Bom Bunuh Diri, Bukti Ketidakpahaman terhadap Syariat Islam dan Dalil Rasulullah SAW
Tinta Media - Miris, beberapa hari lalu aksi teror bom bunuh diri kembali terjadi. Tepatnya, terjadi di Mapolsek Astananyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Pelakunya adalah salah seorang mantan narapidana kasus bom Cicendo Jabar yang telah dihukum empat tahun di Nusakambangan dan dibebaskan pada September 2021. Namun, aksi teror itu kembali dilakukannya.
Akibat pengeboman tersebut, korban yang meninggal dunia 2 orang, termasuk pelaku, dan korban luka-luka 10 orang anggota polisi yang sedang melaksanakan apel dan salah satu warga masyarakat yang sedang melintas di depan kantor Mapolsek tersebut.
Seyogyanya, kita tetap bersikap tenang dalam menyikapi kejadian bom bunuh diri itu. Yakinlah bahwa teror yang terjadi sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran Islam. Ini karena sejatinya Islam itu adalah agama yang damai. Islam itu mencerahkan. Islam itu memuliakan kehidupan dan kemanusiaan.
Tidak ada satu pun ajaran Islam yang membolehkan kita untuk melakukan bom bunuh diri sebagai sebuah metode dakwah atau sebuah cara memperjuangkan Islam. Justru, hal itu patut dikutuk atau setidaknya dikecam karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Dalam nash syara', umat Islam diperintahkan untuk menjaga nyawa seorang muslim. Nyawa seorang muslim yang terbunuh jauh lebih buruk dari hilangnya dunia dan seisinya, apalagi membunuh dirinya sendiri.
Jadi, yang terjadi pada bom bunuh diri tersebut justru bertentangan dengan syariah dan menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak paham terhadap agama dan syariat Islam.
Tidak pernah ada dalil (uswah) bahwa Rasulullah Saw. memperjuangkan Islam dengan kekerasan. Mari kita teliti dari sirah nabawiyah, di fase manakah Rasulullah saw. menggunakan cara-cara kekerasan, kecuali saat sudah berdiri daulah islamiyyah di Madinah Munawarah?
Sebelum mendirikan daulah Islamiyah, Rasulullah fokus melakukan taskif (pembinaan) kepada para sahabat, sehingga mereka memiliki akidah yang kokoh, tidak goyah oleh celaan orang-orang yang suka mencela, serta tidak goyah oleh siksaan orang-orang yang menyiksa. Itulah karakter khas yang dibentuk oleh Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah membina para sahabat dengan keimanan dan akidah yang kuat, lalu mulailah beliau berinteraksi dengan umat menyebarkan ide Islam ke tengah-tengah umat secara terang-terangan. walaupun ada reaksi balik dari masyarakat waktu itu, bahkan sampai ada yang memboikot dan menyiksa para sahabat. Beliau tetap memerintahkan isbir atau bersabar. Rasulullah tidak memerintahkan untuk balik melakukan kekerasan, justru menyuruh bersabar, termasuk pada Bilal dan keluarga Yasir yang mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy.
Jadi, dalam Islam tidak ada istilah perjuangan dengan kekerasan. Kalau orang itu kemudian atas nama perjuangan kemudian melakukan tindak kekerasan, misalnya dengan bom bunuh diri dan sebagainya, sebenarnya itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang belum tahu atau tidak paham terhadap agama dan uswah dari Rasulullah Saw.
Wallahu a'lam wishawab.
Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media