Tinta Media: Bullying
Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 April 2024

Bullying Menjadi Parasit, Akhlak Makin Menyempit



Tinta Media - Akhir-akhir ini berita tentang bullying kembali marak terjadi. Sebagaimana diketahui, salah satu sekolah elite Binus School Serpong menjadi perbincangan publik setelah video perundungan siswanya viral di sosial media. Selain itu, terjadi pula perundungan pada anak perempuan di Batam, tepatnya di kawasan ruko belakang Lucky Plaza lantaran rebutan pacar. Masih banyak lagi kasus perundungan yang terjadi belakangan ini.  

Sungguh miris, nyatanya hari ini kasus bullying terjadi berulang kali seperti parasit yang menggerogoti moral pemuda. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak (PA), sepanjang 2023 terdapat 16.720 kasus perundungan yang menimpa anak-anak di bangku sekolah. (Kompas, 28/12/2023). 

Sementara itu, berdasarkan catatan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) ada 30 kasus perundungan yang terjadi di satuan pendidikan sepanjang tahun. Retno Listyarti selaku Ketua Dewan Pakar FSGI mengatakan bahwa angka tersebut meningkat jika dibandingkan 2022 sebanyak 21 kasus.

Bagaimana nasib bangsa ini jika generasi kita justru lebih dekat dengan tindak kekerasan dan berhadapan dengan hukum? Tentu hal ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan, guru, orang tua, dan pemangku kebijakan.

Masalah Utama

Walaupun pemerintah telah berupaya mencegah perilaku bullying di lingkungan pendidikan, tetapi upaya tersebut belum cukup ampuh menangkal perilaku generasi yang kian brutal dan beringas. Kehidupan kapitalisme sekuler perlahan tetapi pasti telah menggiring generasi kita makin jauh dari profil mulia. Orientasi hidup mereka tidak lagi bersandar pada agama (Islam). Begitu pun dengan tujuan hidup, hanya untuk mencari kesenangan dunia belaka.

Walhasil, perilaku merundung pun menjadi habit yang membudaya. Misalnya, aksi perploncoan siswa senior terhadap junior seolah menjadi aktivitas “wajib” yang harus dilalui agar dapat diakui sebagai siswa sekolah tersebut. Begitulah dampak buruk penerapan sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi asas bagi kurikulum pendidikan hari ini. 

Sehingga, generasi menjadi labil, materialistis, hedonis, dan minus adab serta akhlak yang baik. Saking sekulernya, peserta didik dengan karakter dan kepribadian yang baik benar-benar langka dan minim jumlahnya.

Generasi kita sudah terlalu jauh melewati ambang batas perilaku jahat. Pengawasan sekolah dan orang tua yang minim menambah parahnya perilaku mereka. 

Begitu pula dengan negara yang hari ini gagal menjaga generasi dari budaya sekuler, seperti perzinaan, tawuran, pacaran, pergaulan bebas, perundungan, pamer sana sini, dan lain sebagainya. 

Di sisi lain, perangkat hukum dan regulasi yang ada nyatanya belum memiliki efek jera bagi pelaku sehingga membuat kriminalitas di lingkungan sekolah semakin meningkat.

Anak remaja menjadi pelaku kekerasan bahkan perundungan menggambarkan lemahnya pengasuhan orang tua terhadap anak. Perlahan tetapi pasti, fungsi pengasuhan oleh keluarga kini telah runtuh. Para orang tua saat ini sibuk bekerja untuk mengejar pundi-pundi uang. Ditambah lagi, tingginya biaya dan tekanan dalam hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi saleh dan salihah.

Selain itu, tren terjadinya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan. Sekolah saat ini gagal mencetak anak didik yang bertanggung jawab nan mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu, tempat yang aman, justru dipenuhi aksi perundungan, bahkan kekerasan. Dengan menerapkan pendidikan sekuler, anak dapat berbuat sesuka hati, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan.

Bullying dalam Pandangan Islam

Faktanya, hari ini sekularisme telah gagal mewujudkan generasi yang berkepribadian baik. 

sementara, Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi sebuah pandangan hidup yang memiliki sejumlah tata cara dalam rangka melahirkan generasi cerdas dan bertakwa.

Pertama, negara Islam menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam pendidikan, porsi agam Islam harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai mata pelajaran pelengkap semata dengan porsi sedikit. Tentu saja sistem pendidikan ini tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa sistem politik ekonomi yang berdasarkan syariat Islam. 

Dengan adanya politik ekonomi Islam, negara dapat membangun fasilitas yang unggul dan sarana yang terbaik sehingga dapat menunjang KBM di sekolah.

Kedua, yaitu kontrol dan pengawasan masyarakat. Pengawasan ini dilakukan dengan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Apabila peran masyarakat berfungsi optimal, maka insyaallah tidak akan ada kemaksiatan. Masyarakat akan cepat tanggap ketika ada suatu peristiwa yang terjadi dilingkungannya karena masyarakat membiasakan diri untuk peduli dan saling menasihati.

Ketiga, tentu saja fungsi negara sebagai penjaga dan pelindung generasi muda dari segala macam bentuk kerusakan harus dijalankan secara totalitas, yaitu harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, menghentikan akses situs porno, dan lain sebagainya. Dalam Islam, negara tentu akan memberlakukan sanksi berdasarkan syariat Islam. 

Keempat, dalam Islam, negara akan memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan. Pelaku bisa diberikan sanksi ketika ia sudah memasuki usia baligh karena mereka sudah tertaklif (terbebani) syariat Islam, bukan berdasarkan batas usia yang ditetapkan manusia. Padahal, salah satu penyebab munculnya generasi “kriminal” adalah penetapan label “anak di bawah umur” yang seolah menjadi dalih bahwa sanksi bisa ditangguhkan, disesuaikan, bahkan dikurangi.

Sungguh, dalam Islam, sudah seharusnya seorang anak diberikan pemahaman dan pendidikan bahwasanya setelah mencapai usia baligh, mereka akan menanggung segala konsekuensi akibat perbuatan yang mereka lakukan, termasuk jika menjadi pelaku perundungan atau kejahatan lainnya. Begitu juga halnya dengan orang tua. Mereka juga akan diberi sanksi karena gagal mendidik anak-anaknya dengan baik.

Begitulah, selama berabad-abad, sistem Islam mampu melindungi generasi dari kerusakan moral serta menekan angka kejahatan menjadi sangat minim. Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Dewi Yuli H
Sahabat Tinta Media

Rabu, 03 April 2024

Bullying, Bukti Nyata Kecacatan Moral Remaja

Tinta Media - Bullying atau perundungan semakin marak terjadi di kalangan remaja. Tidak hanya menimpa laki-laki saja, tetapi kasus ini pun menimpa perempuan. Mirisnya, kasus bullying sering kali dianggap remeh oleh beberapa orang dengan dalih “bermain” atau “bersenang-senang” bersama. Tidak hanya bullying secara fisik, tetapi secara verba pun masih mudah ditemui. 

Tidak heran, kasus ini terus meningkat di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mencatat 87 kasus bullying pada Agustus 2023 (Kompasiana, Desember 2023). 

Baru-baru ini, masyarakat digemparkan oleh video perundungan remaja putri yang tersebar di media sosial. Video yang beredar menampilkan pengeroyokan remaja putri berbaju hitam sebagai korban. Korban mengalami luka-luka di bagian tubuhnya. 

Perundungan terjadi karena remaja putri berbaju hitam membela sang adik yang juga dirundung oleh teman-temannya karena akan diperdagangkan,  tetapi sayangnya sang kakak tidak dapat melarikan diri saat dikeroyok (Tribun News, 02/03/2024). Kasus bullying ini terjadi di Batam. Polisi menetapkan empat tersangka kasus perundungan yang dilakukan oleh para siswi. Korban berinisial EF (14) dan SR (17) mengalami luka berupa memar serta bekas sundutan rokok (Kompas, 02/03/2024).

Melihat fakta yang terjadi pada generasi muda saat ini tentu membuat hati teriris. Generasi penerus bangsa yang harusnya memiliki akhlak mulia, saling menghargai, saling menyayangi, malah berperilaku saling membenci dan menyakiti. Mereka melakukan tindakan kriminal dengan tenang, tanpa merasa berdosa dan malu. Namun, sikap remaja saat ini tidak terjadi begitu saja. Ada faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya yakni sistem kehidupan sekuler. 

Kehidupan sekuler telah memisahkan antara agama dengan kehidupan. Maka, tidak heran jika banyak remaja yang tidak bermoral. Pemahaman agama serta akidah remaja tidak tertanam dengan kuat dalam jiwanya. Di sisi lain, penerapan hukum peradilan anak menjadi celah banyaknya kasus bullying dan tidak membuat jera pelakunya. 

Model sistem peradilan ini merujuk pada definisi anak, yaitu seseorang yang masih di bawah usia 18 tahun jika melakukan tindak pidana hanya mendapatkan sanksi yang lebih rendah, bahkan bisa terbebas. 

Di dalam Islam, semua orang memiliki tanggung jawab yang sama setelah masuk usia baligh atau sekitar usia 15 tahun. Sanksi yang diterapkan dalam Islam akan mampu membuat jera pelaku bullying sebab dalam Islam semua perilaku akan dimintai pertanggungjawaban. 

Maka, seseorang yang memiliki pemahaman Islam, tentu akan menghindar dari perbuatan maksiat. Di sisi lain, peran keluarga juga sangat penting untuk pembentukan akhlak maupun kepribadian anak. Akan tetapi, masih banyak orang tua maupun keluarga yang belum mendidik anak dengan menanamkan nilai keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt. 

Akibatnya, anak tumbuh dengan tidak terlalu mengedepankan akhlak. Di sisi lain, sistem sekularisme yang memisahkan dunia dengan agama membuat anak semakin jauh dan tidak mengenal dengan ajaran Islam. 

Dunia menjadi tolok ukur kesuksesan dan kesenangan. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat penting dalam menanamkan akidah Islam. Anak yang diajarkan penanaman maupun pemahaman akidah sejak dini akan menghindar dari segala macam bentuk perbuatan maksiat. 

Tidak hanya membutuhkan peran keluarga saja, tetapi peran masyarakat dan sekolah yang juga sebagai tempat keseharian dalam bersosialisasi, perlu mengajarkan dan membiasakan diri dengan perbuatan-perbuatan baik. Akhlak sesuai dengan standar Islam, sehingga sekolah tidak lagi hanya mementingkan akreditasi, tetapi memikirkan cara dan upaya agar menjadi tempat untuk mendidik dan mencetak generasi Islam. 

Tidak kalah penting ialah peran negara. Negara memiliki hak untuk mengeluarkan suatu peraturan. Di dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Maka dari itu, kurikulum yang diterapkan oleh negara haruslah berdasarkan pada akidah Islam. Islam menerapkan akidah dan moral sejak dini, sehingga kepribadian yang mulia akan terbentuk dan diterapkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.

Oleh: Huri Salsabila
Sahabat Tinta Media

Minggu, 17 Maret 2024

Perempuan Menjadi Pelaku Bullying, Kok Bisa?




Tinta Media - Masa remaja atau masa sekolah adalah masa anak-anak banyak bergaul dengan teman-temannya. Ini merupakan salah satu masa yang mengasyikkan. Memiliki teman yang sefrekuensi, bermain bersama, bercanda, bertukar cerita, dan lain-lain adalah aktivitas yang nantinya menjadi sebuah memori indah saat dikenang.

Akan tetapi, berbeda jika masa remaja ini diisi dengan kegiatan yang tidak baik, seperti melakukan perundungan. Perundungan ini akan memberi bekas yang sulit hilang, terutama bagi korban. 

Saat ini, perundungan tidak hanya dilakukan oleh anak laki-laki, tetapi juga anak perempuan. Mirisnya, perundungan yang dilakukan oleh anak perempuan tidak hanya secara verbal, tetapi juga dengan kekerasan fisik.

Seperti kasus perundungan yang videonya sedang viral di media sosial, empat tersangka telah ditetapkan oleh Polresta Barelang atas kasus bullying atau perundungan di Batam. (kompas.tv, 2/3/2024)

Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri mengatakan bahwa motif pelaku melakukan aksi perundungan adalah karena kesal dan sakit hati dengan korban. (liputan6.com, 3/3/2024)

Sangat disayangkan, anak-anak sekarang sudah berani melakukan kekerasan fisik kepada orang lain. Bahkan, hal tersebut dilakukan oleh anak perempuan, meskipun sebenarnya baik laki-laki maupun perempuan tidak bisa dibenarkan atas tindakan tersebut. Ini karena bullying yang terjadi membuat luka, baik fisik maupun mental. Trauma pasca perundungan pun akan membekas dalam jangka waktu yang relatif lama jika tidak diobati dengan serius.

Apakah yang sebenarnya menjadi penyebab seseorang melakukan perundungan?

Sekularisme dalam Kehidupan

Sekularisme ialah pemisahan agama dari kehidupan. Jika sekularisme diterapkan dalam kehidupan, akibatnya akan berdampak pada tingkah laku individu sehingga jauh dari agama. Bagaimana tidak, agama hanya digunakan dalam ibadah ritual saja. Sebagian besar aktivitas manusia tidak diatur dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta.

Aturan dari Sang Maha Kuasa seolah diabaikan. Padahal, aturan buatan manusia tak cukup menjerakan. Lalu, manusia pun menjadi bebas berbuat tanpa pertimbangan. Inilah yang menjadikan banyak sekali tindak kekerasan dan kejahatan. Salah satunya adalah perundungan.

Ini karena manusia jauh dari agama dan dibuat terlena oleh kebebasan, juga tidak mau tahu mengenai ajaran agama sebagai pedoman. Maka ketakwaan individu pun makin tersamarkan. 

Banyak individu tidak lagi memikirkan halal-haram atau baik-buruk dalam melakukan tindakan. Hal ini membuat individu tega berbuat kekerasan fisik maupun verbal, seperti perundungan. 

Orang tua yang kurang paham mengenai agama menjadi tidak bisa mendidik anak sesuai ajaran agama. Orang tua juga mungkin membebaskan anak memilih pergaulannya sendiri tanpa pantauan orang tua, sebab mungkin orang tua pun, baik ayah maupun ibu, sibuk bekerja di luar rumah. Atau mungkin, orang tuanya mengalami perceraian, sehingga anak kurang terdidik dengan baik.

Kalaupun mungkin ajaran di rumah sudah bagus, tetapi saat di lingkungan bermain, anak berteman dengan orang yang bermasalah. Akhirnya, anak pun secara tidak sadar mengikuti temannya tersebut. Ditambah lagi, lingkungan sekitar yang terkesan cuek dalam memperhatikan sekitarnya.

Pendidikan sekuler juga menjadikan anak tak banyak paham tentang agama. Anak-anak pun mungkin tidak takut pada Allah Swt. Ini terlihat dari banyaknya anak usia sekolah yang terlibat kasus bullying dan kasus kenakalan remaja lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan yang sekuler tidak mampu mencetak generasi cerdas, apalagi beriman dan bertakwa.

Selain itu, penerapan sanksinya pun mungkin tidak membuat jera, sehingga bermunculan kasus-kasus baru yang serupa. Anak-anak muda seakan tidak takut pada hukum yang sedang berlaku. Mereka seolah menganggap enteng hukum.

Lalu, bagaimana mengatasi kasus perundungan?

Penerapan Syariat Islam

Mengatasi kasus perundungan atau bullying yang terjadi tidak bisa hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak saja. Ini butuh sinergitas antara diri sendiri, orang tua, lingkungan sekitar, sistem pendidikan, dan sanksi hukum. Selain itu, sumber masalahnya pun harus ditinggalkan. Sumber masalahnya ialah sekularisme.

Sekularisme harus ditinggalkan agar permasalahan hidup tidak terus-menerus berdatangan. Karena itu, kita harus kembali pada aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta langit dan bumi ini, yaitu aturan yang berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah. Jika aturan Islam diterapkan di seluruh bagian kehidupan, keberkahan akan dirasakan. Hidup pun akan menjadi berkah, aman, tenang, dan sejahtera.

Lalu, bagaimana cara Islam mengatasi perundungan?

Pertama, setiap individu wajib belajar ilmu agama, sehingga jika nanti menjadi orang tua, ia paham tentang Islam. Ia akan menjadi orang tua yang berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjaga amanah yang telah Allah Swt. titipkan padanya. Ia paham bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas anaknya.

Allah Swt. berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Orang tua akan mendidik anak dan mengenalkan Islam sedari dini. Orang tua pun akan mengontrol pergaulan anaknya agar tidak sampai jauh melewati batas.

Lalu, jika individu sudah belajar Islam sejak kecil, ia akan banyak mempertimbangkan segala perbuatannya. Ia akan paham bahwa Allah akan membalas setiap tindakan sekecil apa pun, sehingga berpikir ulang jika akan melakukan tindakan bullying.

Setelah itu, dalam Islam, masyarakat akan berperan sebagai kontrol sosial. Mereka akan menjaga lingkungan agar tidak ada kemaksiatan. Amar makruf nahi mungkar akan terealisasi dengan baik, sehingga anak-anak pun akan terjaga di lingkungannya.

Kemudian, sistem pendidikannya berlandaskan akidah Islam. Sistem pendidikan ini akan menjadikan anak-anak mengimani Allah dengan sungguh-sungguh, taat pada Allah, dan juga takut pada Allah. Anak akan menjadi anak yang saleh dan salihah, memiliki kepribadian Islam, dan juga cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki wawasan yang luas tentang Islam. Anak-anak akan sibuk menggali potensi dan mengembangkan diri untuk umat, penuh kasih sayang pada sesama, bukan malah menjadi pelaku perundungan. 

Selain itu, dalam Islam, sanksi akan diterapkan secara tegas. Hukum yang telah Allah tetapkan akan diaplikasikan tanpa pandang bulu. Setiap individu yang sudah baligh dan juga berakal, akan dikenai sanksi sesuai dengan tindakannya, berapa pun umurnya. Sehingga, penerapan hukum ini akan membuat jera dan orang lain tidak akan mau melakukan kejahatan yang sama. Penerapan hukum Islam ini pun akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kejahatan.

Begitulah jika Syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.  Hidup akan terasa aman, tenang, sejahtera, dan berkah. Kasus perundungan pun akan tertuntaskan. Generasi akan menjadi generasi yang unggul, generasi yang akan menjadi pengisi peradaban Islam yang gemilang. Wallahualam.


Oleh: Ummu Azmi 
(Aktivis Muslimah)

Stop Bullying, Selamatkan Generasi


Tinta Media - Asas pendidikan yang di terapkan oleh pemerintah saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Alhasil anak hanya menerima maklumat tentang materi pelajaran. Anak-anak hanya dijejali aneka materi pelajaran tanpa di bentuk menjadi orang yang bertakwa dan juga tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam bertingkah laku. 

Dan buah dari rusaknya sistem sekularisme ini adalah semua bisa menjadi pelaku kejahatan tidak terkecuali orang yang berstatus pelajar baik itu pelajar laki-laki maupun pelajar perempuan. Seperti kasus perundungan yang baru baru ini terjadi di Kota Batam Kepulauan Riau. Viralnya video yang menunjukkan aksi bullying pada dua orang remaja perempuan dan ternyata ke empat  pelaku perundungannya adalah remaja perempuan dan merupakan teman korban. Sungguh sangat miris karena di sistem sekarang anak merasa bebas untuk berbuat sesukanya tanpa ada rasa takut terhadap dosa dan azab neraka. 

Anak adalah anugerah dan anak merupakan amanah dari Allah SWT yang seharusnya kita jaga dan kita didik serta di bekali dengan ilmu-ilmu agama. Tapi pada saat ini sulitnya ekonomi menjadi beban bagi para orang tua. Tidak sedikit ibu pun ikut andil dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan demikian para orang tua tidak bisa menjalankan fungsi pengasuhan secara optimal . 

Dengan para orang tua yang sibuk bekerja sehingga pendidikan hanya di serahkan saja kepada pihak sekolah tanpa ada lagi  pendampingan itu sudah menjadi salah satu faktor penyebab anak-anak melakukan tindakan kejahatan. Di tambah lagi faktor lingkungan/masyarakat yang tidak adanya pembiasaan menyerukan kebaikan dan mencegah kerusakan serta cenderung individualis. Dan Negara juga termasuk faktor utama dalam kerusakan generasi sekarang ini. Komitmen negara yang tampak masih kurang dalam memberantas segala hal yang merusak generasi bahkan perangkat hukum di negeri ini yang belum memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. 

Berbeda hal jika sistem yang dipakai adalah sistem Islam. Di dalam Islam peran orang tua yang harus mendidik anak-anaknya menjadi hamba Allah yang taat dan berperilaku yang baik. Juga peran lingkungan / masyarakat yang mau peduli pada sekitar dengan terbiasa melakukan amar makruf nahi munkar. Serta yang terpenting adalah adanya peran negara yang mau menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam yang akan membentuk anak sesuai dengan arahan Islam. Negara akan memberi sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi setiap pelaku kejahatan. Dan negara pun akan memberi kemudahan baik itu mudah dalam harga, mudah dalam mencari nafkah serta mudah dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. 

Yuk kita selamatkan anak-anak kita dari rusaknya sistem sekarang dengan terus ber-amar makruf nahi munkar dan memahamkan umat untuk mau menerapkan Islam secara Kaffah. Karena hanya dengan menerapkan sistem Islam kita bisa mencetak anak-anak / generasi yang berkepribadian Islam.


Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Ummu Arkaan 
Sahabat Tinta Media 

Aksi Bullying Makin Nyaring


Tinta Media - Liputan6.com, Jakarta, Penyidik Polresta Barelang, Kepulauan Riau menangkap 4 orang wanita yaitu N(18) ,RRS (14), M(15), AK(14)  terduga pelaku perundungan dan 2 orang korban penganiayaan berinisial SR(17) ,TF(14)," kata Nugroho di lansir dari Antara, Minggu (3/3/2024). 

Aksi bullying-membullying ternyata masih kerap terjadi di kalangan para remaja. Rendahnya taraf pendidikan dan pola pengasuhan orang tua terhadap anak, seperti kekerasan verbal caci maki, fisik artifisial /factual misalkan game -game dalam gadget dan film-film action bisa menjadi pemicu hal-hal tersebut. 

Miris terkadang anak - anak di dalam rumah terlihat baik dan taat kepada orang tua tapi ketika sudah berada di lingkungan luar anak-anak berubah drastis. PR buat kita para orang tua mengapa bisa terjadi seperti itu seakan akan anak-anak memiliki dua kepribadian. 

Gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Marak situs-situs online yang beredar yang memicu kekerasan, pembunuhan, seksualitas dan lainnya. Sanksi yang diterapkan terhadap anak sebelum dewasa sangatlah rendah, model peradilan seperti inilah yang menjadi celah banyaknya kasus perundungan di kalangan remaja yang tidak membuat jera para pelakunya. 

Dalam lingkup Islam, Islam memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terwujudnya kepribadian-kepribadian yang mulia baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Situs-situs online yang beredar akan di saring dan di batasi peredarannya. Islam memiliki sanksi yang tegas yang mampu memberikan efek jera kepada pelakunya. Dengan menetapkan pertanggungjawaban seseorang dalam batas seorang anak dikatakan dewasa yaitu usia 15 tahun. 

Saatnya beralih ke sistem Islam karena Islam merupakan solusi yang sistematis dan komprehensif. Karena dengan Islam kejahatan akan bisa di minimalisir meski tidak hilang sama sekali. Karena futur dan takwa itu senantiasa ada. Akan tetapi setiap orang akan tertarik pada yang namanya kebaikan karena Islam merupakan rahmatan lil 'aalamin. 


Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Ummu Zaki
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 16 Maret 2024

Perempuan Menjadi Pelaku Bullying, Bukti Rusaknya Sistem Sekularisme



Tinta Media - Terjadi lagi kasus bullying atau perundungan kali ini terjadi di Batam. Yang videonya tengah viral di media sosial. Polresta Barelang menetapkan empat tersangka. Terdapat dua video yang beredar, pada video pertama korban dihajar oleh sekelompok remaja putri. Pelaku menendang kepala korban dan menjambak rambutnya. Adapun video yang kedua pelaku, pelaku menendang wajah korban hingga kepalanya terbentur ke pintu besi ruko. 

Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri. N menyatakan bahwa empat pelaku dalam kasus ini adalah NH (18) RS (14), M (15) dan AK (14), perundungan tersebut terjadi pada  Rabu 28/02/2024. Kasus ini bermula ketika pelaku dan korban yaitu SR (17) dan EF (14), saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian  mengajak beberapa temannya untuk mendatangi korban dan mereka pun melakukan penganiayaan, Sabtu 02/03/2024) seperti dikutip Tribun Batam. Kedua korban dan pelaku sama-sama sudah putus sekolah dan mereka juga saling mengenal. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara kelompok remaja putri ini menganiaya korban karena sakit hati korban merebut pacar pelaku. Selain itu EF juga dituduh mencuri barang milik pelaku RS. Namun Polisi masih mendalami dugaan tersebut. Nugroho menjelaskan korban mengalami memar dan bekas sundutan rokok (Kompas.tv  2 maret 2024, 19:48 WIB) 

Sangat miris memang saat ini setiap hari kita dihadapkan dengan berita-berita bullying atau perundungan yang semakin hari semakin meningkat kasusnya. Disertai kekerasan dan terkadang juga mengakibatkan kematian. Dan yang lebih tidak habis pikir pelaku bullying saat ini pun bukan hanya anak lelaki namun pelakunya adalah perempuan. Padahal anak perempuan biasanya jauh dari hal-hal yang berbau kekerasan. Namun saat ini tidak ada bedanya sama sekali baik lelaki maupun perempuan. Mereka pun bukan saja membully secara verbal namun juga melakukan kekerasan fisik. Inilah yang terjadi dampak dari diterapkannya sistem sekularisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem kapitalis pun mengusung adanya kebebasan berperilaku sehingga para generasi tidak mempunyai batasan dalam berperilaku dan tidak berakhlak hingga tidak tahu mana yang halal dan yang haram. 

Dalam sistem sekuler kasus bullying tentunya akan terus terjadi. Karena disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi dan tidak adanya solusi yang tepat. Karena dalam sistem ini tentunya tidak dicari apa akar masalah dari kasus tersebut. Faktor yang pertama adalah keluarga, dalam sistem kapitalis keluarga memberikan pola pengasuhan yang salah. Seharusnya keluarga memberikan pendidikan kepada anak dengan memberikan pola pengasuhan yang benar yang bersumber kepada akidah Islam serta memberikan kasih sayang malah sibuk mencari penghasilan karena tingginya beban hidup pada sistem kapitalis. Seorang ibu yang harusnya menjadi madrasah bagi anaknya, terpaksa harus ikut turut serta membantu perekonomian rumah tangga. Sehingga tidak fokus untuk bisa mendidik anak, maka anak pun dengan secara tidak langsung mendapat pendidikan dari lingkungan dan dari media sosial. Akhirnya membentuk karakter anak yang minus akhlak bahkan mengakibatkan kerusakan mental. 

Faktor yang kedua, adalah aspek pendidikan pada sistem sekuler. Dalam sistem ini biaya pendidikan sangat mahal sehingga banyak anak- anak yang putus sekolah. Begitu juga dalam materi pelajaran tidak ada yang memberikan pendidikan berbasis akidah Islam. Maka kita bisa melihat bahkan bullying marak terjadi disekolah. Lalu bagaimana kalau sudah seperti ini? Sekolah yang sejatinya bisa memberikan pendidikan malah nyatanya disekolah lah yang sering banyak terjadi kasus bullying ini. Karena sistem pendidikan dalam sistem sekuler hanya memberikan materi pelajaran semata. Namun tidak ada pendidikan tentang baik dan buruk dalam kehidupan, dalam bertingkah laku, maka akibatnya generasi saat ini akan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya saja tanpa memikirkan dampak baik dan buruk maupun halal dan haram serta tidak takut kepada azab Allah SWT. Dalam sistem sekuler negara abai dalam melindungi dan memberikan jaminan kesejahteraan dalam segala aspek bagi para generasi muda. Ditambah sistem sanksi yang mengatasnamakan HAM tentunya tidak akan bisa memberikan efek jera pada si pelaku. Bahkan membuat kasus bullying kian hari kian meningkat bahkan saat ini pelakunya bukan saja laki-laki namun perempuan, dan pada usia yang masih belia.
Sungguh sangat miris. 

Sedangkan sistem Islam mempunyai metode yang bisa mencegah kasus bullying ini. Sistem Islam akan mencari apa akar masalah terjadinya kasus bullying ini. Pertama, dalam sistem Islam tentunya mewajibkan semua orang tua untuk mendidik anaknya. Agar anak menjadi shaleh dan mengetahui mana halal dan mana haram, serta takut untuk melakukan kemaksiatan. Dalam Islam ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya maka Islam tidak mewajibkan seorang ibu untuk mencari nafkah dengan cara memberikan kesejahteraan bagi rakyat sehingga para ibu tidak harus bekerja dan bisa fokus dalam mendidik anak dan memberikan kasih sayang kepada anaknya agar tidak terabaikan. Juga dalam sistem Islam semuanya memahami bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dan tentunya akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. 

Negara dalam sistem Islam tentunya akan memberikan pendidikan yang berbasis akidah. Pendidikan ini akan melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam, yang bertakwa kepada Allah serta menjadikan mereka generasi yang sehat dan kuat secara mental. Yang terakhir yaitu peran negara dalam menerapkan sanksi- sanksi. Dalam sistem Islam pelaku kekerasan, kemaksiatan ataupun pelanggaran- pelanggaran lainnya akan diberikan sanksi yang setimpal dengan perbuatannya dan tentunya akan bisa memberikan efek hera pada si pelaku. Dalam Islam ketika anak sudah baligh maka mereka sudah bisa terkena beban hukum dan diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. 

Hanya dengan menerapkan sistem Islam yang bisa menjadi solusi dari segala aspek kehidupan. Negara yang akan memberikan jaminan keamanan, dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Dengan sistem Islam akan dapat mencegah kasus-kasus bullying saat ini. Tentunya dengan metode-metode yang sesuai dengan sistem Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia. Maka jika sistem Islam diterapkan akan dapat mencegah kerusakan-kerusakan pada generasi muda saat ini dan tentunya akan menghasilkan generasi muda yang berkepribadian Islam, bertakwa kepada Allah SWT serta menjadi generasi yang cerdas dan tangguh. 

Wallahu a'lam bish shawwab


Oleh: Iske
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 10 Maret 2024

Menjaga Generasi dari Masalah Bullying dengan Nilai-Nilai Islam


Tinta Media - Bullying atau perundungan adalah masalah sosial yang serius di era digital kita saat ini. Meskipun upaya telah dilakukan untuk menyelesaikannya, kasus bullying yang melibatkan anak-anak malah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sistem dalam masyarakat kapitalis yang tidak mampu memberikan solusi yang pasti.

Namun, Islam memiliki solusi yang sempurna dalam menangani masalah bullying dengan menjaga generasi dalam nilai-nilai Islam, dan melibatkan peran negara, masyarakat, dan orang tua dalam menyelamatkan anak-anak dari ancaman apa pun yang dapat terjadi. Terlebih saat ini kasus bullying dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.

Beberapa faktor dapat menimbulkan perilaku bullying, seperti sistem pendidikan yang cenderung sekuler dan kurang memperhatikan nilai-nilai agama. Sering kali anak-anak terpapar tayangan televisi yang bebas konten dan menampilkan adegan kekerasan, yang merusak moral dan karakter anak-anak. Selain itu, cara menganggap perilaku nakal pada anak juga menjadi faktor yang memperpanjang kasus bullying. Padahal, untuk membentuk perilaku baik pada anak, seharusnya dilakukan sedini mungkin.

Sistem peradilan anak yang diterapkan saat ini juga menjadi masalah, sebagian besar para pelaku bullying akan dikembalikan ke orang tua mereka dan tidak dikenakan sanksi yang seharusnya. Hukuman yang ringan bisa jadi memberikan dampak pada semakin maraknya kasus bullying, karena dapat memberikan sinyal yang salah kepada pelaku bahwa tindakan mereka dianggap remeh dan tidak berakibat serius.

Islam mempunyai peran penting dalam menangani masalah perundungan. Dalam paradigma Islam menjaga generasi tidak hanya menjadi tugas orang tua dan guru, tetapi juga butuh peran negara dan masyarakat. Dan sebagai agama yang sempurna, sistem yang dibuat pengaturannya juga sempurna. Dalam Islam, terdapat hukum syariat yang menetapkan pertanggungjawaban setiap pelaku atas perbuatannya. Dan Hukum tersebut bertujuan untuk mendidik para pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.

Terlebih di dalam Islam seseorang seorang muslim yang sudah mengalami baligh, maka orang tersebut tidak akan lagi dianggap sebagai anak-anak. Sebab ia sudah sepenuhnya menjadi orang yang telah mengenal, perbuatan mana yang benar dan mana yang salah, dan telah mendapat  tanggung jawab sepenuhnya untuk menjalankan syariat Islam.

Sehingga kehadiran negara menjadi sangat penting, dalam menyediakan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, sebab selain pendidikan formal, pendidikan agama juga dibutuhkan bagi anak-anak. Sehingga melahirkan individu yang bertakwa serta mencetak generasi yang memiliki visi hidup dan tanggung jawab yang jelas. 

Selain itu, negara juga wajib menciptakan kesejahteraan dalam ekonomi sehingga para orang tua berada dalam perannya yang masing-masing, dan anak-anak tidak merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian orang tua khususnya ibu. Selanjutnya negara juga mempunyai peran dalam menyaring tontonan di media, karena negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi generasi dari segala sesuatu ancaman yang hendak terjadi.

Di dalam keluarga, orang tua berperan penting dalam menanamkan akidah sejak dini,  memberikan contoh dan dorongan yang positif kepada anak. Sebagai orang tua, perlu memberikan pengasuhan yang sehat, mencintai anak, dan tidak terlalu memberikan tekanan yang berlebihan kepada anak.
Sehingga membentuk generasi yang baik dengan mempraktikkan nilai-nilai Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Sementara peran penting  Masyarakat yaitu dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan jauh dari kekerasan maupun kejahatan.

Islam mempunyai aturan dan ajaran yang sempurna dalam menjaga keutuhan dan keselamatan generasi. Dalam pandangan Islam, nilai-nilai agama yang kuat seperti kasih sayang dan empati sangat ditekankan. Dan sistem Islam yang kental dengan nilai-nilai tersebut merupakan modal utama dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak, sekaligus mampu memberikan solusi yang lebih baik dalam mengatasi masalah bullying di masyarakat.

Karena pada dasarnya masalah bullying dapat diatasi dengan ketakwaan individu, masyarakat, dan negara yang kuat. Oleh karenanya menghadirkan Islam dalam kehidupan ini, menjadi suatu keharusan bagi umat manusia. Dan dengan menerapkan sistem Islam yang kaffah niscaya masalah bullying di masyarakat dapat diatasi dengan tuntas dan tidak lagi mengganggu perkembangan generasi di masa depan.

 Wallahu'alam.


Oleh :Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Minggu, 03 Maret 2024

Stop Bullying (Perundungan)


Tinta Media - Beberapa hari terakhir kasus tentang perundungan marak hadir di depan mata, baik itu di media sosial, atau bahkan di lingkungan yang dekat dengan kita. Perundungan yang dilakukan bukan hanya tindakan verbal seperti menghina, mencemooh secara berulang, bahkan disertai dengan pemukulan secara pengeroyokan yang mengakibatkan meninggalnya korban.  

Perundungan yang dilakukan oleh para pelajar menjadi beban berat para orang tua dan para pendidik hari ini. Berdasarkan data serikat guru pada 2023, sebanyak 25 persen kasus perundungan dilakukan oleh pelajar usia dini, yakni SD dan SMP, dan 18 persen perundungan dilakukan pelajar SMA/SMK, bahkan perundungan juga terjadi di madrasah dan pesantren walaupun jumlahnya kecil. 

Kasus perundungan yang tengah viral kali ini dari Kediri, Jawa timur. Polisi telah mengamankan 4 santri sebuah Pondok Pesantren di Kecamatan Mojo, karena melakukan penganiayaan terhadap santri lain hingga berujung meninggal dunia. Di lokasi lain polisi juga telah menetapkan 12 tersangka perundungan terhadap siswa di Binus School Serpong, Tangerang. 

Mengapa kasus perundungan tersebut selalu berulang, dan bahkan sering terdengar di sekitar kita. Perundungan tersebut dikarenakan belum optimal peran pengawasan sebagai orang tua Peran orang tua punya andil besar, para orang tua harus memperhatikan perilaku anak dan memilihkan lingkungan pertemanan. Lingkungan sangat berpengaruh dalam perilaku anak. Anak yang baik bisa berubah menjadi buruk akibat lingkungan yang buruk. Para orang tua harus membekali anak-anaknya dengan suasana keimanan dan ketakwaan. Sehingga memudahkan orang tua jika ada ketimpangan dari segi perilaku anak.  

Begitu pula dengan sistem pendidikan yang diberikan. Tujuan pendidikan harus jelas dan gamblang. Sistem pendidikan kerap menyelesaikan problem pendidikan dengan bergonta-ganti kurikulum. Namun setelah belasan kali berganti kurikulum apakah berdampak pada perubahan karakter dan perilaku.  

Paradigma sekularisme menjadikan pelajaran agama, atau pengenalan Aqidah Islam bukan menjadi pelajaran prioritas, melainkan sebagai ajaran pelengkap. Mereka beranggapan bahwa, banyaknya porsi pelajaran agama yang diajarkan seperti sekolah yang basisnya agama juga tidak menjamin perundungan tidak akan terjadi. Hal tersebut terjadi karena hanya doktrin agama yang tidak membekas dan tanpa mengetahui esensi makna takwa terhadap Tuhannya. Jika sudah demikian marak, jangan biarkan perundungan menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

Sayangnya, sistem sekuler mengikis itu semua. Penyebab tersebut hanya dampak diterapkannya sistem sekularisme sebagai asas dalam pendidikan. Alhasil agen-agen terdidik tidak begitu mengenal Tuhannya yang tumbuh tidak mengerti dengan tugas menjadi seorang hamba. Bermudah-mudahan melakukan maksiat, mudah melakukan perundungan, karena mereka tidak memahami konsekuensinya atas hal yang telah dilakukan. 

Lalu bagaimanakah solusi penyelesaian yang bisa optimal untuk dilakukan. Penyelesaian masalah perundungan memerlukan berbagai pihak yang saling bersinergi untuk menyelesaikan persoalan ini. Menjadikan sistem pendidikan berbasis Aqidah Islam, itu menjadi pion utama, sehingga anak-anak didik mengenal konsep sebagai seorang hamba, yang taat atas perintah Tuhannya, serta menjauhi segala larangannya. 

Perlunya pengawasan dari orang tua dan bahkan masyarakat lain  dengan tujuan amar ma'ruf nahi mungkar. Maka jika melihat perundungan atau kemaksiatan tidak kemudian didiamkan, tetapi ada peran menasihati untuk tidak melakukan tindakan perundungan. Kemudian pentingnya penjagaan negara sebagai pelindung generasi. Negara harus melarang segala sesuatu yang merusak seperti tontonan yang merusak akal, aktivitas berbau sekularisme, dan memberlakukan sanksi tegas berdasarkan syariat Islam. Jika masih meragukan Islam, lihatlah betapa heroiknya sejarah Islam selama 1400 tahun lamanya dengan menerapkan sistem Islam dalam aspek Pendidikan.


Oleh: Bunda Esthree
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 13 Januari 2024

Maraknya Bullying Lagi dan Lagi, PR Besar Dunia Pendidikan


Tinta Media - Bullying menjadi permasalahan yang sampai saat ini belum mendapatkan penyelesaian yang membuahkan hasil. Bullying, terutama yang terjadi di dunia pendidikan, menjadi potret menyedihkan pendidikan di negeri ini. 

Bahkan dengan adanya pembentukan satuan tugas (satgas) anti-bullying sekalipun di instansi pendidikan, belum mampu menyelesaikan permasalahan bullying ini hingga ke akarnya. Terlepas dari apakah berupa verbal bullying, physical bullying, social bullying, maupun cyber bullying.


Maraknya bullying ini menjadi PR besar bagi dunia pendidikan dalam mendidik dan membentuk karakter yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Pencegahan terhadap bullying ini sangat berkaitan erat dengan pembentukan karakter yang baik dan memegang nilai-nilai terpuji. Selama masyarakat yang berkarakter dan nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi, maka tindakan menyakiti orang lain berupa bullying tidak akan terjadi. Namun, dapat kita lihat realitas saat ini bahwa orientasi dunia pendidikan belum memberikan usaha maksimal dalam pembentukan karakter.

Orientasi dunia pendidikan saat ini justru dibawa ke arah pemberdayaan pemuda di bidang ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya program-program magang, internship, pengembangan skill praktis yang banyak dibutuhkan di dunia kerja, dan sebagainya. Fokus dunia pendidikan ke arah persiapan terjun ke dunia kerja membuat orientasi pendidikan lainnya yang juga penting menjadi terlantar yaitu pembentukan dan penanaman nilai-nilai karakter yang kuat dan baik, serta prinsip-prinsip kebaikan. Inilah realitas pendidikan di dalam sistem Kapitalisme yang menilai orientasi terhadap materi di atas segalanya sehingga seluruh segmen kehidupan diarahkan untuk dapat mengejar materi. Termasuk dalam dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang siap kerja.

Islam memandang orientasi pendidikan bertolak belakang dengan pendidikan saat ini. Orientasi pendidikan di dalam Islam adalah membentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berkepribadian Islam. Sehingga arah pendidikan, kurikulum, mata pelajaran, dan semua alat-alat pendidikan disiapkan untuk membentuk dan menanamkan karakter yang memegang nilai-nilai kebaikan Islam dan membentuk kepribadian Islam. Orientasi pendidikan ini didukung penuh oleh negara lewat regulasi-regulasi pendidikan yang sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah.

Negara akan memberikan pendidikan yang gratis untuk seluruh masyarakat karena Islam memahami bahwa pendidikan adalah kebutuhan setiap individu. Sehingga masyarakat yang berkarakter dan berkepribadian Islam akan terbentuk karena seluruh masyarakat dapat mengenyam pendidikan. Sistem Islam akan dapat membentuk masyarakat madani yang tinggi adabnya dan tinggi pula keilmuannya. Dengan begini, tindakan bullying yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan dapat benar-benar dihapuskan hingga ke akarnya. Semua ini dijalankan berdasarkan Syariat Islam. Wallaahu a’lam bish shawwab.

Oleh: Fadhila Rohmah (Aktivis Muslimah)

Senin, 08 Januari 2024

Bullying Masih Terus Terjadi, Ada Apa dengan Pendidikan di Negeri ini?




Tinta Media - Netizen kembali digegerkan dengan adanya video perundungan yang beredar di media sosial. Aksi perundungan tersebut diketahui terjadi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebagaimana yang diberitakan Liputan6.com, Selasa (26/8/2023), di dalam video tersebut terlihat korban sedang ditendang dan dipukul beberapa kali oleh pelaku. Mirisnya, hal ini terjadi di saat mereka masih menggunakan seragam sekolah. 

Polresta Cilacap mencoba mengungkapkan penyebab terjadinya aksi perundungan tersebut. Menurut Kasatreskrim Polresta Cilacap Kompol Guntar Arif Setiyoko, aksi perundungan terjadi karena pernyataan korban yang berinisial FR (14) yang mengaku sebagai anggota kelompok atau geng Basis. Dua orang pelaku berinisial MK (15) dan SW (14) yang juga merupakan anggota kelompok rupanya tidak terima dan tersinggung dengan pernyataan si korban, sehingga terjadilah perundungan terhadap si korban. 

Adanya perundungan tersebut membuat peningkatan jumlah kasus bullying. Semakin ke sini, kasus bullying mencapai titik darurat karena tidak hanya menyerang secara verbal, tetapi sudah ke arah fisik yang menyebabkan kecacatan hingga kematian pada korban. Alasan bullying pun sangat beragam, mulai dari kasus percintaan, unjuk eksistensi, kesalahan pengasuhan dari keluarga, dan lain sebagainya. 

Fenomena bullying dan berbagai faktor penyebabnya bisa muncul karena cara pandang yang dipakai di kehidupan saat ini adalah sistem kapitalisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Ketika kehidupan dipisahkan dari agama, maka kebahagiaan, keuntungan, dan kesenangan semata menjadi asas dari setiap perbuatan. Hingga ada kasus yang menceritakan bahwa seorang siswa SMP yang mahir dalam tilawah dan aktif dalam organisasi dapat bertindak amoral, dan kemampuan bela dirinya digunakan sebagai arogansi. 

Bullying masih terus terjadi, ada apa dengan pendidikan di negeri ini? Ternyata, pendidikan yang diatur oleh sekularisme kapitalisme saat ini telah menggiring para pelajar haus akan eksistensi prestasi materi, seperti menang dalam perlombaan. Sedangkan nilai-nilai budi luhur mulai meluntur karena dianggap hanya urusan pribadi. Ini membuat para remaja bebas berperilaku amoral tanpa merasa bersalah. 

Generasi muda sudah rusak akibat sekularisme kapitalisme. Mereka harus diselamatkan dari cara pandang yang batil dengan ideologi yang sahih, yakni Islam. 

Allah telah menurunkan Islam sebagai petunjuk untuk manusia dan mampu memberikan penjelasan serta aturan terhadap segala sesuatu. Islam memiliki solusi komprehensif untuk memberantas bullying hingga ke akar-akarnya. 

Ditegaskan dalam Islam bahwa kita dilarang merendahkan sesama manusia. Dengan begitu, manusia tidak akan bertindak semaunya, seperti melakukan bullying secara verbal maupun fisik. 

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah Swt. dalam Qur’an surah al-Hujurat ayat 11, yang artinya, 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” 

Agar dapat teguh terhadap firman tersebut, hendaklah setiap keluarga mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam, bukan dengan akidah sekularisme dan turunannya. Dari didikan akidah Islam tersebut, anak-anak dapat membentuk kesadaran mereka bahwa dirinya hanya seorang hamba Allah Azza wa Jalla. Dengan kesadaran ini, mereka akan tunduk dan patuh mengerjakan apa yang Allah perintah dan menjauhi segala hal yang Allah larang. 

Di dalam Islam ditegaskan bahwa kehidupan anak-anak bukan hanya di dalam keluarga, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat sekitar. Masyarakat menjadi tempat anak-anak berkembang untuk mempelajari sudut pandang kehidupan dan aktivitas sosial. Maka dari itu, Islam memerintahkan agar masyarakat melakukan amar makruf nahi munkar dan ta’awun atau saling menolong antar sesama. Secara otomatis anak-anak juga akan melakukan kebaikan, karena apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan adalah amal salih. Hanya saja, peran keluarga dan masyarakat tidak akan optimal jika tidak ada peran negara. 

Karena itu, Islam juga memiliki tata kelola negara untuk mengatur kehidupan masyarakat. Negara ini bernama Daulah Khilafah, sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah untuk menjaga generasinya agar tetap dalam kemuliaan, serta jauh dari perbuatan yang dilarang oleh Syariah. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam. 

Syaikh Atha’bin Khalil dalam kitabnya “Dasar-Dasar Pendidikan dalam Khilafah” menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dasar adalah menancapkan syakhsiyah Islam pada anak-anak. Sehingga, tolak ukur keberhasilan mereka adalah sesuai atau tidak dengan syariah, bukan pada keberhasilan materi, seperti prestasi juara, aktif organisasi, dan sebagainya. 

Selain itu, tujuan pendidikan Islam adalah untuk menyiapkan anak-anak sebagai problem solver kehidupan, sehingga kemampuan mereka akan dialihkan hanya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin, bukan untuk ajang eksistensi diri. 

Tujuan pendidikan ini selaras dengan pendidikan yang diajarkan di dalam keluarga dan masyarakat. Alhasil, anak-anak akan dilingkupi oleh lingkungan yang baik di mana pun dan kapan pun. Dengan demikian, kasus pembully dan sejenisnya akan bisa dicegah oleh negara. Demikianlah cara Khilafah menuntaskan kasus bullying. Tidakkah umat tergerak mengambilnya sebagai obat untuk generasi saat ini?

Oleh: Ismi Balza Azizatul Hasanah
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta 

Selasa, 02 Januari 2024

Hentikan Bully Hanya dengan Islam!


Tinta Media - Bullying dianggap sebagai salah satu dosa besar pendidikan.  Nyatanya, hingga saat ini belum berhenti, meski sudah dibentuk satgas di berbagai satuan pendidikan. Seperti yang terjadi belum lama ini, Kasat Reskrim Polrestabes Medan menangkap pelaku bully dan penganiayaan terhadap siswa MAN 1 Medan. 

Selain itu, kasus dugaan perundungan atau bullying siswa kelas 3 SD oleh teman sekolahnya di salah satu SD swasta di Sukabumi yang menyebabkan korban patah tangan telah dilaporkan pihak keluarga korban ke Polres Sukabumi Kota pada Senin (16/11/2023).  

Sementara itu, di Jakarta, 12 siswa kelas X SMAN 26 Jakarta menjadi korban bully oleh kakak kelas. Kondisi siswa-siswa tersebut sangat memprihatinkan setelah dianiaya secara brutal oleh siswa kelas XI dan XII. 

Kasus-kasus di atas hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus pembullyan yang masuk ke media. Jika ditelisik, maraknya kasus pembullyan ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan dan akar masalah persoalan. Saat ini, disadari atau tidak, banyak nilai yang menjadi aturan tak tertulis masyarakat dalam bertingkah laku. Padahal, aturan itu lahir dari paham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini diperparah dengan diembannya paham sekularisme ini oleh negara, bukan hanya oleh individu. 

Selain masalah arah pandang, pembullyan juga ditumbuhkembangkan oleh buruknya sistem pendidikan sehingga lahir generasi yang buruk perilakunya. Lihat saja, sistem pendidikan sekarang yang sangat jauh dari agama. Jam pelajaran agama terus disunat, seragam muslimah yang terus dipermasalahkan, belum lagi rohis yang dianggap sebagai bibit terorisme. 

Hal ini menghasilkan pelajar yang makin jauh dari agama. Mereka hanya ditargetkan untuk pintar dalam bidang akademik agar bisa mendapat pekerjaan yang bagus dengan upah melimpah. Namun, mereka melupakan aspek ketakwaan. 

Demikian juga buruknya lingkungan sekitar. Karakter masyarakat saat ini yang sangat individualis. Hal itu mengikis kepedulian antarsesama. Masyarakat seakan tak acuh terhadap kriminalitas atau perbuatan yang mengarah ke pembullyan, asalkan itu bukan anak mereka sendiri. 

Teradang, pembullyan secara verbal dianggap wajar dan normal nakalnya anak-anak.

Untuk mengatasi masalah pembulyan ini, Islam memiliki sistem pendidikan terbaik, berasas akidah Islam yang meyakini adanya hari pembalasan. 

Keyakinan ini bisa mencegah adanya kejahatan karena ada pertanggungjawaban kelak. Islam telah menetapkan bahwa kewajiban untuk menyelamatkan anak dari segala bentuk kezaliman bukan hanya ada di tangan keluarga dan lingkungan, tapi juga negara memiliki andil. 

Memang benar bahwa kewajiban pengasuhan anak ada pada ibu hingga anak tamyiz. Namun, ayah juga tidak bisa lepas tangan begitu saja. Selain itu, lingkungan masyarakat yang baik juga akan menentukan corak anak. Yang tidak kalah penting adalah adanya peran negara yang menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur semua urusan umat, termasuk menjamin keamanan dan kesejahteraan dengan adil dan menyeluruh. 

Maka dari itu, dalam Islam, negara menjadi satu-satunya institusi yang dapat melindungi dan mengatasi permasalahan anak, termasuk masalah pembullyan. Ini semua akan terjadi jika kita menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam institusi negara. 

Wallahu’alam bishawab.


Oleh: Risma Choerunnisa, S.Pd. 
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 26 Desember 2023

Bullying Kian Marak, Bukti Sistem Pendidikan Rusak?



Tinta Media - Kasus bullying seolah tidak pernah ada habisnya. Masyarakat selalu dikejutkan oleh peristiwa tersebut. Mirisnya, kasus bullying banyak terjadi di lingkungan sekolah, seperti yang dialami oleh siswa MAN 1 Medan. Ia menjadi korban bullying dan penyiksaan oleh teman satu sekolah dan kakak kelasnya yang sudah alumni. 

Diduga, korban di-bully dan disiksa karena menolak bergabung dalam geng motor yang berisikan pelajar MAN 1 Medan dan alumninya. Ia dipukul, disuruh makan sandal berlumpur, makan daun mangga, dan dipaksa meminum air yang telah diludahi oleh sekitar 20 orang. Tidak hanya itu, punggung telapak tangannya juga disudut oleh kunci motor yang telah dipanaskan dan dibentuk huruf PA. 

Kasus serupa juga dialami oleh 12 siswa kelas 10 di SMAN 26 Jakarta oleh 15 orang kakak kelasnya. Belasan siswa tersebut dianiaya secara brutal dan bergilir. Sebelum dianiaya, muka dan mata para korban ditutup oleh kain dan dipanggil satu persatu, lalu dipukuli. Beberapa korban ada yang mengalami lebam-lebam di tubuhnya. Kemaluannya terluka, dan ada juga yang tulang iganya patah. (tribunnews.com, 12-12-2023). 

Kasus bullying juga menimpa seorang siswa SD kelas 3. Ia di-bully oleh temannya di salah satu sekolah swasta di Sukabumi. Akibat pem-bully-an tersebut, korban mengalami patah tulang tangan dan harus menjalani operasi di rumah sakit. Diketahui bahwa kasus tersebut terjadi pada Februari 2023 di lingkungan sekolah. Hanya saja, baru terungkap akhir-akhir ini, akibat beritanya viral di media sosial. (Kompas.com, 9-12-2023) 

Dugaan bullying juga dialami oleh siswa kelas 6 SD di Bekasi. Ia di-bully hingga kakinya harus diamputasi dan yang lebih menyayat hati lagi, korban meninggal dunia ketika menjalani perawatan akibat sesak napas karena terdapat cairan di paru-parunya. 

Menanggapi kasus bullying ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang diwakili oleh Plt Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), Atwirlany Ritonga mengatakan bahwa Kemen PPPA telah melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Bekasi dalam hal pendampingan terhadap anak korban, memberikan penguatan psikologis kepada anak korban dan keluarga korban, melakukan dukungan psikososial dengan melakukan edukasi tentang dampak bullying kepada siswa dan siswi beserta para guru di beberapa sekolah. Ia juga memastikan berjalannya proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (detik.com, 9-12-2023). 

Berbagai Upaya Dilakukan Pemerintah 

Massifnya kasus bullying di sekolah membuat pemerintah tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua DPR RI, Puan Maharani yang diterima oleh tim Parlementaria di Jakarta (19-09-2023). 

Puan mendorong pemerintah untuk mewujudkan sekolah ramah anak di Indonesia, yaitu dengan memberikan panduan yang tegas kepada sekolah dalam mengantisipasi, mengawasi, dan mengatasi tindak-tindak bullying. Caranya, dengan memberikan buku panduan tentang bagaimana cara mengurangi bullying di sekolah, mengadakan kegiatan dan program kerja sama, persahabatan, dan pemahaman antar siswa. 

Pemerintah harus memberikan edukasi kepada para guru dan staf di sekolah tentang pelatihan keterampilan komunikasi, kampanye antiperundungan, seminar tentang keberagaman, serta pedoman yang jelas ketika terjadi kasus bullying yang parah. 

Pihak sekolah juga harus mengintegrasikan pendidikan antibullying ke dalam kurikulum dan harus memiliki kebijakan zero toleransi terhadap aksi bullying. Hal ini perlu diimplementasikan agar semua pihak , baik siswa, guru, staf sekolah, maupun orang tua memahami bahwa tidak ada toleransi bagi tindakan bullying. 

Akibat Penerapan Sistem Sekuler Liberal 

Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi kasus bullying di sekolah. Namun, sangat disayangkan bahwa apa yang diharapkan nyatanya tidak membuahkan hasil. Semakin hari, kasus bullying kian massif. Hal ini membuktikan bahwa solusi yang diberikan pemerintah tidak mampu menyentuh akar permasalahan bullying. 

Di lain sisi, ini juga menunjukkan bagaimana rusaknya sistem pendidikan saat ini. Sekolah yang seharusnya mampu membentuk etika dan nilai-nilai moral pada siswa, nyatanya malah mencetak generasi amoral. 

Sejatinya, kasus bullying lahir dari penerapan sistem sekuler liberal di dalam kehidupan saat ini. Sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan, melahirkan individu-individu berpikiran liberal dan permisif. Mereka tidak mau diatur dengan aturan agama, bahkan lebih menyukai kehidupan yang bebas semau mereka. 

Cara pandang seperti ini menyebabkan pelaku bullying tidak memiliki standar yang benar atas tindakannya, sehingga output-nya adalah perbuatan tercela dan sadis. Bahkan, perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu pencapaian yang luar biasa dan mereka bangga akan hal tersebut. 

Ketika cara pandang kehidupan sekuler liberal telah menancap kuat di dalam kehidupan, maka suatu hal yang pasti bahwa sistem pendidikan hari ini juga berdasar pada aspek tersebut, yaitu pendidikan yang hanya fokus pada aspek akademik, tetapi abai pada aspek agama. Padahal, dapat dipahami bahwa agama adalah kunci yang mampu mengendalikan diri kita. Jika demikian yang terjadi, maka wajar saja jika kasus bullying tumbuh subur di lingkungan sekolah. 

Akibat penerapan sekuler liberal ini juga, peran keluarga dan masyarakat pun seolah hilang begitu saja. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak, sering kali menjadi lalai dalam menjalankan peran tersebut. 

Ditambah lagi, kondisi lingkungan yang rusak juga menjadi pemicu bagi anak untuk melakukan tindak bullying akibat tidak adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. 

Belum lagi peran media, banyak informasi sampah dan tidak bermanfaat tersebar luas di media sosial. Setiap orang dapat mengakses informasi apa pun yang mereka inginkan tanpa ada batas usia. Mirisnya, banyak dari mereka yang mempelajari hal-hal tercela dari sana. 

Lagi-lagi ini membuktikan ketidakmampuan negara dalam menyediakan informasi bermanfaat bagi rakyat. Negara gagal dalam memfilter setiap informasi yang ada di media sosial. Jika hal ini terus terjadi, maka ke depannya akan semakin banyak generasi yang buruk dalam berperilaku. 

Islam Solusi Hakiki Atasi Bullying 

Islam berbeda dengan sistem sekuler liberal. Islam memandang bahwa generasi memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan sebuah peradaban, sehingga dalam memberantas bullying, dibutuhkan keterlibatan semua pihak. 

Orang tua memiliki kewajiban dalam mendidik dan mengawasi anak. Orang tua harus membimbing anak berdasarkan pada akidah Islam. Mereka harus mampu memberi gambaran tentang bagaimana cara memandang kehidupan berdasarkan akidah Islam. 

Ketika cara pandang tentang kehidupan sudah benar, maka itu akan mengantarkan pada keimanan hakiki, yaitu keimanan kepada Allah Swt. semata. Dengan begitu, Anak akan berhati-hati dalam bertindak, karena sadar bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan setiap perbuatan yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban kelak. 

Di samping itu, penting juga untuk mewujudkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. Aktivitas ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya tindakan brutal dan kejahatan pada generasi. Masyarakat akan berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan tidak memberikan fasilitas sedikit pun pada aktivitas kemungkaran. 

Dalam mewujudkan kondisi yang aman bagi semua rakyat, tidak cukup hanya melibatkan peran individu, keluarga, dan masyarakat. Namun, dibutuhkan juga peran negara di dalamnya. Negara memiliki andil besar dalam mengurusi rakyat. Negara wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi warga negara dari berbagai aktivitas yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan, termasuk bullying. 

Negara (Islam) wajib menerapkan sistem pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Islam akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam, yaitu terbentuknya pola pikir Islam dan pola sikap Islam, sehingga mereka akan terhindar dari perilaku kasar, zalim, dan aktivitas maksiat lainnya. Basis pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan pribadi-pribadi cerdas yang siap membangun peradaban. 

Negara juga wajib menyediakan sistem informasi yang aman bagi rakyat. Negara harus memfilter setiap informasi yang tersebar di media sosial. Dengan begitu, informasi yang diterima hanya informasi yang bermanfaat, mengedukasi, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. 

Inilah solusi hakiki yang ditawarkan Islam dalam memberantas tindak bullying. Karena itu, dibutuhkan sinergi bersama, baik individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam memberantasnya. Jelas pula bahwa negaralah yang memiliki kendali penuh atas penerapan suatu aturan di wilayahnya. Jika, negara tidak menerapkan aturan Islam secara sempurna, maka solusi tersebut tidak dapat berjalan pula. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: 

“Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).

Oleh: Aryndiah
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 21 Desember 2023

Urgensi Akhiri Aksi Perundungan



Tinta Media - Di dunia pendidikan saat ini kian hari kian memprihatinkan. Bagaimana tidak, angka kasus aksi perundungan bukannya semakin berkurang, yang ada malah semakin bertambah. Korban perundungan bukan hanya kepada sesama siswa tapi juga ada yang dengan lancangnya melakukan perundungan kepada guru sendiri. Tak hanya terjadi di dalam institusi sekolah saja namun juga terjadi di lembaga pondok pesantren. 

Miris memang, di saat orang tua menyekolahkan anak untuk dididik dan dibina agar menjadi pribadi yang berwawasan luas dan budi pekerti yang luhur sesuai dengan cita-cita orang tua, malah jadi bumerang. 

Kurikulum pendidikan saat ini tersistematis membentuk kepribadian individu para siswanya menjadi individu yang sekuler. Tanpa disadari membentuk karakter penindas yang mengesampingkan iman. Mereka tak peduli aksinya itu berdosa atau tidak, tak peduli juga bisa membuat korbannya terkapar, yang penting bisa menyalurkan emosinya sampai puas. 

Sebelum makin banyak lagi korban perundungan, seluruh elemen yang memiliki wewenang dalam mengatur sistem pendidikan harus cepat tanggap beralih ke sistem pendidikan Islam yang mengutamakan pembentukan aqidah, pola pikir dan pola sikap sesuai dengan aturan Islam.

Oleh: Siti
Sahabat Tinta Media

Bullying Makin Berdesing, Mengapa?



Tinta Media - Bullying di kalangan remaja tak lagi dianggap tabu. Bahkan remaja masa kini menganggap bullying sebagai trend yang menggebu-gebu. 

Bullying, Produk Zalim Pendidikan Sekuler 

Kasus perundungan alias bullying tak hanya terjadi pada usia remaja. Namun, "penyakit" ini telah menghinggapi anak belia usia sekolah dasar. Salah satunya terjadi di SD Sukabumi, Jawa Barat. Bullying dilakukan teman korban dengan men-sliding hingga berakibat fatal. Tulang lengan bagian atas korban patah dan posisinya bergeser (liputan6.com, 16/12/2023). Korban menderita cedera serius, patah tulang terjadi di dalam kulit dan mengoyak daging lengan atas. Korban pun disarankan untuk menjalani operasi. 

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta setiap orangtua, guru, dan seluruh masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat diharapkan selalu sadar atas segala bentuk tindak kekerasan fisik dalam bentuk bullying di lingkungan sekolah. 

Bullying tidak datang instan. Beragam faktor penyebab memantik kasus bullying kian nyaring. Salah satunya faktor keluarga. Saat ini keluarga bersifat mandul dalam menanamkan nilai-nilai agama di tengah pendidikan keluarga. Orang tua sibuk dengan pencarian penghidupan. Akhirnya anak-anak pun tumbuh simultan dalam lingkungan sekuler tanpa ada bimbingan dan teladan. Semua yang ada, ditelah mentah-mentah. Liberalistik dan hedonisme menjadi acuan. Wajar adanya saat generasi makin jauh dari standar yang benar. Materi menjadi satu-satunya tujuan. 

Selain keluarga, faktor lingkungan pun sangat mempengaruhi buruknya perilaku generasi saat ini. Gaya hidup masyarakat sekuler yang bebas, cuek, sekaligus individualistis, menghilangkan fungsi kontrol sosial. Budaya saling mengingatkan, tak lagi ditemui. Hingga akhirnya generasi tumbuh dalam kebebasan sebebas-bebasnya. Tanpa mengetahui batasan tentang benar atau salahnya perbuatan. 

Faktor lain yang juga menjadi penyebab maraknya bullying, adalah minimnya fungsi negara dalam menjaga generasi. Setiap kerusakan makin tampak. Padahal beragam regulasi perlindungan anak telah ditetapkan. Namun, semua regulasi ini tidak mampu menjamin perlindungan yang optimal. Tak hanya regulasi yang mandul, kebijakan tentang kurikulum pendidikan yang sekuler pun menjauhkan generasi dari pola bertindak dan berpikir yang benar. Wajar adanya, saat generasi menjadi hilang arah karena setiap konsep yang ada bersifat bias dan tak jelas. 

Inilah konsekuensi diterapkannya sistem sekularisme yang menjauhkan aturan agama dari pendidikan. Generasi makin oleng memaknai kehidupan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." 
(QS. Al-Hujurat : 11) 

Sistem Islam memiliki solusi cerdas yang khas. Menyoal masalah bullying yang terus bergulir, syariat Islam menanamkan tentang pendidikan dengan basis akidah Islam. Hanya dengan sistem pendidikan tersebut, generasi mampu menjadikan aturan agama sebagai satu-satunya standar benar dalam berucap dan berbuat. Sistem Islam pun menciptakan kondisi keluarga yang kondusif dalam mendidik anggota keluarga. Ekonomi tidak lagi menjadi hambatan dalam mendidik generasi. Karena negara telah memenuhi setiap kebutuhan dasar warga negaranya. Teladan dan arahan orang tua menjadi tumpuan yang mampu diandalkan. Karena orang tua memiliki pemikiran shahih berdasarkan akidah Islam sehingga mampu menjadi madrasatul ula yang ideal bagi seluruh anggota keluarga. Pun demikian dengan lingkungan masyarakat. Kontrol sosial mampu berfungsi optimal. Saling menjaga dan mengingatkan. Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat mampu bersinergi dalam melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Semuanya dilakukan sebagai bentuk ketundukan kepada aturan Allah Swt. 

Negara memiliki andil dominan dalam menciptakan generasi cerdas dan terdidik. Setiap regulasi yang ada ditetapkan berdasarkan syariat Islam. Setiap sanksi pun ditetapkan dengan tegas agar kasus kekerasan dan perundungan tidak terus berulang. 

Semua konsep ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam dengan institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang mampu menebar berkah bagi seluruh umat. 
Wallahu'alam bisshowwab. 

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Selasa, 19 Desember 2023

MMC: Islam Memiliki Solusi Tuntas Menyelesaikan Bullying


 
Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan, Islam memiliki solusi tuntas menyelesaikan masalah bullying.
 
“Islam memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan problem bullying. Islam memandang bahwa negara adalah penanggung jawab utama pembentukan generasi berkepribadian mulia dan unggul,” ungkapnya dalam Serba-Serbi MMC: Bullying Makin meresahkan, Sistem Pendidikan Sekuler Gagal Melindungi Generasi, di kanal Youtube MMC, Sabtu (16/12/2023).
 
Dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan, lanjutnya, negara Islam yakni Khilafah akan mengedukasi rakyatnya berlandaskan akidah Islam agar memiliki kepribadian Islam.
 
“Inilah sistem pendidikan terbaik yang meyakinkan pada pelajar bahwa Allah adalah Al-Khalik Mudabir (Pencipta dan Pengatur) hingga mereka meyakini adanya hari pembalasan kelak. Keyakinan ini mampu mencegah pelajar melakukan kejahatan termasuk bullying karena keyakinannya pada pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Alhasil setiap berpikir dan bertingkah laku mereka akan menggunakan sudut pandang Islam. Mereka pun akan fokus untuk taat dan berupaya memberikan kontribusi untuk umat,” urainya.
 
 Individu dalam khilafah, terangnya, memahami betul bahwa dunia tempat singgah, sehingga akan mengejar eksistensi di hadapan Allah dengan banyak melakukan ketaatan, atau mengejar eksistensi akhirat.
 
“Bahkan mereka akan membuat Islam yang membawa rahmat ini eksis di dunia dengan aktivitas dakwah dan Jihad,” imbuhnya.
 
Narator menjelaskan, pendidikan dalam Islam hanya akan membuat generasi fokus menjadi ilmuwan yang karya-karyanya bermanfaat bagi umat, berdakwah untuk mencerdaskan umat, hingga berjihad di jalan Islam untuk menyebarluaskan Islam di bawah kepemimpinan Khalifah.
 
“Selain itu media dalam Islam hanya digunakan untuk edukasi dalam rangka meningkatkan ketakwaan individu. Media hanya berisi motivasi bagi setiap individu untuk semangat menjadi pribadi mulia setangguh generasi terdahulu atau syiar tsaqofah Islam,” paparnya.
 
 Jika dalam kondisi demikian masih ada yang melakukan bullying, ucapnya, maka negara akan memberlakukan sanksi berefek jera yakni zawajir sesuai sanksi Islam. Sanksi tersebut, sambungnya, akan membuat orang lain takut untuk melakukan kemaksiatan sekaligus berfungsi sebagai jawabir (penebus) dosa di akhirat.
 
“Kesempurnaan dan kebaikan aturan Islam membentuk generasi tentu membuat kita semakin rindu akan hadirnya kehidupan Islam di tengah-tengah kaum muslimin hari ini,” pungkasnya. [] Rini.

Bullying Semakin Meresahkan, MMC: Ada Kesalahan Cara Pandang Kehidupan



Tinta Media - Menyoroti gagalnya sistem pendidikan saat ini mengatasi bullying yang semakin meresahkan, Narator MMC menilai, ada kesalahan cara pandang kehidupan. 

“Ini menunjukkan adanya kesalahan cara pandang kehidupan dan akar masalah persoalan yang belum tersentuh,” tuturnya dalam Serba-Serbi MMC: Bullying Makin meresahkan, Sistem Pendidikan Sekuler Gagal Melindungi Generasi, di kanal Youtube MMC, Sabtu (16/12/2023). 

Kesalahan cara pandang kehidupan ini, menurutnya, karena ide sekularisme (pemisahan aturan agama dari kehidupan) telah menjangkiti masyarakat sehingga masyarakat tidak memahami halal haram dan kehilangan rasa takut kepada Allah Swt. 

“Tak hanya itu, ide kapitalisme yang menganggap sumber kebahagiaan ada pada kepuasan jasadiah semata juga berkembang di masyarakat. Tak heran generasi hanya mengejar eksistensi diri dan melakukan apa pun yang dianggap mampu memuaskan diri dan mencapai eksistensi tersebut. Dalam kasus bullying dia akan merasa lebih hebat dari korban,” kritiknya.
 
Ia menyesalkan, sistem pendidikan hari ini justru mengadopsi ide sekuler dan kapitalis ini.

“Akibatnya pelajar semakin jauh dari agama. Mereka sibuk mengejar akademik hanya untuk mengejar harta dan kesenangan duniawi. Mereka tidak dibentuk menjadi pribadi yang bertakwa,” ulasnya.

Padahal, ia menambahkan, pendidikan yang dijauhkan dari agama justru akan membahayakan generasi , sebab para pelajar akan berperilaku bebas tanpa batas, termasuk melukai orang lain.

“Media sekuler kapitalis hari ini juga semakin menambah parah perilaku amoral yang mendominasi generasi hari ini. Oleh karena itu selama sistem kapitalisme dijadikan pijakan dalam berbangsa dan bernegara, kasus bulying tidak pernah akan selesai,” pungkasnya. [] Rini.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab