Tinta Media: Budaya
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Oktober 2024

Tawuran Pelajar Menjadi Budaya




Tinta Media - Fenomena tawuran pelajar hampir setiap hari diberitakan baik di sosial media maupun televisi, terjadi di berbagai tempat di negeri ini. Berita seputar para remaja selalu menjadi peristiwa yang terus berulang dan berkepanjangan. Seolah tawuran antar pelajar menjadi "budaya", miris!

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak (KPAI), kekerasan pelajar ada dua jenis, yaitu pengeroyokan dan tawuran. Kita merasa resah dengan keadaan para remaja negeri ini. Seharusnya dunia remaja diisi dengan hal hal yang positif untuk meraih masa depan sebagai generasi terbaik. Namun,  justru remaja saat ini berada di ambang kehancuran lantaran lebih dekat dengan kemaksiatan, seperti pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan tawuran.

Tawuran pelajar disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal di antaranya adalah krisis identitas. Remaja kehilangan arah dan jati dirinya sebagai hamba Allah Swt. Sistem sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) menjadi penyebab pudarnya identitas tersebut. Remaja menjadi seorang yang haus akan tren dan budaya kebarat-baratan, seperti pergaulan bebas, bergaya hidup hedonis, dll. Mereka tidak takut menabrak rambu- rambu agama, tidak peduli halal-haram untuk meraih kepuasan materi.

Faktor internal berikutnya yaitu kontrol diri yang lemah. Hal ini disebabkan karena sistem pergaulan sekuler, sehingga berdampak pada keimanan dan ketakwaan. Mereka menjadi generasi yang mudah frustasi, galau, bingung, emosi cendederung meledak, labil, merasa tidak percaya diri, dan nirempati.

Adapun faktor eksternal penyebab remaja terlibat tawuran adalah lingkungan sosial tempat mereka hidup dan bergaul, yaitu keluarga sebagai tempat pendidikan pertama, sekolah tempat mereka menuntut ilmu, dan masyarakat tempat mengembangkan diri. 

Teman dan masyarakat terbukti memberikan dampak yang lebih besar terhadap perilaku remaja. Bila keluarga, sekolah, dan masyarakat abai terhadap tumbuh kembang remaja, maka mereka tidak akan terkontrol dalam pergaulannya. Keluarga,  sekolah, dan masyarakat sekarang ini berada dalam sebuah aturan sekuler, tidak mampu menyelesaikan permasalahan remaja saat ini secara menyeluruh.

Berbeda dengan sistem Islam. Aturan ini dari Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Swt. Sistem Islam mampu menyelesaikan permasalahan remaja saat ini secara menyeluruh. Sistem ini akan membentuk individu-individu yang beriman dan bertakwa. 

Islam akan mengarahkan potensi diri manusia kepada pemikiran yang benar dan jelas, karena hakikatnya manusia adalah sebagai hamba Allah Taala yang wajib taat dan terikat aturan Islam secara sempurna tanpa pilih-pilih.

Keluarga akan memberikan bekal pemahaman Islam kepada anak, agar ia beramal dan berprilaku sesuai aturan Allah Ta'ala.

Masyarakat akan selalau menjaga para remaja dengan saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran. Hal ini karena masyarakat dalam Islam adalah masyarakat yang memahami bahwa di pundak mereka ada tanggung jawab kepada Allah Swt. yang merupakan kewajiban dan harus dilaksanakan. Kewajiban itu adalah saling menasihati sesama dan mencegah kemaksiatan agar tidak merajalela.

Yang terpenting adalah peran negara. Negara berperan sebagai penjaga dan pelindung generasi dari pergaulan bebas dan pemikiran asing yang merusak, yaitu sekuler (sistem dari Barat). 

Dalam Islam, negara wajib menciptakan suasana takwa kepada setiap individu masyarakat. Negara menerapkan kurikulum dan sistem pendidikan Islam secara menyeluruh, memfilter tontonan dan tayangan yang tidak mendidik, yang mengajarkan budaya  dan nilai nilai Barat yang bebas.

Dengan Islam, remaja tidak akan terombang-ambing dan mudah terbawa arus. Mereka mampu menjadi generasi terbaik yang mengisi waktunya untuk menuntut ilmu, belajar Islam, dan memberikan kemaslahatan  bagi umat dan negara. Wallahu'alam bishawab.



Oleh: Haprianti
Sahabat Tinta Media

Jumat, 17 November 2023

Islam Mendorong Budaya Literasi



Tinta Media - Rapat di SMPN 1 Ciparay, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung telah dilaksanakan Jumat, 27 Oktober 2023. Rapat tersebut dihadiri oleh Teguh Purwayadi sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Bandung, bersama Kabid Pelayanan Perpustakaan, Firman Nugraha membahas terkait visi mereka untuk meningkatkan minat baca dan peran perpustakaan di wilayah mereka.

Menurut Teguh Purwayadi, di antara hasil rapat tersebut,  Dispusip akan menambah fasilitas perpustakaan,  misalnya membuat kafetaria di salah satu perpustakaan Bandung sebagai upaya untuk membuat masyarakat tertarik membaca buku.

Jika kita lihat fakta hari ini, mayoritas masyarakat Indonesia dikategorikan sangat minim literasi dan banyak pula di antaranya yang mengaku tidak minat untuk membaca buku. Bahkan UNESCO menyatakan minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, yakni hanya 0,001%, artinya, dari seribu orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Miris!

Menurutnya, selain disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan, dilansir dari web Kominfo, media lembaga riset digital marketing Emarketer, memperkirakan bahwa  besarnya jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia pada 2018, yaitu lebih dari 100 juta orang, juga menjadi penyebabnya. Indonesia menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. 

Perkembangan teknologi dengan hadirnya smartphone, membuat masyarakat semakin teralihkan dari budaya membaca. Kalau pun berminat untuk membaca buku, maka masyarakat kebanyakan saat ini lebih tertarik untuk membaca buku via online dibandingkan buku fisiknya secara langsung. Itu pun banyak dari mereka yang lebih tertarik untuk membaca buku-buku selain ilmu pengetahuan, semisal novel atau buku-buku fiksi lainnya,  untuk sekadar memenuhi imajinasinya, atau sekadar hiburan di tengah aktivitas dalam menjalani rutinitas hidup. Inilah gaya hidup hedonis, yang mempengaruhi orientasi manusia dalam mengonsumsi bacaan, sekadar untuk kesenangan semata. 

Gaya hidup hedonis ini telah mengakar dalam diri masyarakat, sehingga menjadi standar dalam mencapai kebahagiaan hidup, yaitu semata teraihnya kesenangan hidup semata. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan di negeri ini dan juga di negeri-negeri lain. Hanya sekedar untuk memuaskan kebutuhan jasmani atau mencapai keinginan sebanyak-banyaknya, dengan cara bebas sesuai dengan yang dikehendakinya dan cenderung lebih menuruti hawa nafsu. Perilaku apatis menjangkiti jiwa-jiwa kapitalis. Mereka menginginkan pencapaian tapi tidak berusaha dengan maksimal alias ingin mendapatkannya secara instan. Seperti keinginan untuk menjadi orang yang sukses, tetapi  malas untuk membaca buku ilmu pengetahuan. 

Akar masalah masyarakat sebetulnya bukan sekadar pada fasilitas yang disediakan, namun terdapat pada diri individu masyarakat yang belum sadar akan pentingnya literasi. Hanya segelintir orang yang mau menyadari serta menerapkan budaya literasi. Ditambah dengan tidak adanya suport system (sistem yang mendukung), baik di tengah keluarga, masyarakat atau bahkan negara, semakin menjauhkan budaya literasi ini dari diri individu.

Meski sistem pendidikan sudah mendorong masyarakat dalam menumbuhkan kecintaan terhadap membaca, namun jika masyarakat belum memiliki kesadaran diri akan pentingnya membaca buku maka hal itu tidak mengubah sama sekali keadaan masyarakat. Maka solusi bagi masalah ini bukanlah sekedar meningkatkan fasilitas perpustakaan di setiap daerah, namun masyarakat perlu dibimbing agar tumbuh rasa butuh terhadap literasi atau membaca buku.

Berbeda halnya jika di dalam Islam, yang menjadikan aktivitas mencari ilmu sebagai suatu hal yang penting, bahkan wajib untuk dilakukan, terutama dalam mencari ilmu dan tsaqofah Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

" Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim " (HR. Ibnu Majah dari Anas ra.)

Dorongannya karena semata-mata keimanan yang mengharuskan mereka mencari ilmu, karena ilmu sebagai pegangan dalam menjalankan ibadah (ketaatan) kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman yang artinya:

Masyarakat dalam islam akan sadar dengan sendirinya akan kebutuhannya terhadap ilmu dan keutamaan orang yang berilmu disisi Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Mujadilah ayat 11:

" ...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." 
(TQS. Al-Mujadilah;11)

Pujian Allah terhadap orang yang beriman dan berilmu, menunjukkan kemuliaan orang yang berilmu di sisi Allah SWT. Masyarakat dalam Islam akan memiliki kesadaran akan kebutuhannya terhadap ilmu dan keutamaan orang yang berilmu disisi Allah.

Dorongan iman dan takwa lah menjadikan manusia memahami pentingnya menuntut ilmu. Sedangkan menuntut ilmu tidak akan terlepas dari membaca buku.  
Islam mendorong umatnya untuk menjadi orang yang berilmu. Di samping karena kewajiban, Islam pun telah memberi arahan kepada umatnya untuk menjadikan ilmu sebagai tumpuan dalam beramal. Orang yang beramal tanpa ilmu maka dia dikatakan sebagai orang yang sesat (bid'ah) serta amalnya tidak akan diterima oleh Allah karena menjalankan ibadah tidak sesuai syariat yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Maka Islam dalam wujud institusi negara akan berupaya secara maksimal agar masyarakat menjadi orang yang taat dan juga cerdas oleh banyaknya ilmu yang dikuasai.

Sistem Islam meniscayakan kesejahteraan dalam kehidupan. Khilafah akan menyediakan berbagai fasilitas umum secara maksimal. Dibarengi dengan bimbingan kepada masyarakat akan kesadaran untuk memiliki ilmu. Teknologi dalam negara Islam pun akan diatur untuk menunjang pendidikan bagi masyarakat. Khilafah akan memanfaatkan teknologi sebagai sarana masyarakat untuk belajar. Konten maupun tayangan yang disuguhkan kepada masyarakat adalah konten-konten dan tayangan yang berisi ilmu pengetahuan, yang dengan itu masyarakat akan tetap mendapat asupan ilmu-ilmu meskipun melalui smartphone ataupun televisi. 

Di sisi lain, negara akan menjaga masyarakat dari tayangan atau konten yang merusak. Tidak membiarkan konten pornografi, atau kriminalitas seperti hari ini berseliweran di sosial media masyarakat. Negara pun serta merta memotivasi masyarakatnya untuk menjadi hamba yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain.
Hal itu membuat mereka berlomba-lomba untuk menjadi orang yang berilmu, salah satunya dengan cara banyak membaca buku bahkan banyak menulis buku.

Oleh : Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media

Minggu, 09 Juli 2023

Korupsi Jadi Budaya, Islam Solusinya


Tinta Media - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharap tidak mengabaikan laporan dugaan korupsi pengembangan pasar di Bandung. KPK diminta untuk menggali informasi dengan segera memanggil pihak-pihak yang diduga telah melakukan kejahatan korupsi. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Aktivis Pemuda Bandung Raya, Bilal Al Farizi, melalui keterangan tertulis pada hari Senin, 12/06/ 2023.

Bilal menyebutkan bahwa pihak KPK akan menggali informasi dengan memanggil sejumlah saksi, antara lain melalui pejabat terkait dan swasta yang menjadi pihak pengembangan pasar.

Penggalian informasi secara cepat dinilai sangat penting, karena dikhawatirkan ada barang bukti dalam laporan itu yang bisa saja dihilangkan, jika pihak KPK tidak sigap.

Sebelumnya, KPK telah menerima laporan dugaan adanya penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh pejabat tinggi di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat, Jawa Barat. Hal ini dibenarkan oleh juru bicara Bidang penindakan KPK Ali Fikri, pada hari Selasa, 23/05/2023.

Laporan itu berasal dari Aktivis Pemuda Bandung Raya tentang adanya salah satu pejabat tinggi di Kabupaten Bandung yang  diduga telah menerima uang miliaran rupiah dan sebuah mobil mewah, terkait proyek revitalisasi salah satu pasar di wilayah Bandung.

Praktik dugaan korupsi pengembangan pasar sesungguhnya bukan hal yang baru. Kejadian seperti ini justru senantiasa berulang. Fakta tersebut menunjukkan kebobrokan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu menjadikan oknum penguasa atau aparat mudah memperjualbelikan kebijakannya demi keuntungan materi. 

Gaya hidup materialistis dan hedonis menjadikan kebahagiaan hidup hanya sebatas pada materi, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan. Salah satunya adalah dengan gratifikasi. 

Alhasil, negara yang  mayoritas penduduknya beragama Islam ini subur dengan budaya korupsi. Halal dan haram tidak dijadikan standar dalam bertingkah laku. Inilah ciri khas masyarakat yang menerapkan  sistem kapitalisme-sekularisme, yang mencampakkan agama dari kehidupan.  

Mereka menempatkan Islam pada ranah ibadah mahdah saja, sementara dalam kehidupan sehari-hari disandarkan pada hawa nafsu saja.

Oleh karena itu, selama sistem kapitalisme-sekularisme bercokol di negeri ini, korupsi tidak akan pernah berhenti. Atas nama pembangunan sarana prasarana umum dan kepentingan rakyat, para koruptor menjadikannya sebagai lahan basah untuk korupsi. 

Pada akhirnya, pembangunan bukanlah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi untuk kepentingan segelintir orang, sehingga kesejahteraan rakyat tidak pernah terwujud. 

Dalam sistem Islam, ada sejumlah langkah untuk memberantas, bahkan mencegah tindakan korupsi ini. Di antaranya adalah penerapan ideologi Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepemimpinan, pemilihan pemimpin atau pejabat yang bertakwa dan juhud, pelaksanaan politik syar'i  agar mengurusi rakyatnya dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan syariat Islam, penerapan sanksi tegas dan berefek jera jika terjadi pelanggaran terhadap hukum syara, baik yang dilakukan oleh rakyat maupun oleh aparatur negara. Hal ini dijalankan dengan tegaknya pilar-pilar penting yang menopangnya, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat yang aktif menjalankan amar makruf nahi mungkar, dan negara yang menerapkan hukum. 

Inilah yang dicontohkan oleh Rasululah saw. dalam menjalankan pemerintahan di Madinah. Begitu juga dengan para khalifah setelahnya dari para Khulafaur Rasyidin. 

Kesamaan misi dalam menjalankan syariat Islam secara kaffah, untuk meraih keridaan Allah Swt. dimiliki oleh rakyat dan pemimpin. Demikian juga visi dalam menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (Islam rahmatan lil 'alamiin), menjadikan rakyat dan penguasa berkepentingan untuk selalu ada dalam ketaatan kepada Allah Swt. sehingga saling menjaga satu dengan yang lain.

Penguasa menjaga amanah sebagai wakil umat dalam menerapkan syariat Islam kaffah. Umat (rakyat) pun senantiasa memastikan bahwa penguasa menjalankan mandat rakyat yang telah diberikan kepadanya. Oleh karena itu, penerapan syariah Islam yang sinergis dilakukan oleh penguasa dan rakyat. Ini akan efektif dalam mencegah terjadinya pelanggaran hukum, termasuk tindakan korupsi. 

Ketika pun korupsi terjadi, maka sanksi tegas akan diberikan kepada pelaku, dengan cara mengambil harta korupsinya untuk diserahkan ke Baitul Mal, dicopot dari jabatan (pekerjaannya), dan dihukum berdasarkan kebijakan penguasa (ta'zir), bisa berupa hukuman penjara atau bentuk hukuman lain yang menjerakan, termasuk hukuman sosial berupa penyiaran pelaku korupsi di media massa. 

Dengan sistem Islam seperti inilah, masalah korupsi dan bentuk pelanggaran lainnya dapat diselesaikan secara tuntas, bahkan mampu dicegah. 

Oleh karena itu, butuh kesungguhan dan komitmen dari semua elemen umat untuk mewujudkan sistem pemerintahan Islam yang solutif dan preventif dalam menyelesaikan masalah manusia.

Wallahu'alam bisawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab