dalam bertingkah laku. Kasus bullying yang marak terjadi saat ini faktanya tidak terjadi dalam pendidikan Islam. Yaitu sistem pendidikan yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan kurikulumnya. Oleh karena itu, perilaku ini tidak muncul dengan sendirinya, namun karena konsekuensi logis dari penerapan sistem yang salah.

Sistem pendidikan Islam yang dimaksud merupakan sistem pendidikan yang lahir dari sistem pemerintahan yang berbasis Islam pula. Hal ini harus ada sinkronisasi antara kurikulum dengan kebijakan di dalam sistem pemerintahan. Islam memandang bahwa adab merupakan hal yang utama dan pertama yang harus diajarkan kepada para pelajar. Bahkan adab sudah jauh lebih dulu diajarkan sejak anak lahir.

Islam mencela seseorang yang memiliki adab buruk. Jika akhlak buruk tersebut berkaitan dengan warga negara, maka negara Islam tidak segan-segan menurunkan pasukan jihad untuk membela kehormatannya. Hal ini yang pernah dilakukan oleh Khalifah Mu’tashim Billah. Pernah suatu ketika seorang Muslimah mengalami perundungan saat ia berada di pasar. Saai itu penutup kepalanya diikat dan dikaitkan ke paku hingga tersingkaplah auratnya saat ia berdiri. Ketika mengalami bullying yang dilakukan  oleh salah satu dari orang Yahudi, sang Muslimah langsung berteriak memanggil nama Khalifah Mu’tashim Billah. Singkat cerita, lalu sang Khalifah mendengar kabar itu dan menugaskan pasukannya untuk memerangi kota tersebut. Lalu takluklan yang disebut sebagai kota Ammuriah.

Islam diturunkan justru untuk memberantas perilaku bullying dalam lini kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Seperti diuraikan di atas bagaimana budaya bullying marak terjadi pada masyarakat Arab pra Islam, bahkan sejarah manusia kuno. Kemunculan perbudakan dalam sejarah dunia akibat peperangan, penculikan dan kemiskinan. Sistem perbudakan adalah sejatinya bentuk bullying yang paling nyata karena adanya ketidakseimbangan dan Islam datang untuk memberantasnya.

Karenanya, Islam datang dengan misi yang sangat luhur. Sistem ajarannya mengarahkan pada penghapusan perbudakan secara gradual dan tidak frontal.  Karena dalam (QS. Al-Hujuraat : 11). Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apa pun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain. Jadi, hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat martabat kemanusiaan. Dengan alasan apa pun, bullying tetap dilarang oleh Islam.

Negara Islam juga nyatanya mampu melahirkan para pelajar dengan akhlak mulia sebagaimana yang terjadi di masa lalu. Perhatian umat Islam terhadap pentingnya mempunyai akhlak mulia juga dapat dibuktikan dengan banyaknya kitab yang dikarang oleh para ulama terdahulu terkait akhlak atau adab. Seperti kitab Adabul Alim Wa Muta’alim.

Islam memberikan perhatian besar kepada generasi sebagai pembangun peradaban gemilang. Menghentikan kasus bullying harusnya dilakukan dengan dua langkah, yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Upaya preventif dilakukan dengan mengembalikan peran keluarga, masyarakat dan negara. Sedangkan upaya kuratif dilakukan untuk mengobati mereka yang memiliki kecanduan melakukan bullying dengan pendekatan yang mempengaruhi pola pikir remaja saat menghadapi fakta kehidupan. Sehingga mereka akan menghilangkan perilaku tersebut dengan penuh kesadaran. Islam menempatkan keluarga sebagai pembentuk karakter yang terpenting bagi seorang remaja, menjadi teladan bagi anak-anak mereka. Sebab, tidak sedikit pelaku bullying  yang berasal dari keluarga yang rusak akibat pola komunikasi yang buruk dari orang tua.

Islam juga memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, akan tetapi butuh peran dari masyarakat dan negara. Anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menasihati, mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan yang tercela. Sedangkan negara memiliki peran sentral dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar dalam membentuk karakter generasi.

Namun, sinergitas antara orang tua, masyarakat dan negara dalam memutus rantai bullying akan sulit diwujudkan jika tata kehidupan yang diterapkan adalah sekuler liberal. Hanya tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta yakni syariat Islam yang mampu membangun suasana ketakwaan  masyarakat. Hingga menjauhkan mereka dari kemaksiatan, sistem kehidupan Islam ini akan terwujud dalam institusi Islam Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishowab.

Oleh : Rahma Al-Tafunnisa, Aktivis Dakwah

Kamis, 16 Mei 2024

Maraknya Bullying Lahir dari Sistem Sekuler


Tinta Media - Lagi-lagi perundungan kian merajalela bak petasan yang apabila dipancing dengan satu api maka menyambar merajalela ke seluruhnya. Orang-orang saat ini tak lagi memperhatikan adab berperikemanusiaan. Sehingga dengan berani dan merasa bangga akan perundungan berbungkus bully di semua kalangan terutama kalangan kaum pemuda saat ini.

Beberapa hari lalu kembali lagi berita meresahkan bermunculan, tidak hanya beberapa hari lalu bahkan hampir setiap harinya berita meresahkan kian merebak dan tak kunjung tuntas. Dilansir dari KOMPAS.com - Video aksi bullying atau perundungan terhadap anak di bawah umur di Bandung, viral di media sosial TikTok. Video itu viral dan dibagikan ulang melalui media sosial, salah satunya lewat akun X atau Twitter @basebdg, Sabtu (27/4/2024).

Usai video perundungan tersebut disiarkan, pelaku membuat video lain yang isinya dia mengaku punya saudara seorang jenderal.

"Meskipun om aing (aku) jenderal, aing can pernah (aku tidak pernah) minta tolong ka om aing nu (ke omku yang) jenderal. Sok (coba) searching di Google, Mayjen Rifky Nawawi," kata pelaku dalam video yang beredar. Pelaku menambahkan dirinya tidak masalah dibui karena sudah terlanjur melakukan perbuatan perundungan.

Hal ini justru sangat meresahkan sekali, sehingga dapat membuat korban bullying hancur akan mental nurani usai dibully. Padahal dunia pendidikan hampir seluruhnya mengajarkan adab berperikemanusiaan, namun nyatanya gagal menerapkan adab berperikemanusiaan itu sampai-sampai kasus bully itu dianggap wajar bahkan ada juga yang menganggapnya itu tren. Padahal, kasus bully ini sangatlah membahayakan korban yang mana nantinya bisa menghancurkan masa depan korban bahkan menghancurkan mental health seseorang akibat perlakuan ini.

Dan ini bisa jadi terjadi akibat pendidikan hanya mengajarkan adab berperikemanusiaan sebatas pengetahuan saja tidak dengan pengamalan hakiki yang bisa ditanamkan untuk peserta didik. Bisa jadi orang tua di rumah tidak sempat mengajarkan adab untuk anak-anaknya. Bisa juga terjadi akibat negara yang tidak memperhatikan nasib setiap rakyatnya bahkan tidak peduli apa yang rakyatnya tengah lakukan. Sehingga kasus kriminal bertebaran di mana-mana. 

Didapati juga cara mendidik orang tua terhadap anak yang sangat bagus paripurna namun pendidikan dan negara tidak mendukung apa yang orang tua tengah ajarkan kepada anak. Sehingga ketika anak keluar rumah terpengaruh akan lingkungan buruk yang mendukung melakukan perbuatan salah. Inilah yang dapat juga menjadi penyebab terkontaminasi untuk berbuat bully. Realita ini menunjukkan negara saat ini tidak menjalankan amanahnya dalam meriayah rakyatnya. Negara hanya menjalankan tugas sebagai fasilitator materi dan hukum yang tidak membuat efek jera, namun tidak dari segi periayahan yang seutuhnya kepada rakyat. 

Pendidikan saat ini menggunakan kurikulum yang tidak berbasis Islam seutuhnya sehingga untuk menanamkan sikap adab berperikemanusiaan kepada peserta didik pun tidak mampu terterapkan. 

Sungguh miris rasanya, menyaksikan keadaan pemuda saat ini yang minim akan prestasi atau ilmu pengetahuan namun sangat bangga akan hal-hal yang sangat merugikan. Bullying juga salah satu perbuatan yang membahayakan tidak hanya pelaku saja yang mendapatkan risiko, tetapi korban bullying juga jauh lebih mendapatkan risiko yang amat menyiksa mental sehatnya.  

Kurikulum pendidikan yang berlandaskan sekularisme telah membuat banyak orang tersesat ke dalam jurang kebatilan. Kurikulum sekularisme gagal membentuk generasi yang beradab berperikemanusiaan. Sebab anak-anak dan pemuda hari ini justru digiring menjadi budak-bidak duniawi. Mengesampingkan akidah dan budi pekerki. Melakukan setiap perbuatan tanpa tolak ukur halal haram melainkan suka atau tidak dan menyenangkan atau tidak.

Beda halnya dengan kurikulum Islam yang banyak mengajarkan adab terhadap semua kalangan baik anak-anak, remaja, hingga dewasa semua ada diajarkan adab. Begitu juga dengan cara-cara penerapan dalam benak diri setiap orang sehingga kurikulum Islam merupakan kurikulum yang sempurna paripurna akan aturan-aturan untuk mengatur kehidupan. Selain itu pendidikan Islam berkonsentrasi pada pembentukan aqliyah (pola pikir) serta nafsiyah (pola sikap). Di mana tujuannya untuk membentuk syakhsiyah (kepribadian) Islam dalam diri mereka. Sebab ini lah dasar yang membentuk anak ataupun generasi menjadi penerus peradaban cemerlang ke depannya. Hal yang sudah pasti nihil di era kapitalisme-sekular hari ini.

Sudah seharusnya kita membentuk generasi yang kaya akan adab dengan kurikulum Islam bukan kurikulum sekularisme yang menjadikan orang semakin bangga akan kesalahan yang diperbuat. Namun, untuk menerapkan kurikulum Islam tidak bisa hanya dengan satu lembaga pendidikan saja. Tetapi mulai dari institusi negaralah kurikulum Islam ini dapat terterapkan seluruhnya. Di mana negara itu hanyalah Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bisshhowwab.

Oleh : Marsya Hafidzah Z.
Pelajar & Aktivis Dakwah Remaja

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab